Anda di halaman 1dari 9

BEBERAPA SEBUTAN MANUSIA DI DALAM ALQURAN DAN PEMAKNAANNYA nuha

wachidaa3.2.18 Tidak ada komentar Beberapa Sebutan Manusia di dalam Alquran dan
Pemaknaannya Alquran merupakan kitab yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
saw. melalui Malaikat Jibril sebagai pedoman hidup bagi manusia. Alquran berisi kisah-kisah,
perintah dan larangan, sejarah masa lampau yang banyak memberikan pelajaran kepada manusia,
maupun hukum-hukum yang harus ditegakkan di dalam kehidupan. Alquran diturunkan kepada
manusia, sehingga Allah memberikan penjelasan yang mudah dipahami oleh manusia.
Penyebutan manusia di dalam Alquran memiliki beberapa ragam, di mana penyebutan tersebut
disesuaikan dengan konteks penjelasan ayat dan tujuannya. Sebutan-sebutan manusia di dalam
Alquran, yaitu sebagai berikut. 1. Al-Basyar Kosa kata al-basyar dinyatakan di dalam Alquran
sebanyak 37 kali pengulangan. Pengulangan yang 25 kali mengacu kepada arti yang berkaitan
dengan kebutuhan pokok manusia, yaitu makan, minum, kebutuhan seksual, dan sebagainya.
Adapun pengulangan yang 13 kali digunakan dalam permasalahan antara orang kafir dan orang
muslim, baik yang berkaitan dengan pengingkaran status kenabian atau pernyataan Allah bahwa
nabi-nabi juga memiliki sifat basyariyah sebagaimana manusia pada umumnya. Seorang nabi
pun memiliki sifat basyariyah sebagaimana dipaparkan dalam Surah al-Kahfi ayat 110 berikut. ‫قل‬
‫ انما انا بشر مثلكم‬Artinya: “Katakanlah (Muhammad): ‘Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang
manusia seperti kamu ....”. Secara etimologi, kata al-basyar tersusun atas akar kata “ba”, “syin”,
dan “ra”, yang dalam berbagai pendapat berarti sesuatu yang tampak baik dan indah, bergembira,
menggembirakan, menguliti/mengupas buah, atau memperlihatkan dan mengurus sesuatu. Untuk
memahami pengertian al-basyar secara etimologis dari berbagai pendapat dan maknanya,
perhatikanlah data berikut! a. basyara-busyran = gembira b. basyira = kabar gembira c. basyura-
basyaratu = kebaikan dan keindahan d. basyarah = kulit e. basyaru = mereka memberi kabar
gembira f. basyara-tabsyiran = untuk memberikan kabar baik/gembira g. basyarun = manusia h.
basyara-busyran = menguliti/mengupas i. basyara ma'rata = menggauli j. istabsyarabih = merasa
senang, bersuka hati k. al-basyaru = manusia l. al-basyariyu = bersifat manusia m. basyara amra
= mengurus, mengendalikan n. isytabsyara = optimis o. al-bisyru = kegembiraan p. abul basyari
= Nabi Adam a.s. q. al-basyariyatu = kemanusiaan Kata al-basyar berasal dari bentuk jamak al-
basyarat yang artinya kulit, kepala, wajah, dan tubuh tempat tumbuhnya rambut. Ar-Raghib
mengartikan al-basyar berarti kulit yang permukaannya ditumbuhi dengan bulu. Kata tersebut
merupakan suatu penggambaran khusus yang berkaitan dengan sosok lahiriah manusia, bahwa
perbedaan manusia dengan hewan adalah pada kulit manusia lebih didominasi oleh rambut
daripada bulu. Selanjutnya, kata al-basyar juga digunakan untuk persentuhan laki-laki dan
perempuan yang dinamakan al-mulasamah, dapat dimaknai bahwa manusia merupakan makhluk
yang senantiasa mengalami reproduksi sebagaimana hewan dan tumbuhan dan berupaya untuk
