Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang memiliki
keistimewaan dan pemberian segala kenikmatan besar, baik nikmat iman, kesehatan dan
kekuatan didalam penyusunan makalah yang ini. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah yang berjudul Hakikat Manusia Menurut Islam
dibuat sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam I dengan dosen pengampu Dr.
Zulfi Mubarok, MA. Makalah ini disusun oleh Siska Ninasari sekalu ketua kelompok sebagai
pengonsep makalah, Hanna Aisyah Maulidia selaku sekteraris sebagai penulis makalah, dan
kedua anggota yaitu Amanda Meidina Sari dan Revina Ridha Adinda sebagai pencari materi
yang merupakan mahasiswa jurusan Akuntansi fakultas Ekonomi Universitas Widyagama
Malang.

Sebagai manusia kita perlu mengetahui darimana asal manusia, tujuan manusia hidup.
Kepada siapa menyembah, dan lain-lain. Maka dari itu pentingnya membahas hakikat
manusia, antara lain pengertian dari hakikat manusia sendiri, fitrah, eksistensi dan martabat
manusia, serta kedudukan, tujuan, tugas dan program manusia itu sendiri. Dengan dibahasnya
ini diharapkan bias membuat kita sebagai manusia bias memahami tujuan penciptaan
manusia sehingga beribadah bisa lebih ikhlas.

Allah SWT menciptakan manusia yang terdiri dari dua unsur yaitu gumpalan darah dan
hembusan ruh Allah memberikan kelengkapan pada manusia saat dilahirkan ke dunia
(potensi). Potensi ini terdiri dari potensi fisik dan potensi ruhaniah. Manusia juga diberi akal
untuk berpikir, berdebat dan mempertanggungjawab perbuatannya. Selain akal, manusia juga
diberi hati sehingga dapat memahami ilmu yang diturukan oleh Allah SWT. Dengan segala
kenikamatan yang telah Allah berikan kepada manusia, hendaknya manusia bersyukur dan
beribadah selalu karena Allah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat manusia itu


2. Bagaimana fitrah, eksistensi dan martabat manusia ? 3. Bagaimana kedudukan,
tujuan, tugas, program hidup manusia?

C. Tujuan Pembahasan

1. Memahami hakikat manusia.

2. Melakukan ibadah dengan baik, karena telah memahami hakikat manusia 3. Berpikir
dan berperilaku sesuai dengan al-Qur’an dan hadist.

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia

Manusia diciptakan Allah dengan berbagai hal menarik. Dalam Al-Quran manusia dipanggil
beberapa istilah antara lain al-insaan, al-naas, al-basyar, al- abd, bani Adam, dan lain-lain.
Manusia memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani
kehidupan di dunia dan akhirat. Menurut agama Islam manusia terdiri dari dua unsur, yaitu
jasmani (unsur materi) dan ruhani (unsur immateri/nun-materi), karena memang jasmani
manusia terdiri dari komponen yang dikandung di dalam tanah. Komponen pembentuk
tersebut telah dijalan di al-Qur’an dengan berbagai nama yaitu : al-ardhi (QS Hud:61),
Thuraab (QS al-Kahfi:37), Thin (QS As- Sajadah). Thinul laazib (QS As-Shafar:11) dan lain-
lain.

Roh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia.
Setelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, pemasukan ruh menjadi
unsur penentu yang membedakan manusia dengan dunia hewan. Sebagaimana banyak dari
aspek fisik manusia yang hakikatnya belum diketahui manusia, ruh merupakan misteri besar
yang dihadapi manusia.

Roh adalah unsur non-materi yang ada dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penanda
kehidupan. Roh merupakan bagian yang suci yang diberikan kepada manusia, ia ditiupkan
langsung oleh Allah SWT kedalam rahim seorang ibu dan memberikan kehidupan pada janin
yang ada didalam rahim itu. Allah menyatakan ini dalam As-Sajdah ayat 7-9
‫ان ِمن ِط ْينِما جعل أنا من السالم من خار جهانلم شوية وقة فيه من روحم ويفضل‬ َ ‫الَّ ِذي َأحْ َسن ُكلِّ َش ْي ٍء َخلَقَهُ َوبَدَا َخ ْل‬
ِ ‫ق اِإل ن َس‬
‫لكم السمع واألبصار وااللمينا‬

َ‫قَلِ ْياًل َّما تَ ْش ُكرُون‬


Artinya yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan
manusia dari tanah, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air
mani). Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam
(tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, (tetapi) sedikit
sekali kamu bersyukur.” (QS As-Sajdah 32: 7-9).

Hubungan nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan pasti
bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik dapat menjalin
interelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan cairan,
kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah psikosomatik, yaitu penyakit-
penyakit fisik yang disebabkan oleh masalah kejiwaan.+

Manusia memiliki persifatan yang beragam, namun manusia adalah makhluk yang
mempunyai kelebihan di atas makhluk lain yaitu akal pikiran dan hawa nafsu. Dalam Al-
Quran juga telah dijelaskan bahwa peran manusia adalah sebagai hamba sekaligus kholifatul
ardhi yang akan mengelola bumi ini.

Setiap individu mempunyai hak yang sama untuk menjadi mulia di dunia dan akhirat yang
kekal dan abadi. Hak itu hanya akan diperoleh jika individu masing-masing berjuang untuk
menjadi manusia yang berkualitas, atau yang mempu mengejar, menjangkau dan meraih
hidup dan kehidupan yang selamat, bahagia, dan sejahtera material dan spiritual.“

B. Fitrah, Eksistensi dan Martabat Manusia

1.

