Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FIQIH EKOLOGI

"Konsep Maqashid Syariah"

‫مقاصد الشريعة‬

Dosen Pengampu:

Miswanto, S.H.I., M.H.I.

Disusun Oleh :

Ilhamul Aziz (2121020051)

Jeny Alvita Nada (2121020057)

M. Abi Maulan M. (2121020067)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih Lagi
Maha Penyayang. Yang telah memberikan limpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini .

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Ekologi yang berjudul
‘Konsep Maqashid Syariah’. Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan
semaksimal mungkin.

Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu, kami sebagai penyusun makalah ini
mohon kritik dan saran sebagai bahan koreksi untuk kami. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua yang membaca dan yang menyusun makalah ini.

Lampung, 10 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB I ..................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4
C. Tujuan Makalah ............................................................................................................................ 4
BAB II.................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 5
A. Pengertian Maqasid Al-Syariah .................................................................................................... 5
B. Macam-Macam Maqasid al-Syariah ............................................................................................. 7
BAB III ................................................................................................................................................ 12
PENUTUP............................................................................................................................................ 12
A. Kesimpulan .................................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perlu diketahui bahwa syariah tidak menciptakan hukum-hukumnya dengan kebetulan,
tetapi dengan hukum-hukum itu bertujuan untuk mewujudkan maksud-maksud yang umum. Kita
tidak dapat memahami nash-nash yang hakiki kecuali mengetahui apa yang dimaksud oleh syara’
dalam menciptakan nash-nash itu. petunjuk-petunjuk lafadz dan ibaratnya terhadap makna
sebenarnya, kadang-kadang menerima beberapa makna yang ditarjihkan yang salah satu
maknanya adalah mengetahui maksud syara’.
Kaidah-kaidah pembentukan hukum Islam ini, oleh ulama ushul diambil berdasarkan
penelitian terhadap hukum-hukum syara’, illat-illatnya dan hikmah (filsafat) pembentukannya
diantara nash-nash itu pula ada yang menetapkan dasar-dasar pembentukan hukum secara umum,
dan pokok-pokok pembentukannya secara keseluruhan seperti juga halnya wajib memelihara
dasar-dasar dan pokok–pokok itu dalam mengistimbath hukum dari nash-nashnya, maka wajib
pula memelihara dasar-dasar dan pokok-pokok itu dalam hal yang tidak ada nashnya, supaya
pembentukan hukum itu dapat merealisasikan apa yang menjadi tujuan pembentukan hukum itu,
dan dapat mengantarkan kepada merealisasikan kemaslahatan manusia serta menegakkan
keadilan diantara mereka.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Maqasid al-Syariah itu?
2. Apa sajakah macam-macam dari Maqasid al-Syariah?

C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui pengertian dari Maqasid al-Syariah
2. Mengetahui apa sajakah macam-macam dari Maqasid al-Syariah?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Maqasid Al-Syariah (‫)مقاصد الشريعة‬


Secara lughawi maqasid al syari’ah terdiri dari dua kata, yakni maqasid dan syari’ah.
Maqasid adalah bentuk jama’ dari maqsud yang berarti kesengajaan atau tujuan. 1 Syari’ah secara
bahasa berarti ‫ الماء الى تحدر المواضع‬yang berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju air ini
dapat dikatakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan. 2 Dalam karyanya al-Muwafaqat,
al-Syatibi mempergunakan kata yang berbeda-beda berkaitan dengan maqasid al-syari’ah. Kata-
kata itu ialah maqasid al-syari’ah,3 al-maqasid al-syar’iyyah fi al-syari’ah,4 dan maqasid min
syar’i al-hukm. 5

Menurut al-Syatibi sebagai yang dikutip dari ungkapannya sendiri:


‫والدنيا الدين فى مصالحهم قيام فى الشارع مقاصد لتحقيق وضعت‬...‫الشريعة‬

“ Sesungguhnya syariat itu bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia


dan di akhirat.”
Dalam ungkapan yang lain dikatakan oleh al-Syatibi
‫يوضع القانون لمنفعة العبد‬

“Hukum-hukum disyari’atkan untuk kemaslahatan hamba."


