Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang dinyatakan dengan

mengadakan hubungan dengan dia melalu iserangkaian kegiatan ibadah yang sesuai

dengan agama itu.

Sudah menjadi kodrat manusia sebagai ciptaan tuhan. sejatinya, manusia

adalah makhluk yang lemah, manusia tidak dapat hidup tanpa ada perlindungan dari

tuhannya. Dengan agama yang di miliki, manusia akan memperoleh perlindungan

dengan menjalin hubungan dengan Tuhannya.

Secara fitriah manusia membutuhkan agama sebagai pegangan hidup, karna itu

sejarah agama sama panjangnya dengan sejarah manusia. Karna itu sejarah mencatat

aneka macam agama yang di anut oleh manusia sejak dulu sampai hari ini. Agama

pun memberikan penjelasan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki potensi

untuk berakhlak baik dan buruk.

Agama memberikan pemahaman pada manusia bahwa kehidupan di dunia

sangat berkaitan dengan nasib manusia di akhirat, sehingga manusia akan terdorong

untuk selalu berbuat baik dan mencegah diri dari perbuatan yang buruk.

Manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang di sebut agama karna manusia

merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha
kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan

manusia dilandasi kepercayaan beragama.

Dapat di simpulkan bahwa agama sangat perlu bagi manusia terutama bagi orang

yang berilmu.

B. Rumusan Masalah

Agar pembahasan ini terarah, penulis dapat merumuskan masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana dasar kehidupan manusia menurut agama?

2. Bagaimana hubungan manusia Terhadap agama dan perannya dalam

kehidupan?

C. Tujuan Karya Ilmiah

Tujuan Penyusunan karya ilmiah ini adalah:

1. Mengetahui dasar kehidupan manusia menurut agama

2. Mengetahui hubungan manusia terhadap agama dan perannya dalam kehidupan


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Manusia Menurut Agama Islam

1. Penyebutan Manusia dalam Al-Qur’an

Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beribu-ribu tahun.

Tetapi gambaran yang pasti dan meyakinkan tak mampu mereka peroleh hanya

dengan mengandalkan daya nalarnya yang subyektif. Oleh karna itu mereka

memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya

secara utuh. Allah telah menurunkan Al-Qur’an di antara ayat-ayatnya adalah

gambaran-gambaran konkreat tentang manusia.

Al-Qur’an memberikan sebutan manusia dalam lima kata yaitu bani

adam, al-basyar, al-insan, an-nas dan ‘abdun. Lima kata ini diartikan sebagai

manusia dengan makna yang berbeda jika di tinjau dari segi bahasa serta

penjelasan Al-Qur’an itu sendiri

a. Dari aspek historis penciptaan manusia disebut dengan Bani Adam:

,‫ي‬,‫نب‬,َِ ,‫دم‬,‫َآ‬ ,‫وا‬,‫خذ‬,ُُ ,‫كم‬,‫تن‬,‫ُْيز‬,َ ِ ,‫نعد‬,َْ ِ ,‫ل‬,,ِّ‫ك‬,ُ ,‫جد‬,ٍ,‫ ِس‬,‫ ْم‬,َ ,‫وا‬,‫ك‬,‫ول‬,ُ,َ ُ َ ,ْ‫و‬,‫ا‬,َ
,‫وا‬,‫بر‬,‫ش‬ ,‫اَلو‬,َ ,‫وا‬,‫فر‬,ُ‫س‬
ِ ,‫ْت‬,ۚ‫ُه‬,‫ ُنإ‬,َِّ ‫اَل‬

,‫اي‬,َ

,‫ب‬
,ُّ ,‫ح‬,‫ ِي‬,ُ ,‫ن‬,‫يفَر‬,ِ‫س‬,‫ ْم‬,‫ال‬,ُْ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)

masjid, makan dan minumlah, dan jnganlah berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”.(Qs.

Al-A’raf,7:31)

b. Dari aspek biologis kemanusiaannya disebut dengan basyar yang

mencerminkan sifat-sifat fisik dan biologisnya:

“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir diantara kaumnya dan yang

mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah kami

mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia (orang ini tidak lain

hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan

dan meminum apa yang kamu ninum”.(Qs. Al-Mukminun, 23:33.

c. Dari aspek kecerdasannya manusia di sebut dengan insan yakni makhluk

terbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan.

“Dia menciptakan manusia (insan). Mengajarnya pandai berbicara”.(Qs.

Ar-Rahman, 55:3-4).

d. Dari aspek sosiologisnya manusia disebut an-nas menunjukan karakternya

yang bekelompok sesama jenusnya:


“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan

orang-orangyang sebelummu, agar kamu bertakwa.”(Qs. Al-Baqarah,

2:21)

e. Dari aspek posisinya manusia disebut ‘abdun (hamba) yang menunjukkan

kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada-

Nya:

“Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan

dan belakang mereka? Jika kami menghendaki, niscaya kami benamkan

mereka di bumi atau kami jatuhkan kepada mereka gumpalan dari langit.

Sesungguhnya pada yang denikian itu benar-benar terdapat tanda

(kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya).”Qs.

Saba’, 34:9)

2. Ciri Manusia

1. Makhluk Paling Istimewa

Manusia di jadikan Allah dalam bentuk yang paling baik dan

sempurna. Sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk

yang sebaik-baiknya.”(Qs. At-Tin, 96:4)


Manusia termasuk mulia, selama ia menggunakan akalnya di jalan

yang benar dan tidak menuruti nafsunya secara bebas terkendali.

2. Memiliki Potensi Beriman Kepada Allah

Sebelum ruh di pertemukan Allah dengan jasad di rahim ibu,

Allah bertanya kepadanya: Apakah mereka mengakui Allah sebagai

Tuhan mereka? Semuanya mengakui bahwa Allah sebagai Tuhan

mereka. Pernyataan ini tercantum dalam firman Allah:

Allah berfirman “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka

menjawab: “Betul (engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”...(Qs.

Al-A’raf, 7:172)

Pengakuan dan penyaksian bahwa Allah adalah Tuhan ruh yang di

tiupkan ke dalam rahim, berarti bahwa manusia mengakui (pula)

kekuasaan Tuhan menciptakan agama untuk pedoman hidup manusia di

dunia ini.

