Disusun oleh:
Aldi Firmandhani
Adinda Nabilla Rahmawati
A’fiya Zalfaa Gefira
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..........................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................2
2.1 Nama-nama Manusia dalam Al-Quran..........................................................................................2
2.2 Proses Penciptaan Manusia..........................................................................................................4
2.3 Tujuan Penciptaan Manusia..........................................................................................................4
2.4 Kedudukan Manusia.....................................................................................................................7
2.5 Alam Kehidupan Manusia.............................................................................................................8
2.6 Karakter Manusia.......................................................................................................................11
2.7 Potensi Manusia.........................................................................................................................13
2.8 Kebutuhan Manusia terhadap Agama Islam...............................................................................15
2.9 Tanggung jawab Manusia dalam Ajaran Agama Islam................................................................16
BAB III...................................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum, Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial, yang merupakan
manusia tidak dapat berdiri sendiri yang membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Menurut agama Islam manusia diartikan sebagai makhluk Allah SWT yang memiliki
banyak potensi, meliputi: potensi jasmani (fisik), ruhani (spiritual), dan akal (mind). Manusia
diberi kebebasan untuk menentukan takdirnya, semua itu tergantung dari bagaimana mereka
memanfaatkannya potensi yang dimiliki dalam dirinya. Dalam Al-Quran menyebutkan bahwa
proses penciptaan manusia itu ada dua macam yang berbeda, yaitu: pertama, di atas semua benda
padat yang diciptakan dari saripati tanah, kedua, benda cair yang terjadi melalui proses biologis.
Kedudukan manusia didalam agama Islam itu adalah sama kedudukannya yang membuat
berbeda adalah hanya ketaqwaan masing-masing kepada Allah SWT, dan manusia diciptakan
oleh Allah SWT dalam bentuk yang sempurna, serta manusia diajarkan untuk saling
menghormati antara sesama dan beribadah hanya kepada Allah SWT.
iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Al Basyar
Al-Basyar adalah gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu,
berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Manusia dalam pengertian ini
terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak sekitar 35 kali di berbagai surah.
Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang bermakna
penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan
sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta
persamaannya dengan manusia seluruhnya. Dengan demikian, kata basyar dalam Al-Qur’an
menunjuk pada dimensi material manusia yang suka makan, minum, tidur, dan jalan-jalan. Dari
makna ini lantas lahir makna-makna lain yang lebih memperkaya definisi manusia. Dari akar
kata basyar lahir makna bahwa proses penciptaan manusia terjadi secara bertahap sehingga
mencapai tahap kedewasaan.
Allah berfirman :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian
tiba-tiba kamu (menjadi) manusia (basyar) yang berkembang biak.” (Q.S. ar-Rum [30]: 20)
Selain itu, kata basyar juga dikaitkan dengan kedewasaan manusia yang menjadikannya mampu
memikul tanggung jawab. Akibat kemampuan mengemban tanggung jawab inilah, maka pantas
tugas kekhalifahan dibebankan kepada manusia.
2.1.2 Al Insaan
v
Kata al-ins atau al-insan disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, kata al-ins senantiasa
dipertentangkan dengan al-jinn (jin), yakni sejenis makhluk halus yang tidak bersifat materi yang
hidup diluar alam manusia, dan tidak tunduk kepada hukum alam kehidupan manusia
sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an sebagai makhluk diciptakan dari api.
Kata al-insan bukan berarti basyar dan bukan juga dalam pengertian al-ins. Dalam
pemakaian Al-Qur’an, mengandung pengertian makhluk mukallaf (yang dibebani tanggung
jawab) mengemban amanah Allah untuk menjadi khalifah dalam rangka memakmurkan bumi.
Al-insan sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Alaq adalah mengandung pengertian sebagai
makhluk yang diciptakan dari segumpal darah, makhluk yang mulia sebab memiliki ilmu, dan
makhluk yang melampaui batas karena telah merasa puas dengan apa yang ia miliki.
Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia
untuk berkreasi dan berinovasi (Jalaluddin, 2003: 23). Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya,
manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian,
ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu
merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat
menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.
Sementara itu, kata insan terambil dari kata ins yang berarti jinak, harmonis, dan tampak.
Musa Asy’arie menambahkan bahwa kata insan berasal dari tiga kata: anasa yang berarti melihat,
meminta izin, dan mengetahui ;nasiya yang berarti lupa; dan al-uns yang berarti jinak. Menurut
M. Quraish Shihab, makna jinak, harmonis, dan tampak lebih tepat daripada pendapat yang
mengatakan bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa) dan kata naasa-yanuusu
(berguncang). Dalam Al-Qur’an, kata insaan disebut sebanyak 65 kali. Kata insaan digunakan
Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Bahkan,
lebih jauh Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insaan inilah yang membawa manusia
sampai pada derajat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka bumi, menerima beban
takliif dan amanat kekuasaan.
2.1.3 An Nas
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai
makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24). Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus
vi
mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh
sendiri-sendiri Karena manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain di sekitarnya.
Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan
wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya
pengakuan terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara
dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam
konsep an-naas.
“(12) Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. (13) Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). (14) Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”
Dalam ayat di atas, ada beberapa proses penciptaan manusia yang dijelaskan
sebagaimana ayat di atas, yaitu :
Sulalah min thin (Saripati Tanah), Saripati tanah yang dimaksud adalah suatu zat yang
berasal dari bahan makanan (baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari tanah,
yang kemudian dicerna menjadi darah, kemudian diproses hingga akhirnya menjadi
sperma.
Nuthfah (Air Mani), Makna asal kata ‘nuthfah’ dalam bahasa Arab berarti setetes yang
dapat membasahi. Dalam tafsir Al Misbah, yang dimaksud dengan nuthfah adalah
pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria yang mengandung sekitar dua
ratus juta benih manusia, tetapi yang berhasil bertemu dengan ovum wanita hanya satu.
vii
2.3 Tujuan Penciptaan Manusia
Pada dasarnya Islam memandang manusia dan kemanusiaan secara positif. Menurut
Islam manusia berasal dari satu asal yaitu dari Adam dan Hawa. Di samping itu manusia dibekali
dengan ilmu dan akal serta kemauan, dengan demikian dia punya kapasitas sebagai khalifah
Allah di muka bumi. Maka dari itu semua ciptaan Allah di langit dan bumi adalah untuk
manusia. setelah Allah menciptakan manusia pertama dari tanah selanjutnya Dia menciptakan
manusia setelah Adam dari saripati tanah, lalu berubah menjadi air mani yang disimpan di rahim,
lalu air mani berubah menjadi segumpal daging, terus menjadi tulang-belulang, lalu tulang
belulang itu dibungkus dengan daging, akhirnya Allah menjadikannya sebagai makhluk.
Dalam ayat 37-39 surat al-Qiyamah, Allah menegaskan bahwa Dia menciptakan manusia
dari tanah dan dari air mani yang hina, kemudian meniupkan roh ke dalam tubuh manusia, lantas
menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati. Tujuan penciptaan manusia tentu bukan sebuah
kesia-siaan. Sebagai makhluk yang diciptakan paling sempurna dibanding makhluk lain, sudah
semestinya manusia mengetahui tujuan penciptaan manusia yang diharapkan membuat manusia
jadi jauh lebih bisa bersyukur.
Ayat 30 dari surat al-Baqarah adalah informasi bagi para malaikat bahwa Allah
menciptakan khalifah (Adam dan keturunannya) di muka bumi. Manusia diberi derajat tinggi
untuk mengatur, mengelola dan mengolah semua potensi yang ada dimuka bumi.