Fitrah Manusia: Hanif dan Potensi Akal. Qolb dan Nafsu

Secara etimologi, kata “fitrah” berasal dari bahasa Arab “fatara” yang berarti merobek,
membelah, menciptakan, terbit, tumbuh, memerah, berbuka, sarapan, sifat pembawaan (yang
ada sejak lahir) (Al-Munawwir, 1997: 1063). Diartikan juga dengan belahan, muncul,
kejadian, suci, tabiat, dan penciptaan. Jika fitrah dihubungkan dengan manusia, maka yang
dimaksud dengan fitrah manusia adalah apa yang menjadi kejadian atau bawaannya sejak
lahir, atau dalam bahasa Melayu disebut dengan keadaan semula jadi (Mubarok, 2003: 24).
Al-Qur’an sendiri menyebut fitrah dengan segala bentuk derivasinya sebanyak 20 kali (Al-
Baqi, 1992). Berdasarkan hasil pelacakan dan penghimpunan ayat-ayat tersebut, diperoleh
makna fitrah berarti ciptaan, perangai, tabiat, kejadian, asli, agama, ikhlas, dan tauhid
(Suriadi 2019).7

Secara terminologi, beberapa pakar memberikan interpretasi fitrah berdasarkan pada hadis
Nabi saw.

‫ قال رسلول المتعلم الكل ظل والذي له‬:‫لعين زهرة رضية القال‬


Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang anak dilahirkan
melainkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani
atau Majusi” (HR Muslim) (Al-Naisaburi, 2007: 2047).

Hadis tersebut mengindikasikan bahwa fitrah adalah kemampuan sebagai pembawaan berupa
potensi yang baik. Ayah dan ibu dalam hadis tersebut adalah pendidik dan lingkungan yang
keduanya sangat berpengaruh dan menentukan perkembangan seseorang (Tafsir, 2015: 35;
Langgulung, 1985: 215). Kesimpulannya, manusia sejak awal kejadiannya, membawa potensi
beragama yang lurus, dan dipahami oleh ulama sebagai tauhid.”

Ayat Al-Quran yang sesuai dengan Hadits diatas adalah Q.S. Al-A’raf

: 172
‫ْت بِ َربِّ ُك ْم قَالُوا بَلْ َش ِه ْدنَا َأ ْن تَقُولُوا يَوْ َم ْالقِيِّ َم ِة ِإنَّا ُكنَّا‬
ُ ‫ك ِم ْن بَنِي آ َد َم ِم ْن ظُهُوْ ِر ِه ْم ُذ ِّريَّتَهُ ْم َوَأ ْشهَ َدهُ ْم َعلَى َأنفُ ِس ِه ْم َألَس‬
َ ُّ‫َوِإ ْذ َأ َخ َذ َرب‬

َ‫ع َْن هَ َذا َغ ْملِين‬


Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)”.

Ayat di atas merupakan penjelasan dari fitrah yang berarti hanif (kecenderungan kepada
kebaikan) yang dimiliki manusia karena terjadinya proses persaksian sebelum digelar di
muka bumi persaksian ini merupakan proses fitrah manusia yang selalu memiliki kebutuhan
terhadap agama (institusi yang menjelaskan tentang Tuhan), karena itu dalam pandangan ini
manusia dianggap sebagai makhluk religius. Ayat di atas juga menjadi dasar bahwa manusia
memiliki potensi baik sejak awal kelahirannya ia bukan makhluk amoral tetapi memiliki
potensi moral juga bukan makhluk yang kosong seperti kertas putih sebagai mana yang
dianut oleh para pengikut teori tabula rasa,10

Fitrah dalam arti potensi yaitu kelengkapan yang di berikan pada saat di lahirkan ke dunia.
Potensi yang di miliki manusia tersebut dapat di kelompokan kepada 2 hal yaitu potensi fisik
dan rohaniah. Potensi rohaniah adalah akal, qalb dan nafsu.!!

Akal berfungsi sebagai pengikat atau integrator ketiga kesadaran yang ada dalam diri
manusia yaitu kognitif, afektif. Konatif dan menghubungkannya dengan qalb. Aql merupakan
fungsi qalb seperti dijelaskan dalam QS. Al-Hujarat ayat 7:

‫َّب ِإلَ ْي ُك ُم اِإْل ي َم˜˜انَ َو َزيَّنَ˜هُ فِي قُلُ˜˜وْ بِ ُك ْم َو َك˜˜رْ هَ ِإلَ ْي ُك ُم‬ ِ ˜‫ير ِمنَ اَأْل ْم‬
َ ‫˜ر لَ َعنِتُ ْم ولك˜˜ل هللا َحب‬ ٍ ِ‫َوا ْعلَ ُموا َأ َّن فِي ُك ْم َرسُو َل هللاِ لَوْ يُ ِط ْي ُع ُك ْم فِي َكث‬
َ‫َّاح ُدون‬ ِ ‫ق َو ْال ِعصْ يَانَ ُأولِيكَ هُ ُم الر‬ َ ‫ْال ُك ْف َر َو ْالفُسُو‬
Artinya: “Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti
(kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarkah kamu akan mendapat kesusahan
tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam
hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dankedurhakaan. Mereka
itulah orang-orang yang mengikuti
Jalan yang Al-Qolb, kata qolb terambil dari kata yang bermakna “membalik”. Karena
seringkali ia berbolak-balik, terkadang senang terkadang susah. Kadangkala setuju, kadang
kala menolak. Qolb amat berpotensi untuk tidak konsisten. Al-Qu’ran pun menggambarkan
demikian, ada yang baik ada pula yang sebaliknya. Kalbu adalah wadah dari pengajaran,
kasih sayang. Takut, dan keimanan. Dari sini dapatlah dipahami bahwa kalbu memang
menampung hal hal yang disadari oleh pemiliknya. Ini merupakan salah satu perbedaan
antara “Qolb dan Nafs”. Dengan demikian dapatlah dipahami pula mengapa dituntut untuk
dipertanggungjawabkan hanya isi kalbu bukan isi nafs.17

