Anda di halaman 1dari 6

Nama : Minda Surelvi

Nim : 21060155
Prodi : Ekonomi Pembangunan
Matkul : Pendidikan Agama

1. Jelaskan apa itu


a. An-nas
Konsep an-Nas mengacu pada manusia sebagi makhluk sosial. Manusia
dalam arti al-nas paling banyak disebut al-Quran yaitu sebanyak 240 kali. Salah
satunya adalah :

‫ارفُوا‬ ُ ‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِّمن َذ َك ٍر َوُأنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬
َ ‫ش ُعوبا ً َوقَبَاِئ َل لِتَ َع‬ ُ َّ‫يَا َأيُّ َها الن‬

“Wahai manusia sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal”. (Q.S.al-Hujurat : 13)

b. Al- insan
Kata al-insan disebut sebanyak 65 kali dalam al-Quran. Hampir semua ayat
yang menyebut manusia dengan kata insan, konteksnya selalu menampilkan manusia
sebagai makhluk istimewa, secara moral maupun spiritual. Keistimewaan  itu tidak
dimiliki oleh makhluk lain. Jalaludin Rahmat memberi penjabaran al-insan secara luas
pada tiga kategori. Pertama, al-insan dihubungkan dengan keistimewaan manusia
sebagai khalifah dan pemikul amanah. Kedua, al-insan dikaitkan
dengan predisposisi negatif yang inheren dan laten pada diri manusia. Ketiga, al-
insan disebut dalam hubungannya dengan proses penciptaan manusia. Kecuali
kategori ketiga, semua konteks al-insan menunjuk pada sifat-sifat psikologis atau
spiritual

c. Bani adam
Manusia disebut sebagai Bani Adam untuk merujuk asal-usulnya sebagai
keturunan Nabi Adam AS. Dalam konteks, dari mana seorang manusia berasal, untuk
apa dia hidup, dan kemana dia akan kembali. Penggunaan istilah Bani Adam
menunjukkan bahwa manusia bukan hasil dari evolusi makhluk anthropus (sejenis
kera). Manusia dalam pandangan Al-Quran bukan makhluk anthropomorfisme, yaitu
makhluk penjasadan sifat-sifat Tuhan.
Alquran menggambarkan manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki
sesuatu yang agung di dalam dirinya. Di samping itu manusia dianugerahi akal yang
dapat membedakan nilai baik dan buruk, sehingga membawa ia pada kualitas tertinggi
sebagai makhluk yang bertakwa. Al-Quran memandang manusia sebagai makhluk
yang suci dan mulia, bukan sebagai makhluk yang kotor dan penuh dengan dosa,
sebagaimana pandangan mereka bahwa nabi Adam dan Hawa yang diturunkan dari
surga karena melanggar larangan Allah merupakan asal mula hakikat manusia sebagai
pembawa dosa bawaan (turunan).
Alquran memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi, yang sedang dalaam
perjalanan menuju kehidupan spiritual yang suci dan abadi di akhirat kelak, meskipun
ia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa ketika melakukan
kesalahan di dalam kehidupan dunia

d. Al-basyar
Kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan
sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya nampak jelas, dan berbeda
dengan kulit makhluk lain yang tertutupi bulu. Dengan demikian istilah basyar
merupakan gambaran manusia secara materi yang dapat dilihat, memakan sesuatu,
berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia dalam
pengertian ini disebutkan di dalam Alquran sebanyak 35 kali dalam berbagai surat.
Diantaranya terdapat dalam surat Al-Anbiyaa: 2-3, Al-Kahfi: 110, Ibrahim: 10, Hud:
26, Al-Mukminuun: 24 dan 33, As-Syu’araa: 93, Yassin: 15, Al-Isra: 93, dan lain-
lain.
Basyar adalah makhluk yang sekedar ada (being). Singkatnya, basyar adalah
manusia dalam arti fisis-biologis. Manusia dilihat sudut fisik tidaklah jauh berbeda
dengan hewan. Manusia bisa makan, minum, tidur, sakit dan mati. Begitu pula hewan.
Bahkan, bila manusia dan hewan dibandingkan dari segi perbuatan nistanya, maka
manusia bisa lebih jahat dan kejam)
2. Perbedaan
1. Basyar
Basyar dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26
surat. [1] Secara etimologi Basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang
menjadi tempat tumbuhnya rambut.
Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi
manusia adalah pada kulitnya. [2] Pada aspek ini terlihat perbedaan umum biologis
manusia dengan hewan yang lebih didominasi oleh bulu atau rambut. Makna
etimologis dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala
sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum kebahagiaan dan
sebagainya.

