Anda di halaman 1dari 15

KONSEP PENDIDIKAN AGAMA & BUDAYA DALAM

PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADIS

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Mata Al-Qur’an Hadis dengan
dosen pengampuh Dr. Khaerul Asfar, Lc, M.Th.I

Oleh;
Julianto Dunggio
Arman Nani
Muthia
Megawati

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
2023 M/1445 H
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rahmat bagi

alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan

manusia di dunia ini. Allah SWT sendiri telah menyatakan hal ini, sebagaimana al-

Qur’an menyebutkan: “Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini kapadamu supaya

kamu menjadi susah.” Artinya bahwa umat manusia yang mau mengikuti petunjuk

al-Qur’an ini, akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan mereka akan bahagia dan

sejahtera di dunia dan akhirat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang dan

mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang sempit

dan penuh penderitaan. Kualitas manusia berkaitan dengan tiga hal berikut ini,

pertama, berkenaan dengan kekuatan iman. Iman adalah keyakinan terhadap Allah,

terhadap Malaikat-Nya, terhadap kitab-kitab-Nya, terhadap rasul-rasul-Nya, dan

terhadap hari akhir. Di antara ayat al-Qur’an yang menyebutkan lima sendi iman

tersebut adalah surah al-Baqarah ayat 177. Sedangkan iman kepada takdir Tuhan

disebutkan dalam beberapa ayat al-Qur’an secara implisit, sedang secara eksplisit

disebutkan dalam hadis nabi.1

Kemantapan iman yang benar merupakan penentu (barometer) nilai hidup

manusia. Iman yang benar bertumpu pada keyakinan tauhidullah, serta mendorong

untuk berbuat banyak dalam hidupnya menuju ridha Allah SWT. Kedua,berkaitan

dengan kehendak untuk beramal saleh. Amal baik merupakan manifestasi dari iman

yang benar. Amal saleh menuntut adanya ketaatan terhadap Allah, terhadap diri

sendiri dengan berupaya memenuhi yang menjadi haknya (ruhani dan jasmani),

1
Al-Imam Muhyiddin Yahya bin Syarf al-Din al-Nawawi, Matan alArba’in al-Nawawiyah,
(ttp.: Al-Maktabah al-Sa’adiyah Putra, tt.), h. 7-8.
terhadap keluarga dengan memenuhi yang menjadi haknya erhadap tetangga dengan

memenuhi apa yang menjadi hak tetangga, terhadap masyarakat dengan memenuhi

apa yang menjadi hak masyarakat, dan seterusnya. Manusia adalah mahluk sosial

yang saling memiliki hak dan kewajiban, plus solidaritas yang senantiasa

ditumbuhkembangkan.

Hidup tolong-menolong harus selalu ditegakkan dan senantiasa mendayung

bersama pekerjaan yang dinilai memiliki dimensi untuk mengangkat kepentingan

hidup bersama, tidak rakus, dan harus memelihara kelestarian lingkungan hidup.

Ketiga, berkenaan dengan ilmu pengetahuan. 2 Untuk dapat merealisasikan amal saleh

yang multidimensional itu, ilmu pengetahuan mutlak diperlukan sebagai sarananya.

Dengan menggunakan pena, manusia dapat mencatat segala sesuatu yang

dijumpai di alam raya ini. Alam raya merupakan kamus yang khusus diperuntukan

kepada manusia. Bagi manusia yang berilmu, Allah berjanji akan mengangkat

derajatnya. Ilmu memiliki nilai sentral di samping iman. Saking sentralnya masalah

ilmu ini, sampai-sampai Nabi Muhammad SAW bersabda :”Barang siapa yang

menghendaki dunia, hendaklah dengan ilmu, dan barang siapa yang menghendaki

akhirat, hendaklah dengan ilmu, dan barang siapa yang menghendaki keduanya,

hendaknya dengan ilmu.”3 Dalam hal ini, keilmuan seseorang sangat berpengaruh

dengan kebudayaannya. Budaya yang sudah melekat pada masyarakat harus

berhadapan dengan fenomena tantangan kehidupan yang begitu deras. Sehingga

tinggi rendahnya ekspressi keberagamaan seseorang, terlihadari tingkatan ekspresi

budayanya.

