Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan pada
ajaran Islam. Karena ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, maka
pendidikan Islam selain menggunakan pertimbangan rasional dan data empiris juga
berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam perjalanan sejarahnya, sebuah
kegiatan pendidikan ditentukan oleh visi dan misi yang melatar belakanginya.
Secara umum peristilahan visi dipahami dengan pengertian penglihatan, daya
lihat, pandangan, impian atau bayangan.Visi yang terambil dari bahasa Inggris yaitu
vision juga dapat diartikan sebuah cita-cita, keinginan, angan-angan, khayalan dan
impian ideal yang ingin dicapai. Visi tersebut biasanya dirumuskan secara sederhana,
singkat, padat dan jelas, namun mengandung makna yang luas dan dalam. Selain itu,
suatu visi biasanya menggambarkan sebuah cita-cita jangka panjang dan sulit diukur
dalam jangka waktu tertentu1.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa visi adalah upaya berpikir
abstrak dengan menempatkan pandangan jauh ke depan sebagai suatu sasaran ideal
yang hendak dicapai yang diwujudkan dalam sebuah rancangan yang sistematis dan
terorganisir kemudian dikuti dengan berbagai aktifitas sebagai sarana menuju sasaran
yang dimaksud.Visi tersebut mengandung cita-cita, nilai, semangat motivasi, niat
yang jelas, wawasan dan keyakinan. Seperti halnya perkataan visi, istilah misi juga
terambil dari bahasa Inggris yaitu vision yang berarti tugas, perutusan dan misi. Di
samping itu misi juga dapat diartikan sebagai langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan
yang bersifat strategis dan efektif dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan.
Visi dan misi merupakan fondasi sekaligus jalan penunjuk bagi
penyelenggaraan pendidikan. Visi misi menunjukkan kebutuhan dan harapan

1Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
2005), hlm.16

1
masyarakat (stakeholder) terhadap sekolah dan sistem pendidikan negara. Visi dan
misi seharusnya dipahami dan dijalankan oleh seluruh pelaksana pendidikan pada
tingkat individu, sekolah, masyarakat.
Pada dasarnya visi, dan misi pendidikan (Islam) yang terkandung dalam
hadis-hadis Rasulullah SAW sejalan dengan visi, misi dan tujuan yang dimuat di
dalam Al-Quran. Visi pendidikan Islam adalah “membentuk hamba Allah yang
shaleh, sebagai komponen masyarakat terkecil, menuju terbentuknya masyarakat
yang terbaik (khairu iimmah)”
Jika dicermati lebih jauh visi pendidikan Islam tersebut,secara implisit terlihat
bahwa untuk mewujudkan umat yang terbaik (khairu ummah) mesti berawal dari
keshalehan individual setiap anggota masyarakat.
Tulisan dibawah ini akan membahas mengenai visi dan misi pendidikan
sebagai rahmat bagi alam semesta, penghargaan terhadap ilmu dan orang-orang yang
berilmu serta membangun peradaban dan penyelamat umat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Rahmat Bagi Alam Semesta


Pendidikan Islam dari semua asfek dan dimensinya pada akhirnya diharapkan
mampu menjadi rahmat bagi alam semesta, baik dari segi hubungan manusia dengan
sesama, hubungan manusia dengan lingkungan dan juga hubungan dengan Robbnya2.
Konsep Pendidikan Islam menawarkan banyak keutamaan. Keutamaan itu
meliputi antara lain karena bersumber dari kebenaran ilmiah, mencakup segenap
aspek kehidupan manusia, berlaku universal, tidak terbatas hanya untuk bangsa
tertentu saja, berlaku sepanjang masa, bahkan menyiapkan pengembangan naluri-
naluri kemanusiaan hingga tercapai kehidupan yang hakiki.
Menurut Imam Al-Gazali, tujuan utama dari pendidikan Islam adalah
kesempurnaan manusia di dunia dan akhirat. Manusia dapat mencapai kesempurnaan
melalui ilmu untuk memberi kebahagiaan di dunia dan sebagai jalan mendekatkan
diri kepada Allah. Oleh karena itu, dalam konsep pendidikan Islam terdapat hubungan
yang erat antara Tuhan, manusia dan alam semesta. Hubungan tersebut dinamakan
trilogi hubungan yang terpola tiga arah, yaitu hubungan dengan Tuhan sebagai
makhluk ciptaannya, hubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial, dan
hubungan dengan alam semesta sebagai mahkluk Allah yang mengatur,
memanfaatkan kekayaan alam yang terdapat di atas3.
Pertama hubungan dengan Tuhan sebagai makhluk ciptaannya.
Kecenderungan untuk percaya kepada Tuhan merupakan fitrah manusia sejak asal
kejadiannya, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-Rum ayat 30 Fitrah ini dimiliki
setiap manusia yang dibawa olehnya sejak kelahiran. Sedangkan Tuhan yang
dimaksud dalam Islam adalah Allah. Firman Allah :

2Saiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul ‘Ulum, (Medan:
Perdana Publishing, 2021), hlm. 74
3Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangatnya di Indonesia, Suatu Pengantar, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), cet.ke-1, hlm.163

3
‫َفَأِقْم ْجَه َك ِللِّديِن َح ِنيًف ا ِفْط َت الَّلِه اَّليِت َفَط الَّنا َعَلْيَه ا اَل َتْبِدي َخِلْلِق‬
‫َل‬ ‫َر َس‬ ‫َر‬ ‫َو‬
‫الَّلِه َٰذ ِلَك الِّديُن اْلَق ِّيُم َو َٰلِكَّن َأْك َثَر الَّناِس اَل َيْع َلُم وَن‬
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S Al-Rum:30)
Keyakinan kaum muslim kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, Maha
mengetahui, Maha Bijaksana, dan Maha lainnya merupakan aqidah Islamiyah tentang
ketuhanan. Aqidah ini menjelaskan bahwa Allah adalah pencipta yang tidak memiliki
awal dan akhir. Allah adalah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui segala sesuatu yang
ada di langit dan di bumi. Alam ini adalah ciptaan-Nya, yang diciptakan dari tidak
ada menjadi ada4.
Kedua, hubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dalam
pengertian insan menunjukan makhluk yang berakal, yang berperan sebagai subjek
kebudayaan. Dapat juga dikatakan bahwa manusia sebagai insan menunjukan
manusia sebagai makhluk psikis yang mempunyai potensi rohani, seperti fitrah,
kalbu, akal. Potensi inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang tertinggi
martabatnya dibandingkan makhluk-makhluk lainnya5.
Kembali mengenai konsep pendidikan Islam, Al-Quran sendiri sebenarnya
telah memberikan pedoman akan tujuan manusia hidup. Ada tiga misi yang bersifat
given yang diemban manusia, yaitu misi utama untuk beribadah yang terdapat dalam
Q.S Az-Zariyat ayat 56, Firman Allah :