Jadi, maqashid merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan sesuatu. Terdapat
berbagai pendefinisian telah dilontarkan oleh ulama usul fiqh tentang istilah maqasid. Ulama
klasik tidak pernah mengemukakan definisi yang spesifik terhadap maqasid, malah al-Syatibi
yang terkenal sebagai pelopor ilmu maqasid pun tidak pernah memberikan definisi tertentu
kepadanya.8 Namun ini tidak bermakna mereka mengabaikan maqasid syara' di dalam hukum-

1
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, J. Milton Cowan (ed)(London: Mac Donald &Evan Ltd,
1980), hlm. 767
2
Ibn Mansur al-Afriqi, Lisan al-‘Arab, (Dar al-Sadr, Beirut), hlm.175
3
Al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, (Kairo), I, hlm. 21
4
Ibid, hlm. 23
5
Ibid, hlm. 374
6
Ibid, hlm.6
7
Ibid, hlm. 54
8
Hammad al-Obeidi, al-Syatibi wa Maqasid al-Syariah, (Mansyurat Kuliat al-Da'wah al-Islamiyyah, Tripoli, cet.
Pertama), 1401H/1992M, m.s. 131
5
hukum syara'. Berbagai tanggapan terhadap maqasid dapat dilihat di dalam karya-karya mereka.
Kita akan dapati tanggapan ulama klasik yang pelbagai inilah yang menjadi unsur di dalam
definisi-definisi yang dikemukakan oleh ulama mutakhir selepas mereka. Apa yang pasti ialah
nilai-nilai maqasid syara' itu terkandung di dalam setiap ijtihad dan hukum-hukum yang
dikeluarkan oleh mereka. Ini karena nilai-nilai maqasid syara' itu sendiri memang telah
terkandung di dalam al-Quran dan al-Sunnah.9
Ada yang menganggap maqasid ialah maslahah itu sendiri, sama dengan menarik maslahah
atau menolak mafsadah.Ibn al-Qayyim menegaskan bahwa syariah itu berasaskan kepada
hikmah-hikmah dan maslahah-maslahah untuk manusia di dunia atau di akhirat.Perubahan
hukum yang berlaku berdasarkan perubahan zaman dan tempat adalah untuk menjamin syariah
dapat mendatangkan kemaslahatan kepada manusia.10 Sementara Al-Izz bin Abdul Salam juga
berpendapat sedemikian apabila beliau mengatakan "Syariat itu semuanya maslahah, menolak
kejahatan atau menarik kebaikan…".11 Ada juga yang memahami maqasid sebagai lima prinsip
Islam yang asas yaitu menjaga agama, jiwa, akal , keturunan dan harta. Di satu sudut yang lain,
ada juga ulama klasik yang menganggap maqasid itu sebagai logika pensyariatan sesuatu
hukum.12
Kesimpulannya maqasid syariah ialah "matlamat-matlamat yang ingin dicapai oleh syariat
demi kepentingan umat manusia". Para ulama telah menulis tentang maksud-maksud syara’,
beberapa maslahah dan sebab-sebab yang menjadi dasar syariah telah menentukan bahwa
maksud-maksud tersebut dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:
a) Golongan Ibadah, yaitu membahas masalah-masalah Ta’abbud yang berhubungan
langsung antara manusia dan khaliqnya, yang satu persatu nya telah dijelaskan oleh syara’.
b) Golongan Muamalah Dunyawiyah, yaitu kembali pada maslahah-maslahah dunia,
atau seperti yang ditegaskan oleh Al Izz Ibnu Abdis Salam sebagai berikut:
“Segala macam hukum yang membebani kita semuanya, kembali kepada maslahah di
dalam dunia kita, ataupun dalam akhirat. Allah tidak memerlukan ibadah kita itu. Tidak memberi
manfaat kepada Allah taatnya orang yang taat, sebagaimana tidak memberi mudarat kepada
Allah maksiatnya orang yang durhaka”.

