PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang akrab dengan problema kehidupan. Dalam
penyelesaiannya ternyata manusia kerapkali tidak mampu melakukannya sendiri
dengan baik, sehingga ada kecendrungan untuk menyelesaikan problema tersebut
dengan atau melalui bantuan dan bimbingan orang lain, terutama para ahli yang
berkomponen dalam bidangnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan manusia?
2. Bagaimana gambaran bahwa manusia itu benar-benar dalam keadaan
bermasalah?
3. Apakah yang dimaksud dengan peran agama terhadap kesehatan mental?
4. Psikoterapi doa?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia
Kedudukan manusia dalam Al-Qur’an adalah luhur dan tinggi sekali, baik
dalam neraca akidah, pemikiran dan ciptaan yang dengannya diukur watak
makhluk seluruhnya. Manusia adalah makhluk mukallaf (pemikul beban).1
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling indah, paling tinggi,
paling mullia, dan paling sempurna. Dengan demikian tidak ada makhluk lain di
alam ini yang menyamai keberadaan manusia. Kesempurnaan manusia sebagai
makhluk Allah berpangkal dari manusia itu sendiri yang memang sempurna dari
segi fisik, mental, kemampuan dan karya-karyanya.2
1
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 1980), h. 26
2
Syafaruddin, dkk, Bimbingan dan Konseling Perspektif Al-Quran dan Sains, (Medan :
Perdana Publishing, 2017), h. 271
2
Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya itu ditegaskan dalam banyak ayat.
Beberapa di antaranya sebagai berikut:
(a) Setetes Mani
Sebelum proses pembuahan terjadi, 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki
pada satu waktu dan menuju sel telur yang jumlahnya hanya satu setiap siklusnya.
Sperma-sperma melakukan perjalanan yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju
sel telur karena saluran reproduksi wanita yang berbelok-belok, kadar keasaman
yang tidak sesuai dengan sperma, gerakan ‘menyapu’ dari dalam saluran
reproduksi wanita, dan juga gaya gravitasi yang berlawanan. Sel telur hanya akan
membolehkan masuk satu sperma saja.
Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian
kecil darinya. Ini dijelaskan dalam Al-Qur’an :
“Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya
setitik mani yang dipancarkan?” (QS Al Qiyamah:36-37).
3
(c) Pembungkusan Tulang oleh Otot
Disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an bahwa dalam rahim ibu, mulanya
tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus
tulang-tulang ini. “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS Al Mu’minun:14)
Para ahli embriologi beranggapan bahwa tulang dan otot dalam embrio
terbentuk secara bersamaan. Karenanya, sejak lama banyak orang yang
menyatakan bahwa ayat ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Namun,
penelitian canggih dengan mikroskop yang dilakukan dengan menggunakan
perkembangan teknologi baru telah mengungkap bahwa pernyataan Al-Qur’an
adalah benar kata demi katanya.
Penelitian di tingkat mikroskopis ini menunjukkan bahwa perkembangan
dalam rahim ibu terjadi dengan cara persis seperti yang digambarkan dalam ayat
tersebut. Pertama, jaringan tulang rawan embrio mulai mengeras. Kemudian sel-
sel otot yang terpilih dari jaringan di sekitar tulang-tulang bergabung dan
membungkus tulang-tulang ini.
Dalam pandang Marzuki, ada tiga cara atau pendekatan yang dapat
ditempuh untuk memahami hakikat manusia, yaitu melalui pendekatan bahasa,
melalui cara manusia menunjukkan eksistensinya di hadapan makhluk lain, dan
melalui hasil karyanya. Dalam tinjauan bahasa, manusia dapat dipahami dengan
4
melihat makna-makna dari istilah-istilah yang digunakan untuk menyebut
manusia dalam suasana kultur asalnya. 3
Ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia,
yaitu; pertama, menggunakan kata basyar. Kedua, menggunakan kata yang terdiri
dari huruf alif, nun, dan sin, semacam insan, ins, nas, atau unas. Ketiga,
menggunakan kata Bani Adam, dan zuriyat Adam.