memenuhinya. Namun, aktivitas seksual manusia harus sesuai dengan aturan dan syariat yang
telah ditetapkan Allah kepadanya. Penggunaan kata al-basyar di dalam Alquran menunjukkan
kepada persamaan terhadap ciri pokok makhluk Allah, yaitu hewan dan tumbuhan. Manusia
merupakan makhluk yang memiliki ketergantungan terhadap hewan dan tumbuhan. Pada
penggunanaan kata al-basyar tersebut hanyalah aspek materilnya saja atau dimensi alamiah. 2.
Al-Insan Kata al-insan terbentuk dari akar kata "hamzah", "nun", dan "sin". Kata insan berasal
dari kata anasa, al-uns, atau anisa, dan nasiya. Kata yang seakar dengan kata al-insan adalah al-
uns. Kata al-insan menunjukkan, selain manusia sebagai makhluk yang bersifat fisik (jasmani),
manusia juga merupakan makhluk yang bersifat psikis (rohani). Kata al-insan dipergunakan
untuk menunjukkan arti jinak dan tidak liar atau tidak biadab. Kata al-insan juga menunjukkan
tentang keistimewaan manusia yang bersifat khas, seperti: kikir, suka membantah, tidak pernah
merasa puas, resah, gelisah, takut, tergesa-gesa, dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut merupakan
keunikan yang dimiliki manusia karena perpaduan antara dimensi fisik dan psikis yang ada
dalam diri manusia. Ketika manusia mampu menuntun dirinya menuju Tuhan dengan
berpedoman pada ajaran Ilahiyah, maka manusia akan menjadi makhluk mulia. Perpaduan kedua
aspek tersebut juga mampu membentuk manusia sebagai makhluk berbudaya yang mampu
berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengembangan ilmu pengetahuan, membentuk
peradaban, dan sebagainya. Kedua unsur tersebut harus membentuk harmonisasi yang sempurna
dalam iman dan amal saleh. Berdasarkan perpaduan tersebut, manusia disebut sebagai makhluk
sempurna yang memiliki kemulian dibandingkan dengan makhluk lainnya, sehingga manusia
diberikan amanat oleh Allah di muka bumi sebagai khalifah. 3. Bani Adam Kata bani adam
menunjukkan bahwa manusia merupakan keturunan Nabi Adam a.s., yaitu bapak segala manusia
yang ada. Kata tersebut juga menunjukkan bahwa Adam adalah manusia pertama yang
diciptakan oleh Allah swt.. Hal tersebut bertentangan dengan teori Evolusi Darwin yang
menyatakan bahwa manusia keturunan kera. Allah telah menjelaskan di dalam Alquran bahwa
manusia memiliki perbedaan dengan hewan dan tidak dapat disamakan dalam segala aspeknya,
karena manusia memiliki keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lain, yaitu adanya
dimensi roh yang ada dalam diri manusia. Berdasarkan seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa di dalam Alquran penyebutan manusia memiliki variasi yang tersebar di seluruh surahnya
dengan makna tertentu sesuai penyebutannya. Secara garis besar, manusia didefinisikan sebagai
makhluk Allah yang memiliki unsur fisik dan psikis, yang saling berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan. Ketika salah satu unsur terabaikan, maka manusia bukanlah disebut sebagai manusia
seutuhnya. Dengan perpaduan tersebut, manusia dapat melakukan berbagai jenis aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari berdasarkan nilai-nilai ketuhanan l, sehingga manusia tidak menyimpang
dari syariat yang telah ditetapkan Allah dalam kekhalifahannya di muka bumi.