9
Muhammad Fathi al-Duraini, al-Manahij al-usuliyyah, (Beirut, Muassasah al-Risalah, 1997M), m.s.48.
10
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I'lam al-Muwaqqi'in, (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996M), jil.3, m.s.37
11
Al-Izz bin Abdul Salam, opcit, jil.1, m.s.9.
12
Nuruddin Mukhtar, al-Khadimi, (al-Ijtihad al-Maqasidi,Qatar , 1998M) , m.s.50

6
Akal dapat mengetahui maksud syara’ terhadap segala hukum muamalah, yaitu
berdasarkan pada upaya untuk mendatangkan manfaat bagi manusia dan menolak mafsadat dari
mereka. Segala manfaat ialah mubah dan segala hal mafsadat ialah haram. Namun ada beberapa
ulama, diantaranya, Daud Azh – Zhahiri tidak membedakan antara ibadah dengan muamalah. 13

B. Macam-Macam Maqasid al-Syariah


Beberapa ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum dari
mensyari’atkan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia
(‫)مقشيد الدرورية‬.
Hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia seperti yang telah kami uraikan adalah
bertitik tolak kepada lima perkara, yaitu: Agama, jiwa, akal, kehormatan (nasab), dan harta.
Islam telah mensyariatkan bagi masing-masing lima perkara itu, hukum yang menjamin
realisasinya dan pemeliharaannya. lantaran dua jaminan hukum ini, terpenuhilah bagi manusia
kebutuhan primernya.
1). Agama (‫)لدين حافظوا‬
Agama merupakan persatuan akidah, ibadah, hukum, dan undang-undang yang telah
disyariatkan oleh Allah SWT untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hubungan
vertikal), dan hubungan antara sesama manusia (hubungan horizontal). agama Islam juga
merupakan nikmat Allah yang tertinggi dan sempurna seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an
surat al-Maidah : 3

