Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Hakikat Manusia dalam Islam

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

1. Umi Nadiyah (190231100103)

2. Adi Budi Santoso (190231100126)

3. Firda Pujariani (190231100140)

4. RB. Moh. Zulfikar Agung (190231100145)

5. Ainun Kaffah Puindra HMP (190231100151)

i
EKONOMI PEMBANGUNAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

. 1. PENGERTIAN MANUSIA
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah
diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia
merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai
khalifah di muka dumi ini. Al- Quran menerangkan bahwa manusia
berasal dari tanah.

BAB 2
PEMBAHASAN

1. KONSEP MANUSIA DALAM ISLAM


Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah,
lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgahsehingga akhirnya menjadi
makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan.
Olehkarena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah
diberikan Allah Swt.Manusia menurut pandangan al-Quran, al-Quran tidak
menjelaskan asal-usul kejadian manusia secararinci. Dalam hal ini al-Quran
hanya menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya saja.
Ayat-ayatmengenai hal tersebut terdapat dalam surat Nuh 17,
Ash-Shaffat 11, Al-Mukminuun 12-13, Ar-Rum20, Ali Imran 59,
As-Sajdah 7-9, Al-Hijr 28, dan Al-Hajj 5.

Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan


mempergunakan bermacam-macamistilah, seperti : Turab, Thien,
Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad
manusiadiciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang

1
terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya,
al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarangini, prosesnya
dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan
yangmendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari
rahimnya yang proses penciptaannyadimulai sejak pertemuan antara
permatozoa dengan ovum.

Ayat-ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah,


umumnya dipahami secaralahiriah. Hal ini itu menimbulkan pendapat
bahwa manusia benar-benar dari tanah, dengan asumsikarena Tuhan
berkuasa , maka segala sesuatu dapat terjadi.Akan tetapi ada sebagian umat islam
yang berpendapat bahwa :

Ayat yang menyatakan ( zahir ayat ) bahwa jika Allah


menghendaki sesuatu jadi maka jadilah ( kunfayakun ), bukan ayat
yang menjamin bahwa setiap yang dikehendaki Allah pasti akan
terwujudseketika. Dalam hal ini harus dibedakan antara kalimat kun fayakun
dengan kun fa kana. Apa yangdikehendaki Allah pasti terwujud dan
terwujudnya mungkin saja melalui suatu proses. Hal ini dimungkinkan
karena segala sesuatu yang ada di dunia juga mengalami prosi yang
seperti dinyatakan antara lain dalam surat Al-A’la 1-2 dan Nuh 14. Jika
diperhatikan surat Ali Imran 59 dimana Allah menyatakan bahwa penciptaan Isa
seperti proses penciptaan Isa seperti proses penciptaan Adam,
maka dapat menimbulkan pemikiran bahwa apabilaisa lahir dari
sesuatu yang, yaitu maryam, maka Adam lahir dari sesuatu yang
sebelumnya. Perbedaan pendapat tentang apakah adam manusia pertama atau
tidak, diciptakan langsung ataumelalui suatu proses tampaknya tidak akan ada
ujungnya karena masing-masing akan teguh pada pendiriannya.

2
Jika polemik ini senantiasa diperpanjang, jangan-jangan h
anya akan menghabiskanwaktu dan tidak sempat lagi memikirkan
tentang status dan tugas yang telah ditetapkan Allah padamanusia
Al-Quran cukup lengkap dalam memberikan informasi tentang itu.Untuk
memahami informasi tersebut secara mendalam, ahli-ahli kimia,
biologi, dan lain-lainnya perludilibatkan, agar dalam memahami
ayat-ayat tersebut tidak secara harfiah. Yang perlu diingatkansekarang
adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan menjadi khalifah
( pemilih atau penerusajaran Allah ). Status manusia sebagai khalifah ,
dinyatakan dalam al-baqarah 30.

