Anda di halaman 1dari 29

RINGKASAN BUKU

DASAR-DASAR KONSEPTUAL BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAMI


Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Wacana Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu: Dr. Hj. Lilis Satriah, M.Pd.

Disusun Oleh:

Azkia Miskatuzzahra (1194010030)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020
Judul buku : Dasar-Dasar Konseptual
Bimbingan dan Konseling Islami
Penulis : Prof. Dr. H. Thohari Musnamar
Design Cover : Syahri
Penerbit : UII Press
Tempat Terbit : Jl. Tentara Rakyat Mataram 9
Yogyakarta
Tahun Terbit : Juli 1992
Tebal halaman : 153 halaman

BAB I
POKOK-POKOK PIKIRAN TENTANG BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAMI
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islami
Bimbingan dan konseling berasal dari istilah inggris guidance dan counseleing, jika di
Indonesiakan menjadi penyuluhan. Akan tetapi karena istilah penyuluhan banyak digunakan
di bidang lain, maka istilah counseling lansung diserap menjadi konseling.
Bimbingan dan konseling berhadapan dengan objek garapan yang sama, yaitu
problem atau masalah. Perbedaannya terletak pada titik berat perhatian dan perlakuan pada
masalah tersebut. Masalah yang dihadapi atau digarap bimbingan merupakan masalah yang
ringan, sementara yang digarap konseling yang relative berat. Masalah yang menjadi obyek
garapan bimbingan dn konseling adalah masalah-masalah psikologis.
Pengertian bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah yaitu Al-Quran dan Sunnah
Rasul, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Sedangkan pengertian Konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar menyadari kemabali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang
seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
B. Landasan Bimbingan dan Konseling Islami
Landasan utama bimbingan dan konseling islam adalah Al-Quran dan Sunnah Rasul. Selain
itu, landasan lain yang sifatnya aqliah adalah filsafat dan ilmu.
Landasan filosofis Islami bagi bimbingan dan konseling islam diantaranya falsafat
tentang dunia manusia (citra manusia), falsafah tentang dunia dan kehidupan, falsafah
tentang pernihakan dan keluarga, falsafah tentang pendidikan, falsafah tentang masyarakat
dan hidup kemasyarakatan dan falsafah tentang upaya mencari nafkah atau falsafah kerja.
Bimbingan dan konseling Islam berlandaskan pula berbagai teori yang telah tersusun
menjadi ilmu. Ilmu-ilmu yag membentu dan dijadikan landasan gerak operasional bimbingan
dan konseling islam yaitu ilmu jiwa (psikologi), ilmu hukum Islam (syari’ah) dan ilmu-ilmu
kemasyarakatan (sosiologi, antropologi, sosial dan sebagainya).
C. Citra Manusia Menurut Islam
Berdasarkan ayat Al-Quran dan Hadis serta pandangan berbagai ulama serta para pakar
lainnya, manusia memiliki sifat-sifat sebagai berikut.
1. Manusia terdiri dari berbagai unsur yang menjadi satu kesatuan utuh yang tidak
terpisahkan, yaitu jasmani dan rohani, hal ini dijelaskan dalam Q.S. Sad: 71-72.
Manusia dianugerahi oleh Allah kemampuan rohaniah yang kadarnya lebih tinggi
dibanding makhluk lain, kemampuan yang banyak disebutkan dalam Al-Quran dan Hadis
yaitu akal (albab), hati nurani (af’idh), penglihatan dan pendengaran yang dijelaskan
dalam Q.S. As-Sajdah; 7-9. Keseluruhannya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan
yang dikatakan sebagai makhluk monopluralis atau wahdatul anasir (memiliki banyak
unsur dalam satu kesatuan keseuruhan.
2. Manusia memilihi empat fungsi diantaranya:
a. Manusia sebagai makhluk Allah, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah
SAW “Tiap-tiap orang itu ibunya atas dasar fitrah, kedua orang tuanya yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi, apabila kedua orangtuanya Muslim,
jadilah ia Muslim (H.R. Muslim).
Sesuai dengan fitrahnya tersebut, manusia bertugas untuk mengambi kepada Allah
sebagaimana dijelaskan dalam QS. Az-Zariyat ayat 56.
b. Manusia sebagai makhluk individu, sebagaimana dielaskan dalam QS. Qamar ayat 49
yang menjelaskan bahwa setiap sesuatu memiliki perbedaan dengan yang lain,
bersifat khas, atau memiliki individual differences. Manusia juga bertugas
memberhatikan dirinya sendiri, sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 195.
c. Manusia sebagai makhluk sosial, dijelaskan dalam QS. Al-Hujurat: 13.
d. Manusia sebagai makhluk berbudaya, yang merupakan khaifah di muka bumi, artinya
manusia sebagai pengelola dan memakmurkannya, dijelaskan dalam QS. Fatir: 39.
3. Manusia memiliki sifat utama dan hawa nafsu, dijelaskan dalam QS. Al-Isra: 4; QS. Al-
Isra: 70; dan QS. Al-Jasiyah: 23.
4. Manusia bertanggungjawab atas perbuatannya, ia mampu membedakan antara yang hak
dan yang batil, hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Isra: 36.
D. Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling Islami
Manusia memiliki diciptakan dalam keadaan paling sempurna tetapi manusia juga hawa
nafsu dan perangai yang buruk, hal itu menyebabkan manusia mudah terjerumus ke dalam
kemaksiatan, kesengsaraan dan kehinaan. Manusia bisa bahagia dan bisa pula sengsara di
dunia maupun di akhirat. Karena itulah, maka diperlukan adanya upaya untuk menjaga agar
manusia menuju ke citranya yang terbaik sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. At-Tin
ayat 4-6 yaitu ahsanitaqwim dan tidak terjerumus kedalam kehinaan yaitu asfal safilin.
Jika lebih dirinci lagi, dari segi jasmaniah (biologis), manusia memiliki kebutuhan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Hal itu dapat dilakukan dengan ketentuan yang selaras dengan
petunjuk Allah bisa pula tidak. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah: 155-156; QS. Ali-
Imran: 14; QS. Muhammad: 12; QS. Al-Fajr: 20; dan QS. Al-Adiyat: 8 serta dalam Hadits
Rasulullah SAW: “Tidak ada yang lebih jahat daripada orang yang memenuhi rongga
perutnya dengan makanan cukup. Sebenarnya bagi anak Adam itu beberapa suap makanan
untuk menguatkan badannya. Jika ia perlu makan, hendaklah sepertiganya yang lain untuk
udara bagi pernapasannya.” (HR. Turmudzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam
shahihnya).
Dari segi ruhaniah (psikologis), pastinya manusia memerlukan keadaan mental psikologis
yang baik. Dalam kehidupan tentunya akan muncul rasa ketakutan yang tergolong berkaitan
dengan segi psikologis. Disisi lain, kondisi psikologis manusia memiliki kekurangan.
Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Yususf, 12: 53 dan QS. Al-Ma’arij, 70: 19-21.
Dari segi individu, manusia memiliki kekahsanahannya sendiri sebagai suatu pribadi.
Ketidaknormalan sosok jasmaniah, ketidak unggulan potensi rohaniah, dapat membawa
manusia ke kehidupan yang tidak selaras, sebagaimana dalam QS. Al-Alaq, 96; 6-7.
Dari segi sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain dalam kehidupan
kemasyarakatan. Semakin modern kehidupan manusia, semakin kompleks tatanan kehidupan
yang harus dihadapi. Kompleksitas kehidupan ini bisa membuat manusia tergoncang yang
akhirnya mereka saling memaksakan kehendak, bertikai dan bahkan berperang dan saling
membunuh. Dalam hal ini, Allah telah menjelaskan dalam QS. Yunus, 10: 99; QS. Ar-Rum,
30: 31-32; QS. Luqman, 31:6; QS. Al-Munafiqun, 63: 7; dan QS. At-Tagabun, 64: 14-15.
