Disusun Oleh :
1
DAFTAR ISI
BAB 1 .................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................ 3
BAB II ................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ................................................................................................... 5
BAB III................................................................................................................ 10
PENUTUP........................................................................................................... 10
a. Kesimpulan ............................................................................................ 10
b. Saran....................................................................................................... 10
2
BAB 1
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat islam di Indonesia adalah unsur
paling mayoritas. Dalam tatanan dunia Islam internasional, umat islam Indonesia
bahkan dapat disebutsebagai komunitas muslim paling besar yang berkumpul
dalam satu batas territorial kenegaraan. Karena itu, menjadi sangat menarik
untuk memahami hukum islam di tengah-tengah komunitas islam terbesar di
dunia. Tuhan mensyariatkan hukumnya bagi manusia tentunya bukan tanpa
tujuan, melainkan demi kesejahteraan, kemaslahatan manusia itu sendiri.
Perwujudan perintah tuhan dapat dilihat lewat Al-qur’an dan penjabaran dapat
tergambar dari hadist nabi Muhammad SAW. Demi kemaslahatan manusia,
interpretasi terhadap Al-qur’an harus dilakukan secara arif dan bijaksana dengan
menggunakan pendekatan filsafat.
Dengan demikian nilai-nilai filosofis (subtansial) dalam Al-Qur’an akan
mampu terungkap. Teraplikasikannya kemaslahatan manusia merupakan cita-
cita tuhan (tujuan) menurunkan risalahnya. Jadi, jangan membiarkan Al-qur’an
dan menggiringnya menjadi mimpinya yang tidak terungkap dan tidak tersentuh
sama sekali. Di sini penulis akan memaparkan sebuah materi yang tentang
bagaimanakah tujuan islam.
b. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tujuan Hukum Islam (Maqasid Asy-Syariah)?
2. Apa sajakah macam-macam Tujuan Hukum Islam (Maqasid Asy-Syarriah)?
3. Apa yang dimaksud dengan Tujuan Hukum Primer?
4. Apa yang dimaksud dengan Tujuan Hukum Sekunder?
5. Apa yang dimaksud dengan Tujuan Hukum Terier?
c. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami maksud dari Tujuan Hukum
Islam (Maqasid Asy-Syariah).
2. Mahasiswa dapat mengetahui macam-macam Tujuan Hukum Islam.
3
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami serta dapat merealisasikan
makna daripada Tujuan Hukum Primer.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami serta dapat merealisasikan
makna daripada Tujuan Hukum Sekunder.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami serta dapat merealisasikan
makna daripada Tujuan Hukum Terier.
4
BAB II
PEMBAHASAN
menuju air ini dapat dikatakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan.2
Al-syatabi mengatakan bahwa maqasid as-syari’ah adalah kelanjutan
dan perkembangan dari konsep maslahah sebagaimana yang telah diterapkan
sebelum masa Al-Syatibi. Dalam tinjauannya tentang hukum islam, ia akhirnya
sampai pada kesimpulan bahwa kesatuan hukum islam berarti kesatuan dalam
asal-usulnya dan terlebih lagi dalam tujuan hukumnya. Untuk menegakkan
tujuan hukum ini, ia mengemukakan ajarannya tentang maqashid as-syari’ah
dengan penjelasan bahwa tujuan hukum adalah satu yaitu kebaikan dan
kesejahteraan umat manusia.3 Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa tidak
ditemukan istilah istilah maqashid as-syari’ah secara jelas sebelum Al-Syatibi.
Era sebelumnya hanya pengungkapan masalah ‘illah hukum dan maslahat.
Ada juga yang memahami maqasid sebagai lima prinsip islam yang asas
yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Di satu sudut yang lain,
ada juga ulama klasik yang menggap maqasid itu sebagai logika pensyariatan
suatu hukum.4 Kesimpulannya Maqasid Syariah ialah “matlamat-matlamat
1
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, J. Milton Cowan (ed)(London:
Mac Donald &Evan Ltd, 1980), 767.
2
Dikutip oleh Asafri Jaya dalam kitab lisan al-‘Arab kepunyaan Ibnu Mansur al-Afriqi,
(Bairut: Dar al-Sadr, t.th),VIII, h. 175
3
Muhammad Khalid Mas’ud, Filsafat Hukum Islam: studi tentang Kehidupan dan
Pemikiran Abu Ishaq al-Shatibi, Bandung, Pustaka, 1996, hlm 239
4
Muhammad Fathi al-Duraini, al-Manahij al-usuliyyah, Beirut, Muassasah al-Risalah,
1997M,.48
5
yang ingin dicapai oleh syariat demi kepentingan umat manusia”. Para ulama
telah menulis tentang maksud-maksud syara’.
6
dengan suatu (alasan) yang benar[853]. dan barangsiapa dibunuh secara
zalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi kekuasaan[854] kepada
ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan”.
3) Memelihara Akal
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara seluruh
makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Allah telah menciptakan manusia
dengan sebaik-baik bentuk, dan melengkapi bentuk itu dengan akal. Untuk
menjaga akal tersebut, Islam telah melarang minum Khomr (jenis
menuman keras) dan setiap yang memabukkan dan menghukum orang
yang meminumnya atau menggunakan jenis apa saja yang dapat merusak
akal.