3. Diciptakan untuk mengabdi kepada Allah

Salahsatu tugas manusiadi dinia ini adalah untuk beribadah

kepada Allah, sebagaimana firman Allah:

“Dan aku menciptakan jin dan manusia melinkan supaya

mereka mengabdi kepada-Ku.”(Qs. Adz-Dzariyat, 51:56)


Ibnu Taimiyah dan Yusuf al-Qardawi mendefinisikan ibadah adalah

ketaatan dan ketundukan yang sempurna dengan rasa cinta terhadap

yang di sembah. Kemudian IbnuTaimiyah menjelaskan bahwa ibadah

berawal dari suatu hubungan dan keterkaitan yang erat antara hati ‘abid

dan yang di sembah (ma’bud), hubungan dan keterkaitan itu meningkat

menjadi kerinduan karna tercurahnya perasaan hati kepada-Nya dan

rasa rindu itu meningkat menjadi rasa kecintaan yang kemudian

meningkat pula menjadi keasyikan dan akhirnya menjadi cinta yang

sangat mendalam, sehingga membuat orang yang mencintai bersedia

melakukan apa saja demi yang di cintainya.

4. Manusia di ciptakan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi ini. Hal ini di

nyatakan Allah dalam firman-Nya:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para

malaikat:“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di

muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan

(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya

dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan

memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:

“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidah kamu ketahui.” (Qs.

Al-Baqarah:30)
Perkataan menjadi khalifah dalam ayat tersebut mengandung

makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang

kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan melaksanakan segala yang di

ridhai-Nya di dunia ini. Dalam mengurus dunia, sesungguhnya manusia

di uji apakah ia akan melaksanakan tugasnya dengan baik atau

sebaliknya, dengan buruk.

Mengurus dengan baik adalah mengurus kehidupan dunia ini

sesuai dengan kehendak Allah agar kemanfaatan alam semesta dan

segala isinya dapat di nikmati oleh manusia dan makhluk lainnya.

Sebaliknya kalau pengurusa itu tidak baik, artinya tidak sesuai dengan

pola yang telah di tetapkan Allah, maka malapetaka sebagai akibat

salah urus akan dirasakan pelakunya dan juga lingkungan hidupnya.

Untuk dapat melaksanakan tugasnya menjadi khalifah, manusia diberi

akal pikiran dan kalbu yang tidak diberi kepada makhluk lain.

5. Secara individual, manusia bertanggung jawab atas segala

perbuatannya. Ini dinyatakan Allah dalam firman-Nya:

…Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang di kerjakanya.

(QS.At-Thur:21)

6. Berakhlak. Berakhlak adalah cirri utama manusia dibandingkan dengan

makhluk lain. Artinya manusia adalah makhluk yang diberiAllah

kemampuan untuk membedakan dan baik dan yang buruk. Dalam islam
kedudukan islam kedudukan islam sangat penting, menjadi komponen

ketiga agama islam. Rosulullah juga menegaskan bahwa eksistensinya

diutus ke dunia ini ialah untuk menyenpurnakan akhlak mulia,

berdasarkan hadis beliau:

“Sesungguhnya aku diutus (ke dunia ini) adalah untuk

menyempurnakan akhlak yang baik.

B. Agama Islam

Semua rosul mengajarkan keesaan Allah (tauhid)sebagai dasar keyakinan bagi

umatnya. Sedangkan aturan-aturan pengamalannya di sesuaikan dengan tingkat

perkembangan budaya manusia pada zamannya. Kerena itu di antara para rosul itu

terdapat perbedaan dalam syariat.

Setelah rosul-rosul yang membawanya wafat, agama islam yang di anut oleh

para pengikutnya itu mengalami perkembangan dan perubahan baik nama maupun
isi ajarannya. Akhirnya islam menjadi nama bagi satu-satunya agama, yaitu agama

yang di bawa oleh nabi Muhammad SAW.

1. Arti dan Ruang Lingkup Agama Islam

Apabila dicari dari asal katanya, Islam berasal dari kata ‘aslama’ yang

merupakan turunan dari kata assalmu, assalamu, assalamatu yang artinya

bersih dan selamat dari kecacatan lahir batin. Dari asal kata ini dapat diartikan

bahwa dalam islam terkandung makna suci, bersih tanpa cacat atau sempurna.

Kata islam juga dapat diambil dari kata assilmu dan assalmu yang berarti

perdamaian dan keamanan. Dari asal kata ini islam menganung makna

perdamaian dan keselamatan, karena itu kata assalamu ‘alaikum merupakan

tanda kecintan sorang muslim kepada orang lain, karena itu selalu menebarkan

doa dan kedamaian kepada sesama. Dan dari kata assalamu, assalmu, dan

assilmu yang berarti menyerahkan diri, tunduk dan taat. Semua asal kata diatas

berasal dari tiga huruf, yaitu sin, lam dan mim yang artinya sejahtera, tidak

tercela dan selamat.

Dari pengertian kata sebagaimana di ungkapkan diatas dapat diuraikan

bahwa islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya

kepada kehendak allah. Kepatuhan dan ketundukan kepada allah itu

melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaaian kepada

sesame manusia dan lingkungannya.


Pengertian islam secara terminologis disepakati oleh para ulama bahwa

islam adalah kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia di

turunkan ke muka bumi, dan tebina dalam bentuknya yang terakhir dan

sempurna dalam Al-Qur’an yang suci yang diwahyukan kepada nabinya yang

terakhir, yakni Nabi Muhammad SAW. Satu kaidah hidup yang memuat

tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia, baik spiritual

maupun material

Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa islam adalah agama yang

diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasulnya, berisi hukum-

hukumnya yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan

manusia, dan manusia dan alam semesta. Agama yang diturunkan Allah

kemuka bumi sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW adalah agama

islam sebagaimana diungkapkan oleh Al-Qur’an:

“Sesungguhnya agama disisi Allah adalah agama islam.” (QS. Ali

Imran, 3:19)

Agama islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah

islam yang terakhir diturunkan Allah kepada manusia. Karena itu tidak ada lagi

rasul yang diutus kemuka bumi. Kesempurnaan agama islamyang diturunkan

kepada Nabi Muhammad SAW. Sesuai dengan tingkat budaya manusia yang

telah mencapai puncaknya, sehingga islam akan sesuai dengan budaya manusia

sampai sejarah manusia berakhir pada hari kiamat nanti.


Agama islam berisi ajaran yang menyangkut seluruh aspek kehidupan

manusia, baik sebagai hamba Allah, individu, anggota masyarakat, maupun

sebagai makhluk dunia.

