Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
X
BKPI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Konsep Maqasid Al-Syari’ah” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Bapak Syamsul Arif pada Mata Kuliah Strategi Ushul Fiqh. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konsep
Maqasid Al-Syari’ah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Pemakalah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN..................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. KESIMPULAN...............................................................................................17
B. SARAN............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Maqasid Al-Syari’ah?
2. Apa Pesan Maqasid Al-Syari’ah Dalam Nass Syara’?
3. Apa Maslahah: Inti Maqasid Al-Syari’ah?
4. Bagaimana Kualifikasi Maslahah Dan Kategorisasi Maslahah?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Pengertian Maqasid Al-Syari’ah
2. Untuk Mengetahui Pesan Maqasid Al-Syari’ah Dalam Nass Syara’
3. Untuk Mengetahui Maslahah: Inti Maqasid Al-Syari’ah
4. Untuk Mengetahui Kualifikasi Maslahah Dan Kategorisasi Maslahah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Maqashid al-syari'ah terdiri dari dua kata, maqashid dan syari'ah. Kata
maqashid merupakan bentuk jama' dari maqshad yang berarti maksud dan
tujuan, sedangkan syari'ah mempunyai pengertian hukum-hukum Allah yang
ditetapkan untuk manusia agar dipedomani untuk mencapai kebahagiaan
hidup di dunia maupun di akhirat. Maka dengan demikian, maqashid al-
syari'ah berarti kandungan nilai yang menjadi tujuan pensyariatan hukum.
Maka dengan demikian, maqashid al-syari'ah adalah tujuan-tujuan yang
hendak dicapai dari suatu penetapan hukum (Asafri Jaya, 1996:5). Izzuddin
ibn Abd al-Salam, sebagaimana dikutip oleh Khairul Umam (2001:125),
mengatakan bahwa segala taklif hukum selalu bertujuan untuk kemaslahatan
hamba (manusia) dalam kehidupan dunia dan akhirat. Allah tidak
membutuhkan ibadah seseorang, karena ketaatan dan maksiat hamba tidak
memberikan pengaruh apa-apa terhadap kemulian Allah. Jadi, sasaran manfaat
hukum tidak lain adalah kepentingan manusia.1
2
3
Islam yang sumber utamanya (Al-Qur'an dan sunnah) turun pada beberapa
abad yang lampau dapat beradaptasi dengan perubahan sosial. Jawaban
terhadap pertanyaan itu baru bisa diberikan setelah diadakan kajian terhadap
berbagai elemen hukum Islam, dan salah satu elemen yang terpenting adalah
teori maqashid al-syari'ah. Kedua, dilihat dari aspek historis, sesungguhnya
perhatian terhadap teori ini telah dilakukan oleh Rasulullah SAW, para
sahabat, dan generasi mujtahid sesudahnya. Ketiga, pengetahuan tentang
maqashid al-syari'ah merupakan kunci keberhasilan mujtahid dalam
ijtihadnya, karena di atas landasan tujuan hukum itulah setiap persoalan dalam
bermu'amalah antar sesama manusia dapat dikembalikan. Abdul Wahhab
Khallaf (1968:198), seorang pakar ushul fiqh, menyatakan bahwa nash-nash
syari'ah itu tidak dapat dipahami secara benar kecuali oleh seseorang yang
mengetahui maqashid al-syari'ah (tujuan hukum). Pendapat ini sejalan dengan
pandangan pakar fiqh lainnya, Wahbah al-Zuhaili, yang mengatakan bahwa
pengetahuan tentang maqashid al-syari'ah merupakan persoalan dharuri
(urgen) bagi mujtahid ketika akan memahami nash dan membuat istinbath
hukum, dan bagi orang lain dalam rangka mengetahui rahasia-rahasia syari'ah.