2. Insan
Kata Insan yang berasal dari kata al-Uns dinyatakan dalam al-Qur’an
sebanyak 65 kali dan tersebar dalam 43 surat. Insan dapat diartikan secara etimologis
adalah harmonis, lemah lembut, tampak atau pelupa.
Kata insan digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia
dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raganya. Kata ini dinyatakan dalam al-Qur’an
sebanyak 73 kali. Di antaranya terdapat dalam surat an-Nisa’ ayat 28.

3. An-Nas
An-Nas dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 241 kali dan tersebar dalam 55
surat. Dalam al-Qur’an keterangan yang jelas menunjukkan pada jenis keturunan nabi
Adam as. kata an-Nas menunjuk manusia sebagai makhluk social dan kebanyakan
digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang sering melakukan mafsadah.

4. Bani Adam
Bani Adam di sebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 9 kali. Di antaranya pada
surat Yasin ayat 60. Adam di dalam al-Qur’an mempunyai pengertian manusia
dengan keturunannya yang mengandung pengertian basyar, insan dan an-nas.
Kata Bani Adam lebih ditekankan pada aspek amaliah manusia, sekaligus
pemberi arah ke mana dan dalam bentuk apa aktivitas itu dilakukan.
e. Orientasi

1. BASYAR. Berasal dari kata [b] [sy] [r] yang artinya manusia. Biasa disebut human
being, manusia yang (sekedar) ada. Dalam bahasa arab, manusia yang diistilahkan
dengan kata ini berarti manusia biasa, tidak memiliki ‘kesaktian’ apapun. Ia
cenderung diam dan menerima apa adanya. Kehadirannya tidak membawa angin
perubahan apapun. Kata Nabi, ia bukan tipe ideal, sebab tidak mampu membawa
manfaat bagi orang lain. Wujuduhu ka adamihi, keberadaannya tidak berefek.
Dalam Al-quran, kata ini digunakan untuk menceritakan sesuatu yang datar
dan biasa-biasa saja. “Qul innama ana basyarun..”, ungkapan ini menyiratkan bahwa
Nabi adalah manusia biasa. Bedanya hanya ia diberikan wahyu. Kata ini lebih
merujuk pada manusia biasa yang diliputi unsur-unsur hewani, semisal kenyang,
lapar, kantuk, dll.

2. INSAN. Sepintas kata ini maknanya sama dengan basyar, [i] [n] [s] artinya
manusia. Namun, hakikatnya berbeda. Insan adalah makhluk yang menjadi, yang
selalu berproses (human becoming). Jika basyar bersifat statis, insan memiliki
karakter bergerak dinamis menuju arah kesempurnaan. Berarti, insan adalah menjadi
bukan sekedar ada. Keberadaannya akan membawa manfaat bagi orang lain. Menjadi
(becoming) adalah proses bergerak, maju, mencari kesempurnaan, dan merindukan
keadilan.
Tipe ini (insan) adalah tipe manusia ideal. Kata insan mengandung makna
‘spirit ketuhanan’, karena ia adalah manusia yang bercita-cita agung. Dalam kitab
Mantiq (logika) disebutkan, al-insan huwa hayawan al-natiq, manusia adalah binatang
yang berfikir. Ingat, yang dipakai adalah istilah insan bukan basyar.

3. Al-NAS. Kata ini merujuk pada arti manusia secara luas, bukan sekedar individu.
Biasa diterjemahkan dalam bahasa Inggris, people, yang berarti rakyat. Dalam
konteks sosiologis, kata ini berarti rakyat umum tanpa memandang perbedaan status
sosial. Karena itu, kata basyar dan insan adalah kata yang merujuk pada kata al–nas.
Tuhan menyebut dirinya sebagai rabbi al-nas (yang mengatur manusia), rabbi al-
basyar atau al-insan. Mengapa? Sebab term ini lebih bersifat general dan tidak
memihak. Bagi pegiat gerakan sosial, kata ini diletakkan sebagai faktor utama dalam
transformasi (perubahan) sosial, dan sering disandingkan dengan kata ummah, yang
berarti bangsa (nation) atau masyarakat (community)