Secara garis besar,ruang lingkup Agama islam menyangkut tiga hal

pokok yaitu :

a. Aspek keyakinan yang disebut akidah, yaitu aspek credial atau keimanan

terhadap Allah dan semua yang di firman kan –Nya untuk diyakini.

b. Aspek nprma atau hukum yang disebut syariah, yaitu aturan-aturan Allah

yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesame manusia, dan

dengan alam semesta.

c. Aspek prilaku yang disebut akhlak, yaitu sikap sikap atau prilaku yang

Nampak dari pelaksanaan akidah dan syariah.

Ketiga aspek tersebut tidaklah berdiri sendiri-sendiri,tetapi menyatu

membentuk kepribadian yang utuh pada diri seorang muslim. Hal ini

diungkapakan secara tegas dalam firman Allah;

“Wahai orang-orang yang beriman,masuklah kamu ke dalam islam

keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan.

Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu”. (QS Al-

Baqarah:208)
Antara aqidah, syariah dan akhlak masing-masing saling berkaitan.

Aqidah atau iman merupakan keyakinan yang mendorong seorang muslim

untuk melaksanakan syariah. Apabila syariah telah di laksanakan berdasarkan

aqidah akan lahir akhlak. Oleh karana itu,iman tidak hanya di dalam hati, tetepi

di tampilkan dalam bentuk perbuatan. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa aqidah merupakan landasan bagi tegak berdirinya syariah dan akhlak

adalah prilaku nyata pelaksanaan syariah.

B. Klasifikasi AGama

Secara fitrah manusia membutuhkan agama sebagai pegangan hidup.

Agama budaya umumnya bersifat politeistik atau mempercayai beberapa

tuhan, sedangkan Agama Wahyu bersifat monoteistik atau meyakini satu

agama.

Agama-agama budaya pada umumnya menggunakan nama pencetus

sebagai nama agamanya, sedangkan agama Wahyu penamaannya berdasarkan

Wahyu pula, tidak menggunakan nama rosul yang menerimanya.

Agama-agama besar yang di anut manusia di dunia antara lain agama

Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha dan Islam. Agama Yahudi, Nasrani dan Islam

dikelompokkan oleh sebagian para ahli ke dalam kelompok agama samawi dan

para ahli yang lain mengelompokkan Agama Yahudi dan Nasrani tidak lagi di

pandang agama samawi murni, karena mereka berpendapat bahwa kitab suci
kedua agama tersebut telah mengalami perubahan, yaitu pendapatnya

intervensi pemikiran manusia ke dalam kitab suci mereka. Dari sudut

ketuhanannya pun kedua agama tersebut ternyata tidak lagi

menganutmonoteisme mutlak, misalnya menurut agama Nasrani Tuhan yang

satu itu terdiri dari tiga oknum, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Rasul

Kudus yang di sebut trinitas. Sedangkan konsep ketuhanan dalam Islam adalah

tauhid atau monoteisme mutlak dimana Tuhan itu Esa yang tidak terbagi-bagi.

Jadi yang samawi murni sekarang ini hanyalah agama Islam. Sedangkan agama

Hindu dan Budha di kelompokkan ke dalam agama budaya yang konsep

ketuhanannya politeistik. Agama-agama selain Islam pada umumnya bersifat

lokal untuk masyarakat tertentu, misalnya Yahudi untuk Bani Israil saja,

sedangkan agama Islam ditujukan untuk seluruh manusia sepanjang zaman.

Agama Islam adalah agama Wahyu yang berdasarkan tauhid, berbeda

dengan monoteisme. Tauhid atau keesaan Tuhan diketahui manusia

berdasarkan kabar dari Tuhan sendiri melalui firman yang disampaikan kepada

rosul-Nya. Sedangkan monoteisme lahir dari perkembangan kepercayaan

manusia terhadap Tuhan setelah melalui proses panjang pengalaman manusia

dari dinamisme, animisme, politeisme dan akhirnya monoteisme.

Agama Islam adalah agama Wahyu satu-satunya yang memiliki kitab suci

yang asli dan autentik, tidak mengalami perubahan sejak di turunkannya pada

abad ke-6 Masehi sampai sekarang bahkan sampai akhir zaman. Rosul yang
menerima Wahyu Allah bernama Muhammad putra Abdullah yang memiliki

silsilah dan keturunan yang jelas. Beliau dilahirkan di Mekah tahun 571

Masehi dan mendapat Wahyu yang pertama kali ketika beliau berusia 40

tahun. Sejarah hidupnya tercatat dengan lengkap dan jelas sejak kelahirannya

sampai meninggal dunia. Isi kitab Al-Qur'an semuanya firman Allah yang di

sampaikan dengan bahasa Arab, salah satu bahasa yang telah, sedang dan akan

sering digunakan manusia sebagai makhluk berakal serta sesuai dengan nilai-

nilai kemanusiaan sebagai makhluk sosial dan etis.

Ajaran Islam berlaku universal untuk segala tempat dan bangsa serta

berlaku abadi sepanjang masa sebagaimana di ungkapkan Al-Qur'an:

‫وماارسلنك االرحمة للعلمين‬

"Tidaklah kami utus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi

Rahmat bagi sekalian alam. (QS. Al-Anbiya;107)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa ajaran yang di turunkan kepada nabi

Muhammad (Islam) ditujukan untuk seluruh manusia pada semua tempat dan

waktu.

Pemaliharaan lafaz dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an

dibuktikan dengan aktualitas Al-Qur'an sampai hari ini yang berusia lebih dari

1400 tahun sajak diturunkannya.


Agama Islam diturunkan untuk seluruh manusia yang hidup sepanjang

zaman hingga kehidupan dunia berakhir. Ia diturunkan untuk membimbing dan

memberi petunjuk kepada manusia guna mencapai kesejahteraan hidupnya di

dunia dan di akhirat. Dengan demikian jelaslah perbedaan antara agama Islam

dengan Agama lainnya dan semakin jelas pula kesempurnaan sebagai satu-

satunya agama yang di turunkan Allah ke muka bumi.


BAB III

PEMBAHASAN

Seorang muslim mendasarkan/menyandarkan kehidupannya kepada Islam. Tentang

hal ini, Allah menuntut muslim agar masuk ke dalam Islam itu secara keseluruhanArtinya

seorang muslim harus masuk Islam itu tidak separuh-separuh/sebagian-sebagian melainkan

harus seluruhnya. Mendasari hidup dengan Islam artinya seorang muslim menjadikan Islam

sebagai  Pedoman/Jalan Kehidupan di dalam memecahkan setiap permasalahan hidup.