Tujuan penciptaan manusia sebagai khalifah juga tertuang dalam QS. al-An’am ayat 165 yang
berbunyi: ”Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
viii
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Telah dijelaskan dalam QS.Adz Dzariyat: 56, Allah berfirman Dia menciptakan manusia
dan jin semata-mata agar mereka beribadah kepada-Nya. Allah menciptakan manusia bukan
ix
hanya untuk sekedar tidur, bekerja, makan maupun minum melainkan untuk melengkapi bumi ini
dan beribadah kepada-Nya.
Menurut tafsir Ibnu Qoyyim Al Jauziyah: "bahwa tujuan Allah menciptakan kita manusia
serta jin dan makhluk lainnya di bumi ini adalah untuk beribadah kepada-Nya. Allah tidak
mungkin menciptakan makhluk begitu saja tanpa pelarangan atau perintah" .
Setiap manusia mengetahui bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah dan terdapat
kekuatan besar di atas segala-galanya. Kekuatan supranatural yang dirasakan setiap manusia
adalah kekuatan Allah sang pemilik kerajaan langit dan bumi. Manusia yang tidak memiliki
pemahaman tentang kekuatan tersebut, akan mengasumsikan Tuhan sebagai benda-benda yang
memiliki kekuatan gaib, sehingga muncullah keyakinan-keyakinan di luar ajaran yang telah
diajarkan Allah melalui para nabi.
Namun, pada hakikatnya semua manusia percaya bahwa pemilik kekuasaan yang
Mahatinggi adalah wujud (ada). Hal tersebut disebabkan karena manusia merupakan makhluk
beragama. Allah telah memberikan potensi beragama kepada setiap manusia yang lahir ke dunia
dalam wujud kesaksiannya kepada Allah ketika berada di alam roh.
x
Manusia memiliki kedudukan di bumi sebagai khalifah dijelaskan dalam Surah Al-
Baqarah ayat 30 yang berarti "Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Istilah
khalifah, dalam bentuk mufrad (tunggal) dapat diartikan sebagai penguasa politik, yaitu hanya
ditujukan kepada nabi-nabi. Adapun untuk manusia menggunakan istilah khalaif yang berarti
penguasa yang lebih luas daripada penguasa politik.
Hubungan manusia dengan alam semesta, bukan merupakan hubungan antara penakhluk
dan yang ditakhluk atau hubungan hamba dan tuan, melainkan hubungan partner dalam
ketundukan kepada Allah. Kemampuan manusia mengelola dan memakmurkan bumi, bukan
semata kekuatan manusia, melainkan Allah telah menundukkan alam semesta untuk manusia,
sehingga manusia dapat memanfaatkan apa yang ada dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu, perlunya sikap moral dan etika dalam melaksanakan fungsi
kekhalifahannya di muka bumi. Pada dasarnya, kekuasaan manusia tidaklah bersifat mutlak,
sebab kekuasannya dibatasi oleh kekuasaan Allah, sehingga seorang khalifah tidak boleh
melawan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah.
xi
Allah sediakan. Ketika Allah akan membawa ruh ini untuk masuk kedalam jasad manusia, Allah
bertanya kepada setiap ruh dengan pertanyaan yang sama “Alastu bi robbikum.?” (Apakah kalian
bersaksi, bahwa akulah tuhan kalian.?) qolu “bala, syahidna.?” (yaaa tuhanku, kami bersaksi
bahwa engkau adalah tuhan kami). Setelah mereka melakukan sumpah pengakuan bahwa Allah
adalah tuhan mereka, barulah Allah masukkan ruh tersebut ke dalam jasad yang telah Allah
tentukan. Di alam ruh ini, manusia seluruhnya sama, tidak ada yang lebih baik dari siapapun,
tidak ada perbedaan tinggi badan, warna kulit dan sebagainya.
