Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang paling mulia diantara semua makhlukNya. Setelah Allah SWT menciptakan bumi dan alam semesta ini secara sempurna, Dia dengan rahmatnya mulai menciptakan sebuah makhuk sempurna dan mulia yang terdiri dari jasmani dan rohani. Kelebihan manusia dengan makhluk yang lainnya terletak pada jasmani dan rohaninya. Salah satu perbedaan terbesar terletak pada akal pikiran manusia. Dengan akal pikiran itu, manusia dapat membedakan antara perbuatan baik dan buruk,antara yang halal dan haram. Dengan akal pikirannya,manusia akan sadar sebagai hamba Allah SWT yang harus melaksanakan kewajiban menyembah kepada-Nya. Manusia juga harus dapat menjalin hubungan kemasyarakatan. Yang terpenting manusia harus dapat bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikannya. Dalam Konsep Islam, Allah SWT yang menjadikan saripati tanah dalam tubuh manusia sebagai nutfah (air yang berisi spermatozoa atau disebut sperma) yang terdapat pada seorang laki-laki. Kemudian melalui proses senggama nutfah bertemu dengan sel telur atau ovum, sehingga terjadi pembuahan dan terbentuk makhluk baru dalam rahim seorang Ibu. Kemudian ketika bayi dalam kandungan berusia empat bulan, Allah SWT mengutus malaikat untuk meniup roh kedalamnya. Setelah bayi dalam kandungan mencapai usia 9 bulan 10 hari, Allah menakdirkan bayi tersebut lahir ke dunia. Di dalam Al Quran telah disebutkan asal usul terjadinya manusia, namun para ahli antropologi berpendapat berbeda dengan konsep menurut Islam tersebut, yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera atau yang dikenal dengan manusia purbakala. Padahal seperti yang kita ketahui, manusia pertama di muka bumi ini, yaitu Nabi Adam as. merupakan manusia seutuhnya dan bukan

berasal dari kera. Hal ini menegaskan bahwa antara manusia dan kera berbeda, karena asal serta bentuknyapun berbeda. Diciptakannya manusia di muka bumi ini tidak lain untuk menyembah dan beribadah hanya kepada Allah. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini dengan harapan bisa merawat dan menjaga apa yang Allah ciptakan dan mengambil pelajaran darinya, karena kelebihan serta potensi manusia yang lebih dibandingkan makhluk Allah lainnya, manusia harus bersyukur dan mempertanggungjawabkannya kepada Allah SWT.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana konsep manusia menurut Islam? 1.2.2 Bagaimana penyebutan manusia dalam Al Quran? 1.2.3 Bagaimana konsep manusia menurut ahli Antropologi? 1.2.4 Apa tujuan penciptaan manusia? 1.2.5 Apa potensi dan keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain? 1.2.6 Apa saja tanggung jawab manusia?

1.3 Tujuan 1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep manusia menurut Islam. 1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penyebutan manusia dalam Al-Quran. 1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep manusia menurut Ahli Antropologi. 1.3.4 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tujuan penciptaan manusia. 1.3.5 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami potensi dan keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain. 1.3.6 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa saja tanggung jawab manusia.

1.4 Manfaat Makalah ini dibuat dengan maksud untuk menyampaikan bagaimana konsep manusia menurut Islam yang sesungguhnya, baik dari hakikatnya sebagai seorang khalifah, tujuan penciptaan, potensi, serta berbagai tanggung jawab yang harus dilakukan oleh seorang manusia. Sehingga diharapkan pembaca dapat mempelajari serta memahami dan juga mampu menerapkan atau mengaplikasannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam yang dianjurkan demi menciptakan kemakmuran pada muka bumi ini. 3

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Konsep Manusia Beberapa filusuf dan para ilmuan menyatakan berbagai pendapatnya tentang hakekat manusia dan konsep manusia. Beberapa ilmuan mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Di sisi lain, manusia juga disebut sebagai makhluk ekonomi, yaitu makhluk yang selalu memikirkan dan menyiapkan untuk masa depannya, terutama dalam bidang materi dan kebutuhan jasmaninya. Hal ini tidak lepas dari manusia yang dianugerahi akal dan pikiran, sehingga dapat berpikir dan merencanakan masa yang akan datang. Penciptaan manusia telah dijelaskan dalam Al-quran surat Al-Mukminun. Allah SWT berfirman :

Dari ayat diatas kita mengetahui dari mana manusia berasal. Penciptaan yang luar biasa dengan sedemikian panjang dan rumit proses penciptaannya. Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling mulia diantara semua makhluk.kelebihan manusia dengan makhluk yang lain nya terletak pada jasmani dan rohaninya. salah satu perbedaan terbesar terletak pada akal pikiran manusia.Dengan akal pikiran itu,manusia dapat membedakan antara perbuatan baik dan buruk,antara yang khalal dan haram.Dengan akal pikirannya,manusia akan sadar sebagai hamba Allah SWT yang harus melaksanakan kewajiban menyembah kepada-Nya. Manusia juga harus dapat menjalin hubungan kemasyarakatan. Yang terpenting manusia harus dapat bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang di berikannya. Manusia juga memiliki hak dan kewajiban, baik kepada Allah sebagai pencipta, sesama manusia sebagai makhluk sosial, dan kepada alam, sebagai tempat ia hidup. 2.2. Penyebutan Manusia dalam Al-Quran Al Quran menggunakan beberapa istilah dalam menyebutkan manusia. Al-basyar, al ins, an nas, al unas, bani adam, an nafs, al anfus, dan an nufus, merupakan penyebutan manusia dalam Al-Quran. Namun menurut Khairon Nahdiyyin, penyebutan manusia dibagi menjadi lima, yaitu: ins, basyar, insan, bani adam dan nas. 1 a. Ins Kata ini dalam al-Qur'an disebutkan dalam 17 surat secara bersama-sama dengan kata jinn atau jaann . Kadang-kadang

kata ins disebutkan mendahului kata jin dan demikian pula sebaliknya. Namun kata jinn lebih banyak mendahului kata ins.

Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam, Bandung: 2009, hal.152

Tampaknya hal ini menunjukkan urut-urutan keberadaan yang berawal dari yang tidak terlihat ke yang tampak. Di samping itu, didahulukannya jinn dari ins juga dapat didasarkan pada urut-urutan penciptaan sebagaimana yang ditunjukkan dalam surat alHijr ayat 27, dan juga dapat disimpulkan dari sebutan khalifah dalam cerita Adam. Kata khalifah dalam sebuah riwayat lebih tepat diartikan dengan makna "mukhallaf", maksudnya makhluk yang diciptakan belakangan. Kata yang sama dengan ins adalah insiyy dengan bentuk jamaknya "'anaasiya". Namun, kata ini dalam pemakaian al-Qur'an tidak pernah muncul secara bersama dengan kata jinn. Bentuk tunggal kata ini terdapat pada surat Maryam ayat 26, dan bentuk jamaknya terdapat dalam surat alFurqan. Kata ins mendahului kata jin pada konteks pembicaraan tentang kesucian bidadari (QS. al-Rahman: 39, 56 dan 74), anggapan jin tentang makhluk manusia dan jin (QS. al-Jinn: 5), dan sikap permusuhan manusia dan jin terhadap setiap nabi(QS. al-Anam: 112). Ditinjau dari pemakaiannya yang disebutkan secara bersama-sama dengan kata jinn, kata ins mengacu pada makna jinak, yang berarti dapat dilihat dan ditangkap karena memang diperlihatkan. Makna kata "jinn" secara bahasa berarti samar, tertutup dan tidak dapat ditangkap, dari sudut pandang manusia . Sehingga diketahui bahwa Allah menciptakan dua makhluk, makhluk yang terlihat atau manusia, dan makhluk yang tak terlihat yaitu jin. Penyebutan secara bersama-sama ins dan jinn merupakan gambaran bahwa Allah menciptakan manusia dan jin dengan beberapa kesamaan, yaitu sama-sama menjadi makhluk yang diciptakan Allah untuk menyembah-Nya (QS. Al-Dzariyaat: 56), kepada masing-masing di antara keduanya sama-sama dikirimkan utusan-utusan dari kalangan mereka

sendiri (QS. al-Anam: 13); sama-sama diberi potensi kemampuan untuk menembus melampaui batas dunia masing-masing ke dunia lain yang lebih tinggi (QS. al-Rahman: 39); sama-sama ditantang untuk membuat yang semisal dengan al-Qur'an (QS. al-'Isra': 88); sama-sama dimungkinkan untuk menjadi musuh bagi nabi (QS. al-Anam: 112); sama-sama dimungkinkan untuk berhubungan dan saling mempengaruhi baik antar keduanya atau antar masing-masing, secara negatip terutama jin kepada manusia (QS. al-Anam: 112, 128; QS. al-Araaf: 38; QS. al-Jinn: 6), dan sama-sama dimungkinkan mereka mendapatkan siksa sebagai akibat dari kelalaian mereka berdua di dalam menunaikan tugas utamanya sebagai hamba yang mendapatkan takliif yang harus ditunaikan (QS. al-Araaf: 38, 179; QS. Fushshilat: 29; QS. al-Jinn: 5). Beberapa aspek adanya hubungan antara keduanya juga

ditunjukkan melalui hubungan saling mempengaruhi satu sama lain dengan tekanan utamanya bahwa jin sering dianggap sebagai yang dapat menyesatkan manusia, dan manusia sendiri menjadikan jin sebagai tempat perlindungan, subyek yang dimintai pertolongan (QS. al-Jinn: 6; QS. alAraaf : 38, dan QS. al- Anam: 112). b. Basyar Kata ini muncul pada surat-surat makkiyah maupun madaniyyah. Surat-surat makkiyah yang memuat kata ini, sekitar 20 surat, yang erat kaitannya dengan penciptaan manusia, kemanusiaan para nabi dan rasul, serta ketidak-mungkinan basyar untuk berkomunikasi secara langsung dengan Allah. Sementara itu dalam surat madaniyyah kata ini muncul dalam tiga surat, yaitu QS. al-Taghaabun: 6, QS. Ali Imran: 47 dan 79, dan QS. al-Maidah: 18. Dalam surat-surat tersebut kata ini berkaitan dengan ke-basyar-an para rasul, orang-orang Yahudi dan Nasrani, serta ketidakmungkinan basyar Nabi Isa, untuk mengaku sebagai Tuhan setelah ia diberi al-Kitab, hikmah, serta kenabian.

Yang ditunjuk oleh kata ini dalam al-Qur'an secara spesifik adalah apa yang terlihat dari wujud manusia, baik secara fisik-biologis maupun tindakan-tindakan. Makna ini ditampilkan melalui ungkapan basyar yang menunjuk pada makna kulit. Apabila kata ins di atas juga bermakna makhluk yang diperlihatkan, maka yang dimaksudkan di sini adalah bagian-bagian dari makhluk tersebut yang diperlihat, yaitu anggota tubuh dan fungsi-fungsinya. Dengan demikian kata basyar dapat dianggap sebagai penjelasan terhadap makna ins yang bersifat umum, atau kata tersebut merupakan bentuk aktualisasi dari makna ins yang sangat luas yang mencakup semua makhluk yang ditampakkan. Oleh karena itu, menurut Abd Shabuur Syahin kata basyar bermakna asal "yang paling menonjol di antara semua makhluk Tuhan".3 Makna ini sejalan dengan makna dasar dari kata tersebut ditinjau dari makna bahasanya, yaitu kulit tempat di mana rambut manusia dapat tumbuh, kulit sebagai simbol dari bagian paling luar dari fisik manusia. Demikian pula halnya dengan tindakan-tindakan fisik manusia. Yang ditonjolkan dalam kata ini adalah kemanusiaan manusia yang terdiri dari kulit, daging dan tulang serta konsekwensi yang muncul dari fisik kemanusiaan ini, seperti makan, minum, pergi ke pasar dan lain-lain tindakan yang menjadi tindakan umum kemanusiaan. Makna kata basyar yang semacam ini tampaknya berkaitan erat dengan asal-usul materi yang dipergunakan untuk menciptakan mereka, yaitu "thiin" yang mengandung unsur debu dengan air. Di samping itu kata basyarjuga dipergunakan dalam kaitannya dengan penciptaan. Secara umum penciptaan manusia sebagai basyar dikaitkan dengan elemenelemen fisik yang kasar, selain air, seperti debu, tanah kemudian tanah liat yang kering dan keras (QS. al-Hijr: 28, 33; QS. al-Ruum: 20; QS. alFurqaan: 54 dan QS. Shaad: 71). Oleh karena yang ditonjolkan pada kata basyar adalah pada aspek ini, banyak ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan katabasyar, dan ayat-

