Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AGAMA

“TUJUAN HUKUM ISLAM(MAQASHIDUT TSYRI)”

DOSEN PEMBIMBING
Dr.Khaidir Saib,M.Sc

DISUSUN OLEH
Qhadam Sadra 21530039

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU ( STIE RIAU)


PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta k
arunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul “TUJUAN HUKUM ISLAM” Makalah ini dibuat
dengan tujuan memenuhi tugas Pendidikan Agama dari Bapak Dr.Khaidir Saib,M.Sc pada
bidang studi Pendidikan Agama. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah
wawasan kepada pembaca tentang.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr.Khaidir Saib,M.Sc selaku
dosen mata ajar pendidikan agama. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan
penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Pekanbaru, 2 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1. Latar belakang......................................................................................................1.1
2. Rumusan Masalah................................................................................................1.2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2

1. Pengertian maqashidut tasyri ?............................................................................2.1


2. Makna memelihara agama ?................................................................................2.2
3. Makna memelihara jiwa ?....................................................................................2.3
4. Makna memelihara akal ?....................................................................................2.4
5. Makna memelihara keturunan ? ..........................................................................2.5
6. Makna memlihara harta ?.....................................................................................2.6

BAB IIIPENUTUP...............................................................................................................3

1. Kesimpulan..........................................................................................................3.1
2. Saran....................................................................................................................3.2

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT menurunkan aturan dan hukum melalui washilah Nabi Muhammad SAW
untuk manusia sebagai pegangan dalam kehidupan di dunia. Tata aturan dan hukum ini
bermaksud agar manusia mendapat kebaikan (maslahah).3 Maslahah sebagai persyariatan
berkedudukan terdepan dalam penetapan hukum Islam yang membawa kebaikan yang
bersumber pada dua kaidah dasar yakni memberikan manfaat dan menolak akan bahaya.
Berawal dari Islam datang hingga masa kontemporer banyak tokoh ulama yang
mencurahkan gagasan, pemikiran dan kontribusinya untuk perkembangan
hukum Islam. Maqashid Syari’ah.
Kedudukan maqashid Syari’ah sebagai unsur pokok tujuan hukum menjadi cara
pengembangan nilai-nilai yang terkandung dalam hukum Islam untuk menghadapi
perubahan sosial di masyarakat. Oleh karena ilmu maqashid Syariah sangat bermanfaat
untuk menjadi alat analisis mengistimbatkan hokum dengan melihat fenomena sosial
yang terus dinamis. Dengan ini menunjukkan tiga prinsip sebagai komponen-komponen
konsep maslahah, yaitu kebebasan, keamanan dan persamaan
Salah satu pemikir muslim Nuruddin Al-Khadimi seorang guru besar bidang
Maqashid al-Syari’ah di Universitas Ezzitouna, Tunisia yang termasuk ulama periode
kontemporer memberikan perhatian terhadap Maqashid al-Syariah dan pemikiran
Nuruddin al-Khadimi perlu kita pahami sebagaimana konsep yang utuh tentang Maqashid
al-Syari’ah, serta hubungannya dengan ijtihad hukum dan sebagainya serta aplikasinya
dewasa ini. Hal ini memerlukan penelitian dan pembahasan yang khusus dan mendalam.
Oleh karena itu dalam perspektif sejarah pemikiran Islam (ushul fiqh), Nuruddin al-
Khadimi yang banyak membicarakan tentang Maqashid alSyari’ah, maka penulis merasa
penting untuk mendiskusikannya serta mengkaitkannya dengan kemungkinan peranannya
dalam pengembangan

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian maqashidut tasyri ?
2. Makna memlihara agama ?
3. Makna memelihara jiwa ?
4. Makna memlihara akal ?
5. Makna memelihara keturunan ?
6. Makna memlihara harta ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Maqashid Syariah

Dalam kitab “al Ijtihad al Maqasidy” karya Prof. Dr. Nuruddin bin Mukhtar al
Khadimi mengatakan bahwa: secara lughawi, maqasid al syari’ah terdiri dari dua kata,
yakni maqasid dan syari’ah. Maqasid adalah bentuk jama’ dari maqsud yang berarti
kesengajaan atau tujuan. Syari’ah secara bahasa berarti ‫ الماء الى تحدر المواضع‬yang berarti
jalan menuju sumber air. Jalan menuju air ini dapat dikatakan sebagai jalan kearah
sumber pokok kehidupan.