Sehingga tidak ada satu permasalahan hidup yang bagaimana pun kecilnya, yang tidak

tersentuh oleh nilai-nilai ajaran agama Islam.

A. Dasar Kehidupan dalam Agama

Dengan mendasari hidup kepada Islam, seorang muslim memiliki keyakinan yaitu:

1. Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia

Islam sebagai dasar hidupnya adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia.

Allah SWT adalah pencipta manusia dan yang menurunkan agama Islam. Oleh

sebab itu, seluruh konsepsi Islam ini, sudah diukur sedemikian rupa sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki oleh manusia.


Ini artinya, jika manusia ingin baik dan ingin mencapai kebahagiaan maka ia

harus mengikuti petunjuk yang dikeluarkan oleh Dzat Yang Menciptakan Manusia

yaitu Allah Subhanahu Wataala. Dan petunjuk-petunjuk itu telah turun dalam

sebuah konsepsi bernama Islam yang sesuai dengan fitrah manusia.

2. Islam adalah agama bagi seluruh manusia

Seorang muslim berkeyakinan bahwa Islam adalah agama bagi seluruh

manusia. Bersifat universal. Walaupun Islam diturunkan di negara Arab tetapi

Islam bukanlah agama bagi bangsa Arab saja. Keyakinan ini perlu ditegakkan

kembali, oleh karena akhir-akhir ini muncul pendapat-pendapat yang menganggap

seolah-olah agama Islam itu agama import. Tetapi menganggap agama sebagai

barang import, sungguh merupakan satu kekeliruan yang sangat besar. jika

manusia ingin baik dan ingin mencapai kebahagiaan maka ia harus mengikuti

petunjuk yang dikeluarkan oleh Dzat Yang Menciptakan Manusia yaitu Allah

Subhanahu Wataala. Dan petunjuk-petunjuk itu telah turun dalam sebuah konsepsi

bernama Islam yang sesuai dengan fitrah manusia.

3. Islam adalah agama terakhir yang diturunkan kepada rasul terakhir yaitu Nabi

Muhammad Shollalohu Alaihi Wassalam.

Seorang muslim berkeyakinan bahwa Islam adalah agama terakhir yang

diturunkan kepada rasul terakhir yaitu Nabi Muhammad Shollalohu Alaihi

Wassalam. Dasar-dasar keyakinan ini melembaga dalam pribadi seorang muslim.

Segala aspek kehidupan dari hal terkecil hingga yang luas, dari kita bangun tidur

hingga tidur lagi, semua kegiatan manusia selama 24 jam sehari, tidak ada satu
pun yang tidak tersentuh oleh nilai-nilai Islam. Inilah pandangan hidup seorang

muslim. Sebuah jawaban dari problema-problema kehidupan yang dihadapinya. Ia

merupakan seorang muslim yang Islam Oriented artinya berorientasi kepada nilai-

nilai Islam. Halal kata Islam, halal ia katakan. Haram kata Islam, haram ia

katakan. Itu adalah Islam Oriented. Barometer dari perbuatannya tidak lain adalah

nilai-nilai Islam itu sendiri.Dan dengan mendasari hidup kepada Islam, seorang

muslim memiliki keyakinan bahwa Islam adalah agama yang benar. kalau yang

telah dijelaskan tadi adalah dasar dari kehidupan kita sebagai muslim, lantas apa

yang menjadi landasannya? Kalau dasar hidup kita adalah Islam maka landasan

hidup kita tidak lain adalah Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shallalahu Alaihi

Wassalam.

Satu ajaran akan langgeng dan tahan lama apabila turun dari sumber yang

serba Maha. Kalau ia turun dari manusia maka sifatnya hanya musim. Yang

namanya musim itu tidak bisa dilarang tetapi kalau sudah selesai musimnya maka

akan habis dengan sendirinya. Begitulah ajaran dari agama yang nisbi, relatif dan

temporer. Ia akan habis dengan sendirinya.

Al-Quran turun dari sumber yang serba Maha. Sedangkan sunnah adalah

penjelasan dari ajaran Al-Quran yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran secara

lebih detil. Melengkapi apa yang disebutkan dalam Al-Quran secara garis

besarnya saja. Misalnya dalam Al-Quran disebutkan bahwa seorang muslim harus

berwudhu/bersih-bersih/thaharah  sebelum melaksanakan sholat. Maka di dalam


sunnah nabi dijelaskan bagaimana lebih rinci tentang bagaimana tata cara

berwudhu yang baik dan benar.

Baik Al-Quran dan Sunnah, kita sebut sebagai landasan yang primer. Untuk

memahami keduanya, kita perlu ajaran/ilmu dari orang-orang yang ahli dalam

bidang itu. Dalam hal ini kita sebut sebagai ulama (orang yang memiliki ilmu dan

paham tentang islam). Dan ini merupakan sumber yang sekunder dari landasan

hidup kita sebagai seorang muslim. Dua rel ini, Al-Quran dan Sunnah merupakan

landasan dimana kereta api Islam berjalan.

Jika kita ingin menjadikan Al-Quran sebagai imam, artinya kita menjadi

makmum. Resikonya, dimanapun makmum itu wajib mengikuti imam. Seperti

dalam shalat, misalkan imam sedang takbir maka makmum pun harus takbir.

Imam ruku, makmum ruku. Imam i’tidal, makmum i’tidal. Maka sejatinya sebagai

makmum yang mengimani Al-Quran sebagai imam, seorang muslim senantiasa

akan mengikuti semua ajaran yang berada di dalam Al-Quran.

4. Islam adalah agama yang sempurna.

Islam sempurna karena ada kepercayaan lain selain islam. Sehingga Tuhan

YME, Allah swt, berfirman yang artinya "sesungguhnya tidak ada agama kecuali

Islam". 

Seperti halnya jika saya melihat kepada manusia yang sempurna secara fisik,

maka itu karena saya juga melihat ada manusia yang tidak sempurna secara fisik.

Memang, ini adalah kata-kata yang keras dan kasar, dan memang kenyataan itu

adalah keras dan kasar. 


Kesempurnaan hanya akan diakui oleh orang yang memiliki kelembutan hati,

karena kenyataan untuk itu bisa menyakiti orang lain, atau pahit bagi yang

mengingkarinya. Bagi orang yang ingin kesempurnaan, tanpa meyakini ada yang

tidak sempurna dan menganggap semuanya sempurna atau sebaliknya semuanya

tidak sempurna adalah orang yang tidak lembut hatinya. Mereka tidak memiliki

keyakinan, dan tidak jujur pada diri sendiri, akhirnya mengajak berbohong. 