4. BANI ADAM, dapat dipahami bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki
kelebihan dan keistimewaan dari makhluk lainnya. Keistimewaan itu meliputi fitrah
keagamaan, peradaban dan kemampuan memanfaatkan alam. Dengan kata lain,
bahwa manusia adalah makhluk yang berada dalam relasi dengan Tuhan (habl
minallah) dan relasi dengan sesama manusia (habl minannas) dan relasi dengan alam
semesta (hablminal ‘alam) (Baharuddin, 2007: 90). Dengan perkataan lain, bahwa
term Bani Adam untuk menunjuk kepada pengertian manusia, dapat dimaknai bahwa
manusia merupakan makhluk yang di dalam dirinya ditanamkan sifat mengakui
Tuhan dan keesaan-Nya, terpercaya (amanah), memiliki rasa tanggung jawab, juga
dibekali dengan kecenderungan ke arah kebaikan dan kejahatan (Baharuddin, 2007:
91)
Pada dirinya juga diberikan kebebasan untuk melakukan serangkaian kegiatan
dalam kehidupannya untuk memanfaatkan semua fasilitas yang ada di alam ini secara
maksimal. Namun demikian, Allah swt. memberikan garis pembatas kepada manusia
pada dua alternatif, yaitu kemuliaan atau kesesatan. Di sini terlihat kasih sayang dan
demokratisnya Allah swt. terhadap makhluknya (manusia). Hukum kausalitas tersebut
memungkinkan Allah swt. untuk meminta pertanggungjawaban pada manusia atas
semua aktivitas yang dilakukan (Nizar, : 52-53). Lebih dari itu, term Bani Adam sarat
akan muatan nilai-nilai humanis yang hakiki dalam lingkup kehidupan global
(Jalaluddin, 2001: 26).

Fungsi
 Perintah Menjalin Relasi Sosial   Contoh ayat yang menggunakan diksi an-nâs ini
adalah: ‫يرًا‬NNِ‫ ااًل َكث‬N‫ا ِر َج‬NN‫ث ِم ْنهُ َم‬ َّ َ‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوب‬َ َ‫س َوا ِح َد ٍة َو َخل‬ ٍ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬
‫انَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬NN‫ ا َم ِإ َّن هَّللا َ َك‬NN‫ ِه َواَأْلرْ َح‬NNِ‫ا َءلُونَ ب‬NN‫وا هَّللا َ الَّ ِذي ت ََس‬NNُ‫ا ًء َواتَّق‬NN‫ َونِ َس‬Artinya, “Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri
yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya
Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sungguh
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Surat An-Nisâ ayat 1). Di dalam
ayat ini, setelah lafadh an-nâs dipergunakan di depan yang disertai huruf nida’,
pada bagian tengah ayat ditunjukkan tuntunan bermuamalah dengan sesama.
Bermuamalah ini merupakan ciri dari relasi sosial.
 Perintah Ibadah  Contoh dari penggunaan diksi adalah pada: ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ا ْعبُدُوا َربَّ ُك ُم‬
َ‫ الَّ ِذي خَ لَقَ ُك ْم َوالَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬Artinya, “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang
telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertakwa”
(Surat Al-Baqarah ayat 21). Dapat dilihat pada ayat, bahwa lafal an-nâs disebut
dengan iringan perintah menyembah. Menyembah merupakan realitas dari
ibadah.
 Perintah Tunduk dan Patuh kepada Allah SWT serta Menauhidkan-Nya. Contoh
dari penggunaan diksi ini adalah sebagai berikut: ‫قل أعوذ برب الناس ملك الناس إله الناس‬
Artinya, “Katakanlah (Muhammad)! Aku berlindung kepada Tuhan manusia,
Dzat yang memiliki Manusia, Tuhan Manusia,” (Surat An-Nâs ayat 1-2)
 Tahdid (menakut-nakuti)  Ayat yang diawali dengan huruf nida’ dan an-nâs
umumnya adalah ayat-ayat yang masuk kelompok Makkiyah. Contoh dari
penerapan fungsi ini adalah penggunaan diksi an-nâs di dalam Surat At-Tahrîm
ayat 6. ‫دَا ٌد اَّل‬N‫ا َم ٰلِٓئ َکۃٌ ِغاَل ظٌ ِش‬NNَ‫ ا َرۃُ َعلَ ۡیہ‬N‫ا النَّاسُ َو ۡال ِح َج‬NNَ‫ارًا َّو قُ ۡو ُدہ‬NNَ‫ٰۤیا َ ُّیہَا الَّ ِذ ۡینَ ٰا َمنُ ۡوا قُ ۡۤوا اَ ۡنفُ َس ُکمۡ َو اَ ۡہلِ ۡی ُکمۡ ن‬
‫ايؤمرون‬NN‫ونَ َم‬NN ۤ ‫ ۡونَ ہّٰللا َ َم‬NN‫ص‬
ۡ ُ‫ َرہُمۡ َو یَ ۡف َعل‬NN‫ا اَ َم‬NN ُ ‫ یَ ۡع‬Artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Surat At-Tahrîm ayat 6). Walhasil
penyebutan diksi an-nâs di dalam Al-Qur’an seolah menunjuk pada empat fungsi.

Anda mungkin juga menyukai