Proses yang berjalan selama kurang lebih 120 hari atau sekitar 3 bulan, barulah Allah
utus seorang malaikat untuk meniupkan ruh kedalam jasad manusia. Bayi yang telah ditiupkan
nyawa ke dalam jasadnya dan telah di tuliskan juga atasnamanya beberapa ketentuan takdir yang
akan membersamai hidupnya, bayi tersebut berkembang di dalam kandungan sampai berusia
kurang lebih 9 bulan 10 hari. Setelah sempurna bayi tersebut secara fisik, barulah Allah lahirkan
bayi tersebut kedalam dunia.
xii
Pikiran memiliki kemampuan untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk, sedangkan hati, ia mampu merasakan mana pilihan yang tepat dan tidak tepat untuk
dilaksanakan. Pada alam dunia ini manusia juga mendapatkan kewajiban untuk taat kepada
syariat Islam. Ketaatan secara mutlak dimiliki oleh seseorang yang mukallaf atau telah baligh.
Di fase inilah Allah telah menjelaskan kepada manusia dan jin, bahwa tujuan mereka
diciptakan adalah untuk beribadah hanya kepada Allah. Namun nyatanya tidak semua manusia
dan jin taat dan patuh kepada perintah Allah. Sebagian besar dari mereka enggan untuk
beribadah, bahkan banyak dari mereka yang menyekutukan Allah.
Di alam ini manusia akan di datangi oleh malaikat penjaga kubur, yaitu malaikat munkar
dan nakir. Beliau yang akan menanyai manusia tentang keimanan manusia kepada tuhan, rasul
dan bagaimana mereka menjalani kehidupan di dunia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak bisa
dijawab dengan akal fikiran, jawaban dari pertanyaan tersebut hanya dipunyai oleh orang-orang
yang selama hidup di dunia, mereka taat dan patuh kepada Allah dan Rasulullah.
xiii
Apa yang akan kita dapatkan di akhirat nanti bergantung kepada apa kita lakukan di
dunia, siapa yang taat dan patuh kepada perintah Allah akan berbalas kebaikan berupa surga, dan
siapa yang berbuat keburukan akan dihadiahi dengan neraka.
xiv
E. Muhsinin
Pada Q.S al-Baqarah ayat 112 menunjukkan mengenai manusia yang muhsin.
Yaitu manusia yang senantiasa melakukan perbuatan yang baik dan beribadah
kepada Allah. Manusia seperti ini selalu beribadah seakan-akan ia akan mati esok
hari karena didalam hatinya tidak ada rasa takut kepada apapun kecuali terhadap
kemurkaan Allah.
xv
bila memang tidak lupa dan pelihara akal agar tetap dalam kondisi baik dengan
tidak merusaknya.
D. Berkeluh kesah dan kikir
Mengeluh dengan yang sedikit dan lupa dengan yang banyak, mengeluh dengan
yang banyak karena melihat ada yang lebih banyak pada orang lain, begitu
seterusnya selama manusia masih hidup dan tidak memiliki rasa cukup tidak akan
berhenti dari sifat keluh kesah begitulah kebanyakan manusia. Berkeluh kesah
dikala kurang namun dikala berlebih kikir, sifat kikir dilatar belakangi karena rasa
memiliki dan mencintai terhadap harta yang amat sangat dan adanya pemikiran
bahwa harta yang dimilikinya adalah hasil kerja kerasnya semata sehingga tidak
perlu mematuhi perintah Allah untuk berbagi disamping itu bila dia harus
membagikannya maka akan mengurangi jumlah hartanya yang dimiliknya.
E. Ingkar
Anak yang diasuh, dibesarkan, dididik suatau keluarga dalam suasana
keprihatianan kemudian menuai kesuksesan sehingga tidak terasa suasana pahit
getir kehidupan dimasa prihatin dulu terkadang membuat orang bersangkutan lupa
pada orang tua yang telah berjuang menjadikannya sukses seperti
sekarang karena malu melihat keadaan orang tuanya. Ini hanya contoh kecil saja
betapa mudahnya manusia mengingkari nikmat yang diterimanya padahal orang
tuanya masih ada maka tidak heran bila kepada Allah yang dianggapnya perkara
yang gaib akan lebih mudah buat dirinya untuk mengingkarinya. Berbeda
kondisinya kepada atasan tempat ia bekerja lebih ditakuti dan dihormati karena
menganggap dia lah pemberi rizki untuk diri dan keluarganya.