ayat tersebut mengindikasikan bahwa manusia dalam pengertian basyar ini tidak memiliki kualitas kemanusiaan yang menunjukkan kelebihan manusia yang satu atas yang lainnya. Sebagai basyar manusia hanyalah kumpulan dari organ-organ tubuh yang memiliki fungsi fisiologis semata dan memiliki kaitan dengan tindakan-tindakan yang memerlukan topangan organ-organ fisik. Oleh karena demikian, tidak mengherankan, ketika aspek ini yang ditekankan, apabila para nabipun dipandang sama dengan manusia lainnya. Mereka memiliki anggota tubuh yang sama sebagaimana anggota tubuh manusia lainnya. Sebagai konsekwensinya, sebagian masyarakat ketika diajak untuk mengikuti nabi, menolak untuk mentaati atau mempercayai nabi ataupun rasul karena mereka melihat nabi atau rasul pada aspek ini sama saja dengan manusia lainnya. Tidak ada perbedaan antara manusia biasa dengan mereka yang mengaku sebagai nabi atau rasul (QS. al-Maidah:18; QS. al-Anam:91; QS. Ibrahim:10; QS. al-Nahl: 103; QS. al-Anbiya':3; QS. al-Mukminun:24, 33, 34; QS. al-Syuara':153, 186; QS. Yaasiin:36; QS. al-Taghaabun:6; QS. al-Mudatstsir:25; QS. Huud:27; QS. Yusuf:31; QS. al-Isra':94; QS. al-Qamar:34). Bahkan ketika dikatakan seorang malaikat, sebagaimana dalam surat Maryam ayat 17, merubah wujudnya sebagai manusia dinyatakan dengan kata basyar. Ini berarti bahwa wujud malaikat tersebut dilihat dari organ-organ fisik manusia. Pada aspek ini semua manusia dalam berbagai tingkatan sosialbudaya adalah sama, tidak ada yang melebihi satu sama lainnya. Oleh karenanya, pada saat yang sama, para Rasul dan Nabi juga menekankan aspek ini ketika mereka menyebarkan dakwahnya. Mereka adalah manusia biasa sebagaimana manusia lainnya yang terdiri dari berbagai organ tubuh yang sama, hanya saja mereka adalah manusia yang diberi wahyu, yang diutus oleh Tuhan untuk menyampaikan tauhid (lihat QS. Ibrahim:11; QS. Al-Kahfi:110; QS. Fushshilat:6 dan QS. Al-Isra':9).

c. Insaan Kata ini dapat ditemukan dalam 45 surat dengan rincian 41 surat Makkiyah dan 4 surat Madiniyah. Dalam empat surat yang terakhir ini manusia digambarkan sebagai makhluk yang diciptakan dalam keadaan lemah (QS. al-Nisa': 28) karena manusia menjadi obyek yang mudah digoda setan (QS. al-Hasyr: 16) sehingga ia lupa akan jati dirinya sebagai makhluk Tuhan (QS. al-Hajj: 66). Di samping itu juga dinyatakan keberanian manusia untuk memikul amanat yang enggan diterima oleh langit dan bumi karena khawatir tidak sanggup menjalankannya (QS. alAhzaab: 72). Sementara itu surat-surat Makkiyah lebih menekankan pada aspek penciptaan manusia, dari apa dan bagaimana manusia diciptakan dengan segala kekurangan dan kelebihan watak yang melekat pada dirinya, dan kecenderungan manusia untuk mengingkari nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya. Manusia melupakan watak dasar dirinya sendiri. Apabila dua kata sebelumnya, ins dan basyar, tidak terkait dengan sifat-sifat dan atribut psikologis dan kognitif dari manusia, maka kata insaan justru memperlihat kualitas dari manusia. Kata ini tidak menekankan pada aspek kemanusiaan secara fisik, seperti yang ditunjukkan pada kata basyar, atau aspek keberadaannya di dunia secara konkrit sebagaimana yang ditunjukkan dalam kata ins. Tetapi, kata ini lebih menekankan pada aspek psikologis manusia yang dapat berpikir dan merasakan apa yang dialaminya. Namun demikian harus dipahami bahwa insaan tidak ada tanpa ada basyar, karena sifat insaan senantiasa melekat pada sifat basyariyah manusia. Basyar merupakan wujud materi, sementara insaanmerupakan eksiden bagi materi tersebut. Apabila diperhatikan ayat-ayat al-Qur'an yang menyebutkan kata insaan, akan dapat diambil kesimpulan bahwa kata ini berkaitan, pertama, dengan watak manusia yang memiliki hubungan dengan sikapsikap negatip dari manusia, kedua dengan asal usul penciptaannya, ketiga 10

dengan pengajaran yang diberikan Allah, dan keempat dengan beban yang diberikan kepadanya. Di antara sifat-sifat yang banyak disebutkan dalam al-Qur'an berkaitan dengan watak manusia adalah bahwa manusia sering melupakan Tuhannya ketika sedang dalam keadaan senang, padahal ketika sedang susah mereka senantiasa membutuhkan dan berdoa kepada Tuhan (QS. Hud: 9; QS. Yunus: 12; QS. al-Isra': 67, 83, 100; QS. Ibrahim: 34; QS. alZumar: 8, 49; QS. Fushshilat: 51; QS. al-Syuuraa: 48). Berangkat dari watak ini kata insaan sering dikaitkan dengan ungkapan seperti manusia cepat putus asa, tidak mau terima kasih, sangat dzalim, pelit, keluh kesah dan semacamnya. Kata insaan juga dikaitkan dengan asal-usul penciptaannya.