Dalam pandangan Islam, manusia didefinisikan sebagai makhluk,


mukalaf, mukaram, mukhaiyar, dan mujizat.Manusia adalah makhluk yang
memiliki nilai-nilai fitri dan sifat-sifat insaniah. Dalam agama Islam
juga dijelaskan bahwasannya manusia adalah makhluk ciptaan
Allah yang mana keberadaannya di bumi ini bukan karena
sembarangalasan. Melainkan, karena ia dipercaya untuk menjadi
khalifah di bumi ini. Sebagaimana firman Allah kepada para malaikat
ketika akan menciptakan Adam, ''Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi'' Al-Baqarah:30. Banyak
kaum muslimin yang keliru dalam memahami ayat ini, dipahami
bahwa manusia sebagai wakil/pengganti Allah dalam mengurus bumi.
Makna khalifah yang benar adalah kaum yang akan menggantikan
satu sama lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi,
demikian penjelasan dalam ringkasan Tafsir Ibnu Katsier.Tentu saja
dalam Islam pandangan tentang manusia banyak kita dapati melalui
tokoh-tokoh filsafat dan psikologi Islam. Para tokoh mempercayai
bahwasannya manusia dalam pandangan Islam terdiri atas dua
substansi yang paradoks yaitu :

3
1. Substansi jasmani, yaitu Jasad.

Adalah substansi manusia yang terdiri atas struktur


organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna di banding
dengan organisme fisik makhluk-makhluk lain. Setiap makhluk biotik
lahiriyah memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur
tanah, api, udara,dan air. Jisim manusia memiliki natur tersendiri.
Al-Farabi menyatakan bahwa komponen ini dari alam ciptaan, yang
memiliki bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam serta
berjasad yang terdiri dari beberapa organ. Begitu juga al-Ghazali
memberikan sifat komponen ini dengan dapat bergerak, memiliki ras,
berwatak gelap dan kasar, dan tidak berbeda dengan benda-benda lain.
Sementara Ibnu Rusyd berpendapat bahwa komponen jasad
merupakan komponen materi, sedang menurut Ibnu Maskawaih
bahwa badan sifatnya material, Ia hanya dapat menangkap yang
abstrak. Jika telah menangkap satu bentuk kemudian perhatiannya
berpindah pada bentuk yang lain maka bentuk pertama itu lenyap.

2. Substansi rohani, yaitu Ruh.

Merupakan substansi psikis manusia yang menjadi esensi


kehidupannya. Sebagian ahli menyebut ruh sebagai badan halus (jism
latief), ada yang substansi sederhana (jaubar basiib), dan ada juga
substansi ruhani (jaubar ruhani). Ruh yang menjadi pembeda antara
esensi manusia dengan esensi makhluk lain. Ruh berbeda dengan
spirit dalam terminologi psikologi, sebab term ruh memiliki arti
jaubar (subtance) sedang spirit lebih bersifat aradh (accident). Ruh
adalah substansi yang memiliki natur tersendiri. Menurut Ibnu Sina,
ruh adalah kesempurnaan awal jisim alami manusia yang tinggi yang
memiliki kehidupan dengan daya. Sedang bagi al-Farabi, ruh berasal
dari alam perintah (amar) yang mempunyai sifat berbeda dengan

4
jasad. Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauzy menyatakan pendapatnya
bahwa, roh merupakan jisim nurani yang tinggi, hidup bergerak
menembusi anggota-anggota tubuh dan menjalar di dalam diri
manusia.

`2. EKSISTENSI DAN MARTABAT MANUSIA

Sebelum Allah menciptakan Adam sebagai manusia pertama,


alam semesta telah diciptakan-Nya dengan tatanan kerja yang teratur,
rapi dan serasi. Keteraturan, kerapian dan keserasian alam semesta
dapat dilihat pada kenyataan. Berupa keteraturan, kerapian dan
keserasian dalam hubungan alamiah antara bagian-bagian didalamnya
dengan pola saling melengkapi dan mendukung. Misalnya, apa yang
diberikan matahari untuk kehidupan alam semesta. Selain berfungsi
sebagai penerang diwaktu siang, matahari juga berfungsi sebagai salah
satu sumber energi bagi kehidupan. Dari pancaran gerak edarnya yang
bekerja menurut ketentuan Allah, manusia dapat menikmati
pertukaran musim, perbedaan suhu antara wilayah dengan wilayah
yang lain. Semua keteraturan dan ketentuan yang disebabkan sistem
kerja matahari itu, pada perkembangannya kemudian memebentuk
sistem keteraturan dan ketentuan lain yang telah ditetapkan oleh Allah.
Misalnya iklim suatu daerah yang berpengaruh pada keanekaan
potensi alam, jenis flora dan fauna yang tumbuh dan ada di daerah itu.

