Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

“KONSEP MANUSIA MENURUT AL-QUR’AN DAN HADITS”

DOSEN PENGAMPU:
YULIZAR BILA, M.Ed

DI SUSUN OLEH:
ABDUL GAFUR 20086001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN


REKREASI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN OLAHRAGA
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang KONSEP MANUSIA MENURUT ALQUR’AN DAN HADITS. Terlepas
dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan Tuhan, sebagai
khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk semi-samawi dan semi duniawi,
yang di dalam dirinya ditanamkan sifat-sifat: mengakui Tuhan, bebas, terpercaya,
rasa tanggung jawab terhadap dirinya maupun alam semesta; serta karunia
keunggulan atas alam semesta, langit dan bumi. Manusia diberi kecenderungan jiwa
ke arah kebaikan maupun kejahatan. Untuk menjadi manusia yang berkualitas maka
seseorang harus memiliki kepribadian yang utuh (integrated personality),
kepribadian yang sehat (healthy personality), kepribadian yang normal (normal
personality) dan kepribadian yang produktif (productive personality), dan memiliki
etos kerja yang tinggi. Jika etos kerja dimaknai dengan semangat kerja, maka etos
kerja seorang Muslim bersumber dari visinya, yaitu: meraih hasanah fi dunya dan
hasanah fi al-akhirah. Jika etos kerja dipahami sebagai etika kerja, maka wujudnya
bisa menjadi sekumpulan karakter, sikap, mentalitas kerja. Oleh karena itu dalam
bekerja, seorang Muslim senantiasa menunjukkan kesungguhan. Tulisan ini
merupakan salah satu upaya memberikan pencerahan mengenai manusia berkualitas
dengan menggunakan sudut pandang al-Qur’an. Allah menciptakan manusia dari
unsur tanah. Dalam salah satu hadist disebutkan “Sesungguhnya Allah menciptakan
Adam dari gumpalan tanah yang diambil dari seluruh tempat yang ada di bumi”.
Jika Allah menghendaki bisa saja manusia diciptakan dari unsur yang lain.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu konsep manusia menurut al-qur’an dan hadits?
2. Bagaimana konsep manusia menurut al-qur’an dan hadits?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu konsep manusia menurut al-quran dan hadits
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep manusia mneurut al-quran dan hadits
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP MANUSIA MENURUT AL-QUR’AN


