Disusun oleh :
1. Ilham Nur Alfian Hasym
2. Meillyansyah
3. Shena Hashila Syofa
Puji syukur kehairat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas
segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentu mupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalama kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat megharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Proses penciptaan manusia menurut al-Qur’an tidak terlepas dari kata ja’ala,
khalaqa dan ansya’a. Kata ja’ala yang berarti menjadikan, artinya Allah menciptakan
manusia dari tidak ada menjadi ada, seperti Allah menciptakan Adam dari tanah. Kata
khalaqa, yang berarti mencipta, Allah mencipta dari yang sudah ada seperti nutfah
berproses menjadi ‘alaqah, mudghah, ‘idham, dan lahm. Kata ansya’a yang berarti
menjadikan sesuatu yang berproses dalam bentuk baru, seperti Allah menjadikan proses
yang ada pada kata khalaqa menjadi makhluk dalam bentuk lain yitu embrio. Hal-hal
yang telah dijelaskan al-Qur’an diperkuat oleh al-hadis, bahkan al-Hadis menjelaskan
setelah janin berumur 4 bulan Allah meniupkan ruh, menetapkan jodoh, nasib dan
matinya. Proses penciptaan manusia seperti yang telah dijelaskan alQur’an dan al-
Hadis dibuktikan oleh para ahli termasuk ahli kedokteran atau medis, yaitu
percampuran sperma dengan ovum akan terjadi pembuahan yang kemudian akan
berproses seperti yang dijelaskan al-Qur’an. Keberadaan jasmani sangat penting bagi
rohani manusia, sebab tanpa adanya jasmani manusia tidak dikatakan hidup tapi mati.
Dengan demikian pemeliharaan jasmani manusia sangat diharapkan jika rohani
manusia akan nyaman. Agar supaya jasmai manusia dapat berkembang dengan baik
diperlukan pemeliharaan yang baik.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana manusia dicipatakan dari unsur Rohani dan jasmani?
2. Apakah taraf hidup manusia berbeda-beda?
3. Mengapai manusia diciptakan berbeda-beda?
4. Bagaimana mengimpletasikan budaya toleransi dan bermanfaat bagi manusia?
3. Tujuan
1. Agar mengetahui penjelasan penciptaan manusia
2. Agar bisa memahami taraf hidup
3. Untuk mengetahui perbedaaan yang diberikan oleh ALLAH SWT.
4. Untuk mengetahui budaya toleransi dan manfaat pada sesame manusia
o
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Menulusuri penciptaan manusia secara jasmani dan rohani
ٰٓيَاُّيَها الَّناُس اَّتُقْو ا َرَّبُك ُم اَّلِذْي َخ َلَقُك ْم ِّم ْن َّنْفٍس َّو اِح َد ٍة َّو َخ َلَق ِم ْنَها َز ْو َج َها َو َبَّث ِم ْنُهَم ا
ِرَج ااًل َك ِثْيًر ا َّوِنَس ۤا ًء ۚ َو اَّتُقوا َهّٰللا اَّلِذْي َتَس ۤا َء ُلْو َن ِبٖه َو اَاْلْر َح اَم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع َلْيُك ْم َرِقْيًبا.
Ketiga, menurut informasi al-Qur’an, bahwa sel yang akan jadi manusia
disimpan dalam suatu tempat (qarar), yaitu di sekitar daerah kandungan ibu. Tempat ini
merupakan tempat yang aman, yaitu tempat yang stabil dan serasi. Qarar yang disebut
al-Qur’an, sudah barang tentu menunjukkan tempat dimana anak manusia bisa
berkembang, yaitu kandungan. Dalam kandungan ini anak akan berkembang dengan
baik dan sempurna sampai nanti lahir ke dunia.
Kelima, setelah sampai pada waktunya manusia yang ada dalam rahim ibunya
akan lahir sebagai bayi. Bila diilustrasikan secara singkat, proses perkembangan
jasmani manusia dalam rahim, hingga lahirnya manusia menurut QS. alMuminun, 23:
12-14, al-Hajj, 22: 5 dan al-Mu’min, 40 : 67, adalah sebagai berikut: (1) Benih
(ovarium, female nucleus) yang berasal dari sari pati tanah. (2). Sperma
(spermatozoon)yang berasal dari sari patitanah. (3). Benih (ovarium) dan spermatozoon
dalam rahim, mengalami pembuahan. (4). Menjadi segumpal darah (‘alaqah). (5).
