Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“INSTRUMENT DALAM BIMBINGAN KONSELING”


(Mata Kuliah : Dasar-Dasar BK)

Dosen Pengampu :
PUTRI RAHMI VIRANI LUBIS, M.Si

Disusun oleh :
SARA ARDILA (2013000043)
PRODI : BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM
SEMESTER II

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF JAMBI


TAHUN AKADEMIK 2020/2021

X
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Instrument Dalam Bimbingan Konseling” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ibu Putri Rahmi Virani Lubis, M.Si pada Mata Kuliah Dasar-dasar BK.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Instrument Dalam Bimbingan Islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibuselaku dosen pengampu mata
kuliah ini yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, April 2021

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.....................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN..................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

A. PENGERTIAN INSTRUMENT DALAM BIMBINGAN KONSELING.....2


B. INSTRUMENT TES DALAM BIMBINGAN KONSELING........................2
C. INSTRUMENT NON TES DALAM BIMBINGAN KONSELING.............4

BAB III PENUTUP................................................................................................12

A. KESIMPULAN...............................................................................................12
B. SARAN............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Intrumen pada dasarnya dapat dipilah menjadi dua, yaitu intrumen
non-tes. Suatu intrumen disebut tes apabila jawaban responden atas soal-soal
yang ada diperiksa berdasarkan benar salahnya jawaban tersebut. Jawaban
benar diberi akar positif, sedangkan jawaban salah diberi skor negatif. Skor-
skor positif dan negatif itu digabungkan untuk memperoleh gambaran tentang
kualitas jawaban secara keseleluruhan.
Tergolong dalam intrumen tes adalah berbagai tes psikologis (seperti
tes inteligensi, bakat dan minat) dan tes hasil belajar (seperti soal ulangan dan
ujian). Instrumen tes ini diselenggarakan secara tertulis atau lisan. Secara
individual atau kelompok. Berdeda dari jawaban instrumen tes, jawaban
instrumen non-tes diperiksa bukan atas benar-salahnya, melainkan untuk
melihat gambaran tentang kondisi responden tanpa menekankan apakah
kondisi itu mutunya tinggi atau rendah, benar atau salah.
Instrumen non-tes hendak mengetahui kondisi responden sebagaimana
apa adanya. Berbagai bentuk alat ukur dapat digolongkan ke dalam instrumen
non-tes, seperti angket, daftar isian, daftar pilihan sosiometri merupakan
teknik ukur hubungan sosial antara individu yang tergolong non-tes

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Instrument Dalam Bimbingan Konseling?
2. Bagaimana Instrument Tes Dalam Bimbingan Konseling?
3. Bagaimana Instrument Nontes Dalam Bimbingan Konseling?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui Pengertian Instrument Dalam Bimbingan Konseling
2. Untuk mengetahui Instrument Tes Dalam Bimbingan Konseling
3. Untuk mengetahui Instrument Nontes Dalam Bimbingan Konseling

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN INSTRUMENT DALAM BIMBINGAN KONSELING
Instrumen Bimbingan Konseling Secara umum yang dimaksud dengan
instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga
dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau
mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Dalam bidang penelitian,
instrumen diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data mengenai
variabel-variabel penelitian untuk kebutuhan penelitian. Adapun dalam bidang
pendidikan instrumen digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa,
faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap
hasil belajar, perkembangan hasil belajar siswa, keberhasilan proses belajar
mengajar guru, dan keberhasilan pencapaian suatu program.1
Pada dasarnya instrumen dapat dibagi dua yaitu tes dan nontes.
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, tes dibedakan menjadi tes uraian dan
obyektif, sedangkan nontes terdiri dari wawancara (interview), observasi,
kunjungan rumah, tes, konferensi kasus, dan alih tangan.

B. INSTRUMEN TES DALAM BIMBINGAN KONSELING


Menurut Tohirin (2011: 223) “tes merupakan suatu metode penelitian
psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah
laku dan kehidupan psikologis seseorang, dengan menggunakan pengukuran
yang menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diukur”.
Dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau
prosedur dalam pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang
berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas,2 baik berupa pertanyaan-
pertanyaan (yang harus dijawab), atau perintah-perintah oleh testee, sehingga
dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee,
nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee
lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
Tes sebagai alat pengumpulan data memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Meramalkan atau memperkirakan (prediktif) tentang taraf prestasi atau
corak perilaku dikemudian hari,.