‫علَيْك ْم َواَتْ َم ْمت ِد ْينَك ْم لَك ْم ا َ ْك َم ْلت ا َ ْليَ ْو َم‬ َ ِ ‫س ََل َم لَكم يْت‬
َ ‫ِو َرض نِ ْع َمتِ ْي‬ ِ ْ ‫ِد ْينًا‬
ْ ‫اْل‬
”pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.
Beragama merupakan kekhususan bagi manusia, merupakan kebutuhan utama yang harus
dipenuhi karena agama lah yang dapat menyentuh nurani manusia. seperti perintah Allah agar
kita tetap berusaha menegakkan agama, seperti firman-Nya dalam surat Asy-syura : 13.
َ ‫الد ْي ِن ِمنَ لَك ْم ش ََر‬
‫ع‬ ِ ‫ِي ن ْو ًحا بِه َوصّٰى َما‬ ْ ‫ص ْينَا َو َما اِل َ ْيكَ ا َ ْو َح ْينَا َّوالَّذ‬ َّ ‫اَقِ ْيموا ا َنْ َو ِع ْي ٰسى َوم ْو ٰسى اِ ْب ٰر ِه ْي َم بِه َو‬
ِ ‫علَى كَب َر فِ ْي ِه تَتَفَ َّرق ْوا َو َْل‬
َ‫الد ْين‬ َ َ‫للَا اِلَ ْي ِه تَدْع ْوه ْم َما ا ْلمش ِْر ِك ْين‬ ّٰ َ ‫ِويَ ْهدِي يَّش َۤاء َمنْ اِلَ ْي ِه يَجْ ت َ ِب ْي‬
َ ْ ِ ‫يُّنِ ْيب َمنْ اِلَ ْي ِه‬
Artinya :Dia(Allah) telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu(Muhammad) dan apa yang
7
telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu Tegakkanlah agama (Keimanan dan
Ketakwaan) dan janganlah kamuberpecah belah didalamnya. Amat beratbagi orang-orang
musyrik(untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka.Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki- Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang
yang kembali (kepada-Nya).
Agama Islam juga harus dipelihara dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung
jawab yang hendak meruska akidahnya, ibadah-ibadah akhlaknya,atau yang akan mencampur
adukkan kebenaran ajaran islam dengan berbagai paham dan aliran yang batil. walau begitu,
agama islam memberi perlindungan dan kebebasan bagi penganut agama lain untuk meyakini
dan melaksanakan ibadah menurut agama yang diyakininya, orang-orang islam tidak memaksa
seseorang untuk memeluk agama islam. hal ini seperti yang telah ditegaskan Allah dalam firman-
Nya dalam surat al-Baqarah : 256.
ْ ‫اّٰللِ فَقَ ِد ا‬
َ ‫ست َ ْم‬ ْۢ َّ ‫الرشْد ِمنَ ا ْلغَي ِ ۚ فَ َم ْن يَّكْف ْر بِال‬ُّ َ‫الدي ِْن قَ ْد تَّبَيَّن‬
ِ ‫َْل اِك َْرا َه فِى‬
َ‫سك‬ ّٰ ِ‫ت َوي ْؤ ِم ْن ب‬
ِ ‫طاغ ْو‬
‫ع ِل ْي ٌم‬
َ ‫س ِم ْي ٌع‬ ّٰ ‫ِبا ْلع ْر َو ِة ا ْلوثْ ٰقى َْل ا ْن ِفصَا َم لَهَا َو‬
َ ‫للَا‬
Artinya :tidak adapaksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang (teguh) kepada
buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.

2). Memelihara Jiwa (‫)حفظ النفس‬


Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman Qisas
(pembalasan yang seimbang), diyat (denda) dan kafarat (tebusan) sehingga dengan demikian
diharapkan agar seseorang sebelum melakukan pembunuhan, berfikir secara dalam terlebih
dahulu, karena jika yang dibunuh mati, maka seseorang yang membunuh tersebut juga akan mati,
atau jika yang dibunuh tersebut cidera, maka si pelakunya akan cidera yang seimbang dengan
perbuatannya.
Banyak ayat yang menyebutkan tentang larangan membunuh, begitu pula hadist dari nabi
Muhammad, diantara ayat-ayat tersebut adalah :
1) Surat Al-Baqarah ayat 178-179
2) Surat al-an’am ayat 151

8
3) Surat Al-Isra’ ayat 31
4) Surat Al-Isra’ ayat 33
5) Surat An-Nisa ayat 92-93
6) Surat Al-Maidah ayat 32.
Berikut ini adalah salah satu contoh ayat yang melarang pembunuhan terjadi di dunia, yaitu
surat Al-Isra’ ayat 33
َ‫ف فِى ا ْلقَتْ ِل اِنَّ ٗه كَان‬ ْ ‫َق َو َم ْن قتِ َل َم ْظل ْو ًما فَقَ ْد َجعَ ْلنَا ِل َولِيِه س ْل ٰطنًا فَ ََل ي‬
ْ ‫س ِر‬ ِ ‫للَا ا َِّْل بِا ْلح‬ َ ‫َو َْل ت َ ْقتلوا النَّ ْف‬
ّٰ ‫س الَّتِ ْي ح ََّر َم‬
‫َم ْنص ْو ًرا‬
Artinya : dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar dan Barangsiapa dibunuh secara zalim,
Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli
waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.