B. Rumusan Masalah

2
Prof. Dr. H. Sanusi Uwes, M.Pd. dalam karyanya Visi dan Pondasi Pendidikan (Dalam
Perspektif Islam), (Ciputat: Logos, 2003), h. 36.
3
t Arnold John Winsinch, Al-Mu’jam al-Mufahros li Alfaadz al-Hadiits al-Nabawiy, (Leiden:
Breil, 1943), juz II, h. 153
Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa pertanyaan yang harus

dijawab terkait hubungan agama dan budaya:

1. Bagaimana Konsep Pendidikan Agama dan Budaya dalam Perspektif Al-

Qur’an dan Hadis?

2. Bagaimana sesungguhnya hubungan antara agama dengan budaya,?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Agama dan Budaya Perspektif Al-Qur’an dan Hadis

Pendidikan agama merupakan salah satu dari tiga subyek pelajaran yang harus

dimasukkan dalam kurikulum setiap lembaga pendidikan formal di Indonesia. Hal ini

karena kehidupan beragama merupkan salah satu dimensi kehidupan yang

diharapkan dapat terwujud secara terpadu.4

Pendidikan Islam dalam adalah pendidikan yang dilakukan masyarakat Islam

yang berkaitan dengan pelajaran agama Islam dari pendidikan dasar sampai dengan

perguruan tinggi agama Islam. Dengan pendidikan Islam dibimbing pertumbuhan

jasmani dan rohani kearah kedewasan dengan berpedoman pada nilai-nilai Islam

serta menggunakan pendekatan psikologis dalam pelaksanaannya. Maka dapat

disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan proses mengubah tingkah laku

individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan

kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses pendidikan. Dengan demikian

proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing dan mengarahkan

potensi hidup manusia berupa kemampuan dasar dan kemampuan belajar sehingga

terjadi perubahan dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial

serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup dan proses tersebut

senantiasa berada dalam nilai Islam.5

1. Pendidikan Agama dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sebagai rujukan pendidikan primer, karena al-Quran

merupakan kitabullah yang dinuzulkan oleh malaikat Jibril kepada nabi. Dia

berfungsi menyeluruh dalam kehidupan manusia. Bahkan asas-asas pendidikan,


4
Chabib Thoha, dkk, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999),
h. 1.

5
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: Hidakarya Agung,
1970, Cet.ke-3, h.11
hakikatnya merupakan penjiwaan dari nilai-nilai yang terkandung dalam kitab

samawi tersebut.

Allah swt berfirman dalam Qur’an surah Ad-Zariyat: 56:

‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِاْل ْنَس ِااَّل ِلَيْعُبُد ْو ِن‬


Terjemahan,

“dan tidak menciptakan Jin dan Manusia Kecuali untuk mengabdi kepadaku”

Perhambaan diri kepada Allah yang menjadi tujuan pendidikan, telah

pula disepakati. oleh para pakar pendidikan Islam pada umumnya. Muhammad

Natsir misalnya mengemu-kakan bahwa tujuan hidup manusia memperhambakan diri

kepada Allah, berarti menjadi hamba Allah dan inilah tujuan hidup kita di dunia,

yang berarti tujuan pendidikan yang wajih kepada anak-anak yang sedang

menghadapi kehidupan.6

Asbabun Nuzul surat adz-Dzariyat ayat 56, yaitu Ketika para malaikat

mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi. Allah SWT

menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia memberitahukan

bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia

menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud

kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan,

bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.

Dengan demikian, menghambakan diri kepada Allah dapat juga berpengaruh

pada timbulnya akhlaq yang mulia: Pendidikan Islam, terjemahan tujuan

pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Athiyah al-Abrasyi adalah mendidik

akhlaq dan jiwa anak didik, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan),

membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka

untuk kehidupan yang suci seluruhnya, ikhlas dan jujur. Dengan dasar ini,

6
M. Natsir, Capita Selekta (Jakarta : Bulan Bintang,1973), h. 79.
maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam ialah mendidik budi

pekerti dan pendidikan jiwa.7

Allah juga berfirman dalan Al-Qur’an surah An-Nahl/156:


‫ُۗن‬
‫ُاْدُع ِاٰل ى َس ِبْيِل َر ِّبَك ِباْلِح ْك َم ِة َو اْلَم ْو ِع َظِة اْلَح َس َنِة َو َج اِد ْلُهْم ِب اَّلِتْي ِهَي َاْح َس ِاَّن َر َّب َك ُه َو‬
‫َاْع َلُم ِبَم ْن َض َّل َع ْن َس ِبْيِلٖه َو ُهَو َاْع َلُم ِباْلُم ْهَتِد ْيَن‬
Terjemahan,

Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang

baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu

Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling

tahu siapa yang mendapat petunjuk.