Keserasian, kerapian dan keteraturan yang kita yakini sebagai


sunnatullah yakni ketentuan dan hukum yang ditetapkan Allah.
Melalui sunnatullah inilah, bumi dan alam semesta dapat bekerja
secara sistematik (menurut suatu cara yang teratur rapi) dan
berkesinambungan, tidak berubah-ubah, tetap saling melengkapi.

5
Misalnya, bagaimana matahari bekerja menurut ketentuan Allah. Sejak
diciptakan sampai akhir zaman, insya Allah, matahari tetap berada
pada titik pusat tata surya yang berputar mengelilingi sumbunya.
Dalam proses itu, menurut penelitian para ahli, gerak matahari selalu
ketiggalan 3 menit 56 detik dari bintang-bintang yang ada di tata surya.
Karena keterlambatan itu, dalam 365 hari (jumlah hari dalam satu
tahun) matahari sudah melintasi sebuah ligkaran besar penuh di langit.

Setiap waktu, secara teratur dan tetap matahari menyiramkan


energi kepada alam semesta, tanpa bergeser dari posisi yang ditetapkan
Allah baginya. Bumi, sebagai bagian alam semesta, menyerap sinar
matahari yang turun secara tetap, tidak berubah-ubah.

Dalam lingkup yang lain, bisa pula dilihat bagaimana


sunnatullah (ketetapan atau ketentuan-ketentuan Allah) berlaku pada
benda atau makhluk lain yang sepintas lalu, dianggap tidak berguna,
namun ternyata bermanfaat mempengaruhi benda atau makhluk lain.
Lihatlah, bagaimana tumbuh-tumbuhan yang membusuk atau kotoran
hewan yang memiliki sunnatullah pada dirinya sebagai pupuk untuk
menumbuh suburkan tanaman.

Demikianlah kekuasaan dan kebesaran Allah dalam


ciptaan-Nya yang menyebabkan masing-masing bagian alam ini
berada dalam ketentuan yang teratur rapi, hidup dalam suatu sistem
hubungan sebab akibat sampai sampai ke benda yang sekecil.apapun,
ketentuan Allah ada dan berlaku, baik secara mikrokosmos (berlaku
terbatas pada zat benda kecil itu) maupun makrokosmos (sistem yang
menyeluruh)

6
Sunnatullah atau hukum Allah yang menyebabkan alam
semesta selaras, serasi dan seimbang dipatuhi sepenuhnya oleh partikel
atau zarrah yang menjadi unsur alam semesta ini. Ada tiga sifat utama
sunnatullah yang disinggung dalam Al-Qur’an yang dapat ditemukan
oleh ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian.

Ketiga sifat itu adalah : 1) Pasti, 2) Tetap, dan 3) Objektif

Sifat sunnatullah pertama adalah ketetapan, ketentuan, atau kepastian,


sebagaimana diutarakan dalam Al-Qur’an berikut ini :

Q.S, Al-Furqon (25): 2, yang artinya :

“Dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan


ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”

Q.S At-Thalaq (65) : 3 yang artinya :

7
“Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan (kepastian) bagi
tiap sesuatu” 5

Sifat sunnatullah yang pasti, tentu akan menjamin dan


memberi kemudahan kepada manusia membuat rencana. Seseorang
yang memanfaatkan sunnatullah dalam merencanakan satu pekerjaan
yang besar, tidak perlu ragu akan ketetapan perhitungannya dan setiap
orang yang mengikuti dengan cermat ketentuan-ketentuan yang sudah
pasti itu bisa melihat hasil pekerjaan yang dilakukannya. Karena itu
pula, keberhasilan suatu pekerjaan (usaha atau amal) dapat
diperkirakan lebih dahulu. Jika dalam pelaksanaannya suatu rencana
atau pekerjaan orang itu kurang atau tidak berhasil, dapat dipastikan
perhitungannya yang salah bukan kepastian atau ketentuan yang
terdapat dalam sunnatullah. Manusia yang salah membuat suatu
perhitungan atau perencanaan dengan mudah dapat menelusuri
kesalahan perhitungan dalam perencanaannya.