Selain dari 3 kata tersebut, terdapat pula kata khalifah yang juga
digunakan dalam al-qur’an untuk menunjukkan pada manusia.
3
Marzuki, “Manusia Dan Problematikanya Dalam Pembentukan Karakter Mulia Perspektif
Islam”, Pknh FIS UNY, h. 2
4
Sri Haryanto, “Manusia dalam Terminologi Al-Qur’an”. Jurnal Kajian Pendidikan Sains,
Yogyakarta,80-81.
5
Muhammad Saw. Diperintahkan untuk menyampaikan bahwa, Aku adalah basyar
(manusia) seperti kamu yang diberi wahyu (QS Al-Kahf [18]: 110).5
Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya".
2. Kelompok kata insan yang juga meliputi kombinasi huruf alif, nun dan
sin, seperti: kata al-ins, al-nas, dan al-unas.
Kata-kata “Insan” diambil dari kata “Uns” yang berarti jinak, tidak liar,
senang hati, tampak atau terlihat. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah
SWT yakni :
“sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya”. (QS. At-Tiin, 95; 4).
“Ins” berarti seorang manusia. Insani” berarti dua orang manusia. Dari
kata “Insan” itu tersirat makna bahwa manusia mempunyai dua unsur
kemanusiaannya, yaitu aspek lahiriyah dan bathiniyah. Firman Allah yang
mengandung kata “Ins” yakni :
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”(QS. Adz Dzariyat, 51-56).
Sedangkan kata-kata “Ins” dan “Unas” , hal ini menunjukkan makna
bahwa sifat dasar manusia adalah fitri yang terpancar dari alam rohaninya yaitu
gemar bersahabat, ramah, lemah lembut, sopan santun serta taat kepada Allah
SWT.
Kata Insan Menurut Azizah dapat diambil dari tiga akar kata. Yaitu: 1).
Dari kata anasa ()أنس, yang berarti abshara()أبصر, ‘alima ()علم, ista’zana ()إستأذن
atau melihat, menalar, berpikir, mengetahui, meminta izin. 2). Dari
kata Anisa ( )أنسyang berarti jinak, ramah. 3). Dari kata nasia ( )نسيyang berarti
lupa.6
5
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, (
Bandung: Mizan, 1996), h. 276
6
Ibid, hal. 278
6
Lafadz insan disebut sebanyak 65 kali dalam 63 ayat 43 surat. Lafad al-
ins disebut sebanyak 18 kali dalam 17 ayat dan 9 surat. Lafad al-nas disebut
sebanyak 243 kali dalam 225 ayat dan 53 surat. Lafad unas disebut sebanyak 5
kali dalam ayat dan 4 surat. Lafad insiyya disebut 1 kali dalam 1ayat.
7
Selain tiga kata di atas, ada juga kata dalam Al-Qur’an yang menyebutkan
manusia sebagai khalifah. Dalam jurnal konsepsi al-qur’an oleh santoso irfan
Khalifah berarti orang yang menggantikan orang yang sebelumnya, berasal dari
kata kerja khalafa, artinya menggantikan. Kata Al-khalaf= Al-iwadl = Al-bada,
artinya ganti. Al-Khalf maknanya belakang dan Al-khilaf, maknanya waktu
sesudahnya. Al-khalifah juga berarti Al-imarah, kepemimpinan atau ahs-shulthan,
kekuasaan. Bisa juga orang yang menggantikan orang lain dan dia menempati
tempat serta kedudukannya. Atau orang yang menggantikan orang lain,
menggantikan kedudukannya, kepemimpinannya atau kekuasaannya. 7
7
Santoso Irfan, “Konsepsi Al-Qur’an tentang Manusia”. Jurnal Hunafa. Vol. 4 No. 3,
Purwokerto, 295-296.