Namun demikian, asal usul penciptaan manusia di sini sedikit agak berbeda dengan asal-usul yang disebutkan dalam kaitannya dengan kata basyar. Meskipun juga dikaitkan dengan unsur-unsur sebagaimana yang disebutkan dalam basyar, seperti tanah yang liat dan debu, kata insaan dikaitkan paling sering dengan kata nuthfah (QS. al-Insaan: 2; QS. Yaasiin: 77; QS. al-Nahl: 4). Tampaknya kata basyar dalam fase penciptaannya lebih terkait dengan tanah, sementara kata insaan lebih berkaitan dengan nuthfah. Apabila tanah dianggap elemen yang paling mendasar dari elemen-elemen penciptaan manusia dan elemen ini bersifat kasar atau mentah sehingga dapat dijadikan sebagai simbol bagi keberadaan fisik manusia, maka nuthfah di sini dapat dianggap sebagai perkembangan lanjut dari perubahan elemen mendasar tersebut menjadi elemen yang lebih halus dan lunak. Apabila ini benar, maka kaitan tersebut sejalan dengan pemakaian istilah basyar dan insaan. Maksudnya, ada kesejajaran perkembangan antara istilah tersebut dengan elemenelemen penciptaannya. Surat yang pertama diturunkan menyatakan bahwa manusia mendapat pengajaran dari Allah. Dia mengajarkan kepada manusia apa 11

yang belum diketahui manusia. Dalam surat al-Baqarah berkaitan dengan cerita Adam pengajaran tersebut berkaitan dengan pemberitahuan kepada Adam nama-nama atau sebutan-sebutan, termasuk dalam pengertian mengajarkan di sini adalah pemberian takliif kepada insaan. Takliif kepada manusia, yang disimbolkan untuk pertama kalinya melalui Adam, terdiri dari dua hal yang kontradiksi yang salah satunya harus dijalankan sementara yang lainnya harus dihindari. Manusia dalam konsep ini, insaan, adalah makhluk yang hidup dalam dua daya tarik yang saling bertentangan, karena manusia ini memiliki semua perangkat yang dapat mengarahkannya untuk membedakan keduanya yang bertentangan sesuai dengan akalnya. Namun demikian konsep insaan dalam al-Qur'an

cenderung negatip dalam pengertian manusia dalam konsep ini cenderung kalah, atau mudah mengikuti pada, dengan tuntutan-tuntutan

lingkungannya yang sering menjerumuskan pada sisi negatip yang justru menjadi larangan untuk dilakukan. Oleh karena itu dikatakan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan cenderung menuruti fakta-fakta meterinya sehingga melupakan hakekat keberadaannya (QS. al-Nisa': 28.). Beban yang diberikan kepada insaan lebih banyak diarahkan agar, pertama-tama, manusia tidak menyimpang dari jalan Allah dengan jalan bertakwa, dan kedua bersikap baik kepada orang tua yang melahirkannya. Sikap-sikap baik kepada orang tua yang disebutkan al-Qur'an di antaranya berterima kasih kepadanya dan mendoakannya. insaan harus berbuat baik kepada kedua orang tua sekalipun insaan tidak berkenan ketika keduanya mengajak untuk bersikap syirik. d. Bani Adam Kata Bani Adam menurut bahasanya adalah keturunan atau anakcucu Adam, karena Adam dianggap sebagai insaanpertama yang muncul di bumi. Kata Adam secara bahasa bisa berarti permukaan, bagian dalam dari kulit dan bagian yang menjadikan sesuatu dapat dikenali. Dari Adam inilah manusia mulai dikenali dalam pentas kehidupan di permukaan bumi. 12

Kata ini dalam al-Qur'an disebutkan sekitar tujuh kali. Adam merupakan wujud awal dari konsep basyar yang telah menjadi insaan. Dia dan pasangannya merupakan insaan pertama yang dimunculkan dalam pentas kehidupan dunia. Oleh karena itu, ungkapan bani Adam dalam al-Qur'an mengacu pada keseluruhan anak manusia semenjak dari keturunan awal Adam hingga akhir zaman. Al-Qur'an mempergunakan istilah ini, terutama dalam rangka mengingatkan asal-usulnya yang berkaitan dengan cerita Adam. Mereka harus berkaca pada pengalaman Adam yang pernah dijerumuskan oleh setan ke dalam tindakan yang dilarang Tuhan (QS. al-Araaf: 27). Oleh karena itu, ungkapan bani Adam lebih menekankan pada peringatan terhadap manusia agar memegang nikmat yang telah diberikan kepada Allah, apakah nikmat itu berupa pemberian kemulyaan, penghidupan di darat dan laut, pemberian rizki ataupun kedudukan di atas makhluk lainnya (QS. al-Isra': 70); ikatan janji primordial untuk tidak menyembah setan karena telah bersaksi bahwa Allah adalah Tuhannya (QS. Yaasiin: 60, dan QS. al-Araaf: 172), yang telah memberikan pakaian takwa yang harus mereka pergunakan setiap kali mereka menuju ke tempat sujud, dan itu bumi itu sendiri (QS. al-Araaf: 31). e. Naas Al-Qur'an paling banyak menggunakan kata ini dibandingkan dengan kata-kata yang disebut di atas meskipun sama-sama mengacu pada manusia. Kemunculan kata tersebut dalam al-Qur'an mencapai 240 kali. Yang paling banyak muncul kata tersebut dalam bentuk definit, dengan memakai partikel al. banyaknya pemakaian kata naas dalam al-Qur'an berkaitan dengan acuan yang ditunjukkan oleh kata ini. Pengamatan terhadap pemakaian kata naas dalam al-Qur'an

memperlihatkan bahwa al-Qur'an menggunakannya dalam pengertian manusia dalam aktualnya di muka bumi dengan segala sepak terjangnya, apakah negatip ataupun positip. Manusia ini adalah manusia yang berada 13