‫ا َلْق اِجْلَّن اِإْل ْن ِإاَّل ِل ُد وِن‬


‫َو َس َيْع ُب‬ ‫َو َم َخ ُت‬

4Ibid., hlm. 176


5Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu dan Ahli Ilmu, Pen. Abu ‘Abida
AlQudsy (Solo : Pustaka Al Alaq, 2005), hlm. 59

4
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.
Misi fungsional sebagai khalifah dan misi oprasional untuk memakmurkan
bumi dalam Surah Hud ayat 61, Firman Allah:

‫ا ا َقاَل ا ِم اْع ُد وا الَّل ا َلُك ِم ِإَٰلٍه‬ ‫ِإ‬


‫ْيُر ُه ُه َو‬ ‫َغ‬ ‫َه َم ْم ْن‬ ‫َي َقْو ُب‬ ‫َو ٰىَل ُمَثوَد َأَخ اُه ْم َص ًحِل‬
‫َأْنَش َأُك ْم ِم َن اَأْلْر ِض َو اْس َتْع َم َر ُك ْم ِفيَه ا َفاْس َتْغِف ُر وُه َّمُث ُتوُبوا ِإَلْيِه ِإَّن َر يِّب‬
‫ِجُم‬
‫َقِر يٌب يٌب‬
Artinya : Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain
Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-
Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa
hamba-Nya)".
Allah menyatakan akan menjadikan khalifah di muka bumi, secara harfiah
kata khalifah berarti wakil/pengganti dengan demikian misi utama manusia di muka
bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Jika Allah sang pencipta seluruh jagat raya ini,
maka manusia sebagai khalifah-Nya berkewajiban untuk memakmurkan jagat raya
utamanya bumi dan seluruh isinya, serta menjaganya dari kerusakan6.
Tujuan inilah yang menjadi kualifikasi teleologis dari produk pendidikan
dalam Islam, sehingga mencari ilmu bukan hanya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan hidup atau tujuan komoditas sosial dan ekonomi saja. Sebagai khalifah
seorang hamba dituntut tidak hanya mementingkan urusan dan kesejahteraan pribadi
atau orang yang dikenalnya saja, bahkan perannya dalam kehidupan tidak hanya
untuk kebaikan manusia, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan alam beserta
ekosistem yang ada di dalamnya.

6Ibid., hlm. 78

5
Ketiga, hubungan dengan alam semesta sebagai mahkluk Allah yang
mengatur, memanfaatkan kekayaan alam yang terdapat di atas. Dalam metafisika
Islam realitas dan alam semenjak awal dipandang mempunyai nilai instrinsik yang
merupakan manifestasi dari aspek ketuhanan. Karena itu, untuk memahaminya secara
utuh dan bukan sepihak manusia tidak bisa semena-mena bersandar pada persepsi
indera dan akalnya saja. Di dalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup
“mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling
membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Alam semesta
membutuhkan manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh
alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya7.
Sebagai asas pendidikan Islam, setiap muslim diarahkan supaya punya
pandangan yang jelas tentang hakikat alam semesta baik alam benda maupun alam
selain seperti alam sosial. Hakikat alam atau makrokosmos adalah selain Tuhan,
manusia, alam dan kehidupan adalah bagian (mikrokosmos) dari alam makrokosmos.
Islam memandang bahwa alam ini diciptakan Allah, yang mempunyai keteraturan dan
diciptakan dengan tujuan tertentu dan mulia.
Menciptakan dan memberdayakan masyarakat yang sesuai dengan tujuan
tujuanmenciptakan manusia di muka bumi adalah tujuan dari pendidikan Islam.
Tujuan itu ialah menjadikan nilai-nilai Islam sebagai bingkai dalam masyarakat ideal.
Lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial
yang diharapkan8. Pemerintah bersama anggota masyarakat dan orang tua peserta
didik telah menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan untuk kemajuan
masyarakat dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai luhur yang
berasal dari agama. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan
keyakinan peserta didik terhadap agama yang dianutnya, ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya dan didik terhadap agama yang dianutnya, ideologi, politik, ekonomi,

7 M. Saefuddin. Deklarasi Pemikiran Landasan Islamisasi, (Bandung:Mizan. 1991),hlm.112


8 Hasan langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Mutiara Sumber Widia, 2005),
hlm.118

6
sosial, budaya dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa
kemajuan pada individu, keluarga, masyarakat dan negara untuk mencapai
masyarakat madani yang dijiwai oleh nilai-nilai luhur agama dan budaya. Berbicara
tentang fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat ada bermacam-macam
pendapat, dibawah ini disajikan tiga pendapat tentang fungsi pendidikan dalam
masyarakat.
Menurut Wiradji bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai
fungsi-fungsi sebagai berikut: pertama fungsi sosial, kedua fungsi kontrol sosial,
ketiga fungsi pelestarian budaya masyarakat, yang ke empat fungsi latihan dan
pengembangan tenaga kerja, kelima fungsi seleksi alokasi, keenam fungsi pendidikan
dan perubahan sosial, ketujuh fungsi reproduksi budaya, kedelapan fungsi difusi
kultural, kesembilan fungsi peningkatan sosial, kesepuluh fungsi moditifikasi sosial9
Dalam mendidik masyarakat yang dijiwai dengan nilai-nilai spiritual
keagamaan dan nilai-nilai luhur bangsa harus dimulai dari orang perorang atau
kumpulan dari beberapa orang. Dari orang perorang ini akan menginspirasi dalam
membentuk keluarga yang bahagia akan memancarkan dan membentuk masyrakat
madani. Sesuai dengan UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara10.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat
antara Tuhan, manusia, dan alam. Hubungan ini terpola tiga arah dan saling
mempengaruhi. Untuk mewujudkan trilogi hubungan ini dengan baik, diperlukan
rekonstruksi pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga tujuan
diciptakannya manusia dapat tercapai.