Dari segi budaya, semakin maju tingkat kehidupan, semakin manusia harus berupaya
meningkatkan berbagai perangkat kebudayaan dan peradabannya. Manusia harus
membudayakan alam sekitarnya untuk keperluan hidupnya. Dalam mengelola atau
memanfaatkan alam ini, manusia seringkali rakus dan tidak memperhatikan orang lain dan
kelestarian alam. Hal ini telah dijelaskan dalam QS. Abrahim, 14: 32-34; QS Ar-Rum, 30:
41; dan QS. Al-Adiyat, 100: 8.
Dari segi agama yang merupakan wahyu Allah, dalam penafsiran wahyu Allah ini terjadi
banyak perbedaan antar ulama sehingga menimbulkan konflik sosial dan konflik batin yang
dapat menggoyahkan kehidupan atau keimanan. Selin itu perkembangan ilmu dan teknologi
yang semakin meledak, seringkali tidak mampu dijelaskan secara agamis oleh para tokoh
agama sehingga banyak orang yang bimbang dengan ajaran agama yang dianutnya karena
menurutnyam ajaran agamanya tidak rasional. Dijelaskan dalam QS. Al-Ankabut, 29: 2 dan
QS. Luqman, 31: 7.
E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling Islami
Asas-asas pelaksanaan bimbingan dan konseling islami diantaranya:
1. Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat, dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 201; QS.
Ar-Rad, 13: 26; QS. Ar-Rad, 13: 28-29; dan QS. Al-Qasas, 28: 77 serta dalam hadits
Rasulullah SAW bersabda: “Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu
kan hidup abadi, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok
hari”. (HR. Ibnu Asakir).
2. Asas fitrah, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Ar-Rum, 30: 30 dan dalam hadits
Rasulullah SAW bersabda: “setiap manusia dilahiran ibunya dalam keadaan fitrah.
Maka kemudian orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. Dan
jika orang tunya itu seorang Muslim, maka jadilah ia seorang Muslim”. (HR. Muslim).
3. Asas “Lillahi Ta’ala”, konsekuensi dari asa ini berarti pembimbing melkukan tugasnya
dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih sementara yang dibimbing menerima dengan
ikhlas pula. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Anam, 6: 162; QS. Az-Zariyat, 51: 56; dan
QS. 98: 5.
4. Asas bimbingan seumur hidup, yang merupakan bagian dari pendidikan seumur hidup.
Pendidikan wajib dilakukan oleh setiap muslim sepanjang hayat, sebagaimana Rasulullah
bersabda “menuntut ilmu wajib bagi setiap orang Islam”. (HR. Ibnu Abdulbar dari Anas).
5. Asas kesatuan jasmaniah rohaniah, dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 187 dan hadits
Nabi yang meneybut perlunya kesesimbangan jasmani dan rohani: “Hampir-hampir
kefakiran itu membawa ke dalam kukufuran”. (HR. Abu Naim dari Anas).
6. Asas keseimbangan rohaniah, yang memiliki unsur daya kemampuan pikir, merasakan
atau menhayati dan kehendak atau hawa nafsu, serta juga akal. Hal tersebut dijelaskan
dalam QS. Al-Araf, 7: 179.
7. Asas kemajuan individu, Islam memandang manusia merupakan suatu maujud
(eksistensi) tersendiri. Mengenai perbedaan individual disebutkan dalam QS. Al-Qamar,
54: 49, dan mengenai kemerdekaan individu dijelaskan dalam QS. Al-Kahfi, 18: 39.
8. Asas sosialitas manusia, dijelaskan dalam QS. An-nisa, 4: 1.
9. Asas kekhalifahan manusia, dijelaskan dalam QS. Ar-Rad, 13: 11; QS. Ar-Rum, 30: 41;
QS. Hud, 11: 61; QS. Fatir, 35: 39; dan QS. Sad, 38: 26.
10. Asas keselarasan dan keadilan, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik
perkara itu yang tengah-tengahnya..” (HR.
11. Asas pembinaan akhlakul karimah, dijelaskan dalam QS. Al-Ahzab, 33: 21 dan hadits
Rasulullah SAW: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”.
(HR. Ahmad dan Tabani dari Abu Hurairah).
12. Asas kasih sayang, dalam hadits Rasulullah SAW dijelaskan: “sayangilah siapa saja
yang ada di bumi ini, maka penghuni langit akan menyayangimu”. (HR. Tabrani dan
Hakim dengan sunah yang shahih). Rasulullah juga bersabda: “tiadalah seseorang
beriman sampai ia mencntai saudaranya seperti mencintainya sendiri”. (Mutafaq Alaih).
13. Asas saling menghargai dan menghormati, dijelaskan dalam QS. An-Nisa, 4:86 dan
hadits Rasulullah SAW: “Penghuni surgaitu 3 golongan. Pertama orang memegang
kekuasaan yang berlaku adil. Kedua, orang yang kasih sayang, lembut perasaan hatinya
terhadap keluarga sendiri maupun terhadap sesama muslim lain. ketiga, orang muslimin
yang menjaga diri sedang ia menanggung keluarga besar”. (HR. Muslim dari Iyadh bin
Mimar).
14. Asa musyawarah, dijelaskan dalam QS. Ali-Imran, 3: 159.
15. Asas keahlian, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Jika sesuatu perkara
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggu saja saatnya (saat
kehancurannya)”. (HR. Bukhari).
F. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
1. Tujuan Umum: membentuk individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya
agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan diakhirat.
2. Tujuan Khusus diantaranya membantu individu agar tidak menghadapi masalah,
membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapi, serta membantu individu
mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau
menjai lebih baik.
G. Fungsi dan Kegiatan Bimbingan dan Konseling Islami
Fungsi dari bimbingan dan konseling Islami diantaranya, fungsi preventif, yaitu membantu
individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah; fungsi kuratif atau korektif, yaitu
membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapinya; fungsi preservative,
yaitu membantu individu menjaga agar situasi bermasalah yang telah terpecahkan kembali
menimbulkan masalah; dan fungsi developmental atau pengembangan, yaitu membantu
individu memelihara situasi yang telah baik agar tetap baik atau lebih baik.
Sejalan dengan fungsi-fungsi tersebut, bimbingan dan konseling Islami melakukan
kegiatan sebagai berikut.
1. Membantu individu mengetahui, mengenal dan memahami keadaan dirinya sesuai
dengan hakikatnya atau mengingatkan kembali individu akan fitrahnya, hal ini dijelaskan
dalam QS. Ar-Rum, 30: 30.
2. Membantu individu bertawakal atau berserah diri kepada Allah, hal ini dijelaskan dalam
QS. Al-Baqarah, 2: 216; QS. Al-Baqarah, 2: 12; QS. Ali-Imran, 3: 160; dan QS. Al-
Ankabut, 29: 58-59.
3. Membantu individu memahami keadaan dan merumuskan maslah yang dihadapinya serta
membantunya meniagnosis masalah yang sedang dihadapinya, sebagaimana dijelaskan
dalam QS. At-Thagabun, 64: 14-15; QS. Ali-Imran, 3: 14 dan QS. Al-Fajr, 89: 20.
4. Membantu individu menemukan alternative pemecahan masalah dengan berlaku sabar
sebagaimana dijalaskan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 155-157 dan QS Al-Ashr, 103: 1-3;
banyak membaca Al-Quran sebagaimana dijelaskan dalam QS. Yunus, 10: 57; QS. Al-
Isra, 17: 82 dan QS. Fussilat, 41: 44; dan berdzikir atau mengingat Allah sebagaimana
dijelaskan dalam QS. Ar-Rad, 13: 28.