Para mufasir berbeda pendapat seputar asbab al-nuzul (latar belakang

turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah

SAW menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk

Hamzah, paman Rasulullah.8 Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di

Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan

senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak

menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut.9

Kata ( ‫ )ْلِح ْك َم ِة‬hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu,

baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah pengetahuan atau tindakan yang

bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang

bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang

besar atau lebih besar serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang

besar atau lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah, yang berarti kendali,

karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak di

7
Moh. 'Athiyah al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta : Bulan Bintang,
1970), h. 24.
8
Al-Wahidi, Al Wajid fi Tafsir Kitab Al Ajizi, Mawaqi’ At-Tafasir ,Mesir, tt, hal. 440/ 1.Lihat
juga: Al-Wahidi An- Nasyabury, Asbâb an-Nuzul, Mawaqiu’ Sy’ab, t-tp, tt, 191/1.
9
Abu Al-Fida Ibn Umar Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al –Adzim, Tahqiq oleh Samy bin
Muhammad Salamah, Dar at-Thoyyibah Linasyri Wa Tawji’, Madinah , 1420 H, 613/IV.
inginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah

perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk

pun dinamai hikmah, dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana). Siapa yang tepat

dalam penilaiannya dan dalam pengaturannya, dialah yang wajar menyandang sifat

ini atau dengan kata lain dia yang hakim. Thahir Ibn ‘Asyur menggaris bawahi

bahwa hikmah adalah nama himpunan segala ucapan atau pengetahuan yang

mengarah kepada perbaikan keadaan dan kepercayaan manusia secara bersinambung.

Thabathaba’i 61 mengutip ar-Raghib al-Ashfihani yang menyatakan secara singkat

bahwa hikmah adalah sesuatu yang mengena kebenaran berdasar ilmu dan akal.

Dengan demikian, menurut Thabathaba’i, hikmah adalah argumen yang

menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak mengandung kelemahan tidak

juga kekaburan.

Mengingat pentingnya pendidikan Islam bagi terciptanya kondisi lingkungan

yang harmonis, dan juga pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh

potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna yaitu

perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti . Selain itu tujuan pendidikan

menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan agar seseorang dapat

hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian

yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendrungan dan potensi yang

dimilikinya dan untuk mencapai tujuan ini diperlukan metode pendidikan yang tepat.

2. Pendidikan Agama dalam Hadis

Mengingat hadits adalah yang berkaitan langsung dengan Nabi Muhammad

S.A.W. maka dalam memberikan pengertian tentunya mengikuti disiplin ilmu

yang telah diformulasikan oleh ahlinya. Dalam hal ini ditemui dua macam pengertian

yaitu terbatas (sempit) dan luas (tidak terbatas) Pertama pengertian disampaikan

oleh mayoritas ahli hadits ialah :Sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi S.A.W. baik

berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (Taqrir) dan yang sesamanya. Pengertian


ini mengandung empat macam unsur, yakni perkataan, perbuatan, pernyataan,

dan sifat atau keadaan Nabi S.A.W. yang lain, semuanya hanya disandarkan

pada beliau saja tidak termasuk yang disandarkan pada sahabat dan tidak pula

pada tabi’in.Pendidikan ialah Tujuan yang ingin dicapai dengan pembacaan,

pembersihan dan pengajaran sebagaimana disebutkan dalam di atas, penjelasan

pelaksanaan pendidikan juga dijelaskan dalam hadits. berikut beberapa hadits

yang menunjukkan konsep pendidikan.