2.7.1 Basyar
Basyar digunakan di dalam Al-Quran untuk menjelaskan bahwa, Manusia itu sebagai
makhluk yang biologis. Manusia sebagai makhluk biologis adalah manusia yang hidup dan lahir,
xvi
tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, serta memiliki ciri-ciri Manusia
tunduk terhadap Hukum Alam, Manusia terdiri dari susunan sel-sel yang membentuk suatu
jaringan yang membentuk organ dan system organ dan Manusia memiliki Kebutuhan. Dalam
firman Allah QS. Al-Baqarah 2:187 Artinya “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa
bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi dia menerima
tobatmu dan memaafkanmu.” Ayat ini menjelaskan tentang perintah untuk beri`tikaf ketika bulan
ramadhan dan jangan mempergauli istrinya ketika dalam masa I’tikaf.
2.7.2 Al-nas
Al-nas di jelaskan di dalam Al-Quran bahwa, Manusia itu sebagai makhluk sosial.
manusia disebut sebagai makhluk sosial dikarenakan Manusia saling membutuh satu sama lain,
manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain untuk menjalankan kelangsungan kehidupan, dengan
ciri-ciri manusia memiliki cipta (kemampuan untuk melakukan sesuatu), rasa (perasaan), Karsa
(tujuan). Dalam firman Allah QS. Al-Hujurat 49:13 Artinya “Wahai manusia sungguh. Kami
telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kamudian kami jadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” Menjelaskan bahwa
manusia diciptakan laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa serta bersuku-suku berguna
untuk saling mengenal satu sama lain.
2.7.4 Al-insan
Al-insan dijelaskan dalam Al-Quran bahwa manusia itu sebagai makhluk spiritual.
Manusia sebagai makhluk spiritual yaitu manusia diciptakan oleh Allah sebaik munkin, memiliki
xvii
jiwa yang sempurna dan suci untuk untuk menjadi khalifah dibumi, dengan ciri-ciri yaitu
menyembah Tuhan serta memiliki keyakinan dan kepercayaan. Dalam firman Allah QS. Al-
Dzariyat 51:56. Artinya “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-ku.” Dijelaskan bahwa manusia dan jin diciptakan oleh Allah tidak lain
hanyalah untuk menyembah kepada-Nya.
xviii
sebagai way of life, sebagai pedoman hidup yang harus diberlakukan dalam segala segi
kehidupan. Orang yang beragama dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, menguasai nafsunya
sesuai dengan ajaran agama.
ditegaskan bahwa masayarakt adalah kumpulan dari individu- individu. Masyarakat akan
baik, manakala terdiri dari pribadi- pribadi yang baik. Pribadi yang baik hanya dapat dibina
melalui ajaran agama. Oleh sebab itu orang yang beragama, walau tidak ada orang yang tahu, ia
tetap berbuat baik dan menjaga diri dari yang dilarang Tuhan, karena ia yakin bahwa ia tetap
diawasi Tuhan. Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa agama sangat berfungsi serta
memiliki kedudukan yang strategis dalam menata kehidupan manusia untuk mendapatkan
kesemalatan dirinya dan kemaslahatan bagi orang lain.
xix
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut tugas
mewujudkan kemakmuran di muka bumi dijelaskan pada (Q.S Hud : 61 ), serta mewujudkan
keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi dijelaskan pada (Q.S al-maidah : 16), dengan
cara beriman dan beramal shaleh dijelaskan pada (Q.S Al-ra’ad : 29), bekerjasama dalam
menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran dijelaskan pada(Q.S Al-
Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak
manusia pertama hingga manusia akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan
dari pelaksanaan pengabdian kepadanya.