Terlebih lagi pada masalah masalah atau kasus yang dalil untuk
menetapkan hukumnya tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Dan
bentuk bentuk masalah dan kasus yang berkembang setelah zaman kenabian
tercatat sangat banyak pada area ekonomi, keuangan, dan bisnis syariat,
meliputi akad-akad perjanjian (kontrak), bentuk dan jenis bisnis, serta
instrumen instrumen keuangan yang berkembang biak saat ini. Khusus dalam
menghadapi persoalan-persoalan fiqih kontemporer, terlebih dahulu dikaji
secara teliti hakikat dari masalah tersebut. Penelitian terhadap suatu kasus
yang akan ditetapkan hukumnya sama pentingnya dengan penelitian terhadap
sumber hukum yang akan dijadikan dalilnya.
3
Firdaus.Ushul Fiqh, metode mengkaji dan memahami hukum islam secara komprehensif,
(Jakarta: Zikrul Hakim), 2004. Hal. 76
7
masalah juz'i. Hal ini disebabkan dua hal: pertama, kalau akal mampu
menangkap maqashid al-syari’ah secara parsial dalam tiap-tiap ketentuan
hukum, maka akal adalah penentu atau hakim sebelum datangnya syara'. Hal
ini mungkin menurut mayoritas ulama. Dan kedua,kalau anggapan bahwa akal
mampu menangkap maqashid alsyari’ah secara parsial dalam tiap-tiap
ketentuan hukum itu dianggap sah-sah saja, maka batallah keberadaan atsar
dari kebanyakan dalil-dalil rinci bagi hukum, karena kesamaran substansi
mashlahah bagi mayoritas akal manusia.
4
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh Jilid 1, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu), 1997. Hal. 181
9
1. Maslahat itu bersifat mutlak, artinya bukan relatif atau subyektif yang
akan membuatnya tunduk pada hawa nafsu.
2. Maslahat itu bersifat universal (kulliyah) dan universalitas ini tidak
bertentangan dengan sebagian (juz`iyyat)-nya.
Dari ketiga tingkat tujuan syari‘ah tersebut, maka menurut Asafri Jaya
Bakrimenunjukkan bahwa betapa pentingnya pemeliharaan lima unsur pokok
itu dalam kehidupan manusia. Selain itu, juga mengacu kepada pengembangan
dan dinamika pemahaman hukum yang diciptakan oleh Tuhan dalam rangka
mewujudkan kemaslahatan. Dengan demikian, menurut hemat penulis
perkembangan ekonomi dan bisnis yang berbasis syari‘ah dewasa ini tentu
akan memunculkan masalah-masalah baru di tengah-tengah masyarakat.
Sehingga perlu adanya kajian mendalam dan penyelesaian dalam aspek
hukumnya yang relevan dengan mengedepankan maqashid syari‘ah (maslahat)
itu sendiri. Selanjutnya maslahah secara hirarki terbagi menjadi tiga yaitu:
atau tujuan hukum itu kepada dua orientasi kandungan. Pertama almasalih al-
Dunyawiyyah (tujuan kemaslahatan dunia). Kedua al-masalih alUkhrawiyyah
(tujuan kemaslahatan akhirat).
Dalam konteks kajian ilmu ushul al-fiqh, kata tersebut menjadi sebuah
istilah teknis, yang berarti " berbagai manfaat yang dimaksudkan Syari' dalam
penetapan hukum bagi hamba-hamba- Nya, yang mencakup tujuan untuk
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta kekayaan, serta mencegah
hal-hal yang dapat mengakibatkan luputnya seseorang dari kelima
kepentingan tersebut.5
ketika mengatur berbagai aspek kehidupan. Pembuat syara' (Allah swt dan
Rasul-Nya) tidak menentukan bentuk-bentuk dan macam-macam maslahat,
sehingga maslahat seperti ini disebut dengan mursalah, yaitu mutlak tidak
terbatas Apabila sebuah maslahat didukung oleh nash, seperti menuliskan al-
Qur'an supaya tidak hilang, mengajar membaca dan menulis, atau terdapat
nash yang mendukungnya, seperti kewajiban mengajarkan dan menyebarkan
ilmu, perintah mengajarkan segala kebaikan yang diperintahkan syara' dan
larangan mengerjakan segala macam kemungkaran yang dilarang syara', maka
maslahah semacam ini disebut maslahah mansus (maslahah yang ada
nashnya), maslahah jenis ini tidak termasuk maslahah mursalah Hukum
maslahah mansus ditetapkan oleh nash bukan oleh metode istislah.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Maslahah merupakan salah satu metode analisa yang dipakai oleh ulama
ushul dalam menetapkan hukum (istinbat) yang persoalannya tidak diatur
secara eksplisit dalam al-Qur'an dan al-Hadis Hanya saja metode ini lebih
menekankan pada aspek maslahat secara langsung Maslahah mursalah
dalam pengertiannya dapat dimaknai dengan sesuatu yang mutlak Menurut
istilah para ahli ilmu ushul fiqhi ialah suatu kemaslahatan, di mana syari'ah
tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu dan
tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuan dan
penolakannya .Maqashid al-syari'ah berarti kandungan nilai yang menjadi
tujuan pensyariatan hukum. Maka dengan demikian, maqashid al-syari'ah
adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari suatu penetapan hukum .