‫ َو َم ْن َأَر اَد ُهَم ا َفَع َلْيِه بِالِع ْلِم‬، ‫ َو َم ْن َأَر اَد اآلِخ َر َه َفَع َلْيِه ِباْلِع ْلِم‬، ‫َم ْن َأَر اَد الُّد ْنَيا َفَع َلْيِه ِبْالِع ْلِم‬

"Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai


ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, hendaklah ia menguasai ilmu. Dan barang
siapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat), hendaklah ia menguasai
ilmu."(HR. Ahmad)

‫ُك ْو نُــْو ا َر َّباِنِّيْـيَن ُح َلَم اَء ُفَقَهاَء ُع َلَم اَء َو ُيَقاُل َالَّرَّباِنُّي اَّلِذ ى ُيــَر ِبـّـى الَّناَس ِبِص َغاِر ْالِع ْلِم َقْبَل ِكَباِر ِه‬

"Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fikih, dan ulama. Disebut pendidik apabila
seseorang mendidik manudia dengan memberikan ilmu sedikit-sedikit yang lama-
lama menjadi banyak."(HR. Bukhari)
‫ُك ُّل َم ْو ُلوٍد ُيوَلُد َع َلى اْلِفْطَر ِة َفَأَبَو اُه ُيَهِّو َداِنِه َأْو ُيَنِّص َر اِنِه َأْو ُيَم ِّج َس اِنِه‬.
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kemudian kedua orang
tunyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi
sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna.
Apakah kalian melihat ada cacat padanya?"(HR. Bukhari)

Dari hadis di atas dapat dikatakan bahwa betapa pentingnya pendidikan

Agama bagi manusia agar manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh

dan menyeluruh.10 Interaksi di dalam diri manusia memberi pengaruh kepada

penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang

baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al

Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, selalu bersilaturahim dengan keluarga

dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak

amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan

10
Arifin Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam (Bumi Aksara, Jakarta, 2010), h. 50.
menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup.

sehari-hari.11

Tiga hal penting yang harus secara serius dan konsisten diajarkan kepada

anak didik yaitu:

1) Pendidikan akidah/keimanan; untuk menghasilkan generasi muda masa depan

yang tangguh dalam imtaq (iman dan taqwa) dan terhindar dari aliran atau

perbuatan yang menyesatkan kaum remaja seperti gerakan Islam radikal,

penyalagunaan narkoba, tawuran dan pergaulan bebas (freesex) yang akhir-

akhir ini sangat mengkhawatirkan

2) Pendidikan ibadah; untuk diajarkan kepada anak-anak untuk membangun

generasi muda yang punya komitmen dan terbiasa melaksanakan ibadah,

seperti shalat, puasa, membaca Al-Quran. Peran orang tua dan guru sangat

diperlukan dalam memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-anak

dan peserta didik,

3) Pendidikan akhlakul-karimah; untuk melahirkan generasi rabbani, atau

generasi yang bertaqwa, cerdas dan berakhlak mulia. Oleh karena itu peran

para orang tua dan pendidik baik di lingkungan sekolah maupun di luar

sekolah sangat dibutuhkan. Penanaman pendidikan Islam bagi generasi muda

bangsa tidak akan dapat berjalan secara optimal dan konsisten tanpa dibarengi

keterlibatan serius dari semua pihak. Oleh karena itu, semua elemen bangsa

(pemerintah, tokoh agama, masyarakat, pendidik, orang tua dan sebagainya)

harus memiliki niat dan perhatian yang serius agar generasi masa depan

bangsa Indonesia adalah generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak

mul

B. Budaya dalam perspektif al-Qur’an dan hadist

11
Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Pendidikan, (Ar- Ruzz Media,
Yogyakarta, 2012), h. 120.
Asal mula kata kebudayaan itu sebenarnya tidak secara langsung menjadi

kebudayaan, akan tetapi awalnya berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah

yang diambil dari bentuk jamak kata buddhi yang berarti maksudnya adalah budi

atau akal seseorang. Adapun yang mengadopsi dari bahasa asing (culture) yaitu

berasal dari bahasa latin yaitu colore, yang dimaksud. colore disini adalah

mengolah atau mengerjakan12. Dalam kamus bahasa Inggris istilah kebudayaan

itu disebut dengan culture atau dalam bahasa Indonesia sama dengan kesopanan,

kebudayaan.13 Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia kebudayaan itu sama

dengan budaya dan budaya sendiri merupakan hasil dari pemikiran manusia atau

merupakan hasil dari perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Kebudayaan tentunya tidak hanya sekedar kebudayaan saja, karena hal

itu mempunyai fungsi yanga signifikan bagi masyarakat dan kehidupan

masyarakat itu sendiri, yaitu diantaranya dengan kebudayaan suatu masyarakat

maka kebudayaan tersebut bisa melindungi manusia dari ancaman alam yang

akan menyerang. Misalnya dengan manusia menggunakan akalnya maka

manusia bisa membuat suatu alat yang mampu menjaga dirinya dari serangan

musuh yang membahayakan. Dengan kebudayaan juga hubungan antara

masyarakat atau manusia yang satu dengan yang lainnya menjadi harmonis.