Sumber: https://nurhanifwachidah.blogspot.com/2018/02/beberapa-sebutan-manusia-di-
dalam.html
Boleh copas asal mencantumkan sumbernya, terima kasih. Mari hindari praktik plagiat!

Proses Penciptaan Manusia Menurut Al


Quran
11 Desember 2019   08:38 Diperbarui: 11 Desember 2019   10:56 3723 0 0

Manusia hakikatnya merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna bentuknya,
seperti yang tertera didalam Al-Qur'an,

 "Sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya" (At-Tin : 4)

Maksud paling sempurna disini adalah Allah menciptakan manusia dengan tubuh yang berdiri
tegak sedangkan hewan-hewan kebanyakan diciptakan dengan merayap. Allah juga menciptakan
manusia yang makan menggunakan tangannya dan diberi keistimewaan berupa akal.
Alquran menggambarkan tahap-tahap pertumbuhan janin di dalam rahim secara jelas dan akurat,
dan membagikannya kedalam tujuh fase seperti yang tertera dalam QS. Al-Mu'minun ayat 12-
14 :

 (12) (13) (14)

"Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik." (QS. Al-Mu'minun : 12-14).

Berikut tahapan pembentukan tubuh manusia.

1. Fase Pertama (Tanah)

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, "Sesungguhnya Aku menciptakan


manusia dari tanah." (QS. Shad : 71)

Saripati tanah yang dimaksud adalah suatu zat yang berasal dari bahan makanan (baik tumbuhan
maupun hewan) yang bersumber dari tanah, yang kemudian dicerna menjadi darah, kemudian
diproses hingga akhirnya menjadi sperma.

2. Fase Nutfah (Air Mani)

"Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan
kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan)." (Q.S Fathir :11)

Secara etimologi, Nuthfah adalah cairan dalam jumlah kecil atau tetesan. Maksud Nuhtfah disini
adalah nutfah laki-laki dan perempuan, atau spermatozoa laki-laki dan sel telur perempuan.
Nutfah juga bisa artikan sebagai campuran antara spermatozoa laki-laki dan sel telur perempuan.

Fase ini dianggap sebagai mukjizat medis lain karena ia sangat cocok dengan kesimpulan
kedoketeran modern yang menyatakan, di antara jutaan spermatozoa hanya satu saja yang bisa
membuahi sel telur perempuan. Spermatozoa ini adalah pilihan dari sekian juta sprematozoa lain.
Fakta ini sesuai dengan hadis Rasulullah yang disabdakan sejak 1.400 tahun lampau, "tidak
setiap air terlahir seorang anak." (HR. Muslim)

3. Fase 'Alaqah (Segumpal Darah)

Fase 'Alaqah adalah fase pembentukan organ tubuh. Saat itu zigot sudah mempunyai sifat aluq
(bergantung). Fase ini juga merupakan fase persiapan untuk membentuk atau menggambar
organ-organ janin. Disebut 'Alaqah, karena ia bergantung di dinding rahim.

"Dia telah menciptakan manusia dari alaq (segumpal darah)."  (Al-'Alaq: 2)


'Alaqah hidup dengan menghisap darah ibunya untuk mendapatkan makanannya.  Pada fase ini
janin akan membentuk organ-organ genital baik berjenis laki-laki ataupun perempuan.

4. Fase Mudhgah (Segumpal Daging)

Sebab penamaannya mudhghah ialah karena saat diteropong bentuknya seperti segumpal daging.
Pada fase ini juga terbentuk suatu lempengan daging merah yang disebut plasenta. Oksigen dan
nutrisi yang dibawa melalui aliran darah ibu kemudian menembus plasenta. Dari sini, tali pusar
yang terhubung ke bayi membawa oksigen dan nutrisi tersebut untuk bayi.

Fase Mudhgah ini berakhir dengan peniupan ruh yang tejadi pada hari ke-120, atau bisa sebelum
atau sesudahnya, sebagaimana yang dicatat dalam hadis Nabi, "kemudian menjadi mudhghah
seperti itu, lalu Allah mengutus malaikat kepadanya dan meniupkan ruh kedalamnya."

5. Fase 'Idzam (Tulang)

Salah satu bagian dari ruas mudhghah ini akan berubah menjadi jaringan-jaringan tulang untuk
membentuk tulang punggung dan struktur tulang lainnya. Pada sekitar awal minggu ketujuh,
rupa awal manusia telah tampak.

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari hadits Hudzaifah bin Usaid, ia berkata:

"Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda: "Apabila nutfah telah berusia empat puluh dua
malam, maka Allah mengutus malaikat, lalu dibuatkan bentuknya, diciptakan pendengarannya,
penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya."

6. Fase Kisa al-'idzam bil-lahm ( Pembungkus Daging)

Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan lahm (daging) diibaratkan
pakaian yang membungkus tulang, selaras dengan kemajuan yang dicapai embriologi yang
menyatakan bahwa sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi
adanya satu sel daging sebelum terlihat sel tulang.

