1
M. Iqbal Alam Islami, “Konsep Ruh dalam Perspektif Hadis” (Skripsi, Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010), hlm. 1-2.
3. Manusia Sebagai khalifah Allah
Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada
hakikatnya manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah atau pemimpin di
muka bumi. Surah al-Baqarah ayat 30 menjelaskan: “Ingatlah ketika Tuhan-mu
berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (QS. Al-Baqarah (2): 30). Dari ayat
di atas dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu anugerah dari Allah kepada
manusia, dan manusia diberikan tanggung jawab untuk menjalankan
kekhalifahan tersebut sebagai amanah. Sebagai khalifah di bumi, manusia
mempunyai wewenang untuk memanfaatkan alam untuk memenuhi Kebutuhan
hidup dan bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini dan dimintai
pertanggung jawabannya di hari akhir.
4. Manusia Sebagai Bani Adam
Manusia disebut bani adam atau keturunan Adam, bukan berasal dari
hasil evolusi dari makhluk lain seperti yang dikemukakan oleh Charles
Darwin. Konsep bani Adam mengacu pada penghormatan kepada nilai-nilai
kemanusiaan. manusia dengan latar belakang sosia kultural, agama, bangsa dan
bahasa yang berbeda tetaplah bernilai sama, dan harus diperlakukan sama.
Dalam surah al- A’raf dijelaskan: “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah
untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian
itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, semoga mereka selalu
ingat. Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga,...” (QS. al-A’raf(7): 26-27).
5. Manusia Sebagai al-Insan
Kata al-insan berasal dari kata nasiya yang artinya lupa.Penggunaan kata al-
insan sebagai kata bentukan yang termuat dalam Al-qur’an mengacu mengacu
kepada potensi yang diberikan Tuhan kepadanya. Potensinya antara lain
kemampuan berbicara (QS. Ar-Rahman (55) :4), kemampuan menguasai ilmu
pengetahuan melalui proses tertentu (QS. Al-An’am (6) :4-5), dan lain-lain.
Selain potensi positif, manusia mempunyai kecenderungan berprilaku negatif
(lupa). Misalnya dijelaskan dalam surah Hud: “Dan jika Kami rasakan kepada
manusia suatu rahmat, kemudian rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia
menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” (QS. Hud (11) :9.)
6. Manusia Sebagai khalifah Allah
Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada hakikatnya
manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi.
Surah al-Baqarah ayat 30 menjelaskan: “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman
kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.” Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.”
(QS. Al-Baqarah (2): 30). Dari ayat di atas dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu
anugerah dari Allah kepada manusia, dan manusia diberikan tanggung jawab
untuk menjalankan kekhalifahan tersebut sebagai amanah. Sebagai khalifah di
bumi, manusia mempunyai wewenang untuk memanfaatkan alam untuk memenuhi
Kebutuhan hidup dan bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini dan
dimintai pertanggung jawabannya di hari akhir.
6. Manusia Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar).
Manusia juga disebut sebagai makhluk biologis atau al-basyar karena
manusia memiliki raga atau fisik yang dapat melakukan aktifitas
fisik,tumbuh,memerlukan makanan,berkembang biak dan lain sebagai
makhluk hidup pada umumnya.Hasan Langgulung mengatakan bahwa sebagai
makhluk biologis manusia terdiri atas unsur materi, sehingga memiliki bentuk
fisik berupa tubuh kasar (ragawi). Dalam al- Qur’an surah al-Mu’minūn: “Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah. Lalu Kami
jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu menjadi segumpal
daging, dan segumpal daging itu kemudian Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk berbentuk lain, maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.”(QS: al-Mu’minun (23): 12-14).2
B. Hakikat Ruh menurut Alquran, Hadis, dan Sufi
Menurut Ashfahani, Al-ruh dan Al-rawh berasal dari huruf yang sama
yaitu ra’ , waw dan ha. Tetapi, penggunaan al-ruh lebih banyak merujuk
kepada nafas dan juga istilah bagi sesuatu yang menyebabkan hidup, bergerak,
memperoleh manfaat dan juga mengelak daripada kemudharatan.3Teori lain
mengatakan bahwa ruhani itu adalah bagian hidup kita yang terus hidup terus.