Dalam al-Qur’an, ada tiga kata yang sering digunakan untuk menunjukkan arti
kata manusia, yaitu insa>n, basyar dan Bani Adam. Kata insa>n dalam al-Qur’an
dipakai untuk manusia yang tunggal sedangkan untuk jamaknya dipakai kata an-
na>s, una>si, insiyya, ana>si. Adapun kata basyar dipakai untuk tunggal dan jamak.
Pemakaian kata insan ketika berbicara mengenai manusia menunjuk suatu pengertian
adanya kaitan dengan sikap, yang lahir dari adanya kesadaran penalaran1. Kata insan
juga digunakan al-Qur’an untuk merujuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya,
baik jiwa maupun raga. Manusia berbeda antara seseorang dengan yang lain adalah
akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan2.
Kata insan jika dilihat dari asal katanya nasiya yang artinya lupa, menunjuk
adanya kaitan dengan kesadaran diri. Untuk itu, apabila manusia lupa terhadap sesuatu
hal, disebabkan karena kehilangan kesadaran terhadap hal tersebut. Maka dalam
kehidupan agama, jika seseorang lupa sesuatu kewajiban yang seharusnya
dilakukannya, maka ia tidak berdosa, karena ia kehilangan kesadaran terhadap
kewajiban itu. Tetapi hal ini berbeda dengan seseorang yang sengaja lupa terhadap
sesuatu kewajiban. Sedangkan kata insan untuk penyebutan manusia yang terambil dari
akar kata al-uns atau anisa yang berarti jinak dan harmonis, karena manusia pada
dasarnya dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungannya. Manusia
mempunyai kemampuan adaptasi yang cukup tinggi, untuk dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan sosial maupun
alamiah. Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan sebagai makhluk yang
berbudaya, ia tidak liar baik secara sosial maupun alamiah.
Kata basyar dipakai untuk menyebut semua manusia baik laki-laki maupun
perempuan, baik satu ataupun banyak. Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah
yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, berbeda
dengan kulit binatang yang lain. Al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali
dalam bentuk tunggal (mufrad) dan sekali dalam bentuk dual (mutsanna) untuk
menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaannya dengan manusia
seluruhnya.
Karena itu Nabi Muhammad Saw. diperintahkan untuk menyampaikan bahwa
”Aku adalah manusia (basyar) seperti kamu yang diberi wahyu” (QS. al- Kahf: 110). Di
sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata basyar
yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahapan-
tahapan sehingga mencapai tahapan kedewasaan. Firman Allah (QS. ar-Ru>m: 20)
”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya (Allah) menciptakan kamu dari tanah,
ketika kamu menjadi basyar kamu bertebaran.” Bertebaran di sini bisa diartikan
berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rezki4.
Penggunaan kata basyar di sini dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan
manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggungjawab. Dan karena itupula,
tugas kekhalifahan dibebankan kepada manusia (basyar), bila kita perhatikan al-Qur’an
surat al-H{ijr: 28 yang menggunakan kata basyar dan surat al-Baqarah: 30 yang
menggunakan kata khalifah, keduanya mengandung pemberitahuan Allah kepada
malaikat tentang manusia5. Dalam pembahasan lain dijelaskan bahwa manusia dalam
pengertian basyar tergantung sepenuhnya pada alam, pertumbuhan dan perkembangan
fisiknya tergantung pada apa yang dimakan. Sedangkan manusia dalam pengertian
insa>n mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang sepenuhnya tergantung pada
kebudayaan, pendidikan, penalaran, kesadaran, dan sikap hidupnya. Untuk itu,
pemakaian kedua kata insa>n dan basyar untuk menyebut manusia mempunyai
pengertian yang berbeda. Insa>n dipakai untuk menunjuk pada kualitas pemikiran dan
kesadaran, sedangkan basyar dipakai untuk menunjukkan pada dimensi alamiahnya,
yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, makan, minum dan mati.
Selain itu, al-Qur’an juga menyebutkan sifat-sifat kelemahan dari manusia.
Manusia banyak dicela, manusia dinyatakan luar biasa keji dan bodoh. Al-Qur’an
mencela manusia disebabkan kelalaian manusia akan kemanusiaannya, kesalahan
manusia dalam mempersepsi dirinya, dan kebodohan manusia dalam memanfaatkan
potensi fitrahnya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Manusia dicela karena
kebanyakan dari mereka tidak mau melihat kebelakang (al-’a>qibahj), tidak mau
memahami atau tidak mencoba untuk memahami tujuan hidup jangka panjang
sebagai makhluk yang diberi dan bersedia menerima amanah. Manusia tidak mampu
memikul amanah yang diberikan Allah kepadanya, maka manusia bisa tak lebih berarti