Kesempurnaan islam bukan pada bentuk negara yang memiliki dasar islam,

bentuk kesempurnaan islam ada pada petunjuknya. Orang yang tidak mengerti

kesempurnaan islam, atau orang yang tidak meyakini kesempurnaan islam, telah

mengatakan bahwa ada kemunafikan antara kesempurnaan islam dengan bentuk

islam, baik dalam bentuk negara maupun manusia yang beragama islam. 

https://www.kompasiana.com/silki69685/5e661270d541df284b7ea034/agama-sebagai-

pedoman-hidup

1 Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: CV. Pustaka Setia,

2008), hlm. 143

2 Zakiah Darajat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: PT Toko

Agung, 1996), hlm. 56 3 Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2005), hlm. 254

5 Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia:, 2002), hlm. 225-227


7 Elizabeth K. Nottingham, Agama Dan Masyarakat Suatu Pengantar Sosiologi

Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 26

8 Jalaludin, Op.Cit., hlm. 259-260 561 Jurnal Tarbiyah Al-Awlad, Volume VI

Edisi 02 2016, hlm 556-564 b.

9 Thouless, Robert. H, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali, 1992),

hlm. 105 10 Ibid., hlm. 106 Mulyadi: Agama dan Pengaruhnya dalam Kehidupan

562

11 Muhaimin, Problema Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Kalam

Mulia, 1989), hlm 16 12 Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam,

(Palangkaraya: Erlangga, 2011), hlm. 129

aku 13 Jalaludin, Op.Cit., 263-265 14 Rafy Sapuri, Psikologi Islam :

Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 97

15 Syaamil Al-Qur’an, (Jakarta : PT Sygma Examedia Arkanleema, 2009),

hlm. 4 16 Rafy sapuri, Op.Cit., hlm. 99-103

B. Peran Agama dalam Kehidupan

1. Peran Agama dalam Kehidupan Individu

Peran agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai

yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi

kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan
agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai agama memiliki arti yang khusus

dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.

Dapat disaksikan dan bahkan dilihat dalam pengalaman kehidupan nyata

bahwa, betapa besar perbedaan antara orang beriman yang hidup menjalankan

agamanya, dengan orang yang tidak beragama atau acuh tak acuh kepada

agamanya. Pada rawud wajah orang yang hidup denhgan berpegang teguh dengan

keyakinan agamanya terlihat ketentraman pada batinnya , sikapnya selalu tenang.

Mereka tidak merasa gelisah atau cemas, kelakuan dan perbuatannya tidak ada

yang akan menyengsarakan atau menyusahkan orang lain. Lain halnya dengan

orang yang hidupnya terlepas dari ikatan agama. Mereka biasanya mudah

terganggu oleh kegoncangan dan suasana galau vyang senanhtiasa menghiyasi

pikiran dan perasaanya. Perhatiannya hanya tertuju kepada diri dan golongannya;

tingkah laku dan sopan santun dalam hidup biasanya diukur atau dikendalikan oleh

kesenangan-kesenangan lahiriyah yang mengacu kepada pemenuhan dan kepuasan

hawa nafsu belaka.

Dalam keadaan senang, dimana segala sesuatu berjalan lancar dan

menguntungkannya, seorang yang tidak beragama akan terlihat gembira, senang

dan bahkan mungkin lupa daratan. Tetapi apabila ada bahaya yang mengancam,

kehidupan susah, banyak problema yang harus dihadapinya, maka kepanikan dan

kebingungan akan menguasai jiwanya, bahkan akan memuncak sampai kepada

terganggunya kesehatan jiwanya, bahkan lebih jauh mungkin ia akan bunuh diri

atau membunuh orang lain.


Menurut Mc. Guire, diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu. Sistem

nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. Sistem ini

dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai dipengaruhi

oleh keluarga, teman, institusi pendidikan dan masyarakat luas.

Selanjutnya, berdasarkan perangkat informasi yang diperoleh seseorang dari

hasil belajar dan sosialisasi tadi meresap dalam dirinya. Sejak itu perangkat nilai

itu menjadi sistem yang menyatu dalam membentuk identitas seseorang. Ciri khas

ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana sikap, penampilan maupun

untuk tujuan apa yang turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan tertentu.

Menurut pandangan Mc. Guire dalam Jalaludin menjelaskan bahwa dalam

membentuk sistem nilai dalam diri individu adalah agama. Segala bentuk simbol-

simbol keagamaan, mukjizat, magis maupun upacara ritual sangat berperan dalam

proses pembentukan sistem nilai dalam diri seseorang. Setelah terbentuk, maka

seseorang secara serta-merta mampu menggunakan sistem nilai ini dalam

memahami, mengevaluasi serta menafsirkan situasi dan pengalaman. Dengan kata

lain sistem nilai yang dimilikinya terwujud dalam bentuk norma-norma tentang

bagaimana sikap diri. Misalnya seorang sampai pada kesimpulan: saya berdosa,

saya seorang yang baik, saya seorang pahlawan yang sukses ataupun saya saleh

dan sebagainya.

Pada garis besarnya, menurut Mc. Guire sistem nilai yang berdasarkan agama

dapat memberi individu dan masyarakat perangkat sistem nilai dalam bentuk

keabsahan dan pembenaran dalam mengatur sikap individu dan masyarakat.


Pengaruh sistem nilai terhadap kehidupan individu karena nilai sebagai realitas

yang abstrak dirasakan sabagai daya dorong atau prinsip yang menjdi pedoman

hidup. Dalam relaitasnya nilai memiliki pengaruh dalam mengatur pola tingkah

laku, pola pikir, dan pola bersikap.

Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna dan

pengabsahan pada tindakan sesoerang. Karena itu nilai menjadi penting dalam

kehidupan seseorang, sehingga tidak jarang pada tingkat tertentu orang siap untuk

mengorbankan hidup mereka demi mempertahankan nilai. Nilai mempunyai dua

segi, yaitu segi intelektual dan segi emosional. Dan gabungan dari kedua aspek ini

yang menentukan suatu nilai beserta fungsinya dalam kehidupan. Bila dalam

kombinasi pengabsahan terhadap suatu tindakan unsur intelektual yang dominan,

maka kombinasi nilai itu disebut norma atau prinsip. Di lihat dari fungsi dan peran

agama dalam memberi pengaruhnya terhadap individu, baik dalam bentuk sistem

nilai, motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling penting

adalah sebagi pembentuk kata hati (conscience). Kata hati menurut Erich Froom

dalam Jalaluddin adalah panggilan kembali manusia kepada dirinya. Erich Froom

melihat manusia sebagai makhluk yang secara individu telah memiliki potensi

humanistik dalam dirinya. Kemudian selain itu individu juga menerima nilai-nilai

bentukan dari luar. Keduanya membentuk kata hati dalam diri manusia. Dan

apabila keduanya berjalan seiring secara harmonis, maka manusia akan merasa

bahagia.
Pada diri manusia telah ada sejumlah potensi untuk memberi arah dalam

kehidupan manusia. Potensi tersebut adalah hidayat alghariziyyat (naluriah);

hidayat al-hissiyat (inderawi); hidayat al-aqliyat (nalar); dan hidayat al-diniyat

(agama). Melalui pendekatan ini, maka agama sudah menjadi potensi fitrah yang

dibawa sejak lahir. Pengaruh lingkungan tehadap seseorang adalah memberi

bimbingan kepada potensi yang dimiliki itu. Dengan semikian jika potensi fitrah

itu dapat dikembangkan sejalan dengan pengaruh lingkungan maka akan terjadi

keselarasan. Sebaliknya jika potensi itu dikembangkan dalam kondisi yang

dipertentangkan oleh kondisi lingkungan, maka akan terjadi ketidakseimbangan.

Berdasarkan pendekatan ini, maka pengaruh agama dalam kehidupan individu

adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung, rasa suskes dan

rasa puas. Perasaan positif ini lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat.

Agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi dan nilai etik juga

merupakan harapan.

Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk

melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang

keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, serta ketaan. Keterkaitan ini

akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama

sebagai nilai etik karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat

kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut

ajaran agama yang dianutnya. Sebaliknya agama juga sebagai pemberi harapan

bagi pelakunya. Seseorang yang melaksanakan perintah agama umumnya karena


adanya suatu harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari sesuatu yang

ghaib (supernatual).

Motivasi mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun

berkorban. Sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku jujur,

menepati janji manjaga amanat dan sebagainya. Sedangkan harapan mendorong

seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat ataupun berdo’a.

Sikap seperti itu akan lebih teras secara mendalam jika bersumber dari keyakinan

terhadap agama.

Agama dalam kehidupan individu juga berfungsi sebagai :

a. Sumber Nilai Dalam Menjaga Kesusilaan Di dalam ajaran agama terdapat

nilainilai bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai inilah yang dijadikan sebagai

acuan dan sekaligus sebagai petunjuk bagi manusia. Sebagai petunjuk agama

menjadi kerangka acuan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku agar sejalan

dengan keyakinan yang dianutnya. Sistem nilai yang berdasarkan agama dapat

memberi pedoman bagi individu dan masyarakat. Sistem nilai tersebut dalam

bentuk keabsahan dan pembenaran dalam kehidupan individu dan masyarakat.

b. Agama Sebagai Sarana Untuk Mengatasi Frustasi Menurut pengamatan

psikolog bahwa keadaan frustasi itu dapat menimbulkan tingkah laku

keagamaan. Orang yang mengalami frustasi tidak jarang bertingkah laku

religius atau keagamaan, untuk mengatasi frustasinya. Karena seseorang gagal

mendapatkan kepuasan yang sesuai dengan kebutuhannya, maka ia

mengarahkan pemenuhannya kepada Tuhan. Untuk itu ia melakukan


pendekatan kepada Tuhan melalui ibadah, karena hal tersebut yang dapat

melahirkan tingkah laku keagamaan.

c. Agama Sebagai Sarana Untuk Memuaskan Keingintahuan Agama mampu

memberikan jawaban atas kesukaran intelektual kognitif, sejauh kesukaran itu

diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologis, yaitu oleh keinginan dan

kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan, agar dapat menempatkan

diri secara berarti dan bermakna ditengah-tengah alam semesta ini.

2. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Masyarakat

Masyarakat adalah gabungan dari kelompok individu yang terbentuk

berdasarkan tatanan sosial tertentu. Dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dikenal

tiga bentuk masyarakat, yaitu : masyarakat homogen, masyarakat majemuk,

masyarakat heterogen. Masyarakat homogen ditandai oleh adanya ciri-ciri yang

anggotanya tergolong dalam satu asal atau suku bangsa yang dengan satu

kebudayaan yang digunakan sebagai hidup sehari-hari. Masyarakat homogen dapat

ditemukan dalam bentuk satuan-satuan masyarakat berskala besar seperti

masyarakat Jepang. Sedangkan masyarakat mejemuk terdiri atas sejumlah suku

bangsa yang merupakan bagian dari bangsa itu, seperti masyarakat Indonesia atau

masyarakat Amerika.

Selanjutnya masyarakat heterogen memiliki ciri-ciri bahwa pranata-pranata

primer yang bersumber dari kebudayaan suku bangsa telah diseragamkan oleh

pemerintah nasional, kekuatan-kekuatan politik suatu bangsa telah dilemahkan

oleh sistem nasional melalui pengorganisasian yang berlandaskan pada solidaritas,


memiliki pranata alternatif yang berfungsi sebagai upaya untuk mengakomodasi

perbedaan dan keagamaan, dan adanya tingkat kemajuan yang tinggi dalam

kehidupan ekonomi dan teknologi sebagai akibat dari perkembangan

pranatapranata alternatif yang bergama tersebut.

Terlepas dari penggolongan masyarakat tersebut, pada dasarnya masyarakat

terbentuk dari adanya solidaritas dan konsensus. Solidaritas menjadi dasar

terbentuknya organisasi dalam masyarakat, sedangkan konsensus merupakan

persetujuan bersama terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang memberikan arah

dan makna bagi kehidupan kelompok. Kedua aspek ini menurut E. Durkheim

merupakan pengikat dalam kehidupan masyarakat. Apabila kedua unsur tersebut

hilang dari suatu masyarakat, maka akan terjadi disorganisasi sosial serta bentuk

sosial dan kultur sosial yang telah mapan akan ambruk.