Ruhani ada pada semua makhluk hidup. Pada tumbuh-tumbuhan disebut ruh
nabati, pada hewan namanya ruh hayawani, tetapi bagi manusia terdapat ruh
sebagai pembawa kenyataan (dragervan het zinj) atau sebagai penghubung
(relatie geest) ialah ruh Idhlafi. Ruh Idhlafi ialah ruh yang memberikan
kekuatan pada tubuh kita sehari-hari, yang banyak menerima pengaruh dari
akal atau dengan penunjuk panca indra. Hal yang dapat membedakan manusia
adalah dimana hewan hanya memiliki pengaruh insting (nafsu) namun pada
manusia terdapat sosial insting atau insting keagamaan dimana tidak dimiliki
oleh hewan. Dapat dikatakan bahwa manusia memiliki ruh yang dinamakan
ruh idhafi dimana tidak dimiliki oleh hewan ataupun tumbuhan.
2
Siti Khasinah,”Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat,” Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA, Februari 2013, Vol. XIII, No. 2, hlm. 302-305.
³Islami, Op. Cit., hlm. 51.
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia padah hakikat terdiri atas jiwa (ruh) dan raga (jasad). Hakikat
manusia diantaranya: pertama, manusia sebagai hamba Allah (Abd Allah)
sebagai hamba Allah. Kedua, manusia sebagai al- Nas. Ketiga, manusia
sebagai khalifah Allah. Keempat, manusia sebagai Bani Adam. Kelima,
manusia sebagai al-Insan. Keenam, manusia sebagai makhluk biologis (al-
Basyar). Hakikat ruh adalah sesuatu yang memberikan kekuatan pada tubuh
makhluk hidup sehari-hari. Hakikat ruh menurut Al-Qur’an diantaranya:
pertama, ruh memiliki arti ciptaan Allah Swt. Kedua, menunjukkan kepada
malaikat dan wahyu. Ketiga, Ruh bisa berarti kekuatan, keteguhan,
pertolongan yang diberikan Allah kepada hamba-hamba yang beriman.
Hakikat ruh menurut hadis terdapat tahadapan dari penciptaan, kehidupaan
dunia, setelah kematian. Ruh menurut Ibn Sina yaitu dipandang sebagai suatu
yang mempunya awal dan tidak mempunya akhir, sedangkan menurut Imam
al-Ghazali dan para ahli hakikat, ulama-ulama kalam serta kebanyakan kaum
sufi dan kaum filosof menyatakan ruh adalah esensi yang murni bukan jisim
dan tidak memiliki sifat jisim. Daya-daya ruhani diantaranya al-nafs, al-aql, al-
qolb,al-ruh, dan as-sirr. Al-nafs dibagi atas al-nafs al-mutma’innah, al-nafs al-
lawwamah, dan al-nafs al-ammarah bi al-su. Al-aql diartikan sebagai
pengetahuan tentang hakikat suatu sifat dari ilmu yang bertempat di hati. Di
dalam Qalbu ada berbagai kekuatan dan penyakit, seperti iman, cinta, dengki,
keberanian, kemarahan, kesombongan, kedamaian, kekufuran dan sebagainya.
Al-Ruh memiliki 2 makna; pertama, suatu yang sangat halus yang berasal dari
hati jasmani. Kedua, makna al-Lathifah yang berpotensi untuk mengenal dan
mengetahui pembahasan salah satu makna “Hati”. Sedangkan Al- sir
merupakan bagian hati yang paling halus dan rahasia.
DAFTAR PUSTAKA
https://dalamislam.com/info-islami/hakikat-manusia-menurut-islam
MAKALAH
“HAKIKAT MANUSIA DAN DAYA-DAYA RUHANI”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
PendidikanAkhlak
Dosen pengampu : Dr. Khalimi, M.Ag
Disusun Oleh :