5. Membantu individu mengembangkan kemampuan mengantisispasi masa depan, sehingga
mampu memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, hal ini dijelaskan
dalam QS. An-Nahl, 16: 67; QS. Asy-Syams, 91: 7-10; QS. Hud, 11: 120; dan QS. Taha,
20: 99.
H. Ruang Lingup Garapan Bimbingan dan Konseling islami
Jika dirinci, masalah-masalah dapat menyangkup bidang-bidang pernikahan dan keluarga,
penidikan, sosial (kemasyarakatan), pekerjaan (jabatan), dan keagamaan.
I. Subyek Bimbingan dan Konseling Islami
Subyek bimbingan dan konseling Islami adalah individu, baik orang perorang maupun
perkelompok. Subyek bimbingan tidak harus mereka yang menghadapi masalah, sesuai
dengan fungsi bimbingan sedangkan konseling subyeknya dalah individu yang mempunyai
masalah.
J. Pembimbing
Sejalan dengan Al-Quran dan Hadits, syarat-syarat yang harus dipenuhi oeh pembimbing
bimbingan dan konseling Islami dikelompokkan sebagai berikut.
1. Kemampuan professional
Rasulullah SAW bersabda: “Apabila sesuatu perkara diserahkan kepada orang yan
bukan ahlinya, tunggulah saatnya (kehancurannya)”. (HR. Bukhari).
Kemampuan professional yang harus dimiliki pembimbing yaitu menguasai
bidang permasalahan yang dihadapi, menguasai metode dan teknik bimbingan dan
konseling, menguasai hukum Islam yang sesuai dengan bidang bimbingan dan konseling
Islami yang sedang dihadapi, memahami landasan filosofis bimbingan dan konseling
Islami, memahami landasan-landasan keilmuan bimbingan dan konseling Islami yang
relevan, mampu mengorganisasikan dan mengadministrasikan layanan bimbingan dan
konseling Islami, serta mampu menghimpun dan memanfaatkan data hasil penelitian
yang barkaitan dengan bimbingan dan koseling Islami.
2. Sifat kepribadian yang baik (akhlakul karimah)
Sifat-sifat yang baik itu ialah:
a. shidiq (mencitai dan mmembenarkan kebenaran) sebagaimana dalam QS. An-Nisa, 4:
105 dan dalam hadits Rasulullah SAW besabda: “Wajib bagi kalian berkata jujur.
Sebab kejujuran akan membawa kebaikan, dan kebaikan itu kan membawa ke
surge”. (HR. Bukhari Muslim);
b. Amanah (dapat dipercaya) sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Qsas, 28: 26 dan
dalam hadits Rasulullah SAW bersabda: “Tidak beriman orang yang tidak
menunaikan amanah.” (HR. Thabrani dari Ibnu Umar).
c. Tabligh (menyampaikan apa yang layak disampaikan) sebagaimana Rasulullah SAW
bersabda: “Barangsiapa diminta (petunjuk, ilmu) tentang sesuatu tetapi
menyembunyikannya, maka Allah akan mengurungnya dalam kerangkeng api neraka
pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud, Turmudzi dan Hakim).
d. Fathonah (intelejen, cerdas, berpengetahuan).
e. Mukhlis (ikhlas menjalankan tugas) sebagaimana dalam QS. Al-Bayyinah, 98: 5.
f. Sabar sebagaimana dalam QS. Al-Muzammil, 73: 10 dan QS. Ali-Imran, 3: 159.
g. Tawadduk (rendah hati) sebagaimana dalam QS. Luqman, 31: 18.
h. Saleh (mencintai, melakukan, membina, menyokong kebaikan sebagaimana dalam
QS. An-Nur, 24: 55.
i. Adil, sebagaimana dalm QS. Al-Maidah, 5: 8.
j. Mampu mengendalikan diri, sebagaimana dalam QS. An-Nur, 24: 30.
3. Kemampuan kemasyarakatan (hubungan sosial)
Hubungan sosial atau ukhuwah Islamiyyah meliputi hubungan dengan klien atau orang
yang dibimbing, teman sejawat, dan orang lain selain itu sebagaimana dijelaskan dalam
QS. Ali-Imran, 3: 112.
4. Ketakwaan kepada Allah SWT
Mengenai hal ini, Allah telah menjelaskan dal QS. Al-Araf, 7: 26.
Selain itum pembimbing juga harus memeiliki hal lahiriyah dan kondisi mental yang baik
sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Mudassir, 74: 1-7.
K. Metode dan Teknik Bimbingan dan Konseling Islami
Metode dan teknik bimbingan dan konseling Islami dilekompokkan menjadi:
1. Metode langsung, yaitu metode dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung
dangan kliennya. Metode ini dibagi menjadi metode individual dan metode kelompok.
Metode individual dapat dilakukan dengan menggunakan teknik percakapan pribadi,
kunjungan ke rumah (home visit) serta kunjugan dan observasi kerja. Sedangkan metode
kelompok dapat dilakukan dengan teknik diskusi kelompok, karya wista, sosiodrama,
psikodrama dan group teaching.
2. Metode tidak langsung, yang dilakukan dengan melalui media kominikasi masa. Metode
ini dilakukan secara individual maupun kelompok bahkan massal. Metode individual
dapat dilakukan dengan teknik surat menyurat, melalui telepon dan sebagainya. Metode
kelompok atau massal dapat dilakukan dengan teknik melalui papan bimbingan, surat
kabar/majalah, brosur, radio, televisi, dan sebagainya.
Metode dan teknik yang digunakan dalam melaksanakan bimbingan dan konseling,
tergntung pada masalah yang sedang dihadapi, tujuan penggarapan masalah keadaan klien,
kemampuan konselor dalam mempergunakan teknik atau metode, sarana dan prasaran yang
tersedia, kondisi dan situasi lingkungan sekitar, organisasi dan administrasi layanan
bimbingan dan konseling serta biaya yang tersedia.

BAB II
BIMBINGAN DAN KONSELING PERNIKAHAN DAN KELUARGA ISLAMI
A. Pernikahan dan Pembentukan Keluarga
1. Pengertian dan tujuan pembentukkan keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil masyarakat yang anggotanya terdiri dari seorang laki-
laki yang berstatus sebagai suami dan seorang perempuan yang berstatus sebagai istri hal
ini dijelaskan dalam QS. An-Nahl, 16: 72. Keluarga inti (nuclear family) jika ditambah
degan adanya anak. Sedangkan, keluarga besar yang anggotanya bersama anggota
keluarga lain, seperti kakek, nenek dan sanak keluarga lainnya.
Keluarga menurut konsep Islam adalah kesatuan hubungan antara seorang laki-
laki dan seorang perempuan yang dilakukan melalui akad nikah menurut ajaran Islam
sebagaimana dijelaskan dalam QS. An-Nisa, 4: 3 dan QS. An-Nisa, 4: 24.
Keluarga yang Islami adalah seluruh anggota keluarga berprilaku sesuai dengan
ketentuan dan petunjuk Allah SWT, terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang diapit
bersumber dari ajaran Islam, sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah, 2: 221, juga dalam hal
ini Rasulullah SAW bersabda: “Wanita itu dinikahi dengan empat macam pertimbangan:
karena kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena kekuatan
agamanya. Utamakanlah pilihan dengan kekuatan agamanya, engkau pasti beruntung”.
(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Setiap anggota keluarga mempunyai hak dan kewajiban sesuai status dan
kedudukannya masing-masing, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 288;
QS. At-Thalaq, 65: 6; QS. An-Nisa,4: 19; QS. At-Thalaq, 65: 7; dan QS. Al-Ahqaf, 46:
15.