8
Marzuki, Manusia.., h. 5
9
Ahmad, Ahmad Yasser Mansyur, “Problem Solving Berbasis Konseling Al- Qur’an, Konseling
Religi”, Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 8, No. 1, Universitas Negeri Makassar , 2017. h. 46
8
dalam kehidupannya, oleh karena masalah merupakan bagian dari kehidupan yang
tidak mungkin dihindari. Dalam perspektif spiritual Islam masalah hidup
(kesulitan hidup) merupakan hukum alam (sunnatullah) yang sengaja diciptakan
untuk membedakan antara mereka yang beriman dan mereka yang kurang
beriman atau tidak beriman. Sedangkan dalam perspektif Psikologi masalah
merupakan tantangan hidup yang harus dihadapi dan disikapi secara tepat untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih baik.10
Masalah ada juga menimpa jiwa seseorang, ada yang menimpa tubuhnya,
ada yang menimpa hartanya, ada yang menimpa keluarganya dan ada juga yang
menimpa negerinya. Allah SWT menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah
ayat 155
Artinya: “Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar
genbira kepada orang-orang yang sabar” (Q.S Al-Baqarah ayat 155)
Ujian yang akan terjadi yang diinformasikan Allah itu adalah nikmat besar
tersendiri, karena dengan mengetahuinya manusia dapat mempersiapkan diri
10
Ibid, hal. 46
11
Syafaruddin, dkk, Bimbingan..., h.265
9
menghadapi aneka ujian itu. Yang buruk adalah kegagalan menghadapi ujian.
Allah tidak menjelaskan kapan dan dalam situasi apa ia akan terjadi.
Bentuk ujian itu adalah sedikit dari rasa takut, yakni keresahan hati
menyangkut sesuatu yang buruk, atau hal-hal yang tidak menyenangkan yang
diduga akan terjadi. Sedikit rasa lapar, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.
Buah-buahan bisa dalam arti sebenarnya maupun buah-buahan dalam arti buah
dari apa yang dicita-citakan.
12
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta:
Lentera Hati, 2005), Vol. 14, hal. 42-43
13
Imas Laila, Kajian Al-Quran dan Kajian Hadis Tentang Ujian dan Cobaan, (Bogor: 2014),
hal. 3
10
yang berlaku untu hamba-Nya, jika terdapat sesuatu yang mendatangkan musibah,
maka musibah itu tidak dapat dihalangi dan akan menimpanya, tetapi bagi
seseorang yang mempunyai kesempurnaan iman, dan dirinya sudah mempunyai
pengalaman digembleng dalam penderitaan, maka adanya musibah itu akan
semakin membersihkan jiwanya.14
14
Ibid, hal. 4
15
Syafaruddin, dkk, Bimbingan..., h. 118
16
M. Yusuf Musa, Al-Qur’an dan Filsafat, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1988), h. 56
11
dilakukannya. Karena sifat terburu nafsu inilah manusia menjadi sombong atau
berputus asa. Tidak ada makhluk lain yang dapat menjadi sombong dan berputus
asa sedemikian gampangnya seperti manusia. Al-Qur’an berulangkali
menandaskan bahwa setelah memperoleh rahmat manusia segera “melupakan”
Allah; jika sebab-sebab alamlah membuat manusia merasa puas dan
berkecukupan (untuk berdiri sendiri) maka ia tidak “melihat” peranan Allah
didalam sebab-sebab tersebut.17
Manusia juga memiliki sifat yang goyah, sifat goyah ini senantiasa beralih
dari satu titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya yang disebabkan oleh kesempitan
akal dan kepicikannya ini menunjukkan berbagai tensi moral yang dasar, dimana
tingkah laku manusia harus berfungsi jika ia ingin menjadi kokoh dan berhasil.