Izzuddin ibn Abd al-Salam.
2. Terlebih lagi pada masalah masalah atau kasus yang dalil untuk
menetapkan hukumnya tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.
Dan bentuk bentuk masalah dan kasus yang berkembang setelah zaman
kenabian tercatat sangat banyak pada area ekonomi, keuangan, dan bisnis
syariat, meliputi akad-akad perjanjian (kontrak), bentuk dan jenis bisnis,
serta instrumen instrumen keuangan yang berkembang biak saat ini.
Khusus dalam menghadapi persoalan-persoalan fiqih kontemporer,
terlebih dahulu dikaji secara teliti hakikat dari masalah tersebut. Penelitian
terhadap suatu kasus yang akan ditetapkan hukumnya sama pentingnya
dengan penelitian terhadap sumber hukum yang akan dijadikan dalilnya.
3. Hakikat atau tujuan awal pemberlakuan syari‘at adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan manusia. Sebagaimana dikatakan oleh al-Ghazali bahwa
kemaslahatan itu dapat diwujudkan apabila lima unsur tujuan syarak dapat
diwujudkan dan dipelihara yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
4. Dalam konteks kajian ilmu ushul al-fiqh, kata tersebut menjadi sebuah
istilah teknis, yang berarti " berbagai manfaat yang dimaksudkan Syari'
dalam penetapan hukum bagi hamba-hamba- Nya, yang mencakup tujuan
untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta kekayaan, serta
mencegah hal-hal yang dapat mengakibatkan luputnya seseorang dari
kelima kepentingan tersebut.
17
18
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini semoga baik pnulis ataupun pembaca dapat
memahami aapa saja model dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Khalaf, Abdul Wahab, , Ilmu ushulul Fiqh, Terj. Prof. Drs. KH. Masdar Helmy,
Bandung: Gema Risalah Press, 1997
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh Jilid 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997
19
20
1. Triyah Rahayu
Bagaimana peran maqasyid syariah dalam pengembangan
system ekonomi islam ?
Jawaban :
Maqashid syari'ah menduduki posisi yang sangat penting dalam
merumuskan ekonomi syari'ah, menciptakan produk-produk
perbankan dan keuangan syari'ah.Pengetahuan maqashid
syariah menjadi syarat utama dalam berijtihad untuk menjawab
berbagai problematika kehidupan ekonomi dan keuangan yang
terus berkembang
22
Semoga Anda pun memikirkan Jawaban saya ini, dengan Pikiran yang
Jernih tanpa dipengaruhi Subyektivitas dan Fanatisme
Kelompok...
Bukti Pertama :
Bukti Ke-2 :
Cerita tentang Musa AS. dan ISA AS. sangat lengkap. Bahkan
Seorang Pendeta sangat ber-Syukur, ternyata didalam "AL-
QUR'AN" ada Pembelaan terhadap Kesucian Bunda MARIA
yang oleh Orang Yahudi dituduh telah ber-Zina sehingga
melahirkan ISA A.S. Dari mana Muhammad SAW. dapat Cerita
Seluruh Kisah Para Nabi tsb. padahal di Mekah dan Madinah
hampir2 tidak ada Orang Kristen...