dibandingkan dengan setan dan binatang buas sekalipunmderajat manusia
direndahkan.
Firman Allah QS. al-Ah}za>b : 72, artinya :
”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatirkan menghianatinya, dan dipukullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”
Selanjutnya dalam firman Allah: QS. at-Ti>n 95 : 5-6 : ”Kemu- dian Kami
[Allah] kembalikan dia (manusia) ke kondisi paling rendah, kecuali mereka yang
beriman kepada Allah dan beramal saleh.” Selain itu al-Qur’an juga mengingat
manusia yang tidak menggunakan po- tensi hati, potensi mata, potensi telinga, untuk
melihat dan mengamati tanda-tanda kekuasaan Allah. Pernyataan ini ditegaskan dalam
firman Allah QS. al-A’ra>f: 179 sebagai berikut :
”Sesungguhnya Kami Jadikan untuk [isi neraka Jahanam] kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami
[ayat-ayat Allah] dan mereka mempunyai mata [tetapi] tidak dipergunakan untuk
melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga [tetapi] tidak
dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Dari penjabaran tentang konsep manusia berdasarkan al- Qur’an dan pendapat
para ulama di atas dapat ditarik benang merahnya bahwa pada dasarnya manusia telah
diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling canggih, bila ia mampu menggunakan
seluruh potensi yang dimilikinya dengan baik, dengan kata lain mengaktualisasikan
potensi iman kepada Allah, menguasai ilmu pengetahuan, dan melakukan aktivitas
amal saleh, maka manusia akan menjadi makhluk yang paling mulia dan makhluk yang
berkualitas di muka bumi ini. Namun bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka derajat
manusia itu akan jatuh sampai tingkatan yang lebih hina dari hewan sekalipun.
B. KONSEP MANUSIA MENURUT HADITS
Allah menciptakan manusia dari unsur tanah. Dalam salah satu hadist disebutkan
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari gumpalan tanah yang diambil dari
seluruh tempat yang ada di bumi”. Jika Allah menghendaki bisa saja manusia
diciptakan dari unsur yang lain. Tentu sangatlah mudah bagi Allah. Bisa saja diciptakan
manusia dari unsur cahaya seperti malaikat atau dari api seperti bangsa iblis atau dari
unsur lain seperti emas, perak, tembaga atau dari bahan plastik biar sangat lentur dan
panjang umur seribu tahun atau bisa saja dari unsur yang belum pernah kita tahu
manusia, tentu Allah yang maha kuasa sangat mampu. Tetapi justru manusia
diciptakan dari tanah yang kita pijak setiap saat. Menurut pemahaman keislaman kita
tidaklah mungkin Allah ciptakan manusia berasal dari unsur tanah tanpa maksud dan
rahasia tertentu, luar biasanya Allah menyebut penciptaan ini adalah sebaik-baik
ciptaan (Al Quran surat at-Tin : 4).
Hadis yang disebutkan di atas sinkron dengan temuan penelitian bahwa unsur-
unsur yang terdapat pada tubuh manusia juga terdapat di dalam tanah. Tubuh manusia
terdiri atas air (kadarnya antara 54-70%), lemak (14-26%), protein (11-17%),
karbohidrat (10%), dan unsur-unsur anorganik (5-6%). Jika kandungan itu diurai ke
dalam unsur-unsur dasarnya maka akan didapat hasil bahwa tubuh manusia terdiri atas
oksigen (65%), karbon (18%), hydrogen (10%), nitrogen (3%), kalsium (1,40%), fosfor
(0,70%), sulfur (0,20%), potassium (0,18%), sodium (0,10%), klor (0,10%),
magnesium (0,054%), dan beberapa unsur lain (0,014%), seperti yodium, fluor, brom,
besi, tembaga, mangan, seng, krom, kobalt, nikel, molihdenum, vanadium, silicon, dan
aluminium. Unsur-unsur kimia yang dikandung tanah tidak berbeda dengan unsur-
unsur kimia yang terdapat pada tubuh manusia. Sesuai dengan teks Al-Quran surah al
Mukminun ayat 12 menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari sari pati tanah (Al
Quran surah almukminun: 12).
Tubuh manusia secara jasmaniah oleh Quran sendiri dikatakan lemah (Quran
surat an-Nisa ayat 28) terbukti bahwa tubuh yang terbungkus oleh daging sangat rentan
kepada alam sekitarnya, mudah sakit, kotor, sesudah mati mudah sekali membusuk.
Patut direnungkan bahwa selama 34 kali di dalam sholat wajib sehari semalam
kepala bagian tubuh paling mulia di tubuh manusia harus “menyungkurkan diri”
dengan bersujud ke atas tanah tempat asal muasal kejadiannya, belum termasuk sholat-
sholat sunnah. Semua ini pasti mengandung pelajaran untuk kemaslahatan manusia itu
sendiri.
Pasti ada rahasia tertentu mengapa ibadah yang diberikan kepada manusia lebih
banyak gerakan meletakkan kepala yang dimuliakan kepada tanah yang menjadi asal
usul kejadiannya tempatnya berpijak kemanapun. Jawaban yang sering kita dengan
adalah sebagai perwujudan kehambaan kita kepada sang Khalik. Tetapi secara hakiki