Artinya :
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang
kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah
dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan
sangat mengingkari (nikmat Allah).”
17
Elfi Mu’awanah , Rifa Hidayah. Bimbingan Konseling Islami Di Sekolah Dasar. (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), h. 24
12
3. Bersifat keluh kesah lagi kikir (QS Al-Ma'arij [70]: l9),
4. “…Sesungguhnya manusia itu sangatlah dzalim dan amat bodoh” (QS. Al-
Ahzab (33). 72).
13
sebaliknya. Modal untuk melaksanakannya telah diberikan oleh Dzat yang
menciptakannya, yaitu, fitrah, nafsu, hati/qold, ruh dan akal.18
18
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an.., h. 275-279
19
Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2010), hal. 150
20
Hamdani, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2012), hal. 238
14
kebutuhan-kebutuhan yang dirasakannya. Bila kebutuhan-kebutuhan itu terpenuhi
tidak terpenuhi orang akan merasakan tidak enak, gelisan dan kecewa. Oleh
karena itu, kebutuhan-kebutuhan tersebut harus terpenuhi, sedangkan kebutuhan-
kebutuhan tersebut dapat dibagi menjadi dua :
a. Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani (fisik) seperti makan, minum,
seks, dan sebagainya.
b. Kebutuhan rohani (psychis and social)
D. Psikoterapi Doa
Rasulullah SAW dilihat dari salah satu sisi kehidupannya adalah sebagai
konselor dan tarapis. Beliau sering memberikan beberapa nasehat pada orang yang
sedih, cemas, takut dan gangguan kejiwaan lainnya melalui metode doa. Doa
21
Ibid, hal 184
15
secara harfiah berarti ibadah, istighasah memohon bantuan. Adapun pengertian
doa secara istilah adalah melahirkan kehinaan dan kerendahan diri serta
menyatakan hajat dan ketunduksn kepada Allah SWT.22
22
Ibid, hal. 185
16
e. Prinsip rekreasi spiritual (al-isyra’): melalui pengalaman komunikasi
transcendental dengan ciptaan Allah yang maha kuasa, bahwa betapa
keberadaan itu merupakan subsistem dan merupakan anggota dari
makrokosmo yang bergerak dalam ketentuan hukum alam ciptaan Allah
SWT.
f. Prinsip diagnostik sebab-akibat: bahwa proses penyembuhan merupakan
upaya menghilangkan berbagai macam penyakit baik jasmani maupun
rohani.
g. Prinsip tawakal: yaitu bahwa upaya penyembuhan adalah proses menjalani
hukum kausalitas immaterial ciptaan Tuhan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedudukan manusia dalam Al-Qur’an adalah luhur dan tinggi sekali, baik
dalam neraca akidah, pemikiran dan ciptaan yang dengannya diukur watak
makhluk seluruhnya. Ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk
kepada manusia, yaitu; pertama, menggunakan kata basyar. Kedua, menggunakan
kata yang terdiri dari huruf alif, nun, dan sin, semacam insan, ins, nas, atau unas.
Ketiga, menggunakan kata Bani Adam, dan zuriyat Adam.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Ahmad Yasser Mansyur. 2017. Problem Solving Berbasis Konseling Al-
Qur’an, Konseling Religi: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 8, No.
1,2017.
Irfan, Santoso. Konsepsi Al-Qur’an tentang Manusia. Jurnal Hunafa. Vol. 4 No.
3, Purwokerto.
Laila Imas. 2014. Kajian Al-Quran dan Kajian Hadis Tentang Ujian dan Cobaan.
Bogor
Quraish, M Shihab. 2005. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Quran. Jakarta: Lentera Hati. Vol. 14
Rahman, Fazlur. 1980. Tema Pokok Al-Qur’an. Bandung: Pustaka.
Yusuf, M. Musa. 1988. Al-Qur’an dan Filsafat. Jakarta : PT. Bulan Bintang
19