9Budi Yuwono, Ilmuwan Islam Pelopor Sains Modern (Jakarta: Pustaka Qalami, 2005), hlm.
161.
10Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung:Alfabeta. 2000),hlm.164

7
B. Penghargaan Terhadap Ilmu dan Orang yang Berilmu
1. Penghargaan Islam terhadap Ilmu
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam, hal ini
terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi
yang tinggi dan mulia disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi
dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu11.
Didalam Al qur’an, kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780
kali, ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari al-Qur’an sangat
kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi
ciri penting dari agama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani
sebagai berikut; Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah
penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al-sunah mengajak
kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan, serta
menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi12.
Ilmu yang bersumber dari wahyu atau Al-Qur’an dan Sunnah yang dicapai
melalui riset bayani atau ijtihad, yakni ilmu agam, ilmu yang bersumber dari alam
jagat yang dicapai melalui riset ijbari (esperimen dan penalaran logis), ilmu yang
bersumber dari fenomena sosial yang dicapai melalui riset burhani (observasi,
wawancara dan angket), ilmu yang bersumber dari akal pikiran yang dicapai melalui
riset jadali (logika), dan ilmu yang dicapai dari Allah Swt melalui riset irfani
(mujahadah dan muraqabah) sangat dihargai oleh Islam. Dalam pandangan Islam
semua ilmu ini hakikat-Nya milik Allah Swt, karena wahyu, alam jagat raya,
fenomena sosial, akal dan intuisi yang menjadi sumber ilmu tersebut adalah
merupakan anugerah Allah Swt yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk
dipelajari, dikaji, digali hikmahnya dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidup
manusia. Pandangan Islam yang tinggi tehadap ilmu tersebut dapat dilihat
berdasarkan ayat yang pertama kali diturunkan, yakni surat Al-‘Alaq (96) ayat 1-5

11 Hasan langgulung, Op.,cit, hlm.122


12 Ibid., hlm. 132

8
antara lain berisi perintah membaca dan menulis dalam arti seluas-luasnya. Membaca
secara harfiah berarti mengumpulkan informasi yang dapat dilakukan dengan cara
membaca tulisan, melalukan observasi, bertanya, melakukan, menalisa,
menyimpulkan dan menguji coba.
2. Penghargaan Islam terhadap orang yang berilmu
Orang - orang berilmu itu mempunyai derajat yang sangat tinggi di hadapan
Allah SWT. Sebab Allah memerintahkan kepada seluruh umatnya untuk menuntut
ilmu ,karena dengan ilmu kita dapat melakukan perbuatan dan kegiatan dengan
baik,baik dalam kegiatan beribadah maupun kegiatan sehari - hari13.
Dijelaskan pada sebuah hadis, bahwa kedudukan orang yang menuntut ilmu
seperti kedudukan Nabi Muhammad saw. Artinya kedudukan orang yang berilmu
sangat tinggi dan mulia.Bahkan di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah akan
mengangkat derajat orang yang berilmu beberapa derajat. Dalam agama islam
terdapat beberapa amal ibadah yang digunakan untuk menakar derajat manusia, baik
di dunia mapun di akhirat. Sebut saja contohnya adalah masalah ilmu dan iman 14.
Allah berfirman dalam surat al-mujadalah ayat 11 bahwa Ia mengangkat orang yang
beriman dan berilmu ke dalam beberapa derajat. Redaksi ayatnya adalah:

‫اٍت‬ ‫ِع‬ ‫ِذ‬ ‫ِم‬ ‫ِذ‬


‫َيْر َفِع الَّلُه اَّل يَن آَم ُنوا ْنُك ْم َو اَّل يَن ُأوُتوا اْل ْلَم َدَر َج‬
Artinya : Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu
dan orang-orang yang berilmu ke dalam beberapa derajat.

a) Hadits Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi

‫ َفْض الَعاِمِل‬: ‫َعْن َاىِب الَّد ْر َدا َقاَل َرُسْو ُل اِهلل َص َلى اُهلل َعَلْيِه َس َّل َيُقْو ُل‬
‫ُل‬ ‫َو َم‬ ‫َء‬
‫ ِاَّن اْل َل اِء َثُة اَالْنِب اِء‬, ‫َلى اْل اِبِد َك ِل اْلَق ِر َلى اِئِر اَلَك اِكِب‬
‫َي‬ ‫َو ُع َم َو َر‬ ‫َو‬ ‫َع َع َفْض َم َع َس‬
13 Djamaluddin Ancok, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium ke Tiga,
(Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi. Nomor:6 Tahun III. UII, 1998), hlm.8
14 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
masyarakat, (Bandung: Mizan. 2003),cet.ke-25,hlm.172

9
- . ‫ْمَل ُيَو ِّر ُثْو ا ِدْيَناًر ا َو َال ِدْر ًمَها ِاَمَّنا َو َر ُثْو ا اْلِعْلَم َفَم ْن َاَخ َذ ُه َاَخ َذ َحِبٍّظ َو اِفٍر‬
‫رواه ابو داود والرتمذي‬
Artinya : "Dari Abu Darda: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Kelebihan
seorang alim dari seorang abid (orang yang suka beribadah) seperti
kelebihan bulan pada bintang-bintang, dan sesungguhnya para ulama itu
pewaris nabi-nabi, mereka tidak mewariskan dinar (uang), tetapi
mewarisi ilmu, siapa yang mengambilnya maka ambillah dengan bagian
yang cukup." (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
Dalam hadits diatas terkandung dalam dua hal yaitu15:
1) Bahwa orang alim lebih utama dari seorang yang gemar ibadah
Ini artinya bahwa orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang sangat
tinggi bahkan melebihi seorang abid yang gemar beribadah namun tidak didasari
dengan ilmu yang memadai.Yang dimaksud dengan orang yang berilmu di sini adalah
orang yang mempunyai ilmu dan mengamalkannya. Ilmu yang dimilikinya bagaikan
cahaya yang dapat menerangi kegelapan. Sebagai orang yang berilmu ia mengerti
bahwa ilmunya harus dimanfaatkan. Dengan ilmunya ia dapat membedakan antara
yang hak dan yang bathil, antara yang halal dan mengetahui yang haram. Dengan
ilmunya, ia dapat beribadah dengan baik, apa yang dikerjakannya mempunyai dasar,
dan di dalam berbuat ia penuh dengan hati-hati.Dengan ilmunya pula ia dapat
merubah keadaan dan cepat menyesuaikan keadaan itu dengan segera.
Jadi, orang yang berilmu itu dapat memberi manfaat pada dirinya sendiri dan
kepada umat manusia. Di saat beribadah kepada Allah dilakukannya dengan benar
sesuai dengan apa yang dimilikinya. Dan di saat itu juga ia dapat menerangi umat
manusia dengan jalan memberi petunjuk kepada orang yang membutuhkannya. Ia
tidak ingin melihat orang lain terjerumus dalam kehinaan.Seseorang yang tidak