Sifat sunnatullah kedua yaitu tetap, tidak berubah-ubah.

Sifat ini diungkapkan dalam Al-Quran sebagai berikut :

Q.S Al-Isro (17): 77, yang artinya :

“Dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami


itu”. 6

8
Sifat itu selalu terbukti dalam praktek, sehingga seseorang
perencana dapat menghindari kerugian yang mungkin terjadi kalau
rencana dilaksanankan. Dengan sifat sunnatullah yang tidak
berubah-ubah itu seorang ilmuan dapat memperkirakan gejala alam
yang terjadi dan memanfaatkan gejala alam itu. Karena itu seorang
ilmuan dengan mudah memahami gejala alam yang satu dikaitkan
dengan gejala alam yang lain yang senantiasa mempunyai hubungan
yang konsisten.

Sifat sunnatullah yang ketigaadalah obyektif. Sifat ini tergambar


pada firman Allah sebagai berikut :

Q.S. Al-Anbiya (21): 105, yang artinya :

“bahwasanya dunia akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang


saleh” 7

9
Q.S Ar-Rad (13): 11, yang artinya :

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum


sehingga mereka merubah keadaan yang ada oleh mereka sendiri”.

Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan


Tuhan, sebagai khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk
yang semi samawi dan semi duniawi, yang dalam dirinya ada fitrah
mengakui Tuhan, bebas terpercaya, rasa tanggung jawab terhadap
dirinya maupun alam semesta; serta karunia keunggulan atas alam
semesta, langit dan bumi.

Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat Allah


yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas yang
dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas
kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi untuk mengelola dan
memelihara alam.

Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang


kekuasaan. Manusia menjadi khalifah, berarti manusia mendapatkan
mandat dari Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran dimuka bumi.
Kekuasaan mengolah serta mendaya gunakan apa yang ada dimuka
bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Allah.

Agar manusia dapat menjalankan kekhalifahannya dengan


baik, Allah telah mengajarkan kepada manusia kebenaran dalam

10
segala ciptaan-Nya, manusia dapat menyusun konsep-konsep serta
melakukan rekayasa membentuk wujud baru dalam alam kebudayaan.

Disamping peran manusia sebagai khalifah di muka bumi


yang memiliki kebebasan, ia juga sebagai hamba Allah
(Abdullah). Seorang hamba Allah harus ta’at dan patuh kepada
perintah Allah.

Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh


aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang
diwakilinya, yaitu hukum-hukum Tuhan baik yang tertulis dalam kitab
suci al-Qur’an, maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta
(al-Kaun). Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang
diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya,
serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia
diminta pertanggungjawabannya terhadap penggunaan
kewenangannya dihadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman
Allah dalam Al-Quran :

Q.S Fathir (35): 39, yang artinya :

11
“Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.
Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa
dirinya sendiri.

Makna yang esensial dari kata ’abd (hamba) adalah ketaatan,


ketundukan dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan
manusia hanya layak diberikan kepada Allah yang dicerminkan dalam
ketaatan, kepatuhan dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan.

Dua peran yang dipegang manusia di muka bumi,


sebagai khalifah dan ’abdun merupakan keterpaduan tugas dan
tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup yang sarat dengan
kreatifitas dan amaliah yang selalu berpihak pada kebenaran.

Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami, bahwa kualitas


kemanusiaan sangat tergantung pada kualitas komunikasinya dengan
Allah dan kualitas interaksi sosialnya dengan sesama manusia melalui
muamalah.

3. TANGGUNG JAWAB MANUSIA SEBAGAI HAMBA DAN


KHALIFAH ALLAH DI BUMI

Manusia diberi hak hidup oleh Allah swt. Bukan untuk


hidup semata, melainkan ia diciptakan oleh Allah untuk mengabdi
kepada-Nya. Dalam rangka pengabdian inilah, manusia dibebani
kewajiban/taklif yang sangat erat kaitannya dengan usaha dan
kesungguhan manusia itu sendiri.