Karena dengan bermasyarakat minimal mereka akan menghasilkan adat atau

kebiasaan yang kiranya tidak merugikan satu sama lain, meskipun pada

kenyataannya adat atau kebiasaan itu tidak selamanya menguntungkan satu sama

lain. Kebudayaan juga bisa membuktikan kepada kita bahwasanya manusia itu

tidak sama. Dengan ketidaksamaan itulah antara satu sama lain bisa memahami

dan saling melengkapi. Misalnya dalam hal hasil kebudayaan yang berbeda-beda

dan semua orang bisa menikmatinya bersama14

12
Soekanto, 188.
13
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT Gramedia, 2010),
159. 5 Djaka. P, 173.
14
Julian Ashari, Dari Bumi Untuk Langit (UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2014), 85.
1. Pemahaman budaya dalam perspekti Al-Qur’an

Dalam perspektif Al-Qur’an, pemahaman budaya sangat penting bagi setiap

individu. Al-qur’an telah mengajarkan pemahaman yang seimbang baik

dalam menjaga identitas budaya serta mengikuti nilai-nilai agama.

Pemahaman budaya dalam perspektif al-qur’an melibatkan penghormatan

terhadap adat istiadat, tradisi, serta kebiasaan yang dilakukan masyarakat

dalam hal tersebut al-qur’an menekankan nilai-nilai seperti keadilan,

kesetaraan, dan saling menghormati.

perspektif al-qur’an pemahaman budaya dapat mencakup beberapa aspek

yaitu sebagai berikut :

 Keragaman dan keadilan

Dalam al-qur’an mengajarkan bahwa pentingnya dalam menghargai

keberagaman budaya serta menjunjung tinggi keadilan. Energi dari

keberagaman budaya dapat melahirkan kebersamaan, kesetaraan serta

nilai-nilai budaya yang positif. Manusia sepenuhnya memerlukan

bimbingan juga petunjuk. Petujuk tersebut ialah Al-Qur’anul karim. Al-

Qur’an sebagai kitab suci dan merupakan petujuk dari Allah bagi

kehidupan manusia. Alqur’an bukan karya manusia seperti kitab lainnya,

sampai hari ini bahkan hari berikutnya al-qur’an tidak dapat diubah atau

dihilangkan dari permukaan bumi karena dipelihara oleh sang pencipta

yaitu Allah SWT. Sebagai mana firmannya :

Artinya : Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan

sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya (Qs. Al-Hijr 9).

Sebagai petunjuk Allah memberikan pedoman tentang maslahat

kehidupan manusia secara menyeluruh. Al-qur’an berbicara dalam

konteks kehidupan manusia karena pesan moral al-quq’an menyentuh


pada aspek kehidupan manusia. Jadi tidak diragukan lagi yaitu kira harus

merujuk pada petunjuk al-qur’an tentang kegidupan.

 Pentingnya menghargai perbedaan

Al-qur’an telah mengisyaratkan bahwa pentingnya dalam menjunjung

tinggi perbedaan antar beragama. Hal ini sejalan dengan ideology Negara

Indonesia yang mengamankan saling menghargai antara sesama. Secara

tradisional kita sadar kebutuhan dalam mengakui beragam budaya sebagai

sederajat demi kesatuan bangsa Indonesia. Pancasila dan undang-undang

dasar Negara 1945 mengamanatkan seluruh rakyat Indonesia untuk saling

menghargai antar umat beragama. Sedangkan dalam perspektif islam

banyak ayat yang al-qur’an yang mengisyaratkan pentingnya menjunjung

tinggi perbedaan antar umat beragama.

Sebagai mana firmannya :

Artinya : wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan perempuan, dan kami menjadikan kamu berbangsa-

bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Oleh karena itu

menghargai perbedaan juga berarti menghargai kehendak Allah SWT.

(Qs. Al-Hujurat :13)

Oleh karena itu, dalam memahami budaya dalam perspektif al-qur’an,

penting untuk memahami serta mempelajari ajaran-ajaran al-qur’an secara

mendalam, sehingga dapat mengintegritaskan nilai islam dalam

kehidupan manusia baik dari segi budaya dengan demikian pemahaman

budaya dalam perspektif al-qur’an dapar menjadi landasan yang kuat

dalam membangun masyarakat yang harmonis dan berdampingan.