15Ibid.,hlm,211

10
berilmu di dalam beribadah tidak sesempurna orang yang berilmu. Bisa jadi apa yang
dilakukannya tidak memberi manfaat pada dirinya.
Rasulullah saw. mengibaratkan orang alim (ulama) dibandingkan dengan
seorang abid bagaikan bulan atas bintang-bintang. Artinya ilmu yang dimiliki
(seorang alim) dapat memancarkan cahaya yang terang seperti terangngnya cahaya
bulan, sedangkan seorang abid yang beribadah memancarkan cahaya seperti cahaya
bintang.
2) Para ulama dalah pewaris para nabi
Para ulama (orang yang berilmu) bertugas sebagai pembawa amanat para nabi
yang harus disampaikan kepada umat manusia. Secara berkesinambungan dakwawah
atau ajaran yang penuh disampaikan oleh para nabi, setelah beliau wafat dilanjutkan
oleh para ulama. Seorang ulama tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi dengan
ilmu yang ia miliki ia berkewajiban mengamalkannya, dan mengajarkannya kepada
orang lain. Dengan demikian, keberadaan agama akan terus terpelihara dengan baik.
Walaupun kita tidak pernah berjumpa dengan Nabi Muhammad saw. dan tidak
pernah mendengar langsung ajaran-ajarannya, namun berkat kegigihan para ulama
Islam, kita dapat mengenyam nikmat-nikmat ajaran Islam. Karena ulama adalah
pewaris nabi dan pemegang amanah Allah. Begitu pentingnya peranan ulama, nabi
pernah mengingatkan, Allah akan mencabut ilmunya dengan cara mencabut (nyawa)
para ulama.Bagi sahabat yang ingin membaca hadits lainnya mengenai menuntut
ilmu.

b) Hadits riwayat Ibnu Majah :

‫ِب‬ ‫ِث ِب ِش ِظ‬ ‫ِب‬ ‫ِه ِم ِب‬


‫َعْن َحُمَّم ْد ْن‬, ‫َك ْيُر ْن ْن ِرْي‬. ‫َح َد َثَنا َش ُا ْن َعّم َاٍر َح ْف ُص ْن ُس َلْيَم اَن‬
‫قال َرُسْو ُل اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬:‫قال‬.‫َعْف َأَئْف ِس بن ما لك‬, ‫ِس ِرْي ْيَن‬

11
‫ اِض ْالِعلِم ِعْنَد َغ َا ِلِه َك َق ِّلِه‬. ‫(َطَل ْاِلعْلِم َفِر ٌة َلى ُك ِّل ِلٍم‬
‫رْي ْه ُم‬ ‫ُمْس َو َو ُع‬ ‫ْيَض َع‬ ‫ُب‬
)‫ (رواه ابن جماه‬.) ‫ْاخَل َف اِز ْيِر اَجْلْو َه َر َو اُّللْؤ ُلُؤ َو الَّذ َه َب‬
Artinya: “Rasulullah Saw. Telah bersabda : Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap
muslim dan orang yang meletakkan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya
(orang yang enggan untuk menerimanya dan orang yang menertawakan
ilmu agama) seperti orang yang mengalungi beberapa babi dengan
beberapa permata, dan emas. (H.R. Ibnu Majah)
Hadits diatas menunjukkan bahwa fardhu bagi setiap orang muslim mencari
ilmu, dan orang yang memberikan ilmu bagi selain ahlinya adalah seperti orang yang
mengalungkan babi dengan mutiara, permata dan emas. Orang yang mempunyai ilmu
agama yang mengamalkannya dan mengajarkannya orang ini seperti tanah tanah
subur yang menyerap air sehingga dapat memberikan manfaat bagi dirinya dan
memberi manfaaat bagi orang lain, dan Allah juga akan memudahkan bagi orang-
orang yang selama hidupnya hanya untuk mencari ilmu, dipermudahkan baginya
jalan menuju kesurga. Selain Allah memberikan derajat/kedudukan yang tinggi di
dunia maupun di akhirat bagi orang muslim yang mengamalkan dan mengajarkan
ilmunya kepada orang yang belum tahu16.
Hukum menuntut ilmu dalam hadits tersebut adalah wajib. Karena pentingnya
ilmu bagi kehidupan dunia dan akhirat. Bahkan dalam kitab ta’lim muta’alim
terjemahan orang orang yang memiliki kelebihan diantara makhluk lain adalah ilmu.
Menuntut ilmu bagi orang-orang muslim dianggap sebagai ibadah seperti
menjalankan sholat dan ibadah-ibadah lain.. Ilmu telah menjadi tenaga pendorong
perubahan dan perkembangan masyarakat. Hal itu terjadi, karena ilmu telah menjadi
suatu kebudayaan. Dan sebagai unsur kebudayaan, ilmu mempunyai kedudukan yang
sangat penting dalam masyarakat Muslim dan dihadapak Allah. Jadi ilmu juga dapat
diartikan sebagai pusat dari perubahan dan perkembangan dalam masyarakat.