semua ibadah apapun Allah tidak memerlukannya karena Allah maha sempurna dan
tidak bergantung kepada apapun termasuk sujudnya manusia. Jadi sebenarnya pelajaran
yang terbaik dari sujud itu sendiri adalah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri.
Kalau kita feedback bahwa ketika manusia diciptakan malaikat sedikit “protes”
kepada Allah taala sementara iblis bukan hanya protes tapi membangkang tidak mau
sujud kepada manusia meski dia harus terdepak dari surga akibat kesombongan dan
keangkuhannya atau sikap takabbur dalam bahasa syariat. Perbuatan iblis hanya karena
kesombongan asal kejadiannya yg terbuat dari api. Tetapi benarkah iblis paling
sombong dan paling dholim. Jawabannya tentu tidak. Sesombong sombongnya iblis
tidak ada yang sampai memaklumatkan dirinya sebagai tuhan seperti Raja Firaun, sifat
sombong karena kekayaannya seperti Qarun. Iblis hanya tergelincir menjadi durhaka
karena sombong pada asal kejadiannya yang dianggapnya lebih mulia dari pada
manusia.
Rahasia sesungguhnya penciptaan manusia dari tanah, tempat kematian ke tanah,
sujudpun ke tanah, sesungguhnya memang Allah yang maha tahu Tetapi dari ayat
ayatNya dapat diketahui bahwa manusia punya watak untuk menyombongkan diri yang
luar biasa, semua menjadi bahan kesombongan, sombong karena harta, keturunan,
pangkat jabatan dan sering berlaku dholim atau melampaui batas. Jika kebaikan yang
diperolehnya manusia sangat bakhil dan jika keburukan yang didapat manusia selalu
berkeluh kesah.
Tabiat kesombongan dan keangkuhan manusia telah ada sejak ketika Allah
menawarkan kepada semua makhluk yang ada untuk memegang amanah menjalankan
syariat namun tidak satupun yg sanggup memegang amanah ini, kecuali manusia.
Bumi, langit, gunung-gunung semua tak sanggup mengemban amanah kholifah fil ardh,
sebagaimana firman Allah surah al Ahzab 72 “ sesungguhnya kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya
enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu dholim dan amat
bodoh”.
Potensi kesombongan yang bernaung di dalam diri manusia tersebut sejalan
dengan hakikat diri manusia yang tercipta dari tanah, perintah untuk bersujud ke tanah
dan jika mati dikembalikan ke tanah agar manusia senantiasa sadar dia tercipta dari
tanah dan sari pati tanah yang hina. Dengan begitu potensi tersebut tidak berkembang
menjadi jadi. Itu juga belum cukup menyelamatkan manusia dari sikap
kesombongannya kecuali senantiasa memohon perlindungan dan hidayah Allah.
Dalam salah satu hadist qudsi disebutkan “Allah berfirman sifat sombong itu
selendangKu dan keagungan itu pakaianKu. Barangsiapa menentangKu dari keduanya
maka Aku akan masukkan ia ke neraka jahannam (HR. Muslim, Abu Dawud dan
Ahmad). Dari hadist tersebut dapat dipahami demikian sangat benci dan murkanya
Allah kepada sifat sombong yang ada pada diri manusia. Oleh karena itu sangat
korelatif sekali antara potensi kesombongan manusia dan hakikat penciptaan manusia
dari tanah, sujud ke tanah dan kembali ke tanah agar manusia bisa dapat meredam
potensi kesombongan tadi selamanya. Utamanya di saat bulan Ramadhan karena
kwantitas mensujudkan diri kepada tanah tempat asal muasalnya diciptakan lebih di
banding bulan-bulan yang lain.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kata insan jika dilihat dari asal katanya nasiya yang artinya lupa, menunjuk
adanya kaitan dengan kesadaran diri. Untuk itu, apabila manusia lupa terhadap
sesuatu hal, disebabkan karena kehilangan kesadaran terhadap hal tersebut. Maka
dalam kehidupan agama, jika seseorang lupa sesuatu kewajiban yang seharusnya
dilakukannya, maka ia tidak berdosa, karena ia kehilangan kesadaran terhadap
kewajiban itu.

B. SARAN
Demikian materi yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan kekurangannya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami berharap para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi
kesempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan kesempatan
berikutnya semoga makalah ini bisa berguna khususnya bagi saya sendiri dan para
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Afzalurrahman., Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, Bandung: Mizan, 2000.
Ancok, D., Membangun Kompotensi Manusia Dalam Milenium Ke Tiga, Psikologika, Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Fakultas Psikologi UII, Yogyakarta, 1998.
An-Nahlawi, A., Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta:
Gema Insani Press, 1995.

Asy’arie, Musa., Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an, Lembaga Studi Filsafat
Islam, 1992.

Anda mungkin juga menyukai