Tujuan pembentukan keluarga Islami adalah mencapai kebahagiaan dan
ketentraman hidup berumah tangga untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat yang dimaksudkan agar:
a. Nafsu seksual tersalurkan, Rasulullah SAW bersabda: “hai sekalian pemuda,
barangsiapa diantara kamu telah sanggup kawin, maka hendaklah kawin, karena
sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan dan memelihara kehormatan
(farji). Dan barangsiapa tidak sanggup untuk melakukan pernikahan, hendaklah ia
berpuasa, karena puasa itu merupakan perisai baginya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Perasaan kasih sayang antar jenis kelamin dapat tersalurkan, hal ini dijelaskan dalam
QS. Ar-Rum, 30: 21.
c. Naluri keibuan seorang wanita dan naluri kebapakan laki-laki dapat tersalurkan, hal
ini dijelaskan dama QS. Al-Furqan, 25: 74.
d. Kebutuhan laki-laki dan perempuan akan rasa aman, perlindungan dan kedamaian
terwadahi, dijelaskan dalam QS. An-Nisa, 4: 34, Rasulullah SAW bersabda: “…Istri-
istri yang shaleh jika kamu melihatnya, maka kamu merasa senang; jka kamu
tinggalkan, maka kamu memberikan kepercayaan kepadanya untuk menjaga kesucian
dirinya dan menjaga keselamatan hartamu…” (HR. Al-haim dari Sa’ad bin Abi
Waqqas r.a.).
e. Pembentukkan generasi mendatang terjamin, dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah, 2:
223; QS. Al-Furqan, 25: 74, dan dalam hadits Rasulullah SAW bersabda: “Kawinilah
olehmu wanita yang mampu dan pengasih memberikan keturunan; sesungguhnya aku
bermegah-megah dengan banyaknya kamu itu terjadap nabi-nabi yang lain di hari
kiamat.” (HR. Ahmad disahkan oleh Ibnu Hibban). Dalam hadits lain juga Rasulullah
bersabda: Mamilihlah (cari teman hhidup) demi untuk air mani kalian (keturunan)
sebab pengaruh keturunan itu kuat sekali.” (HR. Abu Dawud).
2. Pernikahan
Unsur-unsur pernikahan diataranya:
a. Pernikahan merupakan sunnah agama.
b. Pernikahan merupakan suatu iatan suci antara seorang pria dan seorang wanita, ikatan
ini sdiebut sebagai ikatan (perjanjian) yang kokoh, sebagaimana dijelaskan dalam QS.
An-Nisa, 4: 21.
c. Ikatan suci yang dibuat itu berlandaskan persetujuan dianta keduabelah pihak yang
menikah dan keluarganya (walinya), dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
“Apaibila datang kepadamu laki-laki yang kamu rasakan menyenangkan dari segi
budi pekerti dan agamanya, maka kawinkanlah dia (dengan anak perempuanmu);
jika kamu tidak lakukan, maka akan terjadi fitnah diatas bumi ini dan kerusakan
yang besar.” (HR. Turmudzi, Ibnu Majah dan Hakim dari Abi Hurairah).
d. Pernikahan dilandari oleh kasih sayang, hal ini dijelaskan dalam QS. Ar-Rum, 30: 21.
e. Pernikahan mengandung konsekuensi adanya hak dan kewajiban antara suami dan
isteri.
f. Pernikahan bertujuan mendapan ketentraman kebahagiaan hidup, sebagaimana firman
Allah dalam QS. Ar-Rum, 30: 21.
B. Pembinaan keluarga Islami
Berkeluarga disamping sebagai pemenuhan kebutuhan biologis seksual, juga untu memenuhi
kebutuhan rohaniah dan diperlukan untuk menjaga kelestarian umat manusia. Agar keluarga
dailputi rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), maka ada fondasi-fondasi yang
harus dibina dilingkungan keluarga, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW;
“Apabila Allah menghendaki suatu keluarga menjadi keluarga yang baik (bahagia),
dijadikannya keluarga itu memiliki penghayatan ajaran agama yang benar, anggota
keluarga yang muda meghormati yang tua, berkecukupan rezeki dalam kehidupannya, hemat
dalam membelanjakan nafkahnya, dan menyadari cacat-cacat mereka dan kemudian
melakukan taubat. Jika Allah menghendaki sebliknya, maka ditinggalkan-Nya mereka dalam
kesesatan.” (HR. Dailami dari Anas).
Pembinaan kehidupan rumah tangga agar dipenuhi dengan “mawaddah wa rahmah” dapat
dilakukan dengan cara:
1. Pembinaan penghayatan ajaran agama Islam, sebagaimana dalam QS. At-Tahrim, 66:6.
2. Pembinaan sikap saling menghormati, sebagaimana dalam QS. An-Nisa, 4: 34 dan QS.
Al-Ahqaf, 46: 15.
3. Pembinssn kemauan berusaha, sebagaimana dalam QS. Al-Jumu’ah, 62; 10 dan hadits
Rasulullah SAW: “Bekerjalah untuk keperluan hidup duniamu seolah-olah engkau akan
hidup abadi, dan beramallah untuk hidup akhiratmu seolah-olah engkau akan mati
besok.” (HR. Ibn Asakir).
4. Pembinaan sikap hidup efisien, sebagaimaa dalam QS. Al-Furqan, 25: 67; QS. Al-Isra,
17: 29 dan QS, Al-Isra, 17: 29.
5. Pembinaan sikap suka mawas diri, sebagimana dalam QS. Al-Mulk, 67: 10-11 dan hadits
Rasulullah SAW: “…Dan masing-masing menyadari cacat-cacat mereka dan kemudian
taubat…” (HR. Dailami dari Anas).
C. Problema Pernikahan dan Keluarga serta Perlunya Bimbingan dan Konseling
Pernikahan dan Keluarga Islami
Problem-prolem pernikahan dan keluarga sangat banyak dari yang kecil hingga yang besar.
Dari pertengkatan kecil sampai perceraian dan keruntuhan kehidupan rumah tangga yang
menyebabka timbulnya broken home.
Adanya problem pernikahan dan kehidupan keluarga, menunjukkan bahwa perlu
adanya bantuan konseling dari orang lain untuk mengatasinya.
D. Pengertian Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islami
Bimbingan pernikahan dan keluarga Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar dalam menjalankan pernikahan dan kehidupan berumah tangganya bisa selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat.
Konseling pernikahan dan keluarga Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya
menjalankan pernikahan dan hidup berumah tangga selaras dengan ketentuan dan petunjuk-
Nya, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
E. Tujuan Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islami
1. Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan
pernikahannya.
2. Mencegah timbulnya problem-problrm yang berkaitan dengan kehidupan berumah
tangga.
3. Membantu individu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pernikahan
dan kehidupan berumah tangga.
4. Membatu individu memelihara situasi dan kondidi pernikahan dan rumah tangga agar
tetap baik dan mengembangkan agar lebih baik.
F. Asas Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islami
Asas-asas bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga Islami adalah landasan yang
dijadikan pegangan atau pedoman dalam melaksanakan bimbingan dan konseling pernikahan
dan keluarga Islami. Asas-asas itu diantanya:
1. Asas kebahagiaan dunia dan akhirat, dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 201 dan QS.
Al-An’am, 6: 32.
2. Asas sakinah, mawaddah dan rahmah, dijelaskan dalam QS. Ar-Rum, 30: 21.
3. Asas komunikasi dan musyawarah, dijelaskan dalam QS. Ali-Imran, 3: 159; QS. Asy-
Syuara, 42: 38; dan Qs, An-Nisa, 4: 35.