dalam ruang dan waktu yang aktual. Karena mengacu pada wujud manusia secara faktual dalam kehidupan dunia ini, kepada naas inilah titah Tuhan sering diarahkan, seperti titah untuk menyembah (QS. Al-Baqarah: 21), memakan makanan yang halal dan bagus (QS. al-Baqarah: 168), untuk bertakwa (QS. al-Nisa': 1) dan lain sebagainya. Oleh karena demikian, kata naas apabila disapa secara langsung pada umumnya diganti dengan kata ganti orang kedua, ka,kum, dan lain sebagiannya. Pemakaian al-Qur'an yang semacam ini terhadap kata naas tampak sejalan dengan makna kata tersebut apabila ditinjau dari sisi bahasa. Di samping dikatakan memiliki makna seperti ins, sebagaimana diterangkan di atas, kata naas dari sudut lain dapat dianggap berasal dari kata naasayanuusu, yang berarti bergerak ke sana kemari. Manusia dikatakan dengan sebutan ns karena manusia bergerak dan mengalami perubahan dan berbeda-beda serta berubah-ubah. Barangkali makna inilah yang dapat ditangkap dari firman Allah dalam surat Yunus ayat 19. Dengan demikian, apabila kata-kata yang disebut sebelumnya lebih mengacu pada konsep tentang manusia, kata naaslebih menunjuk pada sepak terjang manusia yang merupakan realisasi aktual dari konsep tersebut di atas, ins dalam bentuk basyar dan insaan serta bani Adam. 2.3. Konsep Manusia Menurut Ahli Antropologi Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai khalifah dibumi dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka bumi. Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara biologis umumnya manusia dibedakan secara fisik sedangkan secara rohani manusia dibedakan berdasarkan kepercayaannya atau agama yang dianutnya. Kehidupan manusia sendiri sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, 14

dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan selaras dan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki. Hal ini diisyaratkan dalam surat At-Tiin:4

Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya. Kepada manusia diberikan-Nya akal dan dipersiapkan untuk menerima bermacam-macam ilmu pengetahuan dan kepandaian; sehingga dapat berkreasi (berdaya cipta) dan sanggup menguasai alam dan binatang. Awal interaksi sosial manusia, manusia haruslah bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya agar manusia dapat mengalami pembelajaran mengenai ruang lingkup sekelilingnya, sehingga menyebabkan manusia mempunyai rasa ingin tahu dan mereka pun harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut dapat digunakan dalam kehidupannya yaitu untuk memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik, dan mana yang merupakan hak dan mana yang merupakan kewajiban. Sehingga terbentuklah norma-norma dalam masyarakat. Apabila manusia memahami dengan baik ilmu pengetahuan tersebut maka norma-norma akan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut manusia haruslah mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan sendiri pada masing-masing negara mempunyai sistemnya masing-masing, faktor yang menyebabkan perbedaan itu, salah satunya disebabkan karena kebudayaan pada negara itu sendiri. Pendidikan yang merupakan hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai motivator terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya. 15

Dengan demikian karena hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa dan kebudayaan juga merupakan hasil interaksi manusia yang merupakan perwujudan dari karya manusia. Pengertian Manusia Secara bahasa manusia berasal dari kata manu (Sansekerta), mens (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Manusia adalah mahluk yang luar biasa kompleks. Kita merupakan paduan antara mahluk material dan mahluk spiritual. Dinamika manusia tidak tinggal diam karena manusia sebagai dinamika selalu mengaktivisasikan dirinya. Pengertian Manusia Menurut Para Ahli Berikut ini adalah pengertian dan definisi manusia menurut beberapa ahli: NICOLAUS D. & A. SUDIARJA Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang. 2 ABINENO J. I Manusia adalah tubuh yang berjiwa dan bukan jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana.
2

Nicolaus S., Karya Lengkap Driyarkara: Esai-esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan

Bangsanya, Gramedia pustaka utama, Jakarta:2006, hal.224

16

UPANISADS Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana atau badan fisik.

SOKRATES Manusia adalah mahluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar

KEES BERTENS Manusia adalah suatu mahluk yang terdiri dari 2 unsur yang kesatuannya tidak dinyatakan.

I WAYAN WATRA Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan karsa.

OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.

ERBE SENTANU Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna

dibandingkan dengan mahluk yang lain. PAULA J. C & JANET W. K Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinan.

17

Hubungan Antara Agama dan Masyarakat Kebutuhan manusia yang bersifat sosiologis menunjukkan berbagai fungsi agama sebagai kebutuhan masyarakat, sedagkan dorongan kebutuhan psikologis menunjukkan agama sebagai sumber motivasi. Hubungan antara agama, masyarakat, dan individu mencakup tiga hal yaitu pengetahuan (cognitive), hakikat (substantive), dan ekspresif. Agama dalam hal ini dilihat sebagai pengetahuan dan juga sebagai substansi yang dicari oleh individu dan masyarakat untuk selanjutnya diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari Agama sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut dapat dinyatakan sebagai alat pengaturan, penyesuaian, dan penyatuan atau integrasif. Fungsi kemasyarakatan bagi agama adalah dapat terpenuhinya keinginan tahu terhadap hal-hal di luar yang nyata, di mana keingintahuan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui filsafat atau ilmu pengetahuan. Begiotu juga tentang hakikat sesuatu yang gaib, yang mengatur dan mempengaruhi kehidupan manusia hanya dapat dipuaskan melalui agama. Agam juga dapat mempengaruhi kebutuhan akan ekspresi gembira atau duka, sengsara atau bahagia, sebagai bagian dari kebutuhan psikologis. Pada sisi lain agama juga berfungsi sebagai pengatur tindakan-tindakan pada manusia dalam memenuhi kebutuhan akan penyesuaian lingkungan dan mengintegerasikan masyarakat melalui upacar-upacara keagamaan. 2.4. Tujuan Penciptaan Manusia Setelah Allah SWT menciptakan bumi dan alam semesta ini secara sempurna, Dia dengan rahmatnya mulai menciptakan sebuah makhuk sempurna dan mulia yang terdiri dari jasmani dan rohani. Allah SWT juga memberikan kepada makhluk mulia tersebut kemampuan untuk berpikir, fitrah dan karamah. Makhluk itu dikenal dengan panggilan manusia. Kemudian Allah Swt menjadikannya sebagai Khalifahnya di muka bumi untuk jangka waktu terbatas, supaya ia dapat memanfaatkan segala kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah persiapkan di muka bumi ini, dan dapat menjadi seorang yang berjalan di rel para 18