Fase ini ditandai dengan menebarnya otot-otot di sekitar tulang dan meliputinya. Fase
pembungkusan tulang dengan daging dimulai pada akhir minggu ketujuh dan berlangsung
hingga akhir minggu kedelapan.

7. Fase 'Insya ( Pembentukan Manusia)

Disini kemukjizatan ilmiah dari firman Allah "kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain." (Al-Mu'minun : 14). Atau maknanya kami menciptakannya dalam bentuk
ciptaan yang berbeda dari makhluk yang lainnya. Pertumbuhan difase ini semakin cepat
dibanding sebelumnya. Janin pun berubah menjadi ciptaan dalam bentuk lain. Bentuk kepala,
tubuh dan organ lainnya mulai seimbang. Organ-organ dan sistem-sistem mulai berkembang
untuk menjalankan fungsinya. Janin mulai disiapkan untuk menerima kehidupan diluar rahim.
Hadis-hadis Keutamaan Bersiwak
Penulis
Annisa Nurul Hasanah
-
26 Juni 2019
1
4958

BincangSyariah.Com – Nabi saw. tidak hanya mengajarkan kepada umatnya tentang ubudiyah
dan ketauhidan. Beliau juga mengajarkan umatnya untuk senantiasa menjaga kebersihan. Salah
satunya adalah anjuran memakai siwak untuk membersihkan gigi. Di dalam kitab Lubbabul
Hadis bab ketujuh, imam As-Suyuthi (w. 911) menuliskan sepuluh hadis tentang fadhilah atau
keutamaan bersiwak yang perlu kita perhatikan sebagaimana berikut.

Hadis Pertama:

ٍ ‫ك َخ ْي ٌر ِم ْن َسب ِْعينَ َر ْك َعةً بِ َغي ِْر ِس َو‬


.}‫اك‬ ٍ ‫ { َر ْك َعتَا ِن بِ ِس َوا‬:‫قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬

Nabi saw. bersabda, “Dua rakaat dengan bersiwak lebih baik dari pada tujuh puluh rakaat dengan
tanpa bersiwak.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ad-Daruquthi dari shahabat Ummu Darda’
dengan sanad Hasan. Imam An-Nawawi di dalam kitab Tanqihul Qaul Al-Hatsits sebuah syarah
dari kitab Lubbabul Hadis menerangkan bahwa menurut imam Al-Munawi, hadis tersebut tidak
dapat dijadikan dalil keutamaan shalat dengan memakai siwak dari pada shalat berjamaah yang
pahalanya sampai dua puluh tujuh derajat.

Hadis Kedua:

.} ِّ‫ضاةٌ لِلرَّب‬ ْ ‫فإن ال ِّس َواك َم‬


َ ْ‫طهَ َرةٌ لِ ْلفَ ِم َمر‬ َّ ‫ {تَ َس َّو ُكوا‬:‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬

Nabi saw. bersabda, “Bersiwaklah kalian, karena sungguh siwak itu mensucikan mulut dan
diridhai Tuhan.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ibnu Majah dari shahabat Abu Umamah.
Imam Ibnu Hisyam (pakar gramatikal Arab) pernah ditanya oleh Al-Alqami tentang sebab lafadz
mathharah dan mardhah yang menjadi khabarnya inna berupa muannats (ada ta’ dibelakangnya).
Bukankah seharusnya mudzakkar karena siwak adalah bentuknya mudzakkar (tanpa ta’). Imam
Ibnu Hisyam menjawab bahwa fungsi ta’ itu bukan menunjukkan muannas dalam kata tersebut
tetapi lil katsrah atau untuk menunjukkan sesuatu yang banyak. Jadi, siwak itu sangat dapat
mensucikan mulut dan sangat diridhai Allah swt.

Hadis Ketiga:

ِ ‫ط ُر َو َك ْث َرةُ األَ ْز َو‬


.}‫اج‬ ُّ ‫ك والتَّ َع‬
ُ ‫الحيَا ُء وال ِح ْل ُم وال ِح َجا َمةُ والسِّوا‬
َ َ‫{ستَّةٌ ِم ْن ُسن َِن ال ُمرْ َسلِين‬
ِ :‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬

Nabi saw. bersabda, “Enam hal yang termasuk dari sunah-sunah (tradisi) utusan (Allah) adalah
malu, bijaksana, bekam, siwak, memakai parfum, dan banyaknya istri.”
Baca Juga :  Hukum Makan Bekicot, Halal Atau Haram?