4. Asas sabar dan tawakal, dijelaskan dalam QS. An-Nisa, 4: 19 dan QS. Al-Ashr, 103: 1-3.
5. Asas manfaat (maslahat), dijelaskan dalam QS. An-Nisa, 4: 128.
G. Subjek Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islami
Subjek atau klien bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga Islami yaitu remaja atau
pemuda yang akan atau sedang mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang pernikahan atau
hidup berumah tangga serta suami istri dan anggota keluarga lainnya, baik anggota keluarga
inti atau keluarga besar.
H. Pembimbing Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islami
Konselor harus memiliki keahlian diantaranya memahami ketentuan dan peraturan agama
Islam mengenai pernikahan serta kehiudpan berumah tangga dan menguasai ilmu bimbingan
dan konseling Islami. Selai itu, konselor juga dituntut untuk memiliki kemampuan
kemasyarakatan (mampu berkomunikasi, bergaul, bersilaturrahmi dengan baik dan
sebagainya), juga memiliki kemampuan pribadi (beragama Islam dan menjalankannya serta
memiliki akhlak mulia).
I. Objek Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islami
Objek bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga islami diantaranya pemilihan jodoh
termasuk masalah pacaran, peminangan, pelaksanaan pernikahan, hubungan suami istri,
hubungan antara anggota keluarga, pembinaan kehidupan rumah tangga, harta dan warisan,
poligami, perceraian, talak dan rujuk.
J. Metode dan Teknik Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islami
Metode dan teknik bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga islami pada dasarnya
sama dengan metode dan teknik bibingan dan konseling Islami. Perbedaanyya pada
praktiknya yang memerlukan taktik tersendiri sesuai dengan permasalahannya.
BAB III
BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAMI
A. Konsep Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan adalah upaya mengarahkan perkembangan kepribadian (aspek psikologik dan
psikofisik) manusia sesuai dengan hakikatnya agar menjadi insan kamil, dalam rangka
mencapai tujuan akhir kehidupannya yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan diakhirat.
Tujuan hidup manusia menurut hakikatnya adalah mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat seperti dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 201. Tujuan yang ingin dicapai
oleh pendidikan itu sendiri ialah perkembangan kepribadian manusia yang baik. Sedangkan,
tujuan pendidikan (Islam) yaitu tercapainya perkembangan kepribadian manusia yang sesuai
dengan ketentuan dan peraturan Allah SWT. Pendidikan dimaksudkan untuk mengarahkan
manusia ke jalan Allah. Manusia yang hidup dengan ketentuan Allah disebut dengan Insan
Kamil (manusia sempurna, manusia seutuhnya).
Objek pendidiakn adalah aspek kepribadian atau aspek psikologik dan aspek psikofisik
(psikomotorik) manusia. Dalam bahasa sehari-hari, sasaran pendidikan adalah perkembangan
daya cipta, rasa dan karsa manusia. Dalam bahasa kependidikan, objek sasaran pendidikan
adalah kemampuan intelektual (kognitif), rasa/sikap (afektif) dan keterampilan psikofisik
(psikomotorik). Di kalangan Dipdikbud, sasaran garapan pendidikan adalah:
1. Ketakwaan (rasa keagamaan), hal ini dijelaskan dalam QS. Adz-Dzariyat, 51: 56; QS. Al-
Hujurat, 49: 13; dan QS. Al-An’am, 6: 162-163
2. Kecerdasan (berpikir, berakal, mendengar, memahami dan mengetahui (berpengetahuan),
ayat yang menyebut hal tersebut diantaranya QS. Al-An’am, 6: 50; QS. Ar-Rum, 30: 20-
24; QS. Az-Zumar, 39: 9.
3. Budi perkerti, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak (budi pekerti) yang mulia.” (HR. Ahmad dan Thabrani dari
Abu Hurairah).
4. Keterampilan (kemampuan psikomotorik), sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
“Hak seorang anak terhadap orangtua ialah (bahwa orangtua itu wajib) memberinya
pelajaran baca tulis, berenang, memanah dan jangan sekali-kali memberi makanan
selain yang baik/halal,” (HR. Abu Syaikh dan Iman Baihaqi).
Hukum dan masa pendidikan tidak pernah berhenti, senantiasa berjalan, setidaknya
pendidikan oleh dan untuk diri sendiri. Hal ini tersirat dalam hadits Nabi: “Menuntut ilmu itu
wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah).
Wahana pendidikan adalah setiap orang. Keluarga terutama orang tua menjadi wahana
pendidik pertama dan utama yang sangat diperhatikan oleh Islam, hal ini dijelaskan dalam
QS. At-Tahrim, 66: 6 dan QS. Asy-Syura, 26: 214. Sejalan dengan perkembangan anak,
semakin bertambah luas pula anak belajar dan memperoleh pendidikan, teman bermain
menjadi titik perhatian dalam pendidikan, seperti dikatakan dalam hadits Rasulullah SAW,
sebagai berikut.
“Perumpamaan bergaul dengan orang shaleh dan bergaul dengan orang jahat itu adalah
seperti bergaul dengan penjual minyak wangi dan tukang (pande) besi. Apabila bergaul
dengan penjual minyak wangi, adakalanya engkau memperoleh pemberiannya atau dapat
membelinya atau sekurang-kurangnya memperoleh bau yang wangi dari minyak tersebut.
Sedangkan apabila bergaul dengan tukang (pande) besi, bisa saja pakaianmu terbakar atau
paling tidak terkena bau yang tidak enak. (HR. Imam Al-Bukhari dan Muslim).
Selain itu, sesorang juga dapat memperoleh pendidikan dari lembaga pendidikan formal
(sekolah) atau nonformal (lembaga latihan, dsb).
Sebagai pendidik setidaknya harus memenuhi persyaratan seperti yang telah tercermin
dalam QS. Al-Mudatsir, 74: 1-7. Untuk menjadi pendidik yang menjadi penyeru ke jalan
Allah harus memiliki kualifikasi diantaranya menguasai, menghayati dan mengamalkan
ilmu-ilmu Allah; memiliki penampilan fisik yang menarik; berakhlak mulia; ikhlas; dan
sabar.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan
Faktor pendidikan seseorang ada yang berasal dari dalam diri individu yang belajar (factor
internal), antara lain kecerdasan, bakat, minat, perhatian, keadaan mental (psikis) dan
keadaan fisik.
Selain itu, ada juga factor yang bersumber dari luar individu (factor eksternal) yang
mencakup bahan/materi yang dipelajari, situasi dan kondisi lingkungan fisik, situasi dan
kondisi lingkungan sosial, dan sistem pendidikan/pengajaran.
C. Problem-Problem Pendidikan dan Perlunya Bimbingan dan Konseling Pendidikan
Islami
Problem yang dihadapi oleh individu yang belajar salah satunya karena tidak berhasil dalam
mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakberhasilan itu berupa:
1. Tidak terampil mengerjakan sesuatu yang seharusnya bisa dilakukannya setelah
mempelajarinya.
2. Tidak bisa memahami pokok bahasan tertentu walaupun telah mencoba mempelajarinya
sekuat tenaga.
3. Segan atau malas mempelajari bahan tertentu.
4. Sulit menyelesaikan tugas-tugas sekolah karena di rumah terlampau banyak pekejaan
yang harus diselesaikan juga.
5. Berkali-kali gagal menguasai materi pelajaran sesuai dengan target yang seharusnya.
Maka dari itu, individu yang belajar perlu mendapatkan bantuan bimbingan dan
konseling pendidikan Islami agar kegiatan pendidikannya mencapai hasil sebagaimana
mestinya.