Nabi dan para Imam, yaitu rel penghambaan dan ketaatan kepada Allah Swt. Sehingga dengan cara ini, seorang manusia akan meraih kesempurnaan, dimana kelak ketika ia telah meninggalkan dunia ini, ketika ia telah memasuki alam Akhirat yang abadi, ia akan merasakan hasil dari keteguhanya yang berjalan di rel para Nabi dan para Imam. Berikut ini merupakan ayat ayat yang mengatur tujuan penciptaan manusia di muka bumi. a. Surat Al Baqarah Ayat 30

Artinya: Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Surat ini memiliki kandungan yaitu: Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sempurna yang memiliki fungsi, yaitu sebagai khalifah di bumi. Fungsi khalifah di bumi, yaitu nenjadi pemimpin, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang orang lain dalam upaya mencari ridha Allah SWT. Memelihara, memakmurkan, melestarikan alam, mengambil manfaatnya, menggali, mengelola alam demi terwujudnya dan kesejahteraan segenap umat manusia.

19

Dengan demikian, tugas khalifah tidak hanya bertumpu pada yang bersifat intelektual belaka, tetapi juga moral. Kekuasaan manusia di muka bumi tidak mutlak, karena dibatasi oleh hukum-hukum Allah SWT yang akan

dipertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya. Syarat-syarat menjadi pemimpin antara lain : 1. 2. 3. Berpengalaman Tidak memiliki cacat jasmani Bertanggung jawab, teguh, dan kuat menjalankan tugas.

Kewajiban seorang pemimpin antara lain : 1. Membela Negara dan agama serta menjalankan syariat agama dengan benar. 2. 3. 4. 5. Menjaga keamanan dan ketentraman umum. Bermusyawarah dengan wakil-wakil rakyat dalam urusannya. Mengatur perekonomian Negara menurut syariat yang benar. Mengangkat para pembantu (khalifah) sesuai dengan keahliannya.

b. Surat Adz Dzariyat ayat 56

Artinya: Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepadaku. Surat ini memiliki kandungan yaitu: Allah SWT telah menciptakan jin dan manusia dengan tujuan supaya mereka mengenal-Nya. Dengan hubungan, memuja kebesaran dan berdoa kepada Allah SWT agar dapat dekat dengan-Nya. Adapun hubungan tersebut dinyatakan dalam perbuatan ibadah yang langsung kepada Allah

20

SWT sebagaimana rukun islam, yaitu shalat, zakat, puasa, haji, dan berdzikir hanya untuk mencari ridha-Nya. Perilaku yang mencerminkan surat Adz Dzariyat ayat 56 Allah SWT menganjurkan setiap umat islam untuk berdzikir kepada-Nya, artinya manusia dianjurkan untuk mengiat kebesaran, kemuliaan, dan keagungan Allah SWT dengan perasaan harap dan takut dengan khusyuk dan rendah diri di hadapan-Nya. Zikir merupakan pintu pembuka hubungan dengan hamba-Nya, menjadi obat penawar hati, penyehat badan, cahaya mata, dan zikir merupakan jenis ibadah yang dapat dikerjakan kapan saja, tidak tergantung pada tempat, waktu, keadaan, dan dapat dikerjakan sendiri ataupun secara bersama-sama. c. Surat An Nahl Ayat 78


Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Surat ini memiliki kandungan yaitu: 1. Allah SWT dengan kekuasaan-Nya mengeluarkan bayi melalui proses kelahiran ibunya. 2. Bayi lahir dengan lemah dan dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa atau suatu apapun. 3. Dengan kemurahan-Nya Allah memberikan anugerah kepada bayi tersebut di antaranya pendengaran, penglihatan, hati, agar mampu bersyukur, dengan cara pendengaran untuk mendengarkan, penglihatan untuk melihat, dan hati untuk untuk merasa. 21

4.

Dengan kesempurnaan bayi tersebut sudah barang tentu menjadi tugas kewajiban ke dua orang tua untuk merawat, membesarkan, dan memberi pendidikan hingga menjadi kuat, cerdas, dan dewasa. Perilaku yang mencerminkan Surat An Nahl Ayat 78 Allah SWT menciptakan manusia dengan sempurna, yakni memiliki fisik

yang terdiri dari penglihatan, pendengaran, dan hati. Allah memerintahkan manusia agar senantiasa bersyukur terhadap segala nikmat dan rahmat yang dianugerahkan-Nya sebagai contoh: 1. 2. Telinga digunakan untuk mendengarkan yang baik-baik. Mata digunakan untuk melihat dan dijaga dari pandangan yang diharamkan. 3. Hati digunakan untuk merasa dan tidak mengeluarkan sifat-sifat tercela yang menyakitkan orang lain. 4. Akal digunakan untuk memikir pada hal yang lebih bermanfaat, baik bagi diri sendiri, maupun orang lain. Semua hal yang baik dilakukan dan hal-hal yang jelek ditinggalkan untuk menunjukkan ketaatannya kepada Allah SWT agar hidup di alam dunia mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang diridhai Allah SWT. 2.5 Potensi yang dimiliki Manusia dan keistimewaannya dibanding makhluk lain Manusia memiliki berbagai kelebihan. Kelebihan-kelebihan yang

dimilikinya itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia tersebut diantaranya, kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut, maupun diudara. Sedangkan binatang hanya bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang dapat bergerak didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, yakni berupa al-Quran menurut 22