Hadis Rasulullah saw. Dari Nu’man bin Basyir r.a

‫ وإذا قتل أحد الدال أن وي‬، ‫ان قال في أحد مضغة إذا صل لتصلح أحد لكل‬

Artinya: Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula
seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ingatlah bahwa ia adalah hati (HR
Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Al-Qolb disini artinya adalah hati. Hati merupakan alat yang digunakan dalam proses
perenungan dan berpikir untuk memahami segala sesuatu dan menjawab setiap pertanyaan
yang muncul (terutama mengenai metafisik), di mana proses tersebut membuatnya semakin
yakin dan semakin dekat dengan Allah. Kaitannya dengan potensi hati (qalb), al-
Zamakhsyari dalam Ramayulis (2015: 292) menjelaskan bahwa qalb itu diciptakan oleh
Allah sesuai dengan fitrah asalnya dan kecenderungan menerima kebenaran dari-Nya. Dari
sisi ini, qalb merupakan bagian dari manusia yang berfungsi sebagai pemandu, pengontrol,
pengendali struktur manusia yang lain sehingga membentuk karakter. Jika qalb berfungsi
secara normal maka karakter manusia akan baik dan sesuai dengan fitrah asalnya, karena
manusia memiliki natur ilahiyyah/rabbaniyyah (ketuhanan). Naturlurus” 12

Dalam pengertian Bahasa Indonesia, kata “akal” dimaknakan dengan: (1) daya pikir (untuk
memahami sesuatu dsb.), pikiran, ingatan. (2) jalan atau cara melakukan sesuatu, ikhtiar,
daya upaya. (3) tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan (4) kemampuan melihat, cara
memahami. Dalam Bahasa arab akal berarti mengikat, mencapai, berlindung, berakal,
berpikir, mencegah atau menahan, berpikir, hati, paham. Dalam tatanan kehidupan, tidak kita
sangsikan lagi bagaimana besarnya peranan akal. Para pembahas di semua disiplin
sependapat tentang eksistensi akal pada manusia adalah sebagai instrumen terpenting,
sekaligus sebagai jati diri dan pembeda dari makhluk Allah lainnya. Al-Qur’an tidak
mendefenisikan akal secara sarih, namun dapat ditangkap maknanya ketika ia menerangkan
tentang fungsi- fungsi akal bagi manusia seperti untuk mengenal, mengkaji tentang diri. Alam
dan Allah. Simpulannya, menurut al-Qur’an, akal bagi manusia itu adalah jati dirinya. Adalah
suatu ideologi di kalangan ilmuwan yang menyatakan bahwa seluruh bangunan dari ilmu
pengetahuan manusia merupakan produk dari aktivitas akal. Dengan dilengkapi oleh refleksi
ayat- ayat Tuhan, akal merupakan sebuah alat yang tepat untuk memahami pengetahuan,
menemukan formula baru dari sebuah pengetahuan dalam bentuk wahyu verbal maupun non
verbal. Sebagai khalifah dan abdullah. Manusia dituntut sebaik-baiknya untuk
mempergunakan akal secara proporsional dan profesional sehingga secara otomatis
membedakan dirinya dengan makhluk yang lainnya. Apabila manusia memanfaatkan potensi
akalnya dengan sungguh-sungguh, ia akan dapat mengorbit menjadi manusia pilihan dengan
SDM yang berkualitas dan dengan jati diri terpuji di sisi Allah swt. 16
Al-Qolb, kata qolb terambil dari kata yang bermakna “membalik”. Karena seringkali ia
berbolak-balik, terkadang senang terkadang susah. Kadangkala setuju, kadang kala menolak.
Qolb amat berpotensi untuk tidak konsisten. Al-Qu’ran pun menggambarkan demikian, ada
yang baik ada pula yang sebaliknya. Kalbu adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang.
Takut, dan keimanan. Dari sini dapatlah dipahami bahwa kalbu memang menampung hal hal
yang disadari oleh pemiliknya. Ini merupakan salah satu perbedaan antara “Qolb dan Nafs”.
Dengan demikian dapatlah dipahami pula mengapa dituntut untuk dipertanggungjawabkan
hanya isi kalbu bukan isi nafs.17

Hadis Rasulullah saw. Dari Nu’man bin Basyir r.a

‫ وإذا قتل أحد الدال أن وي‬، ‫ان قال في أحد مضغة إذا صل لتصلح أحد لكل‬
Artinya: Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula
seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ingatlah bahwa ia adalah hati (HR
Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Al-Qolb disini artinya adalah hati. Hati merupakan alat yang digunakan dalam proses
perenungan dan berpikir untuk memahami segala sesuatu dan menjawab setiap pertanyaan
yang muncul (terutama mengenai metafisik), di mana proses tersebut membuatnya semakin
yakin dan semakin dekat dengan Allah. Kaitannya dengan potensi hati (qalb), al-
Zamakhsyari dalam Ramayulis (2015: 292) menjelaskan bahwa qalb itu diciptakan oleh
Allah sesuai dengan fitrah asalnya dan kecenderungan menerima kebenaran dari-Nya. Dari
sisi ini, qalb merupakan bagian dari manusia yang berfungsi sebagai pemandu, pengontrol,
pengendali struktur manusia yang lain sehingga membentuk karakter. Jika qalb berfungsi
secara normal maka karakter manusia akan baik dan sesuai dengan fitrah asalnya, karena
manusia memiliki natur ilahiyyah/rabbaniyyah (ketuhanan). Natur ilahiyyah merupakan natur
suprakesadaran yang terpancarkan dari Tuhan. Dengan natur ini manusia tidak hanya
mengenal lingkungan fisik, melainkan juga mampu mengenal lingkungan spiritual,
ketuhanan, dan keagamaan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa qalb (hati)
bukanlah autentitas manusia. Namun qalb hanya alat atau potensi yang diberikan oleh Allah
yang perlu diarahkan dan dikembangkan menuju penemuan esensi manusia itu sendiri.