Imam Nawawi di dalam kitab Tanqihul Qaul ketika menjelaskan hadis ini tidak memberikan
komentar seputar takhrij hadis ini, yakni siapa perawinya dan di dalam kitab apa. Setelah kami
melakukan penelitian, hadis ini terdapat dalam kitab Syu’abul Iman karya imam Al-Baihaqi dari
shahabat Ibnu Abbas. Hanya saja di dalam riwayat imam Al-Baihaqi tidak ada kata sittah dan
kata al-hilm berada di urutan yang pertama sebagaimana berikut.

‫عن ابن عباس قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم من سنن المرسلين الحلم والحياء والحجامة والسواك والتعطر وكثرة‬
.‫ رواه البيهقي‬.‫األزواج‬

Adapun maksud dari kata malu di dalam hadis tersebut menurut keterangan imam An-Nawawi
adalah malu dari berbuat sesuatu apapun yang tidak baik menutut syariat/agama. Namun, imam
Al-Munawi memberikan keterangan lain bahwa yang benar sebagaimana yang disebutkan oleh
jamaah al-haya’ itu adalah khitan. Yakni khitanlah yang termasuk dari tradisi yang biasa
dilakukan oleh para rasul kecuali Nabi Nuh tidak dikhitan dan Nabi Isa tidak menikah.

Hadis Keempat:

ِ ‫ك َو َمسُّ الطِّي‬
.}‫ب‬ ُ ‫ {ثَالَثَةٌ وا ِجبَةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم ال ُغ ْس ُل يَوْ َم ال ُج ُم َع ِة والسِّوا‬:‫ال صلى هللا عليه وسلم‬
َ َ‫َوق‬

Nabi saw. bersabda, “Tiga hal yang wajib bagi setiap muslim adalah mandi di hari Jumat,
(memakai) siwak, dan memakai parfum.” Imam An-Nawawi tidak menyebutkan takhrij hadis ini
dari riwayat siapa dan di kitab apa. Kami pun ketika melakukan penelitian belum menemukan
keberadaan riwayat hadis ini kecuali dalam kitab Lubbabul Hadis karya imam As-Suyuthi ini, wa
Allahu a’lam. Hanya saja imam An-Nawawi Al-Bantani tetap memberikan syarah atau
penjelasan terkait hadis tersebut. Beliau mengatakan bahwa kata wajib di atas maksudnya adalah
sunnah muakkad atau sunnah yang sangat dianjurkan baik di hari Jum’at maupun di hari-hari
lainnya.

Hadis Kelima:

ِ ْ‫ق القُر‬
.}‫آن‬ ِ ‫ {طَيِّبُوا أ ْف َواهَ ُك ْم بالسِّوا‬:‫ال صلى هللا عليه وسلم‬
ُ ‫ك فإنَّهُ طَ ِري‬ َ َ‫َوق‬

Nabi saw. bersabda, “Bersihkanlah mulut-mulut kalian dengan siwak karena sunguh itulah cara
Al-Qur’an.” Riwayat hadis ini pun belum dapat kami temukan selain di dalam kitab imam As-
Suyuthi ini. Imam An-Nawawi Al-Bantani pun tidak memberikan keterangan keberadaan
riwayat hadis ini. Hanya saja beliau memberikan riwayat dari imam Ath-Thabrani sebagai
berikut.

Baca Juga :  Hukum Zikir dengan Suara Keras


‫ رواه‬. ‫عن ابن مسعود قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم تخللوا فانه نظافة والنظافة تدعو إلى االيمان مع صاحبه في الجنة‬
‫الطبراني‬

Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Keluarkanlah (sisa) makanan yang ada
di antara gigi-gigi, karena sungguh hal itu kebersihan dan kebersihan itu dapat akan mengajak
kepada keimanan beserta saudaranya di surga.”