Dalam karyanya al-Muwafaqat, al-Syatibi mempergunakan kata yang berbeda-


beda berkaitan dengan maqasid al-syari’ah. Kata-kata itu ialah maqasid al-syari’ah, al-
maqasid al-syar’iyyah fi al-syari’ah, dan maqasid min syar’i al-hukm. Menurut al-Syatibi
sebagai yang dikutip dari ungkapannya sendiri:

‫دنيا معا‬QQ‫دين وال‬QQ‫وضعت لتحقيق مقاصد الشارع فى قيام مصالحهم فى ال‬...‫“ هذه الشريعة‬Sesungguhnya syariat
itu bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.” Dalam
ungkapan yang lain dikatakan oleh al-Syatibi:

‫ ”د مشروعة اآلحكام‬Hukum-hukum disyari’atkan untuk kemaslahatan hamba." Jadi, maqashid


merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan sesuatu. Terdapat berbagai
pendefinisian telah dilontarkan oleh ulama usul fiqh tentang istilah maqasid. Ulama
klasik tidak pernah mengemukakan definisi yang spesifik terhadap maqasid, malah al-
Syatibi yang terkenal sebagai pelopor ilmu maqasid pun tidak pernah memberikan
definisi tertentu kepadanya. Namun ini tidak bermakna mereka mengabaikan maqasid
syara' di dalam hukum-hukum syara'. Berbagai tanggapan terhadap maqasid dapat dilihat
di dalam karya-karya mereka. Kita akan dapati tanggapan ulama klasik yang berbagai
inilah yang menjadi unsur di dalam definisi-definisi yang dikemukakan oleh ulama
mutakhir selepas mereka. Apa yang pasti ialah nilai-nilai maqasid syara' itu terkandung di
dalam setiap ijtihad dan hukum-hukum yang dikeluarkan oleh mereka. Ini karena nilai-
nilai maqasid syara' itu sendiri memang telah terkandung di dalam al-Quran dan al-
Sunnah.

Ada yang menganggap maqasid ialah maslahah itu sendiri, sama dengan menarik
maslahah atau menolak mafsadah. Ibn al-Qayyim menegaskan bahwa syariah itu
berasaskan kepada hikmah-hikmah dan maslahah-maslahah untuk manusia di dunia atau
di akhirat. Perubahan hukum yang berlaku berdasarkan perubahan zaman dan tempat
adalah untuk menjamin syariah dapat mendatangkan kemaslahatan kepada manusia.
Sementara Al-Izz bin Abdul Salam juga berpendapat sedemikian apabila beliau
mengatakan "Syariat itu semuanya maslahah, menolak kejahatan atau menarik
kebaikan…"

Ada juga yang memahami maqasid sebagai lima prinsip Islam yang asas yaitu
menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Di satu sudut yang lain, ada juga ulama
klasik yang menganggap maqasid itu sebagai logika pensyariatan sesuatu hukum.
Kesimpulannya maqasid syariah ialah "matlamat-matlamat yang ingin dicapai oleh
syariat demi kepentingan umat manusia". Para ulama telah menulis tentang maksud-
maksud syara’, beberapa maslahah dan sebab-sebab yang menjadi dasar syariah telah
menentukan bahwa maksud-maksud tersebut dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:

a.) Golongan Ibadah, yaitu membahas masalah-masalah Ta’abbud yang berhubungan


langsung antara manusia dan khaliqnya, yang satu persatunya telah dijelaskan oleh
syara’.

b.) Golongan Muamalah Dunyawiyah, yaitu kembali pada maslahahmaslahah dunia, atau
seperti yang ditegaskan oleh Al Izz Ibnu Abdis Salam sebagai berikut:

“Segala macam hukum yang membebani kita semuanya, kembali kepada maslahah di
dalam dunia kita, ataupun dalam akhirat. Allah tidak memerlukan ibadah kita itu. Tidak
memberi manfaat kepada Allah taatnya orang yang taat, sebagaimana tidak memberi
mudarat kepada Allah maksiatnya orang yang durhaka”.