Nafsu (bahasa Arab: al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering disebut hawa nafsu) adalah
suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya. Dorongan-dorongan
ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya yang bebas tanpa mengenal baik
dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan kehendak bebas. Dengan
nafsu manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan yang lain. Kecenderungan nafsu
yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapar menyebabkan manusia memasuki kondisi
yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu manusia menggunakan akalnya
sehingga dorongan-dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan positif yang menggerakkan
manusia kearah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak ke arah yang jelas,
maka agama berperan untuk menunjukkan jalan yang akan harus ditempuhnya. Nafsu yang
terkendali oleh akal dan berada pada jalur yang ditunjukkan agama inilah yang disebut an-
nafs al-mutmainnah yang diungkapkan dalam Al-Qur’an Q.S. Al-Fajr ayat 27-30:19‫أيتها النفس‬
‫المطميلة‬
Artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-

Hamba-Ku dan masuklah kedalam surga-Ku.” (Al-Fajr, 89: 27-30) Dengan demikian
manusia ideal adalah manusia yang mampu menjaga fitrah (hanif)-nya dan mampu mengelola
dan memadukan potensi akal, galbu, dan nafsunya secara harmonis.20
3. Eksistensi dan Martabat Manusia

Eksistensi dan martabat manusia sangat berbeda dengan keberadaan makhluk lainnya
termasuk malaikat, karena memiliki berbagai kelebihan berupa kemampuan berpikir,
berdebat dan mempertanggungjawabkan tindakannya.
Manusia sebagai mahluk pilihan Allah yang diangkat menjadi khalifah

Di bumi dibekali dengan berbagai potensi keunggulan atas alam semesta, maka existensi
manusia sebagai mahluk serba dimensi:22

a. Dimensi pertama secara fisik manusia hampir sama dengan

Binatang, butuh makan, minum, istirahat dan menikah supaya dapat hidup. Tumbuh dan
berkembang biak.

b. Dimensi kedua – memiliki ilmu dan pengetahuan

c. Dimensi ketiga kebajikan etis. D. Dimensi keempat – keindahan/estetis.

d. Dimensi kelima – pemujaan dan pengkudusan.

e. Dimensi keenam keserbabisaan kemampuan intelek dan kehendak.

f. Dimensi ketujuh mampu memahami konsep diri” dengan

Kemampuan intelektualnya. H. Dimensi kedelapan pengembangan bakat, islam memberikan


perhatian secara seimbang baik fisik, material, spiritual; mental dan emosional; sosial dan
individual.

Keterpeliharaan para malaikat, itu karena sudah merupakan titah yang mutlak, yang lebih
rendah kualitasnya disbanding kebaikan manusia yang lahir atas usaha yang bebas. Setiap
kebajikan yang dikerjakan manusia merupakan keunggulan yang tidak dimiliki oleh malaikat
yang dikendalikan itu. Dan setiap keburukan manusia dapat dihapus dengan taubat dan
introspeksi jiwa. Inilah hakikat kemanusiaan dan martabatnya yang tinggi dan berhak
menjadi kholifah di muka bumi.23

Manusia diberi akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa
Al-Quran dengan ilmu manusia mampu berbudaya, Allah menciptakan manusia dalam
keadaan yang sebaik-baiknya (QS At-Tin 95: 4). Manusia tetap bermartabat mulia kalau
mereka sebagai kholifah tetap hidup dengan ajaran Allah (QS Al-An’am 6: 165) oleh karena
itu manusia dilebihkan dari makhluk lainnya. Jika manusia hidup dengan ilmu selain
Allah,maka manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia bermartabat
rendah.(QS At-Tin 95: 5)24 Manusia yang dapat mengoptimalkan existensinya akan sampai
pada martabat insan kamil (manusia yang sempurna )- Ulul Albab – penuh hikmah,
kebijaksanaan dan pengetahuan. Dengan karakteristik: takut hanya kepada Allah, banyak
dzikir dan fikir, mampu memilah/memilih yang baik dari yang buruk. Menuntut ilmu dengan
tekun dan menularkan ke orang lain dengan ikhlas, qiyamullail bermunajat kepada
Allahswt.25

Kedudukan, Tujuan, Tugas dan Program Hidup Manusia

C.