D. Pengertian Bimbinga dan Konseling Pendidikan Islami
Bimbingan pendidkan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
kegiatan belajar atau pendidikannya senantiasa selaras dengan tujuan pendidkan Islami, yaitu
menjadi Insan Kamil sebagai sarana mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Konseling pendidikan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
mampu mengatasi segala hambatan dalam kegiatan belajar atau pendidikannya, dengan
menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah yang harus senantiasa mengikuti ketntuan
dan petunjuk Allah agar menjadi Insan Kamil, sebagai sarana mencapai kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
E. Tujuan Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islami
1. Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan
kegiatan belajarnya.
2. Membantu individu memecahkan masalah yang berkaitan dengan belajar.
3. Membantu individu memelihara situasi dan kondisi kegiatan belajarnya agar tetap baik
dan mengembangkannya agar jauh lebih baik.
F. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islami
Beberapa asas operasional bimbingan dan konseling pendidikan Islami, diantaranya:
1. Asas kebahagiaan dunia dan akhirat, sebagaimana tertera dalam QS. At-Tahrim, 66: 6.
2. Asas kewajiban menuntut ilmu, sebagaimana dijelaskan dalam QS, Al-Alaq, 96: 1-5; QS.
Al-Qalam, 68: 1; juga sabda Nabi SAW: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.”
(HR. Ibnu Majah). Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda: “Masing-masing
dari kalian adalah pemimpin (pemelihara) akan dimintai pertanggungjawaban mengenai
apa yang menjadi tanggung jawabnya.”
3. Asas pendidikan seumur hidup, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda “Menuntut ilmu
itu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah).
4. Asas manfaat pendidikan, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Az-Zumar, 39: 9 dan QS.
Al-Mujadalah, 58: 11. Dalam hal ini, Rasulullah juga bersabda: “Para ulama itu adalah
pewaris Nabi.” (HR. Ibnu Najjar dari Anas). Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga
bersabda: “Barangsiapa ingin (kebahagiaan dan kesejahteraan) di dunia hendaklah
berilmu, dan barangsiapa ingin (kebahagiaan dan kesejahteraan) di akhirat hendaklah
ia berilmu, dan barangsiapa yang ingin keduanya hendaklah ia berilmu pula.” (HR. Ibn
Asakir).
5. Asas multipengaruh terhadap pendidikan, hal ini dijelaskan dalam QS. An-Najm, 53: 39
dan dalam hadits Rasulullah SAW bersabda: “setiap manusia dilahiran ibunya dalam
keadaan fitrah. Maka kemudian orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau
Majusi. Dan jika orang tunya itu seorang Muslim, maka jadilah ia seorang Muslim”.
(HR. Muslim).
6. Asas kesesuaian dengan keadaan diri, hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Isra, 17: 84.
7. Asas produktifitas, dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: “Ada dua kenikmatan yang
membuat manusia tertipu, yaitu sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari). Dalam hadits
lain Rasulullah SAW juga bersabda: “Pergunakanlah lima keadaanmu sebelum datang
lima keadaan: hidupmu sebelum matimu, mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum
sakitmu, kayamu sebelum miskinmu dan sempatmu sebelum sempitmu.” (HR. Baihaqi
dari Ibnu Abbas).
G. Subjek Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islami
Subjek bimbingan dan konseling pendidikan Islami terdiri dari peserta didik sekolah (dari SD
sampai Perguruan Tinggi), peserta pendidikan nonformal, orangtua atau wali murid yang
mempunyai problem sehubungan dengan kegiatan belajar anaknya dan orangtua dalam
pendidkan anak-anak balitanya.
H. Pembimbing Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islami
Konselor pembimbing bimbingan dan konseling pendidikan Islami seyogyanya orang-orang
yang memilii kemampuan diantaranya menguasai ilmu bimbingan dan konseling, memahami
wawasan kepandidikan dan memahami syariah Islamiyah secara memadahi.
I. Objek Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islami
Yang menjadi garapan bimbingan dan konseling Islami adalah problem-problem yang
berkaitan dengan efisiensi dan efektifitas kegiatan belajar, ketetapan pemilihan bidang/jenis
studi, kelanjutan studi, penggunaan waktu luang dari kegiatan belajar rutin terjadwal di
sekolah/lembaga pendidikan serta pengasuhan dan pendidikan anak balita dan prasekolah.
J. Metode Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islami
Metode dan teknik bimbingan dan konseling pendidian Islami pada dasarnya tidak ada
perbedaan dari metode dan teknik bimbingan dan konseling Islami pada umumnya.

BAB IV
BIMBINGAN DAN KONSELING SOSIAL ISLAMI
A. Konsep Hubungan Kemasyarakatn Menurut Islam
Manusia merupakan makhluk sosial, hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Hujurat, 49: 13 dan QS.
An-Nisa, 4: 1. Menurut Islam pada mulanya manusia berada dalam satu lingkungan yang
kecil yaitu Adam dan Hawa, semakin lama semakin berkembang ke berbagai daerah dengan
kondisi fisik yang berbeda-beda, hal ini dijelaskan dalam QS. Ar-Rum, 30: 22.
Manusia berhubungan dengan sesama manusia dalam pola pokok sebagai berikut.
1. Sebagai individu berhubungan antar individu dalam keluarga dan dalam masyarakat.
2. Sebagai individu berhubungan dalam kelompok kemasyarakatan, ekonomi dan politik.
3. Sebagai kelompok berhubungan dengan kelompok antar tetangga, organisasi, suku
bangsa dan antar kelompok keagamaan.
B. Pembinaan Hubungan Sosial Menurut Islam
Islam memberikan rambu-rambu mengenai konsep kehidupan kemasyarakatan. Konsep
kemasyarakatan yang ideal diantaranya:
1. Hubungan antar individu
Hubungan antar individu dalam keluarga telah dijelaskan dalam uraian mengenai
bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga Islami. Sedangkan hubungan individu
dalam msyarakat luas, Islam mengonsepkan bahwa kehidupan itu harus berlandaskan:
a. Kemanfaatan sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 195;
b. Kasih sayang, dijelaskan dalam QS. Al-Araf, 7: 199.
c. Saling menghargai dan menghormati, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berlaku baik kepda
tetangga, Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah memuliakan
tamunya dan Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah
berbicara yang baik atau diam.” (HR. Muslim);
d. Menumbuhkan rasa aman pada individu lain, hal ini dijelaskan dalam hadits
Rasulullah SAW: ““Tiadalah seorang beriman sampai ia mencintai saudaranya
seperti mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim);
e. Kerja sama konstuktif, yang dijelaskan dalam QS. Al-Maidah, 5: 2 dan QS. Al-
Hujurat, 49: 10.
f. Toleransi, sebagaimana dielaskan dalam QS> Ali-Imran, 3: 64 dan QS. Al-Kafirun,
109: 1-6;
g. Keadilan, dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: “Bagi dirimu ada hak yang
harus kau penuhi dan bagi istrimu ada hak yang harus engkau penuhi.
2. Pembinaan kelompok intern (Muslim)
Kesatuan umat Islam diikat oleh rasa kesatuagamaan juga dilandasi oleh pedoman Allah
untuk menjadi satu kesatuan, hal ini disebutkan dalam QS. Al-Hujurat, 49: 10 dan dalam
hadits Rasulullah SAW bersabda: “orang mukmin satu terhadap mukmin lain itu seperti
satu bangunan yang sebagian menguatkan bagian yang lain.” (HR. Muslim).
Pola pembinaan intern umat Islam masa awal hijrah Rasulullah yaitu dengan mendirikan
masjid, mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshar, membuat perjanjian damai
dengan kaum Yahudi dan Nashrani serta meletakkan dasar-dasar sistem budaya Islam.
3. Pembinaan hubungan dengan kelompok lain
Dengan kelompok non muslim, Islam mengajarkan untuk hidup berdampingan sesuai
dengan fieman Allah QS. Al-Hujurat, 49: 13 dan QS. Ali-Imran, 3: 64.