12
Selanjutnya dalam kehidupan manusia selalu dipengaruhi
berbagai faktor yang saling berkaitan satu dan yang lainnya. Oleh
karena itu manusia dalam berikhtiar melaksanakan taklif,
berkewajiban mengendalikan dan mengarahkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kehidupannya, guna mencapai kebahagian yang
hakiki yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.

Manusia atau yang biasa disebut oleh Allah dalam Al


Qur’an dengan sebutan bani adam mempunyai kedudukan yang
sangat mulia, bahkan mahluk Allah yang paling mulia diantara
mahluk-makhluk Allah yang lain. Nilai lebih yang diberikan Allah
ini merupakan pembeda manusia dengan ciptaan Allah yang lain.
Namun “kemulian/ karamah” manusia ini ada nilai konsekuensi
yang berat. Kenapa? Karena pada diri manusia terdapat nafsu yang
tidak selamanya dapat diajak kompromi untuk menjalankan
ketaatan kepada Allah swt.

Nafsu inilah yang sering membuat manusia tidak konsisten


pada nilai kemanusiaanya dan bahkan sering sekali
menelantarkannya dalam kehinaan. Diantara pemberiaan Allah
kepada manusia adalah diberikanya kemampuan fisik dan berfikir.
dua kemampuan ini yang pada dasarnya akan menumbuhkan
sumber daya manusia, sekaligus akan memacu manusia untuk
mencapai kualitas terbaiknya, bila di barengi dengan kemauan
untuk berusaha.

Disisi lain meskipun memiliki nilai karamah/ kemuliaan,


manusian dalam Al-Qur’an tetap sebagai abd/ hamba. seorang
hamba berarti dia punya tanggung jawab yang melekat pada dirinya.
Manusia dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah dia mendapatkan

13
tanggung jawab (taklif) yang harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dan kemampuannya.

Sejauah mana manusia mampu memenuhi taklif, sejauh itu


pula ia mempertahankan nilai kemuliaanya/ karamahnya.
Sejauhmana manusia mengabdikan dirinya kepada Allah maka
selama itu juga ia melaksanakan tanggung jawabnya sebagai abd.
Ini mengandung arti bahwa manusia didalam hidup dan
kehidupannya selalu harus beribadah kepada Allah swt. Karena
Allah tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Nya. QS. Azzariyat 56: “Tidak Aku jadikan jin dan
manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu”.

Meskipun manusia berstatus sebagai hamba, tapi manusia


diberi kedudukan sebagai khalifah Allah dengan berbagai tingkat
dan derajatnya, dalam hubungannya secara bertikal dengan Allah
ataupun hubungan horizontal sejajar antar sesama manusia.
Khalifah sebagai pengganti, ia diberi wewenang terbatas sesuai
dengan potensi diri dan posisinya. Namun manusia harus faham
bahwa wewenang itu pada dasarnya adalah tugas yang harus di
emban dengan penuh tanggung jawab.

Tugas khalifah dalam Al Qur’an biasa disebut imaratul


ardh (memakmurkan bumi) dan ibadatullah (beribadah kepada
Allah). Allah menciptakan manusia dari bumi ini dan menugaskan
manusia untuk melakukan imarah dimuka bumi dengan mengelola
dan memeliharanya. Karena manusia dalam melaksanakan tugas
dan wewenang imarahnya sering melampaui batas, sering
melanggar dan bahkan mengambil hak saudaranya, maka Allah
meberikan solusi dengan cara bertaubat kepada-Nya.

14
Imaratul ardh yang berarti mengelola dan memelihara
bumi, tentu saja bukan sekedar membangun tanpa tujuan apalagi
hanya untuk kepentingan diri sendiri. Tugas membangun justru
merupakan sarana yang sangat mendasar untuk melaksanakan
tugasnya yang inti dan utama yaitu ibadatullahin (beribadah kepada
Allah). Lebih dari itu adalah sebagai sarana untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat yang menjadi tujuan utama.