2. Pemahaman budaya dalam perspektif hadist


Dari paparan mengenai teori kebudayaan di atas, kita ketahui bersama

bahwa kebudayaan itu merupakan segala bentuk hasil dari kehidupan manusia

dalam kelompok masyarakat yang menjadi sebuah kebiasaan dan hasilnya

merupakan sebuah kebudayaan dari kelompok masyarakat tertentu.

Kebudayaan yang merupakan hasil dari perbuatan manusia tidak

menghiraukan apakah baik ataupun buruk kebudayaan tersebut. Dalam agama

Islam barulah hal itu dibahas, yakni ada kebudayaan baik dan ada kebudayaan

yang tidak baik dan ajaran Islam lah yang mengatur serta membedakan hal

tersebut. Dengan keragaman budaya yang ada tidak jadi masalah karena kita

hidup di negara yang sangat komplit dengan keragaman budaya. Akan tetapi,

di samping itu kita harus bisa memilah dan memilih antara kebudayaan yang

baik dan tidak baik sesuai dengan ajaran agama yang kita yakini yaitu agama

Islam. Sebelum masuk lebih mendalam mengenai kebudayaan dalam

pandangan hadits, alangkah baiknya kita tinjau dulu sejauh mana

kesinambungan antara teori kebudayaan yang ada saat ini sebagaimana telah

disinggung dimuka dengan kebudayaan menurut hadits. Sebenarnya penulis

belum menemukan hadissecara pasti mengenai teori kebudayaan dalam teks

suatu hadits, akan tetapi menurut penulis kita semua mengetahui dan sepakat

bahwasanya kebudayaan itu merupakan segala sesuatu hasil perbuatan

manusia dalam hidup bermasyarakat, karena tidak mungkin adanya suatu

kebudayaan tanpa adanya masyarakat dan tidak ada masyarakat yang tidak

mempunyai kebudayaan. Jangankan berbicara hasil perbuatan manusia yang

bersifat baru, sekelas agama pun ada yang mengatakan bahwa itu bagian dari

kebudayaan15 .

Dalam sebuah hadist riwayat Muslim dijelaskan bahwa:

15
M. Arif Khoiruddin, ‘Agama dan Kebudayaan Tinjauan Studi Islam’, Agama dan
Kebudayaan, vol. 6, no. 1 (2015).
Dan telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir telah mengabarkan kepada

kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Malik bin Anas dari Ishaq bin

Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik bahwa dia berkata, “Saya

pernah menuangkan minuman dari Fadlikh (minuman yang terbuat dari

campuran kurma muda) dan Tamr (minuman yang terbuat dari kurma) kepada

Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Thalhah dan Ubay bin Ka’ab, tiba-tiba

seseorang datang kepada mereka sambil berkata, “Sesungguhnya khamr telah

diharamkan.” Lantas Abu Thalhah berkata, “Wahai Anas, berdirilah! Ambil

dan pecahlah bejana (khamr) ini.” Kemudian saya mengambil gentong milik

kami dan saya pukul bawahnya hingga pecah.16

Selanjutnya ada kebiasaan yang sudah lumrah dilakukan oleh

masyarakat yaitu praktek suap menyuap, secara tidak langsung perbuatan ini

sudah membudaya di kalangan masyarakat muslim. Sedangkan dalam

hadissudah tegas dijelaskan bahwa hal ini tidak boleh dilakukan. Dalam

hadisyang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwasanya Nabi telah melaknat

orang yang memberi suap dan menerimanya Telah menceritakan kepada kami

Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari Al

Harits bin Abdurrahman dari Abu Salamah dari Abdullah bin ‘Amru ia

berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang

memberi uang sogokan dan orang yang menerimanya17

Dari beberapa kebudayaan di atas, kebanyakan dari umat Islam sudah

mengetahui hukuumnya akan tetapi dengan alasan yang berbeda-beda umat

Islam belum bisa melaksanakan secara sempurna sesuai apa yang tertera

dalam hadist baik itu larangan maupun anjuran.

16
Ashabul-Muslimin, Shahih Muslim (Bekasi, 2011).
17
LIPIA, ‘Lidwa Pustaka (HadisSembilan Imam)’ (Jakarta, 2011)

Anda mungkin juga menyukai