C. Problem Hubungan Sosial dan Perlunya Bimbingan dan Konseling Sosial Islam
Beberapa masalah yang lazim dialami oleh individu dalam pergaulan kemasyarakatannya
diantaranya rasa rendah diri yang berlebihan, introversi (suka mengasingkan diri), sulit
bergaul dengan lawan jenis, rasa curiga berlebihan pada orang lain, dengki, dendam, gemar
menunjukkan kekurangan orang lain, dan rasa superioritas yang berlebihan sehingga suka
merendahkan orang lain. Selain itu, konflik antar gang seingkali terjadi pada anak-anak dan
remaja.
D. Pengertian Bimbingan dan Konseling Sosial Islami
Bimbingan sosial Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam
kehidupan kemasyarakatannya senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,
sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup.
Konseling soasial Islami adalah proses pemberian bantuan individu agar menyadari
kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan
kemasyarakatan senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk-Nya, sehingga dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
E. Tujuan Bimbungan dan Konseling Sosial Islami
1. Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan
kehidupan bermasyarakat.
2. Mencegah timbulnya problem-problrm yang berkaitan dengan kehidupan
bermasyarakatnya.
3. Membantu individu memelihara situasi dan kondisi kehidupan kemasyarakatan yang
dilibatinya agar tetap baik dan mengembalikannya agar jauh lebih baik.
F. Asas Bimbingan dan Konseling Sosial Islami
Asas bimbingan dan konseling sosial Islami adalah sebagai berikut.
1. Asas kebahagiaan dunia dan akhirat, sebagaimana tertera dalam QS. Al-Baqarah, 2: 201
dan QS. Al-Qasas, 28: 77.
2. Asas komunikasi dan musyawarah, yaitu komunikasi dua arah untuk memperoleh
kesepakatan bersama termasuk antara konselor dank lien.
3. Asas manfaat.
4. Asas kasih sayang.
5. Asas mengharai dan menghormati.
6. Asas rasa aman
7. Asas ta’awun (tolong menolong) atau kerja sama konstruktif.
8. Asas toleransi.
9. Asas keadilan
G. Subjek Bimbingan dan Konseling Sosial Islami
Yang menjadi subjek dalam bimbingan dan konseling sosial Islami adalah individu dalam
rangka preventif dan kuratif berkaitan dengan kesulitan dalam pergaulan lawan jenis;
kesulitan dalam pergaulan dengan kelompoknya; kesulitan dalam pergaulan dengan
masyarakat luas; dan kesulitan yang berkenaan dengan konflik nilai dengan kelompok dan
nilai masyarakat. Selain itu, subjek lainnya yaitu kelompok yang mencakup kesulitan dalam
hubungan ketetanggan dan kesulitan dalam hubungan antar kelompok.
H. Pembimbing Bimbingan dan Konseling Sosial Islami
Yang berhak menjadi pembimbing dalam bimbingan dan konseling sosial Islami adalah
orang-orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman ajaran Islam tentang tata hubungan
kemasyarakatan serta mempunyai keahlian dalam bimbingan dan konseling sosial.
I. Objek Bimbingan dan Konseling Sosial Islami
Yang menjadi garapan bimbingan dan konseling Islami adalah yang berkaitan dengan upaya
mencegah dan mengatasi problem penyesuaian diri, problem hubungan antar tetangga dan
problem hubungan antar kelompok.
J. Metode Bimbingan dan Konseling Sosial Islami
Metode bimbingan dan konseling sosial Islami pada dasarnya sama dengan metode dan
teknik bimbingan dan konseling Islami pada umumnya.
BAB V
BIMBINGAN DAN KONSELING KERJA ISLAMI
A. Kewajiban Manusia untuk Kerja
Setiap manusia pada dasarnya wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
jasmaniah maupun rohaniah, hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. At-Taubah, 9:
105 dan dalam hadits Rasulullah SAW bersabda: “tidaklah seseorang memakan suatu
makanan itu yang baik daripada memakan dari hasil usaha tangannya. Dan sesungguhnya
Nabi Daud a.s. makan dari hasil usaha tangan beliau.” (HR. Bukhari dari Miqdam r.a.
Menurut Islam bekerja untuk kepentingan duniawiyah itu sama penting dengan untuk
kebutuhan ukhrawi, sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. Al-Qasas, 28: 77 dan
Rasulullah juga bersabda: Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-
lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok.” (HR. Ibnu
Asakir)
Fungsi kerja menurut Islam yaitu untuk memenuhi hakiki kemanusiaan seperti yang
diperintahkan oleh Allah, memenuhi kebutuhan jasmaniah (sandang, pangan, papan,
kesehatan), memenuhi kebutuhan mental rohaniah, memenuhi kewajiban keluarga dan
mempertahankan kelestarian jenis seta untuk memenuhi kewajiban hidup kemasyarakatan.
Seorang muslim yang bekerja haruslah berpegang pada tatanilai kerja islami, diantaranya:
1. Keseimbangan tujuan kerja antara keperluan pribadi dan keperluan kelompok,
sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Mu’minun, 23: 51.
2. Bekerja menurut kadar kemampuan dan keahlian pribadi yang optimal, sebagaimana
dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 256 dan QS. Hud, 11: 93.
3. Disiplin dan efisien menggunakan waktu dan kesempatan, sebagaimana dijelaskan dalam
QS. Al-Ashr, 103: 1-3, da dalam hadits Rasulullah SAW bersabda: “Ada dua kenikmatan
yang membuat banyak manusia tertipu ialah kesehatan dan waktu luang”.
4. Jujur atau dapat dipercaya, hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Qasas, 28: 26.
5. Rendah hati, dijelaskan dalam QS. Al-Furqan, 25: 63.
6. Berencana dan produktif, dijelaskan dalam QS. Al-Insyirah, 97: 7.
7. Proporsional dan tidak iri hati, dijelaskan dalam QS. An-Nisa, 4: 32 dan QS. An-Najm,
53: 39.
8. Adil
9. Bekerja di jalan yang baik dan benar, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Mukminun,
23: 51.
10. Penyegeraan balas jasa, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Bayarlah pekerja itu
sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah).
B. Factor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kerja
Faktor yang menyebabkan keberhasilan karja yaitu keahlian, kamuan dan sikap positif
terhadap pekerjaan, kesempatan (peluang), imbalan yang layak dan imbalan kerja yang
manusiawi.
C. Problem Kerja dan Perlunya Bimbingan dan Konseling Kerja iIslami
Problem yang dihadapi orang sebelum kerja yaitu dalam mencari pekerjaan dan dalam
menemukan pekerjaan yang cocok. Kecocokan dalam bekerja dapat dilihat dalam berbagai
sudut yaitu kecocokan dengan bakat, minat, nilai yang dianut, latar belakang pendidikan dan
dengan kemampuan keahlian.
Sedangkan problem yang diahadapi setelah bekerja dapat berupa problem
ketidakcocokan, problem karir dan problem iklim sosioemosional.
D. Pengertian Bimbingan dan Konseling Kerja Islami
Bimbingan kerja Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam
proses mencari pekerjaan dan bekerja senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di duia dan akhirat.
Konseling kerja Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam mencari dan
melakukan pekerjaan senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
E. Tujuan Bimbingan dan Konseling Kerja Islami
Tujuan bimbingan dan kosneling kerja Islami diantaranya:
1. Membantu individu mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan upaya mencari
pekerjaan.
2. Membantu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan kegiatan dan
hubungan kerja.
3. Mambantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan upaya mencari pekerjaan.
4. Membantu untuk mampu mengatasi problem-problem yang berkaitan dengan kerja dan
hubungan kerja.