1
8 Mamat Supriatna, Bimbingan dan Konseling berbasis Kompetensi, Jakarta: Rajawali Pers,
2011, h. 64.
2
Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995) dalam Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan
Madrasah (berbasis integrasi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, h. 115.

2
3

2. Mengadakan seleksi untuk menerima atau menempatkan individu pada


posisi tertentu.
3. Menentukan klasifikasi untuk menentukan dalam kelompok mana
seseorang sebaiknya dimasukkan.
4. Mengadakan evaluasi. Adapun Macam-Macam Bentuk Tes menurut
Tohirin:3
a) Tes hasil belajar (Achievement Test) Tes hasil belajar yang
juga sering dikenal dengan istilah tes pencapaian, yakni tes
yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian
atau prestasi belajar siswa. Tes ini digunakan untuk mengukur
apa yang telah dipelajari oleh siswa diberbagai mata pelajaran.
Tes hasil belajar terdapat beberapa macam antara lain: tes
kompetensi, yaitu tes untuk mengukur taraf penguasaan
keterampilan dasar; dan tes diagnostik, yaitu tes untuk
mengukur atau mencari sebab timbulnya kesulitan siswa dalam
mempelajari mata pelajaran tertentu.
b) Tes kemampuan khusus atau tes bakat khusus Tes kemampuan
khusus atau tes bakat khusus, yakni tes yang dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengungkapkan kemampuan dasar atau
bakat khusus yang dimiliki oleh seseorang. Tes ini digunakan
untuk mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil di
mata pelajaran tertentu, program pendidikan vokasional
tertentu, dan atau bidang karier tertentu. Tes ini lingkupnya
lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual.
c) Tes minat Tes ini digunakan untuk mengukur kegiatan-
kegiatan yang paling diminati oleh siswa.
d) Tes kepribadian Tes ini digunakan untuk mengukur ciri-ciri
kepribadian tertentu pada siswa seperti karakter, temperamen,
corak kehidupan emosional, kesehatan mental, relasi social
dengan orang lain dan bidang-bidang kehidupan yang
menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri.
Selain beberapa macam tes diatas, adapula macam-macam tes
sebagai berikut:4
1. Tes intelegensi, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan
seseorang. Tes kecerdasan digunakan untuk mengukur
kemampuan akademik, kemampuan mental dan kemampuan

3
Departemen Agama RI, Al-Qur’anul Karim Special For Women Syaamil Qur’an, Bandung: Sygma,
2005, h. 285.
4
7 Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004, hal.54
4

kecerdasan, yang paling populer dari tes ini adalah digunakan


untuk mengukur IQ.
2. Tes sikap, yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk
mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk
melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya,
baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.

Secara umum berbagai jenis tes diatas dapat membantu konselor


atau guru BK tes dalam:
1. Memperoleh dasar-dasar pertimbangan berkenaan dengan
berbagai masalah pada individu yang di tes, seperti masalah
penyesuaian dengan lingkungan, masalah prestasi atau hasil
belajar, masalah penempatan dan penyaluran.
2. Memahami sebab-sebab terjadinya masalah diri individu.
3. Mengenali individu (misalnya peserta didik) yang memiliki
kemampuan yang sangat tinggi dan sangat rendah yang
memerlukan bantuan khusus.
4. Memperoleh gambaran tentang kecakapan, kemampuan, atau
keterampilan seseorang individu dalam bidang tertentu.

C. INSTRUMEN NON TES DALAM BIMBINGAN KONSELING


Dengan instrument nontes, evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan tanpa menguji peserta didik tersebut, melainkan dilakukan dengan
pengamatan secara wawancara (interview), observasi, kunjungan rumah, tes,
konferensi kasus, dan alih tangan. Teknik non tes ini memegang peranan
penting terutama dalam rangka evaluasi hasil belajar peserta didik dalam
ranah sikap hidup (affective domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric
domain), sedangkan teknik tes sering digunakan untuk mengevaluasi hasil
belajar peserta didik dari segi ranah berfikirnya (cognitive domain).
Secara umum kegunaan hasil pengungkapan melalui intsrumen non-tes
ialah dapat membantu konselor atau guru BK dalam:5
1. Memperkokoh dasar – dasar pertimbangan berkenaan dengan berbagai
masalah pada individu seperti masalah penyesuaiyan dengan
lingkungan, masalah prestasi hasil belajar, masalah penempatan dan
penyaluran.
2. Memahami sebab – sebab terjadinya masalah dari individu.