4) Memelihara Keturunan
Untuk memelihara keturunan, Islam telah mengatur pernikahan dan
mengharamkan zina, menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dikawini,
sebagaimana cara-cara perkawinan itu dilakukan dan syarat-syarat apa
yang harus dipenuhi, sehingga perkawinan itu dianggap sah dan
percampuran antara dua manusia yang berlainan jenis itu tidak dianggap
zina dan anak-anak yang lahir dari hubungan itu dinggap sah dan menjadi
keturunan sah dari ayahnya. Islam tak hanya melarang zina, tapi juga
melarang perbuatanperbutan dan apa saja yang dapat membawa pada zin.
5) Memelihara Harta Benda
Meskipun pada hakikatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah,
namun Islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena manusia
sangat tama’ kepada harta benda, dan mengusahakannya melalui jalan
apapun, maka Islam mengatur supaya jangan sampai terjadi bentrokan
antara satu sama lain. Untuk itu, Islam mensyariatkan peraturan-peraturan
mengenai mu’amalat seperti jual beli, sewa menyewa, gadai menggadai
dll.5
5
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, Bumi aksara, Jakarta, 1992, hlm 67-
101
7
2. Tujuan Sekunder (al-Hajjiyat)
Tujuan hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder, di mana
bilamana tidak terwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya,
namun akan mengalami kesulitan. Syariat Islam menghilangkan segala
kesulitan itu. Adanya hukum rukhshah (keringanan) seperti dijelaskan Abd
al-Wahhab Khallaf, adalah sebagai contoh dari kepedulian Syariat Islam
terhadap kebutuhan ini. Dalam lapangan ibadah, Islam mensyariatkan
beberapa hukum rukhshah (keringanan) bilamana kenyataannya mendapat
kesulitan dalam menjalankan perintah-perintah taklif. Misalnya, Islam
membolehkan tidak berpuasa bilamana dalam perjalanan dalam jarak tertentu
dengan syarat diganti pada hari yang lain dan demikian juga halnya dengan
orang yang sedang sakit. Kebolehan meng-qasar shalat adalah dalam rangka
memenuhi kebutuhan hajiyat ini.
Dalam lapangan mu’amalat disyariatkan banyak macam kontrak
(akad), serta macam-macam jual beli, sewa menyewa, syirkah (perseroan)
dan mudharabah (berniaga dengan modal orang lain dengan perjanjian bagi
laba) dan beberapa hukum rukhshah dalam mu’amalat. Dalam lapangan
‘uqubat (sanksi hukum), Islam mensyariatkan hukuman di yat (denda) bagi
pembunuhan tidak sengaja, dan menangguhkan hukuman potong tangan atas
seseorang yang mencuri karena terdesak untuk menyelamatkan jiwanya dari
kelaparan.
3. Tujuan Tertier (At-Tahsini)
8
kesempurnaan daripada at-Tahsiniyat adalah seorang manusia memilki perangai
yang baik (Akhlak Al-Karimah). 6 Dalam berbagai bidang kehidupan, seperti
ibadat, mu’amalat, dan ‘uqubat, Allah telah mensyariatkan hal-hal yang
berhubungan dengan kebutuhan tahsiniyat.
6
Dr. Ahmad Junaidi,M.Ag, Filsafat Hukum Islam (Patokpicis, Stain Jember
Press,2014), 70.
7
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Abdul Wahab Khallaf, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1996, 333-343.
9
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Al-syatabi mengatakan bahwa maqasid as-syari’ah adalah kelanjutan
dan perkembangan dari konsep maslahah sebagaimana yang telah diterapkan
sebelum masa Al-Syatibi. Dalam tinjauannya tentang hukum islam, ia akhirnya
sampai pada kesimpulan bahwa kesatuan hukum islam berarti kesatuan dalam
asal-usulnya dan terlebih lagi dalam tujuan hukumnya.
Beberapa ulama fikih telah mengumpulkan beberapa maksud yang
umum dari mensyariatkan hukum menjadi tiga kelompok, yaitu: a) Tujuan
Primer (al- Dlaluri ) ialah tingkat kebutuhan yang harus ada atau disebut dengan
kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam
keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak. b) Tujuan
hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder, di mana bilamana tidak
terwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya, namun akan mengalami
kesulitan. c) Tujuan tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak
terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas dan
tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa kebutuhan
pelengkap, seperti dikemukakan al-Syatibi.
b. Saran
Setelah penelitan tentang Tujuan Hukum Islam disini kami selaku
penulis memberikan saran kepada rekan-rekan sekalian untuk lebih dalam lagi
dalam meneliti apa itu Hukum Islam yang benar dan terarah sebagaimana yang
disyariatkan oleh Allah. Dan dalam penulisan makalah disini kami merasa
banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Dari sini kami akan terus berusaha
untuk lebih menyempurnakan kekurangan kami. Maka dari itu dengan ini
penulis sangat mengharpkan kritik dan saran dalam penulisan makalah ini.
10
DAFTAR PUSTAKA
11