16 Syaukani, Titik Temu dalam Dunia Pendidikan, (Jakarta:Nuansa Madani, 2002), hlm. 105-
106.

12
Keutamaan orang yang berilmu sehingga melebihi orang yang ahli ibadah.
Karena ibadah tanpa ilmu tidak benar dan tidak diterima, dan untuk membuktikan
keutamaan ahli ilmu ini Allah bersama malaikat dan seluruh penghuni langit dan
bumi sampai semut dan ikan bershalawat untuk orang yang mengajari kebaikan.
Keutamaan ilmu tidak terletak beberapa ilmu yang yang didapat tetapi pada
pengembangan dan pengalamannya dalam kehidupan ataupun masyarakat.tujuan
akhir seorang mu’min adalah surga. Caranya adalah mencari dan mengamalkan
semua kebijakan tanpa merasa lelah atau capek. Selain Allah memberikan
derajat/kedudukan yang tinggi di dunia maupun di akhirat bagi orang muslim yang
mengamalkan dan mengajarkan ilmunya kepada orang yang belum tahu. Seorang
mu’min itu tak akan merasa puas dan lelah dalam mencari maupun mempelajari ilmu,
karena dengan ilmu semua kebajikan dapat diraih17.

C. Membangun Peradaban dan Penyelamatan Umat


1. Membangun Peradaban
Peradaban adalah suatu tatanan sistem yang diciptakan oleh manusia dengan
potensi kemanusiaan. Sedangkan potensi kemanusiaan adalah suatu hal khusus yang
diciptakan oleh Allah yang dengannya membuat manusia itu berbeda dengan
makhluk Allah yang lain.
Segala yang ada adalah ciptaan Allah yang Maha Kuasa atas segala yang ada
itu. Potensi kemanusiaan hanya dimiliki oleh manusia tidak dimiliki makhluk lain.
Dengan potensi itu manusia menggantungkan nasib. Apakah ia akan menjadi mulia
atau hina. Lalu yang menjadi pertanyaan selanjutnya apa potensi kemanusian itu?
Dan bagaimana memerankannya? Potensi kemanusiaan yang dimaksud adalah akal.
Akal yang menjadi kelebihan makhluk yang bernama manusia. Di mana akal ini yang
dapat menjadi penentu hidup manusia. Akal yang sempurna adalah akal yang

17Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius dan Dinamika Industrialisasi dalam Islam,


Kemodernan dan Keindonesiaan,(Bandung : Mizan, 1987), h. 141. Nurcholish Madjid, Masyarakat
Religius dan Dinamika Industrialisasi dalam Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan,(Bandung :
Mizan, 1987), hlm. 141.

13
terpadukan antara daya berfikir dan daya dzikir. Antara otak yang ada di dalam dada
dan otak yang ada di dalam kepala. Keduanya akan menghasilkan kesempurnaan
perpaduan dengan logika yang benar dan rasa yang sesuai fitrah kebaikan.
Otak yang ada di dalam kepala ia berfungsi untuk berfikir. Berfikir jernih
bukan karena atas dorongan hasrat dan keuntungan sesaat. Otak yang ada di dalam
dada ia berfungsi untuk memberikan makna terdalam dari setiap yang ada hingga ia
dapat mengantarkan kepada zat yang Maha Ada. Pencipta dan Penguasa atas segala
yang ada. Pencipta dan Penguasa alam semesta. Sehingga apabila keduanya bekerja
secara bersama, saling melengkapi dan menyempurnakan, maka ia akan menjadi akal
yang sempurna. Akal sempurna yang mengantarkan derajat sebagai “manusia”18.
Karena keduanya adalah potensi, maka keduanya harus selalu dikembangkan
dan diberdayakan secara optimal. Ditumbuhkan di awal, dijaga di tengah hingga pada
akhirnya dalam keadaan yang sempurna. Untuk selanjutnya dapat mengantarkan
manusia pada kesempurnaan penciptaan sebagai manusia.
Manusia harus senantiasa mancari ilmu dan hikmah. Itu dia kuncinya. Karena
keduanya adalah makanan utama dari akal. Ilmu yang dapat membuka otak dan
pikiran untuk kemudian diteruskan ke dalam hati dengan cahaya hikmah. Hikmah
yang dapat membuka hati setiap orang yang bersih dan suci.
Ilmu yang mudah diperoleh dengan belajar, membaca, mendengar dan
merenung. Untuk kemudian hal itu terus diulang-ulang sehingga menjadi otomatis.
Apapun yang dilakukan dan diucapkan adalah ilmu dan hikmah. Bekerja tanpa
berfikir panjang namun akan tetap tenang. Ia akan menjadi manusia yang sempurna
dengan akal yang rasional.
Dengan demikian semakin sempurna akal manusia maka akan semakin banyak
ia memerankan dirinya dalam pekerjaan yang benar. Semakin banyak manusia
mengembangkan kemudian menggunakan akal itu maka akan membuat manusia
menjadi semakin baik. Namun sebaliknya jika manusia tidak dapat menggunakan
akal itu maka akan kehilangan jati diri sebagai seorang manusia. Jadi manusia akan
18Ibid.,hlm. 147

14
menjadi sama dengan makhluk-makhluk Allah lain seperti binatang dan hewan.
Hanya sekedar hidup dengan naluri dan syahwat kebuasan.
Jika akal sudah dapat diberdayakan dan diperankan dalam kehidupan pasti
manusia akan dapat menghasilkan suatu produk dan karya yang berkualitas. Di mana
karya dan produk inilah yang akan membuat manusia menjadi mulia atau hina
tergantung apa yang dihasilkan itu. Apa yang dihasilkannya itu dapat berupa
pemikiran, ide, dan gagasan atau bahkan berupa barang-barang atau benda-benda
berharga lain. Inilah yang akan membentuk peradaban.
Jadi seingkatnya manusia lahir ke dunia diciptakan membawa potensi
kemanusian. Tugas pertama manusia di dunia adalah menumbuhkan kemudian
memaksimalkan potensi itu. Kemudian tugas selanjutnya: jika potensi itu sudah
berkembang dengan maksimal maka manusia dapat memerankan dalam kehidupan
dan menggunakan potensi itu untuk menghasilkan karya. Karya itu untuk menata
hidup sesuai dengan pandangan yang benar sesuai dengan pandangan akal itu.
Dengan setiap manusia dapat menggunakan akal dengan tertata, teratur, rapi,
baik dan benar maka peradaban manusia yang tinggi akan terwujud. Peradaban utama
sebagai bukti manusia yang mulia karena akal. Peradaban mulia disebabkan karena
akal yang teraktifkan. Peradaban yang sempurna disebabkan akal yang sempurna.
Peradaban unggul dibanding makhluk lain dalam pandangan Allah Swt. Peradaban
yang baik karena hidup mulia dengan ilmu dan hikmah.
Dengan sistem pendidikan islam kita dapat mewujudkan peradaban yang maju
karena sistem pendidikan islam kita dapat mewujudkan masyarakat yang berpribadi
yang baik bukan hanya sekedar baik tapi masyarakat yang terbaik di dunia dan baik
disisi Allah swt karena yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling
bertaqwa.
Bila dilihat ke masa lampau, peradaban islam pada abad pertengahan di
cordova terdapat 700 masjid 60 ribu rumah mewah dan 70000 perpustakaan dan
memiliki 500 ribu manuskrip, peradaban begitu maju kenapa bisa semaju itu