1. Kedudukan Manusia

Dalam hubungan dengan Tuhan manusia menempati posisi atau kedudukan sebagai hamba,
(‘abd) ciptaan. Dan Tuhan sebagai pencipta. Kedudukan ini memiliki konsekuensi adanya
keharusan manusia menghambakan diri kepada Allah, dan dilarang menghambakan atau
meyembah pada dirinya sendiri dan hawa nafsunya. Allah SWT memerintahkan hambanya
untuk berlaku adil dan ihsan. Oleh karena itu. Tanggung jawab Hamba Allah adalah
menegakkan keadilan baik terhadap diri sendiri maupun terhadap keluarga. Hamba Allah
harus senantiasa melaksanakan sholat, puasa Ramadhan, zakat apabila cukup haul dan nisab,
dan haji bila mampu. Maka dari itu Hamba Allah harus menjauhi larangan- larangan Allah
dan menjalankan perintah-perintah Allah.
Kedudukan manusia sebagai hamba hamba Allah sebagai bagian dari ummah yang senantiasa
berbuat kebaikan juga diperintah mengajak yang lain untuk berbuat makruf dan mencegah
kemungkaran (Q.S. Ali Imran : 103).26

Allah SWT berfirman:


‫ص˜بَحْ تُ ْم بِنِ ْع َمتِ˜ ِ˜ه ِإ ْخ َوانًا‬ ْ ‫َص ُموا بِ َح ْب ِل هللاِ َج ِميعًا َواَل تَفَ َّرقُ˜وا َو ْاذ ُك˜ رُوا نِ ْع َمتَ هللاِ َعلَ ْي ُك ْم ِإ ْذ ُكنتُ ْم َأ ْع˜ دَا ًء فَ˜َألَّفَ بَ ْينَ قُلُ˜وْ بِ ُك ْم فََأ‬
ِ ‫َوا ْعت‬
ُ‫َو ُك ْنتُ ْم َعلَى َعفَا ُح ْف َر ٍة من النار فأتقل ُك ْم ِم ْنهَا َك َذلِكَ يُبَ ْينَ هَّللا ُ لَ ُك ْم َأ ْيتِ ِه لَ َعلَّك ْم‬
َ‫تَ ْهتَ ُدون‬

Artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah. Dan janganlah
kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu
menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
agar kamu mendapat petunjuk.”

Manusia sebagai Khalifah dibumi. Nampak bahwa istilah khalifah dalam bentuk mufrad
(tunggal) yang berarti penguasa politik hanya digunakan untuk nabi-nabi, yang dalam hal ini
nabi Adam as. Dan tidak digunakan untuk manusia pada umumnya. Sedangkan untuk
manusia biasa digunakan istilah khala’if yang didalamnya mempunyai arti yang lebih luas
yaitu bukan hanya sebagai penguasa politik tetapi juga penguasa dalam berbagai bidang
kehidupan. Dalam hubungan dengan pembicaraan dengan kedudukan manusia dalam alam
ini, nampaknya lebih cocok digunakan istilah khala’if dari pada kata khalifah Namun
demikian yang terjadi dalam penggunaan sehari-hari adalah bahwa manusia sebagai khalifah
dimuka bumi. Pendapat demikian memang tidak ada salahnya, karena dalam istilah khala’if
sudah terkandung makna istilah khalifah. Sebagai seorang khalifah ia berfungsi
menggantikan orang lain da menempati tempat serta kedudukannya (Al-Razi, 1995). Ia
menggantikan orang lain, menggantikan kedudukannya, kepemimpinanya atau kekuasaannya.
Manusia diberi status yang terhormat yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi, lengkap
dengan kerangka dan program kerjanya. Secara simbolis fungsi dan kerangka kerja itu
dinyatakan Allah pada proses penciptaan Adam as, sebagai mana difirmankan Allah swt
dalam Q.S Al- Baqarah/2:30, yang berarti, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi”. Ditambahkan pula pada Q.S. Huud/11:61), yang berarti, “Dan
sekaligus menugaskan manusia untuk memakmurkan bumi.” Untuk menjalankan tugas-tugas
yang dimaksudkan itu, agar dapat berjalan dengan lancar. Allah swt., memberikan
seperangkat perlengkapan yang diperlukan manusia. Perlengkapan pertama dan utama adalah
berupa potensi tauhid (QS. Al-A’raf/7:172), yang berarti. “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini
Tuahnmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan Kami), kami bersaksi.” (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya
ketika itu kami lengah terhadap ini.” Dengan sinyalemen selanjutnya berupa penyempurnaan
bentuk kejadian dan penghembusan ruh (QS. Al- Hijr/15:29), berarti, “Maka apabila Aku
telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke
dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. Pernyataan Allah swt ini
menurut Langgulung dikutip oleh Al-Munawar (2005) mengisyaratkan akan adanya sifat-
sifat Tuhan (walaupun dalam kadar yang terbatas) pada diri manusia.27
Manusia sebagai khalifah Allah Manusia dibekali berbagai potensi kekhalifahan antara lain:

1)

Potensi tentang kebenaran sunnah Allah yang terdapat dalam alam ciptanNya ( ayat-ayat
kauniyah).
2) Allah memberikan batasan-batasan normatif yang ada dalam hukum-hukum syari’at (ayat
ayat Qur’aniyah ).

3) Allah memberikan wewenang dan kebebasan memilih dan

Menentukan, sehingga melahirkan kreatifitas yang dinamis.

4) Potensi sosial dalam bentuk kemampuan membangun hubungan

Dan interaksi dengan masyarakat dan lingkungannya.

5) Potensi ruhaniyah dalam bentuk kemampuan membangun

Kedekatan dengan Allah melalui ritual peribadatan.

Tanggung jawab Manusia

1) Tanggung jawab Manusia sebagai hamba Allah Bahwa segala proses


pelaksanaan peribadatan manusia kepada Allah akan dinilai apakah sudah
sesuai dengan ketentuan syari’ah dan dipertanggungjawabkan di hadapan
Allah.

2) Tanggung jawab Manusia sebagai khalifah Allah Atas wewenang dan


kebebasan yang diberikan oleh Allah untuk mewakili memakmurkan bumi ini
juga akan dinilai dan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah. 28
Sebagai Mu’abbid, manusia dituntut tidak hanya semata-mata dalam konteks ibadah wajib
seperti shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya, tetapi juga segala sesuatu aktivitas yang
bernilai baik dalam kehidupannya yang dilakukan dengan tujuan pendekatan diri pada
penciptanya. Tuhan. Sebagi khalifah, manusia bertugas untuk menata dunia sedemikian rupa
sehingga dapat menjadikan manusia hidup sejahtera, damai, sentosa dan bahagia.