Jika solidaraitas dan konsensus dari suatu masyarakat yang oleh kuper dan

M.G Smith dianggap sebagai unsur budaya yang digunakan sebagai pedoman

hidup sehari-hari bersumber dari ajaran suatu agama, maka fungsi agama adalah

sebagai motivasi dan etos masyarakat. Dalam konteks ini, maka agama memberi

pengaruh dalam menyatukan masyarakat. Sebaliknya agama juga dapat menjadi

pemecah, jika solidaritas dan konsensus melemah dan mengendur. Kondisi seperti

ini akan terlihat dalam masyarakat yang majemuk dan heterogen. Karena sikap

fanatisme kelompok tertentu dalam masyarakat majemuk dan heterogen, maka

akan memberi pengaruh dalam menjaga solidaristas dan konsensus bersama.


Tujuan yang diakui oleh para anggota berbagai kelompok keagamaan itu

berkaitan dengan kehidupan didunia lain, masuk surga dan terhindar dari neraka,

meringankan (beban) arwah ditempat penyucian dosa, dan memperoleh jaminan

untuk berpindah ketingkat kehidupan yang paling tinggi. Meskipun demikian para

penganut agama lainnya mungkin mengatakan bahwa tujuan mereka adalah

mengharmoniskan jiwa mereka dengan alam semesta, mengagungkan Tuhan dan

melaksanakan kehendak-nya secara lebih sempurna.

Lebih jauh Elizabeth K. Nottingham membagi masyarakat menjadi tiga tipe.

Elizabeth dalam pembagian ini menggunakan pendekatan sosiologi agama. Tipe

pertama adalah masyarakat yang terbelakang dan memiliki sakral. Kedua adalah

masyarakat praindustri yang sedang berkembang. Ketiga adalah masyarakat

industri sekuler. Dalam masyarakat tipe pertama menurut Elizabeth K.

Nottingham, setiap anggota masyarakat menganut agama yang sama, oleh karena

itu keanggotaan dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama.

Agama menyusup kedalam aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat ekonomis,

politik, kekeluargaan maupun rekreatif. Sedangkan dalam masyarakat praindustri

yang sedang berkembang organisasi keagamaan sudah terpisah dari organisasi

kemasyarakatan. Di masyarakat ini organisasi keagamaan merupakan organisasi

formal yang mempunyai tenaga profesional tersendiri. Walaupun agama masih

memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam kehidupan masyarakat,

namun pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekuler masih dapat

dibedakan. Agama sudah tidak sepenuhnya menyusup ke aktivitas kehidupan


masyarakat, walaupun masih ada angapan bahwa agama dapat diaplikasikan secara

universal dan lebih tinggi dari norma-norma kehidupan sosial sehari-hari pada

umumnya.

Nilai keagamaan dalam masyarakat tipe ini menempatkan fokus utamanya

pada pengintegrasian tingkah laku perorangan dan pembentuk citra pribadinya.

Elizabeth berpendapat, bahwa walaupun tidak sekental masyarakat tipe pertama,

maka pada masyarakat tipe kedua ini agaama ternyata masih difungsikan dalam

kehidupan masyarakat. Namun terlihat ada kecenderungan peran agama kian

bergeser ke pembentukan sikap individu.

Kemudian pada masyarakat industri sekuler, organisasi keagamaan terpecah-

pecah dan bersifat majemuk. Ia melihat dimasyarakat modern yang kompleks ini,

ikatan antara organisasi keagamaan dan pemerintahan duniawi tidak ada sama

sekali. Karena itu, agama cenderung dinilai sebagai bagian dari kehidupan

menusia yang berkaitan dengan persoalan akhirat, sedangkan pemerintahan

berhubungan dengan kehidupan dunia.

Terlepas dari bentuk ikatan antara agama dengan masyarakat, baik dalam

bentuk organisasi maupun fungsi agama, maka yang jelas dalam setiap masyarakat

agama masih tetap memiliki fungsi dalam kehidupan masyarkat. Agama sebagai

anutan masyarakat, terlihat masih berfungsi sebagai pedoman yang dijadikan

sumber untuk mengatur normanorma kehidupan.


Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan

masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan

bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain :

a. Berfungsi Edukatif

Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka

anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara

yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruh dan larangan ini

mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya

menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-

masing.

b. Berfungsi Penyelamat

Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat.

Keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh

agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu

dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan para

penganutnya melalui: pengenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan

kepada Tuhan.

c. Berfungsi Sebagai Pendamaian

Melaui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai

kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan

segera menjadi hilang dari batinnya apabila sesoerang pelanggar telah menebus

dosanya melalui :tobat, pensucian ataupun penebusan dosa.


d. Berfungsi Sebagai Sosial Kontrol

Para pengganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya

terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun

secara kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai

pengawasan sosial secara individu maupun kelompok.

e. Berfungsi Sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa

memiliki kesamaan dalam satu kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan

ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan,

bahkan kadangkadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh.

f. Berfungsi Transformatif

Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau

kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang

dianutnya. Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang

dipeluknya itu kadangkala mampu mengubah kesetiaannya kepada adat atau

norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu.

g. Berfungsi Kreatif

Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya produktif

bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan

orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola

hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan

penemuan baru.
h. Berfungsi Sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang

bersifat agama ukhrawi, malinkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha

manusia selama tidak bertentangan dengan normanorma agama, bila dilakukan

atas niat tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah.

Orang-orang yang berspekulasi tentang asal usul agama sering mengemukakan

gagasan agama merupakan tanggapan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang tidak

sepenuhnya terpenuhi didunia ini. Kebutuhan dasar manusia primitif adalah

keagamaan terhadap bebagai ancaman seperti kelaparan, penyakit, dan kehancuran

oleh musuh-musuhnya. Banyak diantara kehidupan sehari-harinya dalam berburu,

pertanian, dan sebagainya, diarahkan kepada upaya untuk mneghindari bahaya-

bahaya ini, meskipun dia sama sekali tidak berhasil melenyapkan bahaya-bahaya itu.

Untuk mendukung kegiatan-kegiatan pengamanan ini dia menambahkan

beberapa sarana yang dipungut dari keyakinannya terhadap adanya dunia spritual

dalam bentuk perbuatan-perbuatan ritual dan do’a-do’a pengharapan, yang juga di

anggap dapat melindunginya. Manusia modern masih merasa tidak aman dalam

menghadapi berbagai bahaya yang mengancamnya, barangkali dia masih

mempergunakan do’a pengharapan sebagai salah satu alat untuk melindungi diri dari

berbagai ketidakamanan ini.