3). Memelihara Akal (‫)حفظ العقل‬


Manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara seluruh makhluk ciptaan Allah
yang lainnya. Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk, dan melengkapi
bentuk itu dengan akal.Untuk menjaga akal tersebut, Islam telah melarang minum Khomr (jenis
menuman keras) dan setiap yang memabukkan dan menghukum orang yang meminumnya atau
menggunakan jenis apa saja yang dapat merusak akal.
Begitu banyak ayat yang menyebutkan tentang kemuliaan orang yang berakal dan
menggunakan akalnya tersebut dengan baik. Kita disuruh untuk memetik pelajaran kepada
seluruh hal yang ada di bumi ini, termasuk kepada binatang ternak, kurma, hingga lebah, seperti
yang tertuang dalam surat An-Nahl ayat 66-69.
‫و ِم ْن‬٦٦‫ْن‬
َ ‫س ۤا ِٕىغًا لِلش ِّٰربِي‬
َ ‫صا‬ ٍ ‫س ِقيْك ْم ِم َّما فِ ْي بط ْونِه ِم ْۢ ْن بَي ِْن فَ ْر‬
ً ‫ث َّود ٍَم لَّبَنًا َخا ِل‬ ْ ‫َواِنَّ لَك ْم فِى ْاْلَ ْنعَ ِام لَ ِعب َْرةً ۚ ن‬
٦٧ َ‫سنًا اِنَّ فِ ْي ٰذ ِلكَ َ ْٰليَةً ِلقَ ْو ٍم يَّ ْع ِقل ْون‬
َ ‫سك ًَرا َّو ِر ْزقًا َح‬َ ‫ب تَت َّ ِخذ ْونَ ِم ْنه‬ ِ ‫عنَا‬ ِ ‫َوا َ ْو ٰحى َربُّكَ اِلَى ث َ َم ٰر‬
ْ َ‫ت النَّ ِخ ْي ِل َو ْاْل‬
ْ ‫ت فَا‬
‫سل ِك ْي سب َل‬ ِ ‫ َّم ك ِل ْي ِم ْن ك ِل الث َّ َم ٰر‬٦٨ َ‫شج َِر َو ِم َّما يَ ْع ِرش ْو َۙن‬ َّ ‫ِي ِمنَ ا ْل ِجبَا ِل بي ْوت ًا َّو ِمنَ ال‬
ْ ‫النَّحْ ِل ا َ ِن ات َّ ِخذ‬
٦٩ َ‫اس اِنَّ فِ ْي ٰذ ِلكَ َ ْٰليَةً ِلقَ ْو ٍم يَّتَفَكَّر ْون‬
ِ َّ‫شفَ ۤا ٌء ِللن‬
ِ ‫ف ا َ ْل َوان ٗه ۖفِ ْي ِه‬ ٌ ‫اب ُّم ْخت َ ِل‬
ٌ ‫َربِ ِك ذل ًَل يَ ْخرج ِم ْن بط ْونِهَا ش ََر‬
Artinya : 66. Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran
bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu
yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.
9
67. dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki
yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang memikirkan.
68. danTuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",
69. kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaranTuhan) bagi
orang-orang yang memikirkan.

4). Memelihara Keturunan (‫)حفظ النصل‬


Untuk memelihara keturunan, Islam telah mengatur pernikahan dan mengharamkan zina,
menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dikawini, sebagaimana cara-cara perkawinan itu
dilakukan dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi, sehingga perkawinan itu dianggap sah dan
percampuran antara dua manusia yang berlainan jenis itu tidak dianggap zina dan anak-anak
yang lahir dari hubungan itu dinggap sah dan menjadi keturunan sah dari ayahnya. Islam tak
hanya melarang zina, tapi juga melarang perbuatan-perbutan dan apa saja yang dapat membawa
pada zina.