2.

Tujuan Manusia

Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan pada penciptanya yaitu Allah.
Penyembahan berarti kedudukan manusia pada hukum Allah dalam menjalankan kehidupan
di muka bumi, baik yang menyangkut hubungan vertikal yaitu hubungan hubungan manusia
denganTuhan, serta hubungan horizontal yaitu hubungan manusia dengan alam semesta.
Penyembahan yang sempurna dari seseorang manusia adalah menjadikan dirinya sebagai
khalifah Allah di muka bumi dalam mengelola kehidupan alam semesta. Keseimbangan alam
dapat terjadi dengan hukum- hukum Allah yang kokoh. Keseimbangan pada kehidupan
manusia dapat terjaga dengan tegaknya hukum-hukum kemanusiaan yang telah Allah
tetapkan. Kekacauan kehidupan manusia tidak sekedar akan menghancurkan tatanan
kehidupan manusia,tetapi juga dapat menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain.
29

Manusia diciptakan agar menyembah kepada Allah baik Mahdloh ataupun Ghoiru Mahdloh.
Sesuai dengan potensi dan keunggulan manusia dibanding makhluk ciptaan yang lain dengan
segala kesempurnaannya maka fungsi dan peran di dunia ini adalah sebagai Abdun atau
hamba san sebagai khalifah yang ditugaskan untuk memakmurkan bumi.30

Manusia diberi kelebihan oleh Tuhsan dibanding dengan makhluk yang lainnya. Kelebihan
itu baik pada bentuk jasmani, maupun pada struktur rohaninya. Struktur jasmani yang terdiri
dari beberapa panca indera dapat berguna menerima pengetahuan dan menjadilah yang
disebut pengetahuan empiris. Pancaindera terdiri dari mata, telinga, hidung, kulit dan alat
pengecap juga makhluk lain dimilikinya, tetapi tidak dapat menangkap pengetahuan melalui
pancainderanya, hanya manusia yang dapat menangkap pengetahuan empiris. Sedangkan
struktur rohaninya lebih menakjubkan lagi, karena memiliki daya yakni daya rohani, daya
kalbu, daya akal dan daya hidup.
3.

Tugas Manusia
Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kehalifahan, yaitu tugas
kepemimpinan. Wakil Allah di muka bumi, serta pengelolahan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Kekuasaan yang diberikan
kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya mengelola serta
mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya. Kebebasan
manusia sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah. Sehingga kebebasan manusia
dengan kekhalifahannya merupakan implementasi dari ketundukan dan ketaatan. Ia tidak
tunduk kepada siapapun kecuali kepada Allah SWT. Kekuasaan manusia sebagai wakil allah
dibatasi oleh aturan aturan dan ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya yaitu
hukum hukum allah baik yang tertulis dalam kitab suci (al-qur’an) 32

Berpedoman pada al baqarah ayat 30-36 status dasar manusia yang di pelopori adam adalah
sebagai khalifah. Jika khalifah diartikan sebagai mahluk penerus ajaran ajaran Allah, maka
tugas / peran yang dilakukan adalah sebagai pelaku ajaran Allah dan sekaligus menjadi
pelopor dalam membudayakan ajaran allah, yaitu:

a. Belajar

Menuntut ilmu sangatlah di perintahkan dalam islam, sehingga bagi tiap orang islam hal itu
merupakan kewajiban keagamaan yang tidak boleh diabaikan. Di surat Al-Alaq ayat 1-5

‫اقرأ بالي زيادة الذين علقخلق اإلنسان من علي‬

َ ُّ‫ا ْق َرْأ َو َرب‬


‫ك اَأْل ْك َر ُم‬

‫الَّ ِذي عَل َم بِ ْالقَلَم‬

‫َعلَّ َم اِإْل ن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ُم‬

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia.
Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.”

Surat Al-Alaq wahyu pertama yang turun. Dalam wahyu


Pertama ini manusia diperintahkan untuk membaca, disamping juga

Telah dibicarakan soal ilmu dan peranan pena sebagai alat tulis

Menulis dalam proses belajar mengajar¹³

Diakui oleh Islam, ilmu adalah sesuatu yang sangat penting bagi manusia, tidak saja dalam
kehidupannya di dunia, tetapi juga dalam kehidupannya di akhirat. Karena itu, sabda Nabi,
“Siapa menginginkan dunia, wajib ia mempunyai ilmu. Siapa menginginkan akhirat, wajib ia
mempunyai ilmu. Dan siapa menginginkan dunia akhirat kedua-duanya, wajib juga ia
mempunyai ilmu.” 34 b. Mengajarkan ilmu Ilmu yang di ajarkan oleh khalifatullah bukan
hanya ilmu yang di karang manusia saja tetapi juga ilmu allah. Kalau mengajarkan sains yang
di karang manusia, ia tak lupa memperhatikan ilmu allah. Pengertian ilmu allah adalah al-
qur’an. Al quran sendiri merupakan aturan hidup manusia serta hal hal yang berhubungan
dengan manusia. Mengarjarkan al-qur’an berarti mengajarkan hidup dan kehidupan menurut
allah, pencipta manusia dan alam semesta.35 c. Membudayakan ilmu