5
Dewa Ketut Sukardi, Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Bandung: Alfabeta, 2003,
h. 6.
5

3. Mengenali individu yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi dan


sangat rendah yang memerlukan bantuam khusus.
4. Memperoleh gambaran tentang kecakapan. Kemampuan atau
keterampilan seseorang individu dalam bidang tertentu.
Sedangkan kegunaan hasil intsrumentasi non-tes bagi siswa antara
lain bagi konselor atau guru BK:
1. Membantu Siswa memperoleh pemahaman diri dan pengarahan diri
dalam proses mempersiapkan diri untuk bekerja dan berguna dalam
masyarakat.
2. Siswa dapat menilai dan memahami dirinya terutama mengenai potenti
dasar, minat, sikap, kecakapan dan cita – citanya.
3. Siswa akan sadar dan memahami nilai – nilai yang ada dalam
masyarakat.
4. Siswa dapat menemukan hambatan – hambatan yang sifatnya dari
dirinya dan dapat mengatasi hambatan – hambatan itu.
5. Membantu siswa dalam melaksanakan masa depannya, hingga dia dapat
menemukan karier yang cocok dalam kehidupannya.
Jenis-jenis instrument nontes yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi hasil belajar siswa, antara lain:
1. Wawancara
Secara umum wawancara adalah cara menghimpun keterangan
yang dilaksanakan dengan cara tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah
ditentukan. Wawancara bersifat langsung dan tidak langsung.
Wawancara langsung artinya wawancara dilakukan dengan siswa
untuk memperoleh keterangan (data) tentang siswa yang
bersangkutan. Sedangkan wawancara bersifat tidak langsung
adalah wawancara dilakukan dengan orang lain atau pihak terkait,
misalnya wawancara dengan orangtua/wali siswa untuk
memperoleh keterangan tentang anaknya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
wawancara untuk mengumpulkan data siswa adalah:

a. Pembimbing hendaknya menciptakan situasi yang bebas,


terbuka, dan menyenangkan,
b. Pertanyaan yang diajukan sebaiknya disusun secara
sistematis.
c. Jawaban atau keterangan dari siswa sebaiknya segera
dicatat.
6

Ada berbagai tujuan yang dapat dicapai dalam wawancara


yaitu antara lain:
a. Menciptakan hubungan baik diantara dua pihak yang
terlibat Pertemuan itu harus bebas dari segala kecemasan
danketakutan sehingga memungkinkan subyek wawancara
menyatakan sikap dan perasaan dengan bebas, tanpa
mekanisme pertahanan diri yang kadang-
kadangmenghambat pernyataannya.
b. Meredakan ketegangan yang terdapat dalam subyek
wawancara. Oleh karenasubyek wawancara pada umumnya
membawa berbagai ketegangan emosi kedalam pertemuan
dalam wawancara itu, maka kedua belah pihak harus
berusahameredakan ketegangan di dalam dirinya.
c. Menyediakan informasi yang dibutuhkan. Dalam
wawancara kedua belah pihak akan mendapat kesempatan
untuk memperoleh informasi yang dibutuhkannya.
d. Mendorong kearah pemahaman diri pada pihak subyek
wawancara. Hampir semua subyek wawancara
menginginkan pemahaman diri yang lebih baik, danpada
dasarnya memiliki kesanggupan dan bakat yang seringkali
tidak dapat berkembangdengan sempurna. Dengan
wawancara subyek wawancara akan lebihmemahami
dirinya.
e. Mendorong ke arah penyusunan kegiatan yangkonstruktif
pada subyek wawancara.
Kelebihan dari kegiatan wawancara ini antara lain:
merupakan teknik tepat untuk mengungkapkan data pribadi; dapat
dilakukan kepada setiap siswa dan setiap umur; dapat diambil
serempak sambil melakukan observasi dan memberikan konseling;
mempunyai kemungkinan diperolehnya data yang lebih banyak
dan lebih tepat; dapat menimbulkan hubungan pribadi yang lebih
baik; dan sebagainya. Sedangkan kelemahan dari wawancara
adalah jika wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas,
maka kelemahannya terletak pada pertanyaan dan jawaban yang
beraneka ragam dan terkadang tidak terarah kepada fokus evaluasi.
2. Observasi
Secara umum, pengertian observasi adalah cara
menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan
cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang dijadikan sasaran pengamatan.
Teknik ini digunakan dengan mengadakan pengamatan secara
7