15
peradaban, karena penduduknya memiliki pribadi yang baik dan juga berwawasan
yang luas.
Pendidikan islam mendidik manusia sesuai tuntunan ajaran islam agar manusia
menjadi pribadi yang baik. Islam memberikan perhatian besar terhadap ilmu
pengetahuan. Islam menuntun manusia agar mempelajari ilmu pengetahuan.agar
manusia menjadi lebih produktif agar manusia terus berkembang. Islam tidak
melarang mempelajari teknologi sesuai tuntunan dan ajaran Islam. Karena islam
menginginkan kebaikan bagi manusia.

2. Tantangan Pendidikan Islam


Pendidikan selalu berkembang mengikuti dinamika kehidupan masyarakat.
Dewasa ini masyarakat Indonesia sedang mengalami perubahan transisional dari
masyarakat agraris ke arah masyarakat industri. Bahkan, sebetulnya telah terjadi
lompatan perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat informasi. Menurut
Tilaar, perubahan tersebut meniscayakan desain pendidikan memiliki relevansi
dengan kebutuhan masyarakat yang terus berubah. Artinya, pendidikan pada
masyarakat agraris didesain relevan dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat
agraris. Pendidikan pada masyarakat industri dan informasi didesain mengikuti arus
perubahan dan kebutuhan masyarakat era industri dan informasi. Begitulah siklus
perkembangan perubahan pendidikan yang senantiasa didesain relevan dengan
perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat pada suatu era, baik pada aspek konsep,
materi dan kurikulum, proses, fungsi serta tujuan dari lembaga pendidikan19.
Pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, kini
dihadapkan pada tantangan baru sebagai konsekuensi dari dinamika zaman yang
disebut era globalisasi. Dalam menghadapi tantangan tersebut, diperlukan suatu
strategi baru yang solutif dan antisipatif. Menurut Tilaar, apabila tantangan baru
tersebut dihadapi dengan menggunakan strategi lama, maka segala usaha yang

19Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan.(Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 154

16
dijalankan akan menemui kegagalan. Hal ini menuntut para pemikir dan praktisi
pendidikan Islam agar dapat menemukan strategi pendidikan Islam yang tepat untuk
menghadapi kehidupan global.
Tantangan globalisasi merupakan suatu kondisi kekinian sebagai akibat dari
modernisasi. Kondisi tersebut harus dihadapi dan dilalui agar tercapai suatu
keberhasilan. Tantangan tidak harus dimaknai sebagai sesuatu yang membuat sulit,
atau kadang menghambat sesuatu yang ingin dicapai, tetapi tantangan adalah
penggugah tekad untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah.
Mastuhu mengemukakan, beberapa tantangan yang dihadapi dunia pendidikan
masa kini, yaitu globalisasi, kompleksitas, turbulence, dinamika, akselerasi,
keberlanjutan dari yang kuno ke yang modern, koneksitas, konvergensi, konsolidasi,
rasionalisme, paradoks global, dan kekuatan pemikiran20.
Selajutnya, Rahim mengemukakan bahwa secara eksternal masa depan
pendidikan Islam dipengaruhi oleh tiga isu besar, yaitu globalisasi, demokratisasi,
dan liberalisme Islam dan menyebut globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan dekadensi moral sebagai tantangan pendidikan Islam masa kini dan
masa depan, maka tantangan pendidikan Islam yang harus dihadapi di era global ini
adalah kebodohan, kebobrokan moral, dan hilangnya karakter muslim21.
Menurut Zubaedi, ketika globalisasi dihadapkan dengan pendidikan Islam,
maka muncul dua implikasi sekaligus, yakni peluang dan ancaman. Sebagai peluang,
globalisasi di satu sisi akan memudahkan pendidikan Islam untuk mengakses
berbagai informasi secara cepat, juga memudahkan pendidikan Islam untuk
menyebarluaskan produk-produk keilmuan yang memberikan manfaat bagi
masyarakat. Selanjutnya sebagai ancaman, ternyata globalisasi tidak hanya
mempengaruhi tatanan kehidupan pada tataran makro, tetapi juga mengubah tata

20 Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,


2002), hlm. 114

21 Rahim, Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
2001), hlm. 217

17
kehidupan pada level mikro, yaitu terhadap ikatan kehidupan sosial masyarakat.
Globalisasi memicu fenomena disintegrasi sosial, hilang nilai-nilai tradisi, adat-
istiadat, sopan santun, dan penyimpangan sosial lainya22.

3. Pendidikan Islam Menjadi Harapan


Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat baik sosial maupun
kultural, secara makro persoalan yang dihadapi pendidikan Islam adalah bagaimana
pendidikan Islam mampu menghadirkan desain atau konstruksi wacana pendidikan
Islam yang relevan dengan perubahan masyarakat. Kemudian disain wacana
pendidikan Islam tersebut dapat dan mampu ditranspormasikan atau diproses secara
sistematis dalam masyarakat. Persoalan pertama ini lebih bersifat filosofis,yang kedua
lebih bersifat metodologis. Pendidikan Islam perlu menghadirkan suatu konstruksi
wacana pada dataran filosofis, wacana metodologis, dan juga cara menyampaikan
atau mengkomunikasikannya23.
Dalam menghadapi peradaban modern, yang perlu diselesaikan adalah
persoalan-persoalan umum internal pendidikan Islam yaitu (1) persoalan dikotomik,
(2) tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam, (3) persoalan kurikulum atau materi.
Ketiga persoalan ini saling interdependensi antara satu dengan lainnya24.
1) Pertama, Persolan dikotomik pendidikan Islam
Pendidikan Islam harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu
umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan
agama. Karena, dalam pandangan seorang Muslim, ilmu penge-tahuan adalah satu
yaitu yang berasal dari Allah Swt. Mengenai persoalam dikotomi, tawaran Fazlur
Rahman, salah satu pendekatannya adalah dengan menerima pendidikan sekuler
modern sebagaimana telah berkembang secara umumnya di dunia Barat dan mencoba
untuk mengislamkannya yakni mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu dari

