Disusun Oleh:
Muhamad Abdulah 221210118
PAI 4D
PANDANGAN AL-QUR’AN, HADITS, ILMIAH DAN FILOSOFIS TENTANG
PENCIPTAAN MANUSIA, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA
1
Aziz, Mursal, dan Zulkipli Nasution, Metode Pembelajaran Bata Tulis Al-Qur'an: Memaksimalkan Pendidikan
Islam Melalui Al-Qur'an, (Medan: Pusdikra MJ, 2020), 152.
2
Aziz, Mursal, dan Siti Fatimah, Sejarah Peradaban Islam: Mengambil I'tibar Pembelajaran dari Sejarah dalam
Mengembangkan Potensi Pendidikan yang Berkualitas. (Medan: Febi UIN SU Press, 2018), 9.
3
Aziz, Mursal, dan Zulkipli Nasution. Al-Our'an: Sumber Wawasan Pendidikan dan Sains Teknologi, (Medan: Widya
Puspita, 2019), 7.
4
Aziz, Mursal dkk, Ekstrakurikuler PAI, (Serang: Media Madani, 2020), 122.
Pada ayat yang lain Allah SWT. juga menyebutkan bahwa manusia disciptakan dari tanah, hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT. Q.S. As-Sajadah: 7 yaitu:
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan
manusia dari tanah.
Dua ayat di atas menjelaskan bagaimana awal penciptaan Nabi Adam as. berasal dari
"Sholalatin". Menurut Ibnu 'Abbas dalam tafsirnya bahwa “at-turoob al-yabis" tanah yang basah
yang dalam ayat yang lain di sebutkan dengan " at-tiin" Dan setelah di bentuk penciptaanya dengan
sebaik-baiknya bentuk lalu Allah SWT. menyempurnakannya dengan meniupkan ruh. Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT. Q.S. As-Sajadah: 9. yaitu:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
Dari ayat-ayat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia itu terbentuk dari komponen-
komponen yang terkandung dari tanah dan air, serta komponen yang tidak kalah penting yaitu ruh.
Setelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, peniupan ruh merupakan unsur
penentu yang membedakan manusia dengan makhluk lain.
5
Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), 40-43.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Kata khalifah diambil dari kata kerja khalafa yang berarti "mengganti atau melanjutkan". 6 Jika
dilihat maknanya di tafsir kata (khalifah) artinya jenis dari makhluk sebelumnya. Bisa juga
diartikan sebagai pengganti Allah untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya terhadap umat
manusia. 7 Khalifah mempunyai banyak pengertian yang dimaksudkan Al-Qur’an, diantaranya
mereka yang datang kemudian, sesudah kamu, yang diperselishkan, silih berganti, berselisih, dan
pengganti. Namun, pengertian khalifah dalam kedudukan manusia adalah pengganti. Jadi, khalifah
Allah berarti pengganti Allah. Pengertian ini mempunyai tiga makna, pertama; khalifah Allah
adalah Adam, kedua; khalifah Allah itu adalah suatu generasi penerus atau pengganti, yaitu bahwa
kedudukan khalifah di emban secara kolektif oleh suatu generasi, ketiga; khalifah itu adalah kepala
negara atau kepala pemerintahan. Dari ketiga makna tersebut, makna pertama yang lebih
mendukung untuk dapat diterapkan dalam hal posisi manusia sebagai khalifah Allah.
Untuk dapat melaksanakan fungsi kekhalifahannya, manusia dibekali Tuhan dengan berbagai
potensi. Potensi-potensi ini diberikan Tuhan sebagai anugerah yang tidak diberikan Tuhan kepada
makhluk lain. Potensi-potensi tersebut bisa berkembang bila ada rangsangan-rangsangan dari
sekitar sosialnya, seperti potensi untuk berfikir, berkreasi, berbudaya, berbudi, dan sebagainya.
Maksudnya, masyarakat baru dapat berbudaya atau berkarya setelah mengadakan pergaulan
dengan jenis-jenis masyarakat yang lain (melalui hubungan timbal balik) dalam rangka
menciptakan kebudayaan yang lebih besar dan dapat dinikmati oleh lingkungan yang lebih luas. 8
3. Tujuan Hidup Manusia
Sejak lahir manusia sudah dibekali berbagai potensi yang disebut fitrah. Fitrah adalah suatu istilah
Bahasa Arab yang berarti tabiat yang suci atau yang baik, yang khusus diciptakan Tuhan bagi
6
Saleh, Abdurrahman Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 46.
7
Mushthafa Al-Maraghi, Ahmad, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1992), 130-131.
8
Wurya, Kasmiran, dan Ali Syaifullah, Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, (Jakarta: Erlangga, 1982), 53.
manusia.9 Tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. hal ini dapat kita
lihat dalam Al-Qur'an Surah Adz-Dzariyat: 56 yaitu
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ки.
Ibadah (pengabdian) dalam hal ini tidak dimaksudkan dalam pengertian yang sempit, tetapi dalam
pengertian yang luas. Yaitu nama bagi segala sesatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Pendenya tujuan hidup manusia adalah beribadah kepada Allah
dengan segala tingkah lakunya.
Tujuan hidup ini pada gilirannya akan bersinggungan dengan tujuan pendidikan Islam, sebab
pendidikan pada dasarnya bertujuan memelihara kehidupan manusia. Tujuan pendidikan Islam
harus berkaitan dengan tujuan hidup manusia. Manusia seperti apa yang hendak dibentuk dan
dinginkan oleh pendidikan Islam, jawabannya tergantung kepada tujuan hidup yang hendak
ditempuh oleh seorang muslim. Dengan demikian, tujuan hidup muslim sebenarnya merupakan
tujuan akhir pendidikan Islam.
Tujuan hidup manusia adalah ibadah dan kedudukannya adalah khalifah. Sedangkan tugas
manusia dalam pandangan Islam adalah kemakmuran bumi dengan jalan memanifestasikan
potensi Tuhan dalam dirinya. Dengan kata lain, manusia diperintahakn untuk mengembangkan
sifat-sifat Tuhan menurut perintah dan petunjuknya.
Satu hal yang perlu dikemukakan adalah bahwa sifat-sifat Tuhan hanya dapat dimanifestasikan
oleh manusia dengan bentuk dan cara yang terbatas. Hal ini dikarenakan watak keterbatasan
manusia, juga agar manusia tidak mengaku sebagai Tuhan. Seharusnya manusia menganggap
proses perwujudan sifat-sifat Tuhan ini sebagai suatu, agar manusia mempunyai tanggung jawab
yang besar dalam melaksanakan tugas ini. 10
9
Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam, cet. III. (Jakarta: Pustaka alHusna, 1985), 215.
10
Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar Ruzz, 2006), 91.