seksama baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap


berbagai aktivitas siswa di lingkungan sekolah maupun diluar
lingkungan sekolah.6
Terdapat dua cara dalam melakukan observasi, yakni
observasi partisipatif (terlibat) dan observasi nonpartisipatif.
Pada observasi partisipatif, observer melibatkan diri ditengah-
tengah observe. Sedangkan pada observasi nonpartisipatif,
observer bertindak sebagai penonton saja. Observasi juga dapat
bersifat eksperimental, yang dilakukan dalam situasi buatan
atau yang dilakukan dalam situasi yang wajar. Sedangkan
observasi sistematis dilaksanakan dengan perencanaan yang
sangat matang.7
Adapun alat dan cara dalam melaksanakan observasi
adalah sebagai berikut.
a. Catatan anekdot (Anekdotal Record)
Alat untuk mencatat gejala-gejala khusus atau
luar biasa menurut aturan kejadian, terhadap bagaimana
kejadiannya, bukan pendapat pencatat tentang kejadian
tersebut.
b. Catatan Berkala (Insidental Record)
Dilakukan berurutan menurut waktu munculnya
suatu gejala tetapi tadak dilakukan terus menerus,
melainkan pada waktu tertentu dan tebatas pula pada
waktu yang telah ditetapkan untuk tiap-tiap kali
pengamatan.
c. Daftar Check (Check List)
Penataan data dilakukan dengan menggunakan
sebuah daftar yang memuat nama observer dan jenis
gejala yang diamati.
d. Skala Penilaian (Rating Scale)
Pencatatan data dengan alat ini dilakukan seperti
check list. Perbedaannya terletak pada kategorisasi gejala
yang dicatat. Dalam rating scale tidak hanya terdapat
nama objek yang diobservasi dan gejala yang akan
diselidki akan tetapi tercantum kolom – kolom yang

6
Suhertina, Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Pekanbaru: Suska Press, 2008, h. 63
7
Mochamad Nursalim. 2013. Pengembangan Media Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Indeks.
8

menunjukkan tingkatan atau jenjang setiap gejala


terasebut.
e. Peralatan Mekanis (Mechanical Device)
Pencatatan dengan alat ini tidak dilakukan pada
saat opservasi berlangsung, karena sebagian atau seluruh
peristiwa direkam dengan alat sesuai dengan keperluan.
Beberapa kelebihan dari teknik observasi sebagai
instrument bimbingan konseling antara lain:
a. Teknik langsung dapat digunakan untuk memperoleh
data bebagai aspek tingkah laku siswa,
b. Lebih meringankan siswa dibanding apa bila mereka
mengisi angket dan menjawab pertanyaan wawancara,.
c. Memungkinkan dikalukan pencacatan yang serempak
dengan terjadinya peristiwa yang penting.
d. Dapat dilakukan sebagai crooss check terhadap data
hasil angket dan wawancara.
e. Observer tidak memerlukan bahasa verbal untuk
memperoleh data.
f. Data observasi didapatkan langsung dari lapangan, data
yang demikian bersifat objektif dalam melukiskan
aspek-aspek kepribadian peserta didik menurut
kenyataannya,.
g. Data observasi mencakup berbagai aspek kepribadian
masing-masing individu peserta didik.
Sedangkan Kelemahan dari observasi adalah:
a. Jika guru kurang cakap dalam melakukan observasi,
maka observasinya menjadi kurang dapat diyakini
kebenarannya.
b. Kepribadian dari observer atau evaluator seringkali
mempengaruhi penilaian yang dilakukan dengan cara
observasi.
c. Data yang diperoleh dari observasi umumnya baru
mengungkap “kullit luar”nya saja.

3. Kunjungan Rumah
Menurut Prayitno (2004: 241) Kunjungan rumah adalah
upaya mendeteksi keadaan keluarga yang ada kaitannya dengan
permasalahan individu atau siswa yang menjadi tanggung
jawab konselor atau pembimbing dalam pelayanan bimbingan
9