Menjadi segumpal daging (mudhghah). (6). Menjadi tulang belulang . (7). Menjadi
tulang belulang yang dibungkus dengan daging dan ruh ditiupkan. (8). Menjadi
makhluk hidup (bayi). (9). Menanti saat kelahiran.
Dari sini nampak ada bukti kuat, bertempatnya jiwa ke dalam badan, yang
mengakibatkan ada hubungan timbal balik antara keduanya.
Untuk menjelaskan persatuan jiwa dengan badan ini, lebih jauh dapat berpegang
pada analogi arus listrik dari dua unsur yang satu sama lain berbeda, menghasilkan
produk baru yang membedakan unsur dasar kedua unsur tersebut. Tingkah laku
manusia merupakan hasil dari interaksi antara jiwa dengan badan. Sungguhpun manusia
mempunyai jiwa dan badan, belum dapat dipandang sebagai suatu kepribadian yang
integral. Tingkah laku lahir tidak dapat dikatakan sebagai singgungan belaka dengan
jiwa dan badan. Shalat atau haji yang dianggap sebagai suatu hal yang bersfiat
rohaniah, tidak dapat dipenuhi tanpa adanya partisipasi badan dalam bentuk tertentu.
Pada sisi lain, pemenuhnan kebutuhan biologis tidak menempatkan diri pada
keterpisahan ruh.
Al-Qur’an menginformasikan, bahwa ruh dan jasad adalah dua esensi pokok, dan
dengan keduanya itu manusia hidup, yang satu tak mungkin terpisah dari yang lain.
Oleh karenanya, orang yang beriman kepada kitab suci al-Qur’an tidak boleh
meremehkan kewajibanya terhadap jasad dalam unsahanya memenuhi kewajiban
terhadap ruh. Sebaliknya, ia tidak boleh meremehkan kewajibannya terhadap ruh dalam
usaha memenuhi kewajiban terhadap jasad. Sikap berlebihlebihan dalam usaha
memuaskan kebutuhan jasad dan ruh adalah sikap yang tidak terpuji. Segala sesuatunya
harus memperoleh keridhaan Allah.
Dalam al-Qur’an, manusia adalah utuh, tak terpisahkan antara jasad dan ruhnya,
mental dan fisiknya, demikkian pula tidak terpisahkan antara urusan keduniaan dan
keakhiratannnya. Dalam hal aqidah pun manusia tidak terpisahkan antara lahir dan
batinnya, antara kenyataan dan kegaibannya. Sebab aqidah itu sendiri adalah
kepercayaan kepada satu hidayah yang dapat memperbaiki antara ruh dan jasad, tanpa
melebih-lebihan dan tanpa penyelewengan dari jalan yang lurus.
Di sini nampak jelas keterkaitan antara ruh dan jasad, keduanya saling
membutuhkan dalam berinteraksi dan harus diperlakukan seimbang dalam hal
memenuhi kebutuhannya. Ada hubungan yang erat antara jiwa dan badan yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Bila badan ditimpa penyakit, jiwa ikut susah, demikian
pula sebaliknya. Pengalaman di lapangan kedokteran membutktikan bahwa seringkali
keluhan disebabkan jiwa. Misalnya berupa kejengkelan, kekecewaan, perasaan
bersalah, perasaan berdosa, bersedih, putus asa dan lain sebagainnya.