10
5). Memelihara harta benda (‫)حفظ المال‬
Meskipun pada hakikatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah, namun Islam juga
mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena manusia sangat tama’ kepada harta benda, dan
mengusahakannya melalui jalan apapun, maka Islam mengatur supaya jangan sampai terjadi
bentrokan antara satu sama lain. Untuk itu, Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai
mu’amalat seperti jual beli, sewa menyewa, gadai menggadai dll.14

b. Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder manusia
(‫)مقشد الحجيات‬
Hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder bagi manusia bertitik tolak kepada sesuatu
yangdapat menghilangkan kesempitan manusia, meringankan beban yan gmenyulitkan mereka,
dan memudahkan jalan-jalan muamalah dan mubadalah (tukar menukar bagi mereka). Islam
telah benar-benar mensyariatkan sejumlah hukum dalam berbagai ibadah, muamalah, dan
uqubah (pidana), yang dengan itu dimaksudkan menghilangkan kesempitan dan meringankan
beban manusia.Dalam lapangan ibadah, Islam mensyariatkan beberapa hukum rukhsoh
(keringanan, kelapangan) untuk meringankan beban mukallaf apabila ada kesullitan dalam
melaksanakan hukum azimah (kewajiban). contoh, diperbolehkannya berbuka puasa pada siang
bulan ramadhan bagi orang yang sakit atau sedang bepergian.

14
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Bumi aksara, Jakarta, 1992), hlm 67-101
11
Dalam lapangan muamalah, Islam mensyariatkan banyak macam akad (kontrak) dan
urusan (tasharruf) yang menjadi kebutuhan manusia. seperti, jual beli, syirkah (perseroan),
mudharobah (berniaga dengan harta orang lain) dll.

c). Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan pelengkap manusia
(‫)مقشد التحسيني‬
Dalam kepentingan-kepentingan manusia yang bersifat pelengkap ketika Islam
mensyariatkan bersuci (thaharah), disana dianjurkan beberapa hal yang dapat
menyempurnakannya. Ketika Islam menganjurkan perbuatan sunnat (tathawwu’), maka Islam
menjadikan ketentuan yang di dalamnya sebagai sesuatu yang wajib baginya. Sehingga seorang
mukallaf tidak membiasakan membatalkan amal yang dilaksanakannya sebelum sempurna
.Ketika Islam menganjurkan derma (infaq), dianjurkan agar infaq dari hasil bekerja yang halal.
Maka jelaslah, bahwa tujuan dari setiap hukum yang disyariatkan adalah memelihara
kepentingan pokok manusia, atau kepentingan sekundernya atau kepentingan pelengkapnya, atau
menyempurnakan sesuatu yang memelihara salah satu diantara tiga kepentingan tersebut. 15

15
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Abdul Wahab Khallaf, (Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1996), hlm 333-343

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Maqasid syariah ialah matlamat-matlamat yang ingin dicapai oleh syariat demi
kepentingan umat manusia.
Beberapa ulama ushul telah mengumpulkan beberapa maksud yang umum dari
menasyri’atkan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan primer manusia.
Kebutuhan primer ini dibagi menjadi lima, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan
harta
2. Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan sekunder manusia.
Kebutuhan ini yang dapat memperlancar hubungan antar manusia, seperti muamalah,
mubadalah ibadah secara horizontal, dll.
3. Syariat yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kebutuhan pelengkap
manusia.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Abdul Wahab Khallaf, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1996
Hammad al-Obeidi, al-Syatibi wa Maqasid al-Syariah, (Mansyurat Kuliat al-Da'wah al-
Islamiyyah), Tripoli, cet. Pertama, 1401H/1992
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I'lam al-Muwaqqi'in, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996, jilid 3
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Bumi aksara, Jakarta, 1992
Khairul Umam dan Ahyar Aminudin, Ushul Fiqih II, Pustaka Setia, Bandung, 2001
Muhammad Fathi al-Duraini, al-Manahij al-usuliyyah, Beirut, Muassasah al-Risalah, 1997
Nuruddin Mukhtar, al-Khadimi, al-Ijtihad al-Maqasidi,Qatar , 1998

14
15
16

Anda mungkin juga menyukai