Hadis Keenam:

ِ َّ‫{ر ِح َم هللا ال ُمتَ َخلِّلينَ ِم ْن أ َّمتِي في ال ُوضُو ِء َوالط‬


.}‫عام‬ َ :‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬

Nabi saw. bersabda, “Allah merahmati orang-orang dari umatku yang mau menyela-nyelani
(anggota tubuh) di dalam wudhu dan (sisa) makanan.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Al-
Qudha’i dari shahabat Abu Ayyub Al-Anshari. Imam An-Nawawi Al-Bantani menjelaskan
bahwa hadis tersebut menunjukkan sunnahnya menyela-nyelani rambut ketika bersuci dan
menyela-nyelani (membersihkan) sisa-sisa makanan di antara gigi-gigi. Rasulullah saw.
memanggil mereka dengan rahmat disebabkan karena ketelitian dan kehati-hatian mereka dalam
melaksanakan ibadah.

Hadis Ketujuh:

ُ ‫ُور‬
}َ‫ث اإلكلَة‬ ِ ‫ب فَإنَّهُ ي‬ َ َ‫اآلس والرَّي َحا ِن والق‬
ِ ‫ص‬ ِ ِ‫ {الَ تَتَ َخلَّلُوا ب‬:‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬

Nabi saw. bersabda, ‘Janganlah kalian menyela-nyelani dengan kayu (dari pohon yang wangi),
kayu dari pohon yang bau, dan dengan bambu, karena sungguh hal itu dapat menyebabkan sakit
gigi (hingga copot).”  .” Riwayat hadis ini pun belum dapat kami temukan selain di dalam kitab
imam As-Suyuthi ini. Imam An-Nawawi Al-Bantani pun tidak memberikan keterangan
keberadaan riwayat hadis ini.

Hadis Kedelapan:

ٍ ‫صالَةً بِ َغي ِْر ِس َو‬


}‫اك‬ ٍ ‫صالَةٌ بِ ِس‬
َ َ‫واك خَ ْي ٌر ِم ْن َس ْب ِعين‬ َ { :‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬

Nabi saw. bersabda, “Shalat dengan bersiwakan lebih baik dari pada tujuh puluh rakaat dengan
tanpa bersiwak.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Al-Baihaqi dan imam lainnya, serta
dishahihkan oleh imam Al-Hakim. Imam Al-‘Azizi menjelaskan bahwa maksud dari tujuh puluh
shalat adalah banyaknya pahala yang diterima bagi orang yang mau menggunakan siwak bukan
batasan.

Baca Juga :  Membantah Hadis Kebolehan Merampok atas Nama Harta Fai

Hadis Kesembilan:

.}‫يت أَ ْن يَ ْد َر ْد َّن أ ْسنَانِي‬


ُ ‫ك َحتَّى خَ ِش‬
ِ ‫زَال ِجب ِْري ُل يُوصيني بالسِّوا‬
َ ‫ { َما‬:‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬
Nabi saw. bersabda, “Jibril selalu mewasiatkanku untuk bersiwak sampai aku khawatir gigi-
gigiku akan copot.” Riwayat hadis ini pun belum dapat kami temukan selain di dalam kitab
imam As-Suyuthi ini. Hanya saja kami menemukan riwayat imam Al-Baihaqi dan imam Ath-
Thabrani yang hampir sama dengan hadis tersebut sebagaimana berikut.

ِ ‫اك َحتَّى‬
ُ ‫خَش‬
‫يت‬ ِ ‫ ” َما َزا َل ِجب ِْري ُل يُو‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِ ‫صينِي بِالس َِّو‬ َ َ‫ ق‬:‫ت‬
َ ِ‫ال َرسُو ُل هللا‬ ِ ‫ع َْن أُ ِّم َسلَ َمةَ َر‬
ْ َ‫ قَال‬،‫ض َي هللاُ تَ َعالَى َع ْنهَا‬
“ ‫اسي‬ِ ‫َعلَى أَضْ َر‬

Dari Ummu Salamah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Jibril selalu mewasiatkanku
untuk bersiwak sampai aku khawatir gigi-gigi grahamku.”