Maka dari pengkajian ini dapat kita pahami, manusia


dalam konsepsi Al Qur’an adalah manusia ibadatullah dan imaratul
ardh. Dan kedua hal ini sangat berkaitan antara satu dan yang
lainnya. Hal ini yang telah di contohkan oleh Allah melalui
Rasulullah saw. Ketika hijrah ke Madinah, sesampainya di tujuan
(Madinah) Rasulullah membangun bangunan monumental dan
bersejarah yang sampai hari ini masih dilestarikan bahkan terus di
kembangkan. Dua bangunan yang dimaksud adalah masjid (Quba)
dan pasar. Tidak seharusnya ada kesenjangan antara mssjid dan
pasar karena pada dasarnya kedua hal tersebut menyatu dalam jiwa
manusia.

Allah swt. Dalam Al Qur’an memerintahkan kepada


manusia agar mampu berpacu dalam kebaikan (fastabiqul khairat).
Perintah ini dipahami untuk menumbuhkan sikap dan prilaku
kompetisi untuk mencapaik al khairat/ kebaikan, yang berarti
memerlukan dinamika tinggi dan berkualitas, serta dibutuhkan juga
wawasan kreatif dan inovatif yang luas, disamping daya analisis
untuk mengantisipasi proses transformasi menuju masa depan.

Pembangunan kualitas manusia dipahami sebagai metode


yang menitik beratkan pada program-program. Tapi wujud dari
dinamika ini adalah gerakan- gerakan yang selalu menuntut kita

15
untuk giat bekerja dan berbuat yang terbaik. Hal ini sebagaimana
yang di contohkan oleh Rasulullah saw. Dalam kesehariannya,
Rasul selalu mempunyai kesibukan bahkan sampai membantu
istri-istri beliau dalam menjait baju dan sendal. Diriwayatkan dalam
hadis: ” seberat-berat siksa manusia pada hari kiamat adalah orang
yang hanya dicukupi orang lain dan menganggur”.

Kualitas manusia pada dasarnya ditentukan oleh potensi


dirinya. Potensi diri yang membentuk kualitas ini meliputi berbagai
aspek kehidupan. Secara umum potensi yang telah diberikan oleh
Allah swt. Kepada setiap manusia mukallaf (aqil, baligh) adalah
potensi akal dan fisip. Potensi akal berkembang menjadi ilmu
pengetahuan sedangkan potensi fisik berkembang menjadi
ketrampilan, semangat berkarya dan lainya.

Allah swt. Berfirman QS. Al Qashsas 26: “sebaik-baik


orang yang kamu serahi tugas mengupayakan sesuatu adalah orang
yang berpotensi dan berkemampuan menerima amanat serta
terpercaya. Dalam ayat ini mengandung pesan bahwa setiap usaha
apapun untuk mencapai prestasi, menuntut adanya potensi dan
amanah yang membentuk kualitas.

Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah


Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah
ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan
kepatuhan hanya layak diberikan kepada Allah, yang dicerminkan
dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran dan
keadilan.

16
Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi
(beribadah) kepada Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya.

Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan


hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si hamba harus
senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya.
Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abid, kewajiban manusia di
bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh
hati .
َّ ‫صي‬
‫َّللاَ ِل َي ْعبُد ُوا ِإال‬ ِ ‫صالة َ َويُ ِقي ُموا ُحنَفَا َء ال ِدِّينَ لَهُ ُم ْخ ِل‬ َّ َ‫ْالقَ ِِّي َم ِة ِدينُ َوذَلِك‬
َّ ‫الزكَاة َ تُوا َويُؤْ ال‬
‫أ ُ ِم ُروا َو َما‬
Artinya “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus." – (QS.98:5)
Tanggung jawab abdullah terhadap dirinya adalah
memelihara iman yang dimiliki dan bersifat fluktuatif (naik-turun),
yang dalam istilah hadist Nabi SAW dikatakan yazidu
wayanqushu (terkadang bertambah atau menguat dan terkadang
berkurang atau melemah).

Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab


terhadap keluarga . tanggung jawab terhadap keluarga merupakan
lanjutan dari tanggung jawab terhadap diri sendiri, karena
memelihara diri sendiri berkaitan dengan perintah memelihara iman
keluarga. Oleh karena itu dalam al-qur’an dinyatakan dengan quu
anfusakum waahlikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu
dengan iman, dari neraka).

17
Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang
harusdipertanggung jawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang
dipikul manusia dimuka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu
tugas kepemimpinan; wakil Allahdi muka bumi untuk mengelola
dan memelihara alam.

Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang


kekuasaan.Manusia menjadi khalifah, berarti manusia memperoleh
mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi.
Kekuasaan yang diberikan kepadamanusia bersifat kreatif, yang
memungkinkan dirinya mengolah danmendayagunakan apa yang
ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.

Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh


ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya,
yaitu hokum-hukum Tuhan baik yang tertulis dalam kitab suci
(al-qaul), maupun yang tersirat dalam kandungan pada setiap gejala
alam semesta (al-kaun).
Seorang wakil yangmelanggar batas ketentuan yang
diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan
peranannya serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya.Oleh
karena itu dia diminta pertanggung jawaban terhadap penggunaan
kewenangannya dihadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman
Allah dalamsurat fathir : 39.
َٰ ِ ‫َم ْق ًۭتا ِإ َّال َر ِبِّ ِه ْم ِعندَ ُه ْم ُك ْف ُر ينَ ْٱل َٰ َك ِف ِر يَ ِزيد ُ َو َال ُك ْف ُرهُ فَعَلَ ْي ِه َكفَ َر فَ َمن ْٱْل َ ْر‬
َ ِ‫ض فِى َخلَئ‬
‫ف‬
‫َج َع َل ُك ْم ٱ َّلذِى ه َُو‬
‫س ًۭارا ِإ َّال ُك ْف ُر ُه ْم ْٱل َٰ َك ِف ِرينَ َي ِزيدُ َو َال‬
َ ‫َخ‬
Artinya : “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di
muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya

18
menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu
tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya
dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan
menambah kerugian mereka belaka”.

Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di


muka bumi, ada dua peranan penting yang diamanahkan dan
dilaksanakan manusia sampai hari kiamat.
Pertama, memakmurkan bumi (al ‘imarah).

Yakni dengan mengexploitasi alam dengan sebaik-baiknya


dengan adil dan merata dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak
punah, supaya generasi berikutnya dapat melanjutkan exploitasi itu.

Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan


yang datang dari pihak manapun (ar ri’ayah). Melihara bumi dalam
arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak manusianya
sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan
jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi
kepentingan sesaat. Karena sumber daya manusia yang rusak akan
sangat potensial merusak alam. Oleh karena itu, hal semacam itu
perlu dihindari.

Dua peran yang dipegang manusia dimuka bumi, sebagai


khalifah dan‘abdun merupakan keterpaduan tugas dan tanggung
jawab yang melahirkan dinamika hidup yang sarat dengan
kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak pada nilai-nilai
kebenaran.

Dua sisi tugas dan tanggungjawab ini tertata dalam diri


setiap muslim sedemikian rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan,

19
maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang menyebabkan derajat
manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling rendah, seperti
firman Allah;
ْ‫سانَ َخلَ ْقنَا لَقَد‬ َ ْ‫ت َ ْق ِويمٍ أَح‬
َ ‫سنِ ِفي اإل ْن‬
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dalam bentuk
yang sebaik-baiknya." – (QS.95:4)

Daftar Pustaka

http://belajartanpabuku.blogspot.com/2013/04/eksistensi-dan-martabat-manusia.ht
ml
https://www.academia.edu/4727825/KONSEP_MANUSIA_DALAM_ISLAM_M
anusia_diciptakan_Allah_Swt
http://covalenters.blogspot.com/2012/11/tanggung-jawab-manusia-sebagai-khalifa
h.html

https://www.kabar-banten.com/manusia-sebagai-hamba-dan-khalifah-allah-di-mu
ka-bumi/

https://dalamislam.com/info-islami/konsep-manusia-dalam-islam

http://lhialicious.blogspot.com/2016/03/eksistensi-dan-martabat-manusia-agama.h
tml

20

Anda mungkin juga menyukai