22Zubaedi, Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita Selekta
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 202
23 Saiful Akhyar Lubis., Op.Cit, hlm. 82
24 Ibid., hlm. 83

18
Islam. Lebih lanjut Fazlur Rahman, mengatakan persoalannya adalah bagaimana
melakukan modernisasi pendidikan Islam, yakni membuatnya mampu untuk
produktivitas intelektual Islam yang kreatif dalam semua bidang usaha intelektual
bersama-sama dengan keter-kaiatan yang serius kepada Islam.
A.Syafi'i Ma'arif mengatakan, bila konsep dualisme dikotomik berhasil
ditumbangkan, maka dalam jangka panjang sistem pendidikan Islam juga akan
berubah secara keseluruhan, mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi.
Untuk kasus Indo-nesia, IAIN misalnya akan lebur secara integratif dengan perguruan
tinggi-perguruan tinggi negeri lainnya. Peleburan bukan dalam bentuk satu atap saja,
tetapi lebur berdasarkan rumusan filosofis.
2) Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam.
Memang diakui bahwa penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan akhir-akhir
ini cukup menggembirakan, artinya lembaga-lembaga pendidikan memenuhi
keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai tempat untuk
mempelajari ilmu umum dan ilmu agama serta keterampilan.
Tetapi pada kenyataannya penyesuaian tersebut lebih merupakan peniruan
dengan pola tambal sulam atau dengan kata lain mengadopsi model yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga pendidikan umum, artinya ada perasaan harga diri bahwa apa
yang bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum dapat juga dilakukan
oleh lembaga-lembaga pendidikan agama, sehingga akibatnya beban kurikulum yang
terlalu banyak dan cukup berat dan terjadi tumpang tindih. Sebenarnya lembaga-
lembaga pendidikan Islam harus memilih satu di antara dua fungsi, apakah mendisain
model pendidikan umum Islami yang handal dan mampu bersaing dengan lembaga-
lembaga pendidikan yang lain, atau mengkhususkan pada desain pendidikan
keagamaan yang berkualitas, mampu bersaing, dan mampu mempersiapkan mujtahid-
mujtahid yang berkualitas.
3) Persoalan kurikulum atau materi Pendidikan Islam
Materi pendidikan Islam terlalu dominasi masalah-masalah yang bersifat
normatif, ritual dan eskatologis. Materi disampaikan dengan semangat ortodoksi

19
keagamaan, suatu cara dimana peserta didik dipaksa tunduk pada suatu “meta narasi"
yang ada, tanpa diberi peluang untuk melaku-kan telaah secara kritis. Pendidikan
Islam tidak fungsional dalam kehi-dupan sehari-hari,kecuali hanya sedikit aktivitas
verbal dan formal untuk menghabiskan materi atau kurikulum yang telah
diprogramkan dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Mencermati persoalan yang dikemukakan di atas, maka perlu menyelesaikan
persoalan internal yang dihadapi pendidikan Islam secara mendasar dan tuntas. Sebab
pendidikan sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup
kompleks, yakni bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan manusia yang
berkualitas,bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat yang begitu
cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modem, tetapi
mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompettif dan proaktif dalam
dunia masyarakat modern. Pertanyaannya, desain pendidikan Islami yang bagaimana?
yang mampu menjawab tantangan perubahan ini, antara lain25:
1) Pertama, lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu mendesain ulang fungsi
pendidikannya, dengan memilih apakah (1) model pendidikan yang
mengkhususkan diri pada pendidikan keagamaan saja untuk mempersiapkan
dan melahirkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid tangguh dalam bidangnya
dan mampu menjawab persoalan-persoalan aktual atau kontemporer sesuai
dengan perubahan zaman, (2) model pendidikan umum Islami, kurikulumnya
integratif antara materi-materi pendidikan umum dan agama, untuk
mempersiapkan intelektual Islam yang berfikir secara komprehensif, (3) model
pendidikan sekuler modern dan mengisinya dengan konsep-konsep Islam, (4)
atau menolak produk pendidikan barat, berarti harus mendesain model
pendidikan yang betul-betul sesuai dengan konsep dasar Islam dan sesuai
dengan lingkungan sosial-budaya Indonesia, (5) pendidikan agama tidak
dilaksanakan di sekolah-sekolah tetapi dilaksanakan di luar sekolah, artinya

25 Ibid., hlm. 86

20
pendidikan agama dilaksanakan di rumah atau lingkungan keluarga dan
lingkungan masyarakat berupa kursur-kursus, dan sebagainya.
2) Kedua desain pendidikan harus diarahkan pada dua dimensi, yakni: (1)
dimensi dialektika (horizontal), pendidikan hendaknya dapat mengembangkan
pemahaman tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam atau
lingkungan sosialnya. Manusia harus mampu mengatasi tantangan dan kendala
dunia sekitarnya melalui pengembangan Iptek, dan (2) dimensi ketunduhan
vertikal, pendidikan selain menjadi alat untuk memantapkan, memelihara
sumber daya alami, juga menjembatani dalam memahamai fenomena dan
misteri kehidupan yang abadi dengan maha pencipta. Berati pendidikan harus
disertai dengan pendekatan hati.
3) Ketiga, sepuluh paradigma yang ditawarkan oleh Prof. Djohar, dapat
digunakan untuk membangun paradigma baru pendidikan Islam, sebagai
berikut: Satu, pendidikan adalah proses pembebasan. Dua, pendidikan sebagai
proses pencerdasan. Tiga, pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak. Empat,
pendidikan menghasilkan tindakan per-damaian. Lima, pendidikan adalah
proses pemberdayaan potensi manusia. Enam, pendidikan menjadikan anak
berwawasan integratif. Tujuh, pendidikan wahana membangun watak
persatuan. Delapan, pendidikan menghasilkan manusia demokratik. Sembilan,
pendidikan menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan. Sepuluh,
sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan.
Tiga hal yang dikemukakan di atas merupakan tawaran desain pendidikan
Islam yang perlu diupayakan untuk membangun paradigma pendidikan Islam dalam
menghadapi perkembangan perubahan zaman modern dan memasuki era milenium
ketiga. Sebab kondisi masyarakat sekarang ini lebih bersifat praktis-pragmatis dalam
hal aspirasi dan harapan terhadap pendidikan, sehingga tidak statis atau hanya
berjalan di tempat dalam menatap persoalan-persoalan yang dihadapi pada era
masyarakat modern dan post masyarakat modern. Untuk itu, Pendidikan dalam
masyarakat modern, pada dasarnya berfungsi untuk memberikan kaitan antara anak