Ilmu Allah yang telah diketahui bukan hanya untuk disampaikan kepada orang lain tetapi
yang utama adalah untuk diamalkan oleh diri sendiri terlebih dahulu contoh yang diberikan
Nabi SAW adalah setelah diri dan keluarganya kemudian teman dekatnya dan baru kemudian
orang lain proses pembudayaan ilmu Allah berjalan seperti proses pembentukan kepribadian
dan proses iman. Tahu mau dan melakukan apa yang diketahui. Tahu bermula dari
perkenalan, Mau bermula dari studi dan melakukan bermula dari latihan wujud pembudayaan
ilmu Allah adalah tercapainya situasi polahidup dan kehidupan sebagaimana dicontohkan
Nabi SAW. Sunnah Rosull merupakan contoh perwujudan pembudayaan ilmu³

Memperhatikan prinsip diatas sebagai seorang Khalifah apa yang dilakukan tidak boleh untuk
kepentingan pribadi saja dan tidak bertanggung jawab pada diri sendiri saja serta pertanggung
jawabanya pada 3 instansi yaitu:

1. Pertanggungjawaban pada diri sendiri

a) Memelihara dan menjaga badan/jasmani sehinggatetap sehat, karena pada badan yang
sehat itu terdapat akal (jiwa) yang sehat. Dalam pepatah kata “al-‘aqlu al-salim fi al-jismi al-
salim”
b) Memelihara dan mempertahankan agamanya, sehingga mendapat keridhaan Allah,
keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah berfirman:
102

َ‫يانها الذين أمنوا اتقوا هللا على تقسيم وال تموتن ِإاَّل َوَأنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬

Artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu semua kepada Allah sebenar-
benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS

Ali Imron: 102)

c) Membiasakan dan melatih diri untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan agama,
sehingga akan memperoleh keutamaan dan kebahagian dalam hidupnya. Allah berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.”

2. Pertanggungjawaban pada Masyarakat

Islam tidak membebaskan manusia dari tugas dan kewajiban serta tanggung jawabnya
tentang apa yang berlaku pada masyarakatnya dan apa yang terjadi di sekelilingnya atau yang
terjadi dari orang lain. Terutama jika orang lain itu termasuk orang yang berada di bawah
perintah dan pengawasannya seperti istri, anak dan lain-lain. Tugas dan kewajiban manusia
terhadap orang lain atau masyarakat, antara lain berbuat baik, saling tolong- menolong
(menjaga keutuhan masyarakat) dan amar makruf nahi munkar. Hal ini sebagaimana firman
Allah SWT sebagai berikut:
‫ض ˜اًل ِمن َّربِّ ِه ْم‬
ْ َ‫ي وال القالية وال أمين البيت الح˜˜را َم يَ ْبتَ ُغ˜˜ونَ ف‬ َ ‫يََأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُ ِح ُّلوْ ا َم َعابِ َر هَّللا ِ َواَل ال َّش ْه َر ْال َح َرا َم َواَل ْالهَ ْد‬
‫ص˜ ُد َو ُك ْم َع ِن ْال َم ْس˜ ِج ِد الح˜˜زام أن تفق˜˜دوا َوتَ َع˜˜ا َونُوا َعلَى البِ˜˜ر‬ َ ‫اص˜طَادُوا َواَل يَجْ˜ ِر َمنَّ ُك ْم َش˜نَانُ قَ˜˜وْ ٍم َأ ْن‬ ْ َ‫ض˜ َوانًا َوِإ َذا َحلَ ْلتُ ْم ف‬ ْ ‫َو ِر‬
ْ ‫هَّللا‬ ُ ْ ْ ْ
ِ ‫َوالتَّق َوى َواَل تَ َعا َونوا َعلَى اِإل ث ِم َوال ُع ْد َوا ِن َواتَّقوا هللا ِإ َّن َ َش ِدي ُد ال ِعقَا‬
‫ب‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian
Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu
(hewan- hewan kurban) dan qala’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda). Dan jangan
(pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam, mereka mencari karunia
dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah
kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka
menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada
mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah,
sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS Al-Maidah [5]: 2)37 3. Pertanggungjawaban
pada Allah

Secara praktis ada beberapa tugas dan kewajiban manusia terhadap Allah SWT, antara lain
mentauhidkan, takut, cinta kepada-Nya, ridha terhadap qadha dan qadar-Nya, bertaubat.
Bersyukur, tawakkal, berdo’a, taat dan patuh pada-Nya, berpegang teguh kepada kitab
suciNya dan sunnah nabi-Nya, dzikir, sabar, malu dan sebagainya. Beberapa sifat yang telah
disebutkan tadiialah dalam kerangka takwa kepada-Nya, yakni menjalankan semua yang
diperintahkan dan meninggalkan semua yang dilarang-Nya. Dalam hal ini Allah SWT,
berfirman antara lain sebagai

Berikut:

‫وَِإ ْذ تَْأ َذنَ َربُّ ُك ْم لَبِ ْن َشكَرْ تُ ْم َأَل ِزي َدنَّ ُك ْم َولَينَ َكفَرْ تُ ْم ِإ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu


bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari
(nikmatku). Maka pasti adzabku sangat berat.” (QS Ibrahim [14]:7)

Dengan Menyadari adanya pertanggung jawaban pada 3 instansi. Karena seorang Khalifah ia
tetap harus mempelihara kepercayaan yang diberikan kepadanya.