2.9.2 tanggung jawab al-ubudiyyah
Salah satu tujuan dari diutusnya para nabi dan rasul yang bersinggungan dengan tujuan
penciptaan manusia adalah penghambaan diri kepada, dalam firman Allah menyatakan dalam
Q.S Al-Dzariyat 51:56. Artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.”
tujuan utama yang paling mendasar dari diciptakannya manusia adalah mengenal Allah
dan penunaian kewajiban beribadah kepadanya dengan cara yang benar. Bukan untuk mengejar
harta, tahta, kekuasaan, atau sekedar untuk makan-minum dan menikmati berbagai kenikmatan
duniawi.
Sementara itu, diutusnya para nabi dan rasul adalah untuk menunjukkan kita jalan
menuju tujuan tersebut. Al-Qur`an menyatakan hal ini dalam ayat: “Dan Kami tidak mengutus
seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (QS al-Anbiya
21: 25).
Ayat ini dengan tegas menunjukkan bahwa alasan diutusnya para rasul adalah untuk
menghindarkan umat manusia dari penyembahan terhadap berhala, membimbing mereka untuk
beribadah kepada Allah, dan untuk menjadi teladan bagi manusia.
xx
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain, salah satu buktinya adalah kepatuhan
manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan godaan syetan
sedangkan kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak
memiliki hawa nafsu . Oleh karena itu sebagai manusia (makhluk ciptaan Allah) seharusnyalah
kita senantiasa bersyukur atas karunia dan kasih sayang-Nya, karna salah satu kunci kesuksesan
adalah bersyukur. Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami
angkut mereka didarat dan dilaut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang
Kami ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).
Manusia dalam agama islam diartikan sebagai makhluk Allah SWT yang memiliki unsur
dan jiwa yang arif, bijaksana, berakal, bernafsu, dan bertanggung jawab pada Allah SWT.
Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera
yang berbeda dengan makhluk lain karena pada manusia terdapat daya berfikir, akal, nafsu,
kalbu, dan sebagainya. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al Mukminun : 12-
14)
Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi ini dan perannya sebgai
khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT mencakup tiga poin yaitu belajar,
mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu. Tenggung jawab manusia sebagai khalifah yang
berarti wakil Allah adalah mewujudkan kemakmuran di muka bumi, mengelola dan memelihara
bumi.Sebenarnya Al Quran sudah membahas semua hal mengenai fungsi, peran dan tanggung
jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan memahami Al Quran agar dapat
memahami apa fungsi, peran dan tanggung jawabnya sebagai manusia, sehingga dapat menjalani
kehidupan dengan penuh makna.
xxi
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Muhammad Arief Hidayatullah. 2021. “Tiga Nama Manusia dalam Al Quran”.
https://www.kompasiana.com/arif_hidayatullah/567792ae62afbdbf1627d929/tiga-nama-
manusia-dalam-al-quran Diakses pada 14 Februari 2023 pkl 20.02 WIB.
Abdullah dkk. (2013). Manusia Menurut Islam . (Universitas Negeri Gorontalo, 2012) Diakses
dari https://mahasiswa.ung.ac.id/521412046/home/2013/2/26/manusia_menurut_islam.html
Astuti, Novi Fuji. 2021. “Ketahui Tujuan Manusia Diciptakan Menurut Islam, Berikut
Penjelasannya”, https://www.merdeka.com/jabar/ketahui-tujuan-manusia-diciptakan-menurut-
islam-berikut-penjelasannya-kln.html Diakses pada 14 Februari 2023 pkl 21.40 WIB.
Widyananda, Rakha Fahreza. 2020. “3 Proses Penciptaan Manusia Menurut Alquran, Menambah
Wawasan”, https://www.merdeka.com/jatim/3-proses-penciptaan-manusia-menurut-alquran-
menambah-wawasan-kln.html Diakses pada 14 Februari pkl 22.10 WIB
xxii