dan konseling. Kunjungan rumah dilakukan apabila data siswa


untuk kepentingan pelayanan bimbingan dan konseling belum
atau tidak diperoleh melalui wawancara.
Kunjungan rumah dilakukan untuk mengenal secara
lebih dekat lingkungan keluarga siswa. Secara psikologis dan
social, kunjungan rumah akan menimbulkan keakraban dan
saling pengertian antara pihak sekolah secara umum dan
pembimbing secara khusus dengan orang tua siswa. Selain itu,
kunjungan rumah dilakukan untuk memperoleh informasi yang
belum diperoleh secara jelas melalui wawancara dan angket.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
kunjungan rumah antara lain:
a. Mengadakan persiapan menyangkut informasi apa
saja yang akan diperoleh dari kunjungan rumah.
b. Hindarkan kesan seolah-olah diadakan pemeriksaan
(inspeksi).
c. Pastikan bahwa kedatangan pembimbing akan
diterima secara baik-baik oleh orang tua siswa.
d. Kumpulkan informasi mencakup: letak dan keadaan
dalam rumah, fasilitas belajar yang tersedia bagi
siswa, kebiasaan belajar siswa, dan suasana keluarga.
e. Pembimbing menyusun laporan singkat tentang
informasi yang diperoleh.
Pertimbangan diperlukannya kunjungan rumah, sebagai
berikut:
a. Jika permasalahan yang dihadapi siswa ada sangkut
pautnya dengan masalah keluarga.
b. Keluarga sebagai salah satu sumber data yang dapat
dipercaya tentang keadaan siswa.
c. Dalam kegiatan bimbingan diperlukan kerja sama
antara guru pembimbing dengan orang tua.
d. Faktor situasi keluarga memegang peranan penting
terhadap perkembangan dan kesejahteraan anak.

4. Konferensi Kasus
Konferensi kasus merupakan forum terbatas yang
dilakukan oleh pembimbing untuk membahas suatu
permasalahan dan arah pemecahannya. Konferensi kasus
direncanakan dan dipimpin oleh pembimbing, dihadiri oleh
10

pihak-pihak tertentu yang terkait dengan kasus dan upaya


pemecahannya. Pertemuan konferensi kasus bukanlah
pertemuan formal. Pertemuan konferensi kasus ini berdasarkan
surat keputusan tertentu.
Penyelenggaraan kasus tidak terikat pada jumlah
peserta tertentu, waktu dan jadwal pertemuan tertentu, serta
keharusan membuat surat keputusan tertentu. Tujuan
konferensi kasus adalah untuk pengembangan dan
pemeliharaan potensipotensi siswa atau pihak-pihak yang
terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam konferensi
kasus. Secara khusus, tujuan konferensi kasus berkenaan
dengan fungsi-fungsi tertentu layanan bimbingan konseling.
Secara umum, konferensi kasus bertujuan untuk
mengumpulkan data secara lebih luas dan akurat serta
menggalang komitmen pihak-pihak yang terkait dengan
masalah tertentu dalam rangka pemecahan masalah.
5. Alih tangan kasus
Menurut Tohirin “Alih tangan kasus adalah upaya
mengalihkan atan memindahkan tanggungjawab memecahkan
masalah atau kasus-kasus tertentu yang dialami siswa kepada
pembimbing lain yang lebih berwenang”. Alih tangan kasus
sering juga disebut layanan rujukan. Alih tangan kasus
bertujuan untuk memperoleh pelayanan yang lebih spesifik dan
menuntaskan masalah siswa serta tercegahnya siswa dari
masalah-masalah yang lebih parah.
Secara umum, alih tangan kasus bertujuan untuk
memperoleh pelayan yang optimal dan pemecahan masalah
siswa secara lebih tuntas. Secara khusus, alih tangan kasus
bertujuan dengan terkait fungsi-fungsi bimbingan dan
konseling.
Pertimbangan-Pertimbangan Alih Tangan Kasus
(Reveral) antara lain:
a. Pertimbangan-pertimbangan etis dan legal
Dengan memperhatikan fektor-faktor etis dan
legal, staf bimbingan sekolah harus bertindak dalam
kerangka kerja. Kerangka kerja itu harus berupa berupa
pernyataan tertulis yang dipersiapkan dengan hati-hati
dan juga diketahui oleh guru lain maupun masyrakat.
11

Aturan itu di jadikan pedoman dalm pelaksanaan alih


tangan kasus (reveral).

b. Perlunya komonikasi
Dalam sistem alih tangan kasus, komonikasi
dengan sekolah dan lembaga-lembaga sumber alih
tangan kasus harus diciptakan, sehingga infomasi dapat
di sampaikan secara lancar dan juga tanpa mengabaikan
asas kerahasiaan serta saling percaya mempercayai.
Komonikasi dapat dilakukan secara tertulis atau lisan.
c. Hubungan selama alih tangan kasus (reveral)
Selama proses alih tangan kasus (reveral), antara
sekolah dan lembaga alih tangan kasus (reveral) terjadi
kerja sama untuk kepentingan individu atau peserta
didik.
d. Pertanggung jawaban kordinasi alih tangan kasus
(reveral)
Tanggung jawab mengkordinasikan alih tangan
kasus adalah tugas bagi kordinator bimbingan, karena
merekalah yang sering berkomunikasi dengan seluruuh
layanan sekolah dan juga lembaga layanan yang ada di
masyarakat.
Koordinator alih tangan kasus (reveral) pada
hakikatnya bertanggung jawab terhadap semua komponin
yang melputi:8
1. Konsultasi dengan para konselor yang telah
menemukan siswa yang membutuhkan alih tangan
kasus (reveral).
2. Pengetahuan tentang layanan.
3. Pengaturan dan kegiatan konfrensi kasus, dan
4. Pemliharaan komunikasi antara sekolah dan lembaga
sumber alih tangan kasus (reveral).
e. Pembiasaan dengan sumber sumber
Koordinator memiliki kewajiban untuk
mebiasakan diri dengan sumber-sumber rujukan yang