3. Program Hidup Manusia

Tujuan hidup seperti yang telah dirumuskan diatas harus disertai dengan program yang
terperinci agar benar-benar mencapai sasaranya. Tujuan tersebut tidak akan tercapai jika
dalam menentukan program tidak berlandaskan pada sumber, dari rumusan tersebut program
hidup manusia harus sejalan dengan tujuan dan bentuk program yang berasal dari Al- Qur’an
Sebagai wahyu ditambah dengan sunnah Nabi sebagai perwujudan realiasasi ajaran Allah
keduanya merupakan tuntunan dari program hidup bagi orang beriman. Dengan perkataan
lain program hidup manusia tidaklah didasarkan atas kehendak sendiri, tetapi di dasarkan atas
kehendak penciptanya. Program hidup manusia di tuangkan dalam bentuk yang disebut
syariah
Syari’ah, arti bahasanya jalan, sedangkan arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur
hubungan manusia dengan tiga pihak: Tuhan, sesama manusia, dan alam seluruhnya 39.
Syari’ah disini termasuk pengertian tentang bagaimana seseorang melakukan tugas
pribadinya kepada Allah. Peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan
disebut Ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam
seluruhnya disebut Mu’amalah. Semua ibadah, baik yang ritual maupun yang non ritual
hendaknya didasarkan kepada syari’ah tidaklah benar suatu iabdah dilakukan tanpa
berdasarkan syari’ah dan demikian dalam istilah lain sering disebut bid’ah atau membuat cara
baru yang hendak diajarkan realisasi pengabdian yang benar adalah yang dilakukan dengan
cara yang telat diajarkan oleh Allah. 40

Syari’ah Memiliki Ciri-Ciri sebagi berikut

1. Benar dan adil untuk seluruh makhluk

2. Lues mendasar sesuai dengan sifat dan fitrah manusia seta cocok untuk segala tempat
dan zaman

3. Menjangau segala aspek kehidupan manusia baik pribadi keluarga masyaraat dan
negara

4. Konsisten, Tidak mungkin ada pertentangan satu sama lainya

BAB III KESIMPULAN

Hakikat Manusia

Manusia adalah makhluk yang berakal budi. Dalam Al-Quran juga telah dijelaskan bahwa
peran manusia adalah sebagai hamba sekaligus kholifatul ardhi yang akan mengelola bumi
ini. Pada hakikatnya manusia terdiri dari jasmani dan rohani, karena memang jasmani
manusia terdiri dari komponen yang dikandung di dalam tanah. Selain itu, Roh adalah unsur
non-materi yang ada dalam jasad yang dicitakan Tuhan sebagai penanda kehidupan. Jiwa
atau nafs yang tumbuh dan berkembang selama hidup di dunia. Jiwa ini bisa menggiring kita
kearah yang hina atau mungkar, tetapi dengan jiwa yang kuat kita dapat menghalaunya.

Fitrah. Eksistensi dan Martabat Manusia

B.
Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak lahirnya. Manusia sejak
awal kejadiannya, membawa potensi agama yang lurus. Eksistensi keberadaan manusia di
muka bumi ini adalah sebagai kholifah karena memiliki berbagai kelebihan berupa
kemampuan berpikir, berdebat dan mempertanggungawabkan tindakannya. Manusia
dikatakan bermartabat mulia jika mereka sebagi kholifah tetap hidup dengan ajaran Allah.
Sebaliknya, jika manusia hidup dengan ilmu selain Allah, maka manusia tidak bermartabat
lagi.

C.

Kedudukan, Tujuan. Tugas dan Program Hidup Manusia

Kedudukan manusia dimuka bumi ini adalah sebagai hamba (abd’) ciptaan. Yang artinya
manusia harus menghambakan diri pada Allah. Harus menjauhi larangan-Nya dan
menjalankan perintah-Nya. Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna.
Tujuan penciptaan manusia adalah sebagai Khalifah atau pemimpin dimuka bumi yang
bertugas mengelola dan menjaga kehidupan alam semesta. Sebagai pemimpin yang mampu
menegakkan keadilan dan mensejahterakan rakyat, memakmurkan dan mensejahterakan
bumi. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas ke khalifahan khalifah
berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan yang diberikan kepada manusia
bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya mengelola serta mendayagunakan apa yang ada
dimuka bumi untuk kepentingan hidupnya, semua tujuan hidup manusia berpedoman pada al
quran sebagai wahyu dari allah ditambah dengan sunnah nabi sebagai perwujudan realisasi
ajaran Allah. Keduanya merupakan tutunan dari program hidup bagi orang beriman. Program
hidup manusia dituangkan dalam bentuk yang di sebut syari’ah. Syari’ah ialah peraturan yang
di ciptakan allah agar manusia berpegang kepada-Nya

DAFTAR PUSTAKA

1. KBBI

Daring.

Dikutip
27

September

2019.https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/manusia 2. Dr. Mardani. 2017. Pendidikan Agama


Islam untuk Perguruan Tinggi. Depok:

Kencana. 3. Zaini, Mukhtar. Pendidikan Agama Islam. Jember: LPPM IKIP PGRI Jember

Press 4. Azra. Azyumardi dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan

Tinggi Umum.

5. Nawawi, Hadari. 1993. Hakekat Manusia Menurut Islam. Surabaya: Al- Ikhlas.

6. Zakiah dkk. 2015. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan

Tinggi Umum. CV. Putra Maharatu

7. Syafe’i, Isop. Hakikat Manusia Menurut Islam. 8. Yusuf, h. Burhanuddin. Akal dalam
Al-Qur’an.

8. Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS GAJAHMADA


YOGYAKARTA 2018. Buku Teks Untuk Perguruan Tinggi Umum Berdasarkan
Kurikulum Tahun 2002.

9. Burga, Muhammad Alqodri. Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Pedagogik Al-


MUSANNIF: Journal of Islamic Education and Teacher Training. 1 (1). 11.
Muhtadin. 2016. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi.

Jakarta:Mandala Nasional.
12. Nuryamin. 2017. Kedudukan Manusia Di D

Anda mungkin juga menyukai