Al-Qur’an juga menyinggung tentang kesejahteraan yang terdapat pada surat An-
Nahl ayat 97 “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan”.(Kementerian Agama RI,
2015, hlm. 278) yang dimaksud dengan kehidupan yang baik pada ayat di atas adalah
memperoleh rizki yang halal dan baik, ada juga pendapat yang mengatakan kehidupan
yang baik adalah beribadah kepada Allah disertai memakan dengan rizki yang halal dan
memiliki sifat qana’ah, ada pendapat lain yang mengatakan kehidupan yang baik adalah
hari demi hari selalu mendapat rizki dari Allah Swt. Menurut Al-Jurjani, rizki adalah
segala yang diberikan oleh Allah Swt. Kepada hewan untuk diambil manfaatnya baik
itu rizki halal maupun haram. (Ismail, 2012, hlm. 390–394)
Selanjutnya Ayat ke-20 dari Surat Al-hadid juga dijadikan sebagai rujukan bagi
kesejahteraan masyarakat, yang artinya “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan
dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-
megah antara kamu serta berbanggabanggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti
hujan yang tanamtanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaanNya. dan
kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.(Kementerian
Agama RI, 2015, hlm. 540) Kita juga mengetahui bahwa berlomba-lomba dalam hal
kemewahan duniawi dapat menjerumuskan manusia ke dalam kesombongan
kebinasaan, seperti yang terdapat dalam Surat At-Takatsur ayat 1-2 yang artinya
“Bermegah-megahan Telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur”
(Ismail, 2012, hlm. 394)
Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa aspek-aspek yang sering dijadikan
indikator kesejahteraan seperti tingkat pendapatan (besarnya kekayaan), kepadatan
penduduk (jumlah anak), perumahan, dan lain-lain bisa menipu seseorang jika tidak
diiringi dengan pembangunan mental atau moral yang berorientasi pada nilai-nilai
ketuhanan. yang pada gilirannya manusia dikhawatirkan akan terjebak pada persaingan
kemewahan duniawi yang serba hedonis dan materialistik, dengan demikian
penanaman tauhid (pembentukan moral dan mental) merupakan indikator utama bagi
kesejahteraan.(Sodiq, 2015, hlm. 394)
menurut batasan syara’ ialah memadukan ucapan dengan pengakuan hati dan
perilaku. Dengan lain perkataan mengikrarkan dengan lidah akan kebenaran Islam,
membenarkan yang diikrarkan itu dengan hati dan tercermin dalam perilaku hidup
sehari-hari dalam bentuk amal perbuatan. Iman dan aman sangat erat hubungannya,
dimana kalau tidak ada iman dalam jiwa manusia, sukar akan tercapai keamanan dalam
masyarakatnya. keamanan masyarakat berarti setiap orang memperoleh haknya, di
samping kesanggupan memenuhi kewajibannya.(Fachruddin, 1992, hlm. 100)
Menurut Quraish Shihab amal saleh adalah pekerjaan yang apabila dilakukan
terhenti atau menjadi tiada (akibat pekerjaan tersebut) suatu mudharat (kerusakan) atau
dengan dikerjakannya diperoleh manfaat dan kesesuaian.(Shihab, 2012, hlm. 588)
Menurut Muhammad Abduh disebutkan bahwa amal saleh adalah segala perbuatan
yang berguna bagi pribadi, kelompok, dan masyarakat secara keseluruhan.(Yusran,
2015, hlm. 127) Menurut Zamakhsyari adalah segala bentuk perbuatan yang sesuai
dengan dalil akal, al-Qur’an dan as-Sunnah.(Yusran, 2015, hlm. 127) Antara Iman dan
amal saleh (perbuatan baik) dalam Al-Qur’an dijalin berpilin dengan eratnya, bagai
tidak dapat atau tidak boleh diceraikan antara keduanya. berulangkali, apabila disebut
alladzina amanu (orang-orang yang beriman) disambung dengan wa’amilushshalihat
(dan mereka mengerjakan amal shaleh.)para ahli ilmu pernah memberikan
perumpamaan amal saleh tanpa iman bagai pohon yang tiada mempunyai urat
tunggang, sebaliknya iman yang tiada melahirkan amal soleh bagai pohon yang tiada
berbuah.(Fachruddin, 1992, hlm. 95) dengan perkataan lain tiada menghasilkan apa-
apa.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa arti kata Toleransi
berarti sifat toleran. Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai bersifat atau
bersikap tenggang rasa (menghargai, membolehkan) pendirian (pendapat atau
keyakinan) yang berbeda atau bertentangan dengan diri sendiri.
Toleransi merupakan kata serapan dari bahasa inggris “tolerance” berarti
sabar dan kelapang dada , adapun kata kerja transitifnya yaitu tolerate yang
berarti sabar menghadapi atau melihat dan tahan terhadap sesuatu, sementara
kata sifatnya adalah toleray yang bersikap toleran, sabar terhadap sesuatu.