21
didik dengan lingkungan sosiokulturalnya yang terus berubah dengan cepat, dan pada
saat yang sama, pendidikan secara sadar juga digunakan sebagai instrumen untuk per-
ubahan dalam sistem politik, ekonomi secara keseluruhan.
Pendidikan sekarang ini tidak lagi dipandang sebagai bentuk perubahan
kebutuhan yang bersifat konsumtif dalam pengertian pemuasan secara langsung atas
kebutuhan dan keinginan yang bersifat sementara. Tapi, merupakan suatu bentuk
investasi sumber daya manusia (human investment) yang merupakan tujuan utama;
pertama, pendidikan dapat membantu meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan
untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatkan penghasilan kerja lulusan
pendidikan di masa mendatang. Kedua, pendidikan diharapkan memberikan pengaruh
terhadap pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
Salah satu pergeseran paradigma adalah paradigma di dalam melihat apakah
kondisi kehidupan di masa depan relatif stabil dan bisa diramalkan (predictability).
Pada milenium kedua orang selalu berpikir bahwa segala sesuatu bersifat stabil dan
bisa diprediksi. Tetapi, pada milenium ketiga semakin sulit untuk melihat adanya
stabilitas tersebut. Apa yang terjadi di depan semakin sulit untuk diprediksi karena
perubahan menjadi tidak terpolakan dan tidak lagi bersifat linier”. Maka, pendidikan
Islam sekarang ini desainnya tidak lagi bersifat linier tetapi harus didesan bersifat
lateral dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat dan tidak terpolakan.
Untuk itu pendidikan (termasuk pendidikan Islam) harus mempersiapkan ada
empat kapital yang diperlukan untuk memasuki milenium ketiga, yakni kapital
intelektual, kapital sosial, kapital lembut, dan kapital spritual. Tantangan ini tidak
muda untuk penyelesaiannya, tidak seperti membalik telapak tangan. Untuk itu,
pendidikan Islam sangat perlu mengadakan perubahan atau mendesain ulang konsep,
kurikulum dan materi, fungsi dan tujuan lembaga-lembaga, proses, agar dapat
meneuhi tuntatan perubahan yang semakin cepat26.

BAB III
26 Ibid., hlm. 83

22
KESIMPULAN

Pendidikan Islam dari semua asfek dan dimensinya pada akhirnya diharapkan
mampu menjadi rahmat bagi alam semesta,baik dari segi hubungan manusia dengan
sesama, hubungan manusia dengan lingkungan dan juga hubungan dengan Robbnya.
Konsep Pendidikan Islam menawarkan banyak keutamaan. Keutamaan itu
meliputi antara lain karena bersumber dari kebenaran ilmiah, mencakup segenap
aspek kehidupan manusia, berlaku universal, tidak terbatas hanya untuk bangsa
tertentu saja, berlaku sepanjang masa, bahkan menyiapkan pengembangan naluri-
naluri kemanusiaan hingga tercapai kehidupan yang hakiki.
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini
terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi
yang tinggi dan mulia disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi
dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Menghadapi tantangan modernitas, pendidikan Islam harus melakukan
langkah strategis dengan terlebih dahulu membangun paradigma keilmuan yang
integratif sebagai jawaban terhadap dikotomi ilmu. lembaga pendidikan Islam juga
mendisain ulang fungsinya dengan memilih model pendidikan yang relevan dengan
perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat. Pilihan yang paling tepat adalah
mengadaptasi model pendidikan modern (Barat) dalam sistem pendidikan Islam.
Pilihan ini bukan berarti sekularisasi atau westernisasi, tetapi pilihan ini tetap
meniscayakan nilai-nilai Islam terpelihara dalam aktivitas pendidikan Islam. Tahap
selanjutnya, lembaga-lembaga pendidikan Islam harus mereformasi kurikulumnya
agar dapat menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan memiliki daya saing
dalam menghadapi kompetisi global.

DAFTAR PUSTAKA

23
Ancok Djamaluddin, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium ke Tiga,
Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi. Nomor:6 Tahun III.
UII, 1998.

H.A Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.

Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 2001.

langgulung Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Mutiara Sumber Widia,


2005

Lubis Saiful Akhyar, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul ‘Ulum


Medan: Perdana Publishing, 2021.

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan masyarakat, Bandung: Mizan. 2003.

Madjid Nurcholish, Masyarakat Religius dan Dinamika Industrialisasi dalam Islam,


Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung : Mizan, 1987.

Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,


2002.

Nata Abuddin, Pendidikan dalam Perspektif Al-Quran, Jakarta: UIN Syarif


Hidayatullah, 2005.

Saefuddin M.. Deklarasi Pemikiran Landasan Islamisasi, Bandung:Mizan. 1991.

Sagala Syaiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung:Alfabeta. 2000.

24
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangatnya di Indonesia, Suatu Pengantar, Jakarta:
Bumi Aksara, 2007.

Syaikh Abdul Qadir, Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu dan Ahli Ilmu, Pen. Abu ‘Abida
AlQudsy Solo : Pustaka Al Alaq, 2005.

Syaukani, Titik Temu dalam Dunia Pendidikan, Jakarta:Nuansa Madani, 2002.

Yuwono Budi, Ilmuwan Islam Pelopor Sains Modern Jakarta: Pustaka Qalami, 2005.

Zubaedi, Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita Selekta
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

25

Anda mungkin juga menyukai