Menurut Prof. Dr. Hamka, fungsi dan peranan agama itu ibaratkan “tali

kekang”, yaitu kekang dari pada pengumbaran akal pikiran, tali kekang dari pada
gejolak hawa nafsu (yang angkara murka), dan tali kekang dari pada ucap dan

perilaku (yang keji dan biadab). Agama menuntun perjalan hidup manusia agar tetap

berada diatas jalan lurus (shirotol mustaqim) yang diridhai oleh Allah Swt.

Menurut hukum Islam, agama berfungsi sebagai sarana untuk mengatur sebaik

mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudnya masyarakat

yang harmonis, aman, dan sejahtera.

3. Agama Dan Pembangunan

Prof. Dr. Mukti Ali mengemukakan bahwa peranan agama dalam

pembangunan adalah :

a. Sebagai Ethos Pembangunan

Agama sebagai ethos pembangunan maksudnya adalah bahwa agama

yang menjadi anutan seseorang atau masyarakat jika diyakini dan dihayati

secara mendalam mampu memberikan suatu tatanan nilai moral dalam

sikap.

Selanjutnya nilai moral tersebut akan memberikan garis-garis pedoman

tingkah laku seseorang dalam bertindak, sesuai dengan ajaran agamanya.

Segala bentuk perbuatan yang dilarang agama dijauhinya dan sebalikanya

selalu giat dalam menerapkan perintah agama, baik dalam kehidupan

pribadi maupun demi kepentingan orang banyak.

b. Sebagai Motivasi

Ajaran agama yang sudah menjadi keyakinan mendalam akan

mendorong seseorang atau kelompok untuk mengejar tingkat kehidupan


yang lebih baik. Pengalaman ajaran agama tercermin dari pribadi yang

berpartisispasi dalam peningkatan mutu kehidupan tanpa mengharapkan

imbalan yang berlebihan. Keyakinan akan balasan Tuhan terhadap

perbuatan baik telah mampu memberikan ganjaran batin yang akan

mempengaruhi seseorang untuk berbuat tanpa imbalan material. Melalui

motivasi kegamaan seseorang terdorong untuk berkorban baik dalam

bentuk materi maupun tenaga atau pemikiran. Pengorbanan seperti ini

merupakan aset yang potensial dalam pembangunan.

4. Kemakmuran Dan Kebahagiaan Manusia Menurut Ajaran Islam

a. Kewajiban Sosial Manusia

Manusia dengan kapasitasnya yang serba terbatas (makhluk) dan

dengan segala instrumen hidup yang serba canggih dibanding dengan makhluk

Tuhan yang lain dijadikan oleh Allah sebagai makhluk pilihan, yaitu sebagai

khalifah dimuka bumi.14 hal ini terdapat dalam Q.S Baqarah ayat 30 :

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:

"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."

mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu

orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,

Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan

Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak

kamu ketahui." (Q.S al-Baqarah: 30)


Alkindi pernah berkata bahwa pada diri manusia itu ada akal yang

merupakan sifat alam semesta, artinya manusia mampu mengelola alam

dengan kemampuan akalnya, sehingga wajar jika gelar kekhalifahan

diperuntukkan kepada manusia.

b. Manusia Sebagai Pemakmur

Tantangan manusia untuk menjadi pemakmur dan penebar kebahagiaan

dimuka bumi ini memang sangat banyak. Musuhnya datang dari dalam diri dan

luar dirinya. Selain ia diciptakan dalam keadaan lemah dan bodoh, ia juga

diberi musuh yang sangat tangguh, sehingga sebagian umat manusia

terkalahkan oleh musuhnya. Musuh yang datang dari dalam diri berupa hawa

nafsu yang membawa kejahatan. Ia merupakan musuh yang sangat berat dan

kuat dan selalu menyeru kepada kejahatan kecuali nafsu yang telah dirahmati

Allah Swt.

c. Strategi Hidup Sebagai Pemenang

Jihad fillah pada dasarnya adalah melatih kecenderungan berfikir untuk

selalu ikhlas dalam beragama, sehingga mampu menjadi seorang muslim yang

muhsin. Langkah terakhir agar manusia (muslim) mampu menjadi pemenang

melawan semua rintangan dan tantangan yang menghalangi jalannya untuk

memakmurkan dunia dan menebarkan kebahagiaan bagi seluruh makhluk,

manusia harus bersatu dan kuat menguatkan satu sama lain, karena pada

dasarnya orang-orang Islam itu bersaudara dan jika terjadi pertikaian antara

sesama muslim, muslim yang lainnya wajib menyatukan kembali.


…Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

agama sangat berpengaruh dalam kehidupan indiividu dan kehidupan

masyarakat. Agama sebagai pengatur dan penunjuk arah kehidupan manusia

serta agama juga dapat membangkitkan kebahagiaan batin seseorang yang

paling sempurna, dan juga perasaan takut. Pengaruh agama dalam kehidupan

individu dapat memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung, rasa

sukses, dan rasa puas.

Agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi dan nilai etik juga

merupakan harapan. Melalui motivasi keagamaan seseorang terdorong untuk

berkorban baik dalam bentuk materi maupun tenaga atau pemikiran.

Pengorbanan seperti ini merupakan aset yang potensial dalam pembangunan.

segala bentuk perbuatan individu maupun masyarakat selalu berada dalam

garis yang serasi dengan peraturan dan aturan agama dan akhirnya akan terbina

suatu kebiasaan yang agamis. Misalnya seperti sumbangan harta benda dan

milik untuk kepentingan masyarakat yang berlandaskan ganjaran keagamaan

telah banyak dinikmati dalam pembangunan.

REFERENSI

Al-Qur’an, Jakarta: PT Sygma Examedia Arkanleema: 2009.

Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama, Bandung: CV. Pustaka

Setia, 2008.
Darajat, Zakiah. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta: PT

Toko Agung, 1996.

Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005.

Mahfud, Rois. Al-Islam Pendidikan Agama Islam, Palangkaraya:

Erlangga, 2011.

Muhaimin, Problema Agama Dalam Kehidupan Manusia, Jakarta:

Kalam Mulia, 1989. Mulyadi: Agama dan Pengaruhnya dalam Kehidupan 564

Nottingham, Elizabeth K., Agama Dan Masyarakat Suatu Pengantar

Sosiologi Agama, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada: 2002

Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

Robert. H, Thouless. Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Rajawali,

1992.

Sapuri, Rafy. Psikologi Islam : Tuntunan Jiwa Manusia Modern,

Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Anda mungkin juga menyukai