Begitu juga Cerita tentang Musa AS. sangat lengkap, padahal Orang
Yahudi tidak ada yang mengajarkan TAURAT, kepada Nabi
yang tinggal di Mekah. Bahkan di Mekah hampir-hampir tidak
ada Orang Yahudi...
Bukti Ke-3 :
Dulu ada Seorang Pelaut Eropa. Kebetulan diatas Kapalnya ada "AL-
QUR'AN" terjemah.
Bukti Ke-4 :
Haha... dari mana Muhammad SAW, Lelaki Gurun Pasir itu tahu,
padahal Beliau tidak mengerti sedikit pun tentang Lautan dan
bahkan dua Laut yang beda Rasa dan Warna itu pada Masa
Hidup Beliau, belum ditemukan Orang..."
Bukti Ke-5 :
Pada masa Muhammad SAW.y hidup, ada dua Negara Imperium yaitu
Imperium Romawi dan Persia.
Ayat ini pun ditertawai oleh Kaum Musyrik Qurais dianggap sebagai
Bualan, Muhammad saja karena waktu itu Romawi terlihat
sudah sangat lemah...
28
Bukti Ke-6 :
Seluruh Ahli Bahasa dan Ahli Syair dari kalangan Musyrik Qurais
mengakui secara Jujur bahwa Kalimat- kalimat "AL-QUR'AN"
sangat tinggi kandungannya, sangat Indah susunan kata-katanya
dan sangat memukau. Tidak ada sebelumnya kalimat-kalimat
Cerita, Nasehat dan kalimat Berita yang ditulis, Manusia yang
sebagus "AL-QUR'AN" sampai sampai Orang Qurais pun
menjuluki Muhammad SAW, sebagai Tukang Sihir, yang kata-
katanya bisa memukau semua Orang. Dan bukti yang lebih
mencengangkan lagi dari Jutaan Kitab yang pernah ada di
Dunia ini hanya "AL-QUR'AN" lah satu satunya Kitab yang
bisa dihapal secara Pas, kata demi kata oleh Jutaan Orang.
Bahkan Orang yang tidak mengerti Bahasa-Arab, seperti
Ribuan Anak-Anak Indonesia mampu menghapal "AL-
QUR'AN" yang lebih dari 600 Halaman...
Bukti Ke-7 :
Padahal Peristiwa Sejarah MUSA AS. dan FIR'AUN tsb terjadi 1.200
Tahun sebelum Masehi.
Pada awal Abad ke-19 Tahun 1896, seorang Ahli Purbakala : "Loret,"
menemukan dilembah Raja-Raja Luxor Mesir satu Mumi yang
dari Data-data Sejarah terbukti bahwa ia adalah, FIR'AUN yang
bernama : MANIPLAH...
Pada tanggal 8 Juli 1908 Elliot Smith, mendapat Izin untuk membuka
Pembalut Fir'aun & ternyata Jasadnya masih Utuh seperti yang
diberitakan "AL-QUR'AN."
Tidak dapat tidak, Akal Sehat yang Jujur akan berkata, bahwa "AL-
QUR-AN" bukan karangan : Muhammad SAW.
30
Bukti Ke-8 :
Dari mana Muhammad SAW. bisa tahu, padahal dia Buta-Huruf dan
Ilmu Alam Zaman itupun belum sampai kesitu, bahkan belum
ada Kajian Keilmuan...
Bukti Ke-9 :
"AL-QUR'AN" turun secara acak. Kadang kala turun karena ada suatu
Peristiwa atau Pertanyaan, Sahabat maupun Orang Kafir. Jadi
tidak ada upaya penyusunan kalimat. Kebanyakan Ayat turun
secara Spontan dan disampaikan Muhammad SAW. secara
Lisan.
Satu :
Alhaya' ( hidup ) dan Al-Maut ( mati ) disebut sama sama 145 kali.
Dua :
Dan dengan Anda membagikan ilmu yang sangat penting ini untuk
diketahui banyak orang, Anda pun terhitung telah melakukan
Amal-Jariah yang sangat penting dalam urusan Syiar Islam.
Barakallah li wa lakum