F. Asas Bimbingan dan Konseling Kerja Islami
1. Asas kebahagiaan dunia dan akhirat yang tertera dalam hadits Rasulullah SAW:
Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya, dan
bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok.” (HR. Ibnu Asakir).
2. Asas bekerja sebagai kewajiban dan tugas mulia, sebagaimana Rasulullah SAW
bersabda: “Tiadalah seseorang yang memakan sesuatu makanan yang lebih baik
daripada memakan dari hasil usaha tangannya. Dan sesungguhnya Nabi Daud makan
dari hasil usaha tangan beliau.” (HR. Bukhari dari Miqdan).
3. Asas melakukan pekerjaan yang halal dan baik, sebagaimana dalam QS. Al-Mukminun,
23: 51.
4. Asas kemampuan dan keahlian, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Hud, 11: 93.
5. Asas hubungan kerja yang manusiawi, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
“Rasulullah SAW melarang mempekerjakan seorang pekerja sampai jelas baginya
tentang upah yang diterimanya.” (HR. Imam Ahmad dari Sa’id).
G. Subjek Bimbingan dan Konseling Kerja Islami
Yang menjadi subjek dalam bimbingan dan konsseling kerja Islami adalah para pencari kerja
berupa bantuan berkenaan dengan kemudahan dan kesulitan mencari pekerjaan, pengenalan
dan pengembangan kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok dan pengenalan
dan pemahaman dunia lapangan kerja. Selain itu, subjek bimbingan dan konseling kerja
Islami adalah orang yang sudah bekerja, berupa bantuan berkenaan dengan pengenalan dan
pengembangan potensi untuk pengembangan karir dan pengenalan pemahaman dan problem-
problem yang berkaitan dengan pekerjaan dan upaya mengatasinya.
H. Pembimbing Bimbingan dan Konseling Kerja Islami
Yang berhak menjadi pembimbing dalam bimbingan dan konseling kerja Islami adalah
orang-orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman memadai mengenai ajaran Islam
yang berkenaan dengan kerja, mempunyai pengetahuan dan pemahaman memadai mengenai
seluk beluk dunia kerja serta mempunyai keahlian dalam bimbingan dan konseling kerja.
I. Objek Bimbingan dan Konseling Kerja Islami
Yang menjadi garapan bimbingan dan konseling kerja Islami adalah upaya mencegah atau
mengatasi masalah uang berkaitan dengan usaha mencari pekerjaan, upaya mencegah dan
mengatasi masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan dan upaya pengembangan
karier.
J. Metode Bimbingan dan Konseling Kerja Islami
Metode bimbingan dan konseling kerja Islami pada dasarnya sama dengan metode dan teknik
bimbingan dan konseling Islami umum.

BAB VI
BIMBINGAN DAN KONSELING KEAGAMAAN ISLAMI
A. Konsep Kehidupan Keagamaan Menurut Islam
Dalam diri manusia ada kecenderungan untuk meyakini adanya Allah SWT dan beribadah
kepada-Nya. Kecenderungan tersebut disebut “fitrah”, sebagaimana tercermin dalam QS. Ar-
Rum, 30: 30 dan Rasulullah bersabda: “Setiap manusia dilahiran ibunya dalam keadaan
fitrah. Maka kemudian orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. Dan
jika orang tunya itu seorang Muslim, maka jadilah ia seorang Muslim”. (HR. Muslim).
Islam mengakui dua hal pokok, yaitu secara kodrati manusia telah dibekali “naluri” untuk
beragama Islam dan lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap perkambangan naluri
tersebut. Jadi, seseorang yang sudah bertauhid, bisa saja berubah menjadi musyrik begitupun
sebaliknya. Hal ini telah dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah, 2: 1-9; QS. Luqman, 31: 67; QS.
Ibrahim, 14; 22 dan QS. Al-Hajj, 22: 19.
B. Problem-Problem dalam Kehidupan Keagamaan
Problem yang ada dalam kehidupan keagamaan manusia yaitu problem ketidakberagamaan,
problem pemilihan agama, problem kegoyahan iman, problem kerena perbedaan paham dan
pandangan, problem ketidakpaaman mengenai ajaran agama dan problem pelaksanaan ajaran
agama.
C. Pengertian Bimbingan dan Konseling Keagamaan Islami
Bimbingan keagamaan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap indiidu agar
kehidupan keagamaannya senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Konseling keagamaan Islami adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar
menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan
keagamaannya senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
D. Tujuan Bimbingan dan Konseling Keagamaan Islami
1. Membantu individu/kelompok individu mencegah timbulnya masalah-masalah dalam
kehidupan keagamaan.
2. Membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan keagamaannya.
3. Membantu memelihara situasi dan kondisi kehidupan keagamaan dirinya yang telah baik
atau menjadi lebih baik.
E. Asas Bimbingan dan Konseling Keagamaan Islami
1. Asas fitrah, sebagaimana tercermin dalam QS. Ar-Rum, 30: 30.
2. Asas kebahagiaan dunia dan akhirat.
3. Asas amal shaleh dan akhlakul karimah.
4. Asas mauizatuh-hasanah.asas mujadalatul ahsan
F. Subjek Bimbingan dan Konseling Keagamaan Islami
Yang menjadi subjek dalam bimbingan dan konseling keagamaan Islami adalah
individu/kelompok yang tidak beragama dan belum meyakini akan perlunya agama, yang
tidak beragama dan bermaksud beragama tetapi belum mempunyai keyakinan yang pasti
untuk menganut agama yang mana, yang senantiasa goyah keimanannya, yang menghadapi
konflik keagamaan karena memperoleh informasi yang berbeda mengenai ajaran agama,
yang kurang pemahamannya mengenai ajaran Islam serta yang tidak/belum menjalankan
agama Islam sebagaimana mestinya.
G. Pembimbing Bimbingan dan Konseling Keagamaan Islami
Yang berhak menjadi pembimbing bimbingan dan konseling keagamaan Islami adalah orang
yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai syariat Islam serta
mempunyai keahlian di bidang metodologi dan teknik bimbingan dan konseling keaagamaan.
H. Ojek Bimbingan dan Konseling Keagamaan Islami
Objek bimbingan dan konseling keagamaan Islami adalah hal-hal yang berkaitan dengan
ketidakberagamaan, kesulitan memilih agama, kegoyahan iman (kekufuran), konflik
pandangan/wawasan keagamaan, keurangan mengenai syariat Islam serta ketidakmauan dan
ketidakmampuan menjalankan syariat Islam dengan baik dan benar.

KESIMPULAN
Bimbingan dan Konseling Islami pada dasarnya merupakan proses bantuan kepada
individu atau kelompok berkaitan dengan masalah yang dihadapi individu, yang mungkin
dihadapi individu atau yang sudah dialami oleh individu. Masalah tersebut dapat muncul dari
berbagai factor atau bidang kehidupan. Masalah-masalah tersebut menyangkut bidang-bidang
pernikahan dan keluarga, pendidikan, sosial (kemasyarakatan), pekerjaan (jabatan) dan
keagamaan. Dari bidang-bidang tersebut dibahas satu persatu mengenai konsep-konsepnya
menurut Islam, faktor yang mempengaruhi, problem atau masalah, pengertian, tujuan, asas-asas,
subjek, kriteria pembimbing sesuai permasalahan yang dihadapi, objek garapan serta metode dan
teknik yang digunakan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dari setiap pembahasan
memiliki landasan-landasan konseptual yang utama dan banyak dibahas bersumber dari Al-
Quran dan Sunnah Rasul. Landasan lain yang digunakan yang sifatnya aqliah adalah filsafat dan
ilmu.

Anda mungkin juga menyukai