Sedangkan menurut Abdul Malik Salman, kata tolerance berasal dari bahasa
latin yang berarti berusaha tetap bertahan hidup tinggal atau berinteraksi dengan
sesuatu yang sebenarnya tidak disukai.
Dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan kata
toleransi adalah samanah atau tasamuh, maka kata ini berkembang dan
mempunyai arti sikap lapang dada atau terbuka dalam menghadapi perbedaan
yang bersumber dari kepribadian yang mulia. Dengan demikian, makna kata
tasamuh memiliki keutamaan, karena melambangkan sikap pada kemuliaan diri
dan keikhlasan.
Toleransi merupkan sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai
macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat istiadat,
budaya, bahasa serta agama atau yang lebih popular dengan sebutan
inklusivisme, pluralism, dan multikulturalisme. Hal ini sejalar dengan firman
Allah SWT yang artinya “hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Alllah maha mengetahui dan
maha pengenal.”
Seluruh manusia berada didalam lingkaran “sunnatullah” ayat ini
mengindikasi bahwa Allah SWT menciptakan adanya perbedaan dan penting
untuk menghadapi dan menerima perbedaan-perbedaan itu termasuk dalam hal
teologis. Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah
satu kajian penting yang ada dalam sistem teologi islam.
Islam adalah agama yang sempurna dan memiliki sejumlah syarat yang
sangat menjujung tinggi sikap toleransi. Firman Allah SWT :
Artinya Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-
Baqarah : 256)
Seruan ayat tersebut sebatas hanya ditunjukkan untuk orang-orang kafir.
Jadi, kaum muslimin tidak boleh memaksakan kehendak orang lain (selain
islam) untuk masuk kedalam agama islam. Sebab orang kafir dalam hal ini
diberikan hak oleh Allah SWT untuk memilih beriman kepada islam dan berhak
pula untuk tidak mengimaninya.
Toleransi dalam beragama islam bukan berarti boleh atau bebas menganut
agamu tertentu atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua
agama tanpa adanya aturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama
harus dipahami sebagai bentuk system dan tata cara peribadatannya dan
memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.
Dalam agama Islam, terdapat banyak hadist yang menyatakan mengenai
kewajiban umat manusia untuk saling membantu sesama. Dari beberapa hadist
tersebut, dapat diambil kesimpulan mengenai manfaat saling membantu yang
berupa:
1. Meningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT
2. Mendapatkan pertolongan dan kasih sayang dari Allah SWT
3. Meringankan beban saudara sesama manusia
4. Mempererat tali persaudaraan
5. Menciptakan suasana rukun, damai, dan tenteram
6. Menambah rasa kekeluargaan yang harmonis dan saling peduli
7. Memperkokoh kesatuan sehingga terjaganya kebersamaan antar sesama
BAB III
KESIMPULAN
Pandangan mayoritas manusia yang terbiasa memisahkan antara jasmani dan rohani,
yaitu bahwa tidak ada hubungan sama sekali antara keduanya merupakan hal yang
sebenarnya bertentangan dengan al-Qur’an maupun Hadis. Karena sejatinya jasmani dan
rohani adalah saling berkaitan erat dan saling melengkapi, ketika jasmani sakit, maka jiwa
juga sakit, ketika jiwa sakit, maka jasmani pun sakit, ini bukti bahwa jasmani dan rohani
tidak dapat dipisahkan, yang memisahkan hanya mati.
Hubungan jasad manusia, jiwa dan ruh ialah sebagaimana hubungan atom, besi
dengan lapangan (mungkin maksudnya medan) magnit yang memiliki dua kutub. Jiwa selalu
dalam situasi polaritas, apakah jiwa cenderung kepada jasad lalu meluncur ke hawa
(dekaden), atau kepada ruh yang akan membawanya melambung tinggi kepada keutamaan
dan akhlak rabbaniah.
https://at-tibyan.fusa.uinjambi.ac.id/index.php/ATB/article/download/15/14/
https://repositori.uin-alauddin.ac.id/12072/1/FITRA%2030300113052-.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/373194-none-f4d0d354.pdf
https://www.assunnah.ac.id/journal/index.php/WRQ/article/download/123/102