sunnah rasul. Dan dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Sehingga daripada itu, Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (QS.At-Tiin: 95:4). A. Potensi Manusia Manusia sebagai khalifah dapat menggunakan potensinya untuk memelihara alam. Khalifah adalah yang diamanatkan untuk membangun dan memelihara alam, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya. Khalifah mesti menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang telah Allah kehendaki, bukan membuat jalan sendiri dan tidak menentang peraturan-peraturan Allah yang telah diperintahkan. Bagi mereka yang berkhianat terhadap potensi yang dimilikinya akan mendapatkan kerugian. Allah SWT memberikan potensi yang merupakan suatu kelebihan dan keutamaan kepada manusia dengan pendengaran, penglihatan dan hati. Potensi ini kadang tidak disyukuri manusia bahkan ia sering menggunakan matanya untuk melihat yang haram, telinganya untuk mendengar yang haram, serta hatinya yang digunakan untuk membenci, dendam, dan berprasangka buruk pada orang lain. Mereka yang demikian akan menghancurkan dirinya sendiri dan termasuk orangorang yang merugi. Bayangkanlah seandainya kita tidak dapat melihat atau mendengar. Hal ini tentu akan menyusahkan hidup kita. Sehingga patutlah kita bersyukur kepada Allah dengan nikmat-nikmat yang diberikan-Nya. Ada beberapa pendapat yang membahas tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Jalaluddin ada tiga potensi yang dimiliki oleh manusia, yaitu potensi ruh, jasmani (fisik), dan rohaniah. Pertama, ruh; berisikan potensi manusia untuk bertauhid, yang merupakan kecenderungan untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta. Kedua, jasmani; mencakup konstitusi biokimia yang secara materi teramu dalam tubuh. Ketiga, rohani; berupa konstitusi non-materi yang terintegrasi dalam jiwa, termasuk ke dalam

23

naluri penginderaan, intuisi, bakat, kepribadian, intelek, perasaan, akal, dan unsur jiwa yang lainnya. b. Jalaluddin dan Usman Said Secara garis besar manusia memiliki empat potensi dasar, yaitu pertama, hidayah al-ghariziyyah (naluri); merupakan kecenderungan manusia untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, seperti, makan, minum, dan lain-lain. Kedua, hidayah al-hisiyyah (inderawi); yaitu kesempurnaan manusia sebagai makhluk Allah SWT (ahsan attaqwim). Ketiga, hidayah al-aqliyyah; bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat dididik dan mendidik. Dan keempat, hidayah diniyyah; yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang mempunyai potensi dasar untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. B. Keistimewaan Manusia Manusia diberi kelebihan atas makhluk Allah yang lain, dalam berbagai segi. Ia memiliki karakter yang khusus dengan karunia Allah agar mampu mengemban amanah yang dibebankan kepadanya didunia. Kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lain adalah: 1. Dalam segi Penciptaan Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dinyatakan Allah sebagai sebaik-baik penciptaan (Ahsanuttaqwim) sebagaimana firman-Nya :

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. (At Tiin:4) Kita dapat membandingkan setiap organ tubuh manusia dengan makhluk lain, tentu lebih sempurna. Perhatikan organ dalam manusia seperti jantung, ginjal, paru-paru, semuanya memiliki peran yang lebih sempurna dibandingkan dengan binatang jenis apapun. Termasuk organ tubuh lainnya seperti tangan, kaki, mata, telinga dan lain sebagainya semua serba lebih sempurna .

24

2. Dalam segi Ilmu Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat menyerap ilmu dan sekaligus mengembangkannya. Hal ini tak mungkin terjadi pada makhluk lain. Hewan hanya memiliki instink, sehingga segala gerak dan perbuatannya merupakan sekedar instinktif. Meskipun hewan mampu dilatih untuk suatu hal tertentu, namun itu juga sekedar instink dan bukan ilmu sehingga ia tak dapat mengembangkannya. Allah yang Maha Berilmu telah menetapkan dan mengajarkan ilmu-ilmu kepada manusia, sebagaimana firman-Nya :


Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya (Al-Baqarah:31) Dalam ayat lain Allah juga berfirman : Dia mengajarkan kepada manusia apa-apa yang belum diketahuinya (Al-Alaq:5). 3. Dalam segi Kehendak Manusia adalah makhluk yang bebas berhendak. Ia dapat memilih jalan yang baik, dapat pula memilih jalan yang sesat. Sekedar ilmu, belum tentu bisa mengarahkan orang kepada kebaikan. yang bisa menjadi baik hanya karena ilmunya, tanpa dibarengi kehendak yang kuat untuk menjadikan dirinya baik. Allah berfirman: Sesunggunya Kami telah menunjukkannya (manusia) jalan yang lurus, ada yang bersyukur ada pula yang kufur (Al-Insan:73) 4. Dalam segi Posisi/kedudukan

25

Allah memberikan kedudukan yang tinggi kepada manusia diantara makhluk lainnya di bumi, yakni ia sebagai pemimpin. Sehingga manusia dapat memanfaatkan alam semesta ini untuk keperluan hidupnya, sebagaimana firman Allah: Tidak kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. (Luqman:20) Dalam ayat lain, Allah berfirman : Dialah (Allah) yang menjadikan segala apa yang ada di bumi untuk kamu. (Al-Baqarah:9) Jadi, segala yang di alam ini telah disediakan Allah untuk kepentingan manusia karena memang manusialah yang bertugas memakmurkan bumi. 5. Dalam segi Kemampuan Penjelas (Berbicara) Jika kita perhatikan, seluruh makhluk hidup yang diberikan indera mulut dan alat suara, semuanya dapat berbicara dengan bahasa masing-masing, seperti berkicau, mendengus, mencicit dan lain-lain. Adapun manusia berbicara dengan berbagai macam bahasa dan suara, termasuk menirukan bunyi-bunyian alam dan binatang. 6. Dalam segi Kemampuan Akal, Pengamatan, Intuisi dan Imajinasi Hanya manusia yang memilki kemampuan akal, dengannya dapat berfikir, melakukan pengamatan dan menyimpulkan. Manusia juga berkembang daya intuisi dan imajinasinya. Ia bisa mengkhayalkan sesuatu yang belum pernah terjadi. Akalnya berkembang menjadi sarana berkembangnya ilmu dan teknologi. Begitu pula kemampuan imajinasinya akan berkembang sehingga

