Dosen pengampu :
Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ISI
c. Konsep al-Jili
Al-jili, seperti Ibn “arabi, memandang insan kamil sebagai
wadah tajalli Tuhan yang paripurna. Pandangan demikian
didasarkan pada asumsi bahwa segenap wujud hanya mempunyai
satu realitas. Realitas tunggal itu adalah Wujud Mutlak yang bebas
dari segenap pemikiran, hubungan, arah, ruang dan waktu. Ia
adalah esensi murni yang tidak bernama, bersifat dan tidak
mempunyai relasi dengan sesuatu.
Proses tajalli menurut konsep al-Jili sebenarnya di mulai dari
tajalli Dzat pada Sifat dan Asma kemudian pada perbuatan-
perbuatan sehingga tercipta alam semesta. Akan tetapi dalam
rangka meningkatkan martabat rohani, tajalli tersebut di tempatkan
pada urutan terbalik, di mulai tajalli perbuatan-perbuatan (tajalli al-
af‟al), tajalli nama-nama (tajalli al-asma‟), tajalli sifat-sifat (tajalli
al-shifat), dan yang terakhir tajalli dzat (tajalli aldzat) (Yunasril Ali,
1997).
Untuk mencapai tingkat insan kamil sufi mesti mengadakan
taraqqi melalui tiga tingkatan yaitu: bidayah, Tawassuth, dan
khitam. Pada tingkat bidayah seseorang mulai dapat merealisasikan
asma-asma dan sifat-sifat Tuhan. Pada tingkat tawassuth seseorang
tampak sebagai orbit kehalusan sifat kemanusiaan dan sebagai
realitas kasih saying Tuhan. Dan pada tingkat khitam seseorang
telah dapat merealisasikan citra Tuhan secara utuh (Yunasril Ali,
1997). Pada tingkat inilah seorang sufi menjadi insan kamil.
KESIMPULAN