8
Mamat Supriatna. 2011. Bimbingan Konseling Berbasis Kompetensi : Orientasi Dasar
Pengembangan Profesi Konelor. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
12

di gunakan. Metode-metode yang dilakukan misalnya:


interviu pribadi dan kunjungan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Instrument Bimbingan dan Konseling merupakan suatu alat untuk
mengumpulkan data yang memenuhi persyaratan akademis dan digunakan
untuk mengukur kemampuan siswa. Instrument Bimbingan dan Konseling
dibagi menjadi dua bagian, yaitu tes dan nontes.
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, tes dibedakan menjadi tes uraian
dan obyektif. Sedangkan nontes terdiri dari wawancara (interview), observasi,
kunjungan rumah, tes, konferensi kasus, dan alih tangan. Tes adalah penilaian
untuk mengukur kemampuan siswa di bidang pendidikan dalam bentuk
pemberian tugas melalui pertanyaan yang harus dijawab ataupun perintah-
perintah yang hasilnya merupakan gambaran dari tingkah laku siswa.
Sedangkan nontes adalah evaluasi belajar siswa yang dilakukan tanpa
menguji siswa melainkan dengan melakukan pengamatan berupa wawancara,
observasi, kunjungan rumah, konverensi kasus, dan alih tangan kasus.
Dalam melakukan wawancara bisa dengan cara wawancara langsung
ataupun wawancara tidak langsung. Wawancara langsung dilakukan langsung
kepada seorang siswa. Sedangkan wawancara tidak langsung dilakukan
kepada orang lain ataupun pihak terkait, seperti orangtua atu wali siswa.
Observasi dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan
keterangan melalui pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan
sasaran pengamatan. Dalam melakukan observasi dibagi menjadi dua cara,
yaitu observasi partisipatif dan observasi nonpartisipatif.
Kunjungan rumah dilakukan untuk mengetahui keadaan rumah yang
ada kaitannya dengan siswa yang merupakan tanggung jawab pembimbing
dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
Kunjungan rumah dilakukan apabila data siswa dalam pelayanan bimbingan
dan konseling belum didapatkan pada wawancara.
Konferensi kasus adalah suatu forum terbatas yang dilakukan oleh
pembimbing untuk membahas suatu permasalahan dan arah pemecahannya.
Konferensi kasus bertujuan untuk mengumpulkan data secara lebih luas dan
akurat serta menggalang komitmen pihak-pihak yang terkait dengan masalah
tertentu dalam rangka pemecahan masalah. Alih tangan kasus bertujuan untuk
memperoleh pelayanan yang lebih spesifik dan menuntaskan masalah siswa
serta tercegahnya siswa dari masalah-masalah yang lebih parah.

12
13

Secara umum, alih tangan kasus bertujuan untuk memperoleh pelayan


yang optimal dan pemecahan masalah siswa secara lebih tuntas. Secara
khusus, alih tangan kasus bertujuan dengan terkait fungsi-fungsi bimbingan
dan konseling.

B. SARAN
Dengan adanya makalah ini semoga kita semua dapat menghargai dan
mengambil hikmah dari setiap kejadian di masa lalu, yang bisa kita sebut
dengan sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno.2012.Jenis Layanan Kegiatan Pendukung.Padang : FIP Universitas
Negeri Padang
Prayitno dan Erman Amti.2008.Dasar-Dasar Bimbingan dan
Konseling.Jakarta:Rineka Cipta
http://communitypba12.blogspot.com/2012/04/pengertian-dan-jenis-jenis-
instrumen.html
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi),
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, h. 197.
Dewa Ketut Sukardi, Desak P.E Nila Kusmawati, Proses Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, h. 79.

14

Anda mungkin juga menyukai