mengembangkan kreatifitas dalam berkarya. 7. Dalam segi akhlak

26

Ada akhlak yang tinggi, ada yang rendah, dan akhlak yang mulia, serta yang tercela. Manusia berpotensi untuk menjadi makhluk yang paling hina, atau berakhlak mulia sehingga menjadi contoh kesucian. Ia mempunyai potensi untuk menjadi baik, buruk, atau mencampurkan kedua hal itu. Sementara hewan atau binatang, biasanya hanya mempunyai satu akhlak. Oleh karena itu, potensi dan kesiapan akhlak manusia adalah salah satu tanda yang mencolok yang membedakannya dari makhluk yang lain.3 Demikianlah antara lain, keistimewaan manusia dibandingkan makhluk ciptaan Allah yang lain. Manusia diciptakan oleh Allah dengan kelebihan tertentu atas makhluk lain, namun jika ia keliru mengambil jalan hidup, ia bisa mencapai derajat yang lebih rendah ketimbang binatang sekalipun. Sebagaimana yang telah Allah sifatkan kepada orang-orang yang lalai dari jalan Allah:

Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Merekalah orang-orang yang lalai. (Al-Araf:179) 2.6.Tanggung Jawab Manusia A. Tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah SWT Makna yang esensial dari kata abdun (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan manusia yang hanya layak diberikan kepada Allah dan dilarang menghambakan diri kepada yang selain Allah. Hal ini merupakan konsekuensi dari manusia sebagai abdun atau hamba Allah.

Said Hawa, Ar-Rasul ShallahuAlaihi wa Sallam (Jakarta: Gema Insani Press, 2003) h.13.

27

Ada tanggung jawab yang dipikul manusia sebagai hamba Allah, yaitu memelihara iman dan takwa, karena ketaatan dan ketundukan itu ada jika ada iman dalam hati. Dan takwa juga harus dipelihara karena takwa merupakan aplikasi dari iman. Seseorang harus senantiasa kontinuitas ibadahnya, terutama shalat, agar dapat menghindarkan diri dari kekejian dan kemungkaran. Oleh karena itu, amar makruf nahi mungkar harus dilakukan mulai dari diri sendiri, keluarga, dan selanjutnya kepada orang lain. B. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah Allah SWT Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat dan harus dipertanggungjawabkan dihadapanNya. Tugas hidup yang didapatkan di muka bumi ini adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengolaan dan pemeliharaan alam. Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah memegang mandat dari Allah untuk mewujud kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya mengolah, mendayagunakan, serta memelihara apa yang ada di alam untuk kepentingan hidupnya. Kekuasaan yang dipegang manusia dibatasi oleh hukum Allah, baik yang tertulis di dalam kitab suci (Al-Quran), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (Al Kaun). Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang diwakilkannya adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan kewenangannya, serta mengkhianati amanat yang diwakilinya. Oleh karena itu, bertanggung jawab atas mandat yang diemban adalah suatu keharusan. (Qs.Al-Arof:56 dan Qs.Fathir:39).4

Wahyudin, et.al., Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi (Surabaya: Grasindo, 2009), hal.47.

28

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Berdasarkan berbagai aspek yang telah kami bahas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Manusia memiliki kodrat sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi, serta memiliki akal dan pikiran; sehingga mampu merancang masa depannya dengan baik, yang diciptakan dari saripati tanah, yang ditanam pada rahim yang kokoh. 2. Tujuan manusia diciptakan adalah untuk menjadi seorang khalifah dengan segala keistimewaannya, yakni memiliki akal dan pikiran sehingga diharapkan manusia mampu menjaga kemakmuran dari muka bumi ini. 3. Sesungguhnya Allah menciptakan manusia sebagai khalifah bukan untuk melakukan kerusakan di muka bumi ini. Tugas manusia adalah untuk mennjaga keseimbangan kehidupan di bumi ini, serta menjalin hubungan dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan kehidupannya. 4. Allah menciptakan manusia dengan sempurna dan dengan berbagai keistimewaan yang tidak dimiki oleh makhluk lain, baik dari segi ilmu, kehendak, kedudukan yang tinggi, kemampuan berbicara yang jelas, memiliki akal, dan potensi akhlak. 5. Sebagai hamba Allah, manusia bertanggung jawab untuk beribadah kepada Allah. Sedangkan sebagai khalifah Allah, manusia bertanggung jawab terhadap alam semesta kepada Allah.

29

3.2 Rekomendasi dan Saran

Diharapkan pembaca dapat menjadikan makalah ini sebagai referensi untuk memahami hakekat dan tujuan manusia menurut Islam. Sehingga masyarakat diapat melaksanakan peran kita dan tugas kita sebagai seorang khalifah di bumi ini dengan baik berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang berlaku demi terwujudnya kamakmuran di muka bumi.

30

Daftar Pustaka

Dari Buku: Sudarmojo, Agus Haryo. 2009. Perjalanan Akbar Ras Adam. Bandung. Hawa, Said. 2003. Ar-Rasul ShallahuAlaihi wa Sallam. Jakarta: Gema Insani Press. Nicolaus S., 2006. Karya Lengkap Driyarkara: Esai-esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wahyudin, Achmad, M.Ilyas, M.Saifulloh, dan Z Muhibbin. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Grasindo. Dari Internet: http://laboratoriumstudial-quran.blogspot.com/2012/03/peran-dan-tanggungjawab-manusia-dalam.html http://nidhomuddin01.wordpress.com/2013/01/16/hakekat-manusia-dalamperspektif-islam/ http://smaalup.wordpress.com/about/ayat-ayat-al-qur%E2%80%99an-tentangmanusia-dan-tugasnya-sebagai-khalifah-di-bumi/ http://www.slideshare.net/AsmidaHerawati/hakikat-manusia-menurut-islam

31

Anda mungkin juga menyukai