Hadis Kesepuluh:

ُ ‫ك َحتَّى ِخ ْف‬
}‫ت َعلَى أ ْسنَانِي‬ ِ ‫ {أمرت بالس َِّوا‬:‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬

Nabi saw. bersabda, “Aku diperintahkan untuk bersiwak sampai aku khawatir atas gigi-gigiku.”
Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ath-Thabrani dari shahabat Ibnu ‘Abbas.

Demikianlah sepuluh hadis yang telah dijelaskan oleh imam As-Suyuthi tentang keutamaan
bersiwak di dalam kitabnya yang berjudul Lubbabul Hadits. Di mana di dalam kitab tersebut,
beliau menjelaskan empat puluh bab dan setiap bab beliau menuliskan sepuluh hadis dengan
tidak menyantumkan sanad untuk meringkas dan mempermudah orang yang mempelajarinya.
Meskipun begitu, di dalam pendahuluan kitab tersebut, imam As-Suyuthi menerangkan bahwa
hadis nabi, atsar, maupun riwayat yang beliau sampaikan adalah dengan sanad yang shahih
(meskipun menurut imam An-Nawawi di dalam kitab Tanqihul Qaul Al-Hatsits ketika
mensyarah kitab ini mengatakan ada hadis dhaif di dalamnya, hanya saja masih bisa dijadikan
pegangan untuk fadhailul a’mal dan tidak perlu diabaikan sebagaimana kesepakatan ulama). Wa
Allahu A’lam bis Shawab.

Hukum Memasang Gigi Palsu dari Emas


Penulis
Moh Juriyanto
-
9 November 2019
2
1077

BincangSyariah.Com – Sudah maklum bahwa membuat bejana, perabotan dari emas sangat
dilarang dalam Islam. Bahkan bagi laki-laki,  memakai dalam bentuk apapun tidak
diperbolehkan. Lantas bagaimana hukum memasang gigi palsu dari emas bagi laki-laki dan
perempuan?
Memasang gigi palsu dari emas hukumnya diperbolehkan, baik bagi laki-laki maupun
perempuan. Tidak ada larangan memasang gigi palsu dari emas dalam Islam. Bahkan juga
diperbolehkan menambal jari-jari dan hidung yang patah dari emas. Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam kitab Faidhul Ilahil Malik Syarh Umdatus Salik wa ‘Iddatun Nasik berikut;

‫ويباح شد سن وانملة بذهب واتخاذ انف وانملة منه‬

Dan boleh mengikat gigi dan jari-jari dari emas, juga boleh membuat hidung palsu dan jari-jari
palsu dari emas.

Dalam kitab Mughnil Muhtaj juga ditegaskan mengenai kebolehan memasang gigi palsu dari
emas ini. Hal ini sebagaimana disebutkan sebagai berikut;

‫فإنه يجوز لمن قلعت سنه اتخاذ سن من ذهب وإن تعددت قياسا أيضا على األنف‬

Sesungguhnya boleh bagi orang yang giginya copot untuk membuat gigi palsu dari emas
meskipun banyak, karena disamakan dengan kebolehan membuat hidung palsu dari emas.

Juga disebutkan dalam kitab Fawaidul Janiyah berikut;

‫ويدخل في الشد شد السن وربطه بما فانه يحل وان قدر على غيرهما كما فعل عثمان وانس بن مالك رضي هللا عنهما بالنسبة‬
.‫للذهب قيس به الفضة‬

Dan masuk dalam hal menguatkan yaitu menguatkan gigi dan menyambungnya dengan
menggunakan emas atau perak. Sesungguhnya hal ini hukumnya adalah boleh, sekalipun
mampu untuk menggunakan selain emas dan perak. Ini sebagaimana telah dilakukan oleh
Sayidina Ustman dan Anas bin Malik dengan menisbahkan pada emas. Disamakan dengan emas
adalah perak.

Melalui penjelasan di atas dapat diketahui bahwa memasang gigi palsu dari emas hukumnya
boleh, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa gigi
palsu dari emas tidak boleh dicabut dari seorang mayit jika hal itu menodai kehormatan mayit.
Jika tidak menodai, maka hukumnya boleh dan diserahkan kepada ahli warisnya.

Anda mungkin juga menyukai