Akal dapat mengetahui maksud syara’ terhadap segala hukum muamalah, yaitu
berdasarkan pada upaya untuk mendatangkan manfaat bagi manusia dan menolak
mafsadat dari mereka. Segala manfaat ialah mubah dan segala hal mafsadat ialah haram.
Namun ada beberapa ulama diantaranya, Daud Azh – Zhahiri tidak membedakan antara
ibadah dengan muamalah.

Mengacu pada definisi-definisi diatas, penulis bisa mengambil benang merah


bahwa, “Maqasid syariah ialah segenap tujuan dari hukum-hukum yang disyari’atkan
Allah SWT terhadap hamba-Nya, yang tidak lain untuk sebuah kemaslahatan.

B. Makna memelihara agama


Memelihara agama dalam konteks hajiyat adalah melaksanakan kewajiban
keagamaan yang masuk dalam peringkat primer, seperti melaksanakan salat lima waktu
dan sebagainya. Jika salat dan rukun-rukun Islam lainnya diabaikan, akan terancam
eksistensi syari'ah dalam diri dan kehidupan manusia.
C. Makna memelihara agama
Konsep mengenai harta dan kepemilikan merupakan salah satu pokok bahasan
yang penting dalam Islam. Harta atau dalam bahasa arab disebut al-maal secara bahasa
berarti condong, cenderung atau miring. Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala
sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Ibnu
Najm mengatakan, bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh
ulama-ulama ushul fiqh, adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan disimpan untuk
keperluan tertentu dan hal itu terutama menyangkut yang kongkrit. Menurut para fuqaha,
harta dalam perspektif Islam bersendi pada dua unsur; Pertama, unsur ‘aniyyah dan
Kedua, unsur ‘urf. Unsur ‘aniyyah berarti harta itu berwujud atau kenyataan (a’yun).
sebagai contoh, manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi
termasuk milik atau hak. Sedangkan unsur ‘urf  adalah segala sesuatu yang dipandang
harta oleh seluruh manusia atau oleh sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara 
sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat yang
bersifat madiyyah maupun ma’nawiyyah.
Dalam Islam kedudukan harta merupakan hal penting yang dibuktikan bahwa
terdapat lima maqashid syariah yang salah satu diantaranya adalah al-maal atau harta.
Islam meyakini bahwa semua harta di dunia ini adalah milik Allah ta’ala, manusia hanya
berhak untuk memanfaatkannya saja. Meskipun demikian, Islam juga mengakui hak
pribadi seseorang. Untuk itu Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai
muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai menggadai, dan sebagainya, serta
melarang penipuan, riba dan mewajibkan kepada orang yang merusak barang orang lain
untuk membayarnya, harta yang dirusak oleh anak-anak yang di bawah tanggungannya,
bahkan yang dirusak oleh binatang peliharaannya sekalipun.
Perlindungan Islam terhadap harta benda seseorang tercermin dalam firmanNya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu” (Q.S. An-Nisa: 29-32).

Pembagian Jenis-jenis Harta


1. Harta Mutaqawwim dan Harta Ghair al -mutaqawwim
Harta mutaqawwim ialah segala sesuatu yang dapat dikuasai dengan pekerjaan
dan dibolehkan syara’ untuk  memanfaatkannya. Maksud pengertian harta ghair al-
Mutaqawwim merupakan kebalikan dari harta mutaqawwim, yakni segala sesuatu yang
tidak dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang oleh syara’ untuk memanfaatkannya.
2. Mal Mitsli dan Mal Qimi
harta mitsli dan qimi  sebagai sesatu yang memiliki persamaan atau kesetaraan di
pasar, tidak ada perbedaan yang pada bagian bagiannya atau kesatuannya. harta yang ada
duanya atau dapat ditukar dengan hal serupa dan sama disebut mitsli dan harta yang tidak
duanya atau berbeda secara tepat disebut qimi.
3. Mal Istihlak dan Mal Isti’mal
harta istihlak merupakan harta yang penggunaannya hanya sekali pakai sedangkan
harta isti’mal harta yang penggunaannya bisa berkali-kali pakai.
4. Mal Manqul dan Mal Ghair al-Manqul
harta manqul yaitu harta yang dapat dipindahkan dan diubah dari tempat satu
ketempat yang lain, baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun berubah bentuk
dan keadaannya dengan perpindahan dan perubahan tersebut. Sedangkan harta ghair al-
manqul maksudnya segala sesuatu yang tetap (harta tetap), yang tidak mungkin
dipindahkan dan diubah posisinya dari satu tempat ketempat yang lain menurut asalnya,
seperti kebun, rumah, pabrik, sawah dan lainnya.
5. Harta ‘Ain dan Dayn
harta ‘ain yaitu harta yang berbentuk. sedangkan, harta dayn harta yang menjadi
tanggung jawab seperti uang yang dititipkan ke orang lain.
6. Harta Nafi’i
harta nafi’i yaitu harta yang tidak berbentuk
7. Harta Mamluk, Mubah dan Mahjur
harta mamluk yaitu harta yang statusnya memilikik kepemilikian baik individu,
umum atau negara. harta mubah yaitu hukum harta pada asalnya yaitu tidak ada yang
memiliki. sedangkan, harta mahjur yaitu harta yang tidak boleh dimilikioleh pribadi.
8. Harta Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi
pembagian harta ini didasari oleh potensi harta menimbulkan kerugian atau
kerusakan apabila dibagikan. harta yang dapat dibagi yaitu harta tidak menimbulkan
kerugian atau kerusakan apabila dibagikan seperti beras. sedangkan, harta yang tidak
dapat dibagi yaitu harta menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila dibagikan seperti
benda-benda mewah.
9. Harta Pokok dan Hasil
harta pokok ialah harta yang mungkin menumbulkan harta lain atau dalam istilah
ekonomi disebut harta modal.
10. Harta Khas dan ‘Am
harta khas yaitu harta milik individu yang tidak boleh diambil manfaatnya jika
tidak direstui pemiliknya. sedangkah harta am yaitu harta milik umum yang dibebaskan
dalam mengambil manfaatnya.
Selain harta, hal penting dalam bahasan syariah islam yaitu tentang kepemilikan
harta itu sendiri. kepemilikan (al-milkiyyah) adalah istilah hukum Islam yang
menandakan hubungan antara manusia dan harta yang menjadikan harta itu secara khusus
melekat padanya. Berdasarkan definisi ini, perolehan properti oleh seorang individu,
dengan cara yang sah, memberikan hak kepadanya untuk memiliki hubungan eksklusif
dengan properti itu, menggunakan atau menanganinya selama tidak ada hambatan hukum
untuk berurusan seperti itu. Pada dasarnya menurut firman Allah SWT sesungguhnya
seluruh harta atau kekayaan adalah milik Allah SWT seperti firmannya pada Ayat
alquran surat Al-maidah:20 “Dan ingatlah ketika musa berkata kepada kaumnya: hai
kaumku, ingatlah nikmat allah atasmu keika ia mengangkat nabi-nabi diantaramu, dan
dijadikannya kamu orang-orang yang merdeka, dan diberikannya kepadamu apa-apa yang
belum pernah diberikan kepada seseorangpun diantara umat umat yang lain.” Dalam
Islam kepemilikan harta dibagia atas kepemilikan pribadi atau individu, kepemilikan
bersama atau komunal/umum dan kepemilkan milik negara.
D. Makna memelihara jiwa
Salah satu kenikmatan hidup ialah apabila seorang manusia mampu memelihara
jiwa atau diri secara keseluruhan baik lahir maupun batin sebab apabila ada salah satu
yang rusak tentunya menyebabkan tidak sempurnanya diri seseorang tersebut. sudah
menjadi karakter dasar manusia bahwa mereka menyukai segala sesuatu yang
berhubungan dengan kebaikan untuk dirinya sehingga jika hal tersebut tercapai akan
mendapat pandangan yang baik di sisi Allah.
Agama islam tidak melarang umatnya untuk mencintai dan menjaga diri sendiri
bahkan merupakan sebuah kewajiban untuk menjaga kelurusan iman dengan cara
menjaga jiwa sehingga dapat melawan segala godaan yang ada di dunia ini dan mampu
istiqomah terhadap ajaran agama yang dianut. Dalam kesempatan kali ini penulis akan
membahas mengenai 17 cara memelihara jiwa dalam islam yang dapat dijadikan sebagai
panduan untuk menjaga keimanan. Yuk simak penjelasan lengkapnya.

1. Istiqomah

Simak firman Allah berikut mengenai istiqomah dalam islam. “Sesungguhnya


orang orang yang mengatakan : Rabb kami ialah Allah, kemudian mereka istiqomah
pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan
mengatakan : janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan
bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu:. (QS Fushilat : 30).

Cara memelihara jiwa dalam islam yang wajib dilakukan pertama kali ialah istiqomah,
yakni selalu melakukan ibadah terus menerus dalam keadaan apapun walaupun ibadah
tersebut kecil. Sebab Allah lebih menyukai ibadah yang kecil namun dilakukan secara
terus menerus. Dengan istiqomah jiwa akan selalu terjaga sebab senantiasa mengingat
Allah.

2. Memperbanyak Amal Kebaikan

“Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian dan amal yang paling dicintai
Allah adalah amalan yang terus menerus meskipun sedikit”. (HR Bukhari). Amal
kebaikan dapat diperbanyak dengan berbagai cara mulai dari berbuat baik dari orang
orang terdekat seperti keluarga hingga berbuat baik sebagai orang yang bermanfaat
untuk masyarakat. Dengan demikian jiwa akan selalu bebas dari rasa khawatir dan
segala urusan yang dilakukan akan mendapat ridhoNya sehingga tercapai jiwa tenang
dalam islam.

3. Niat Karena Alla


“Orang yang kuat adalah orang yang beramal untuk hari kematiannya. Adapun
orang yang lemah adalah orang yang mengekor pada hawa nafsu dan berangan angan
pada Allah”. (HR Ahmad). Niatkan segala sesuuatu karena Allah, jangan karena
duniawi atau karena agar dipuji orang. Niat yang dilakukan karena dunia akan
mengotori jiwa karena timbul sifat riya yang merupakan dosa besar dalam islam.

4. Kalahkan Hawa Nafsu

“Setiap amal itu pasti ada masa semangatnya. Dan setiap masa semangat itu pasti ada
masa futur nya. barang siapa dalam kemalasannya masih dalam sunnah Nabi maka dia
berada dalam petunjuk”. (HR Thobroni). Dekatkan diri dengan Allah agar bisa
mengalahkan hawa nafsu dan godaan syetan yang terkutuk yang selalu mengarahkan
manusia pada kesesatan. bahaya nafsu dalam islam wajib dihindari untuk mencapai
jiwa yang bersih.

5. Selalu Mengingat Allah

Jangan lupa untuk selalu mengingat Allah dalam keadaan apapun, umumnya orang
akan mengingat Allah di waktu sedih sementara melupakanNya di waktu senang.
Hindari hal demikian. Dekatkan diri selalu pada Allah sebagai cara memelihara jiwa
dalam islam. “Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengenalimu
ketika susah”. (HR Hakim Syaikh Al Albani). keutamaan berdoa dalam islam memang
wajib dilakukan dalam keadaan apapun baik lapang maupun sempit.

6. Pahami Makna Iman

“Dan Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu
indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci pada kekafiran, kefasikan, dan
kedurhakaan. Mereka itulah orang orang yang mengikuti jalan lurus, sebagai karunia
dan nikmat dari Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”. (QS Al
Hujurat : 7-8). Pahai bahwa iman adalah sesuatu yang harus dibuktikan, bukan hanya
berada dalam hati saja.

7. Ingat Kehidupan di Akherat

Ingatlah bahwa kita semua akan mati dan akan menjalani kehidupan di akherat yang
kekal, dengan memelihara jiwa kita akan terlindung dari azab yang hina. “Barangsiapa
mengerjakan amal saleh dalam keadaan beriman, maka Kami akan berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan pahala jauh lebih baik dari apa yang mereke kerjakan”. (QS
An Nahl : 97).
8. Ucapan yang Teguh

Hindari berbohong atau kalimat yang menyakiti orang lain, jadilah orang yang dapat
dipercaya yang memiliki ciri teguh dalam berucap dan dibuktikan dalam tindakan
yang dilakukan. “Allah meneguhkan orang orang yang beriman dengan ucapan yang
teguh dalam kehidupan di dunia dan di akherat”. (QS Ibrahim : 27).

9. Perbanyak Ilmu Islam

Selalu pelajari ilmu islam agar selalu mengingat kebesaran Allah sehingga jiwa pun
akan selalu terpelihara karena merasa tenang dekat dengan Allah. “Kami tunjuki
dengan dia siapa yang beriman dan yang Kami kehendaki diantara hamba hamba
Kami. Dan sesungguhnya Kami benar benar memberi petunjuk kepada jalan yang
lurus”. (QS As Syura : 52)

10. Jalankan Kewajiban

Rutin jalankan semua kewajiban yang dierintahkan untuk umat islam, semua
kewajiban tersebut akan menjadi cara memelihara jiwa dalam islam sehingga jauh dari
dosa. “Tahukah kalian apa itu beriman kepada Allah? Yaitu bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang hak kecuali Allah dan menegakkan shalat, membayar zakat, serta
berpuasa di bulan Ramadhan”. (HR Muslim).

11. Ikuti Ajaran Rasul

Jangan lupa untuk melaksanakan sunnah Rasul dan mengikuti ajarannya yang juga
sebagai sumber syariat islam dan akan membawa manusia ke surga. “Tidak sempurna
keimanan salah seorang diantara kalian sampai aku (Rasulullah) lebih dia cintai dari
orang tuanya, anak anaknya, dan seluruh manusia”. (HR Bukhari).

12. Baik Pada Sesama

Cara memelihara jiwa dalam islam tentu wajib berbuat baik pada sesama, pada semua
ciptaan Allah,, jika hal demikian dilakukan, jiwa akan senantiasa tenang dan mendapat
banyak doa kebaikan dari orang orang yang diperlakukan baik tersebut. “Tidak
sempurna keimanan salah seorang dari kalian sampai dia mencintai kebaikan untuk
saudaranya seperti sesuatu yang dia cintai untuk dirinya”. (HR Bukhari).

13. Menjadi Orang yang Amanah

Jadilah orang yang amanah dalam hal appaun, baik dari kata kata ataupun tindakan
yang dilakukan. Amanah adalah salah satu hal yang akan selalu diingat oleh orang
lain, jika mampu dijalankan maka akan terpancar kebersihan dan kejujuran jiwanya
dari dalam. “Bukanlah keimanan bagi mereka yang tidak memiliki amanah”. (HR
Muslim).
14. Jauhi Maksiat

“Tidaklah seseorang berzina, minum minuman keras, atau melakukan pencurian dalam
keadaan beriman”. (HR Bukhari). Jangan pernah dekati perbuatan maksiat yang
dilarang oleh Allah, sebab jelas perbuatan demikian adalah perbuatan yang mudah
sekali menimbulkan kekotoran pada jiwa, mudah sekali menimbulkan keburukan pada
hati dan pikiran.

15. Rutin Berdoa

Selalu libatkan Allah dalam hal apapun sebagai wujud pasrah karena kita adalah
hambaNya yang lemah, selalu berdoa untuk kebaikan dengan terus menerus agar
setiap urusan yang dilakukan selalu mendapat jalan kebaikan dan mendapat petunjuk
dariNya, lakukan doa sebagai berikut yang dianjurkan oleh Rasulullah. “Ya Allah,
hiasilah kami dengan perhiasan keimanan. Dan jadikanlah kami sebagai orang yang
mendapat petunjuk serta memberi petunjuk (kepada orang lain)” (HR Muslim)

16. Budayakan Jujur

“Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan
mengantarkan ke surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah akan dicatat sebagai
orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan kepada kezaliman,
dan kezaliman itu akan mengantarkan ke arah neraka”. (HR Bukhari muslim).

Jujur adalah sesuatu yang terkadang berat dilakukan apalagi jika dalam keadaan
tertentu yang dapat menimbulkan kerugian, namun disitulah letak ujian Allah. Cara
memelihara jiwa dalam islam ialah dengan menjadi orang yang jujur, dengan demikian
hati akan tenang dan jiwa akan bersih karena terlindung dari penyakit hati, terlindung
dari kekhawatiran, serta terlindung dari segala mara bahaya baik di dunia maupun di
akherat.

17. Sabar

“Sesungguhnya laki laki dan perempuan yang muslim, laki laki dan perempuan yang
mukmin, laki laki dan perempuan yang sidiqin (benar), laki laki dan perempuan yang
sabar, … Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.
(QS Al Ahzab 35). Sabar adalah sebuah karakter yang harus dilatih oleh diri sendiri
dengan cara mengalahkan hawa nafsu dan meninggikan rasa pasrah kepada Allah.

Sabar memiliki manfaat yang luar biasa sebagai cara memelihara jiwa dalam islam
sehingga terhindar dari segala keresahan hati serta terhidar dari sifat yang tamak atau
sombong. Sabar merupakan wujud pasrah pada ketentuan Allah dengan tetap
melakukan usaha dan doa pada setiap urusan, sabar menjadikan hati tenang dan
menjadikan terbukanya jalan keluar atas berbagai permasalahan yang nantinya akan
menjadi pembersih dan pententram jiwa.
BAB III

PENUTUP

1.Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan mengenai
Maqashid al-Syari’ah menurut Nuruddin al-Khadimi ialah: Maqashid merupakan sebuah
gerakan pembaharuan metodologi istinbath dan metode berijtihad dalam ushul fiqh. Menurut
Nuruddin al-Khadimi untuk kemudian maqashid syari’ah dianggap penting untuk segera di
jadikan sebuah disiplin ilmu mandiri dan terpisah dari ushul fiqh.

Maqashid al-Syari’ah sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang sejajar dengan Ushul
Fikih, tidak lagi menjadi sub bab dalam Ushul Fikih secara substansial (independen). Konsep
maqashid adalah kebutuhan yang urgen bagi kalangan ulama dalam istinbath hukum demi
terpecahkannya persoalan kontemporer.

Maqasid syariah pada tataran praksisnya bisa masuk dalam berbagai aspek kehidupan,
baik aspek ibadah, mu’amalah, penetapan hukum, siyasah syar’iyyah ataupun hal yang lainnya.
Maka dengan mengetahui dan memahaminya, setidaknya telah memiliki pemahaman untuk
lebih memahami maksud hukum-hukum Ilahi ataupun menetapkan hukum pada realitas yang
kita hadapi.

2.Saran

Demikian makalah ini dapat diselesaikan dengan maksimal. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih kurang sempurna dan banyak kekurangan, baik secara teknis maupun
referensi. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca agar dapat menambah
cakrawala wawasan penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyusunan makalah ini, semoga makalah ini memberikan manfaat bagi
penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khadimi, Nuruddin ibnu Mukhtar, Al-Maqashid fi al-Mazhab al-Maliki, Cet. I;

Tunis: Dār al-Tunisiyah, 2003.

__________, al Ijtihad al Maqasidy, Qatar: Dar al-Muassasah, Jilid I dan II, 1998.

Al-Shogir, Abdul Majid, al-Fikr al-Ushuly wa Isykâliyyat al-Sulthah al-Ilmiyyah fi

al-Islam, Cet. I; Beirut, Dar al-Muntakhob al-Arabi, 1994.

Faqih, Mansour, Epistemologi Syari’ah: Mencari Format Baru Fiqh Indonesia,

Semarang: Walisongo Press, 1994.

Shodiqin, Ali, Fiqh Ushul Fiqh Sejarah, Metodologi dan implementasinya di

Indonesia, Yogyakarta: Beranda, 2012.

Roy, Muhammad, Ushul Fiqih Madzhab Aristoteles (Yogyakarta: Safiria, 2004).

Purwanto, Muhammad Roy, “Nalar Qur’ani al-Syâfi’i dalam Pembentukan

Metodologi Hukum: Telaah Terhadap konsep Qiyas”, dalam An-Nur:

Jurnal Studi Islam, Vol. 1, No.1, September 2004.

Purwanto, Muhammad Roy, “Different Qiraat and Its Implication in Differerent

Opinion of Islamic Jurisprudence”, dalam Jurnal al-Mawarid, Vol. 8.

Nomor 2. 2013.

Purwanto, Muhammad Roy, Dekonstruksi Teori Hukum Islam: Kritik terhadap

Konsep Mashlahah Najmuddin al-Thufi. (Yogyakarta: Kaukaba, 2014).

Purwanto, Muhammad Roy, “Kritik Terhadap Konsep Mashlahah Najm Ad-Din

At-Tufi”, dalam MADANIAVol. 19, No. 1, Juni 2015.

Purwanto, Muhammad Roy, Teori Hukum Islam dan Multikulturalisme (Jombang:

Pustaka Tebuireng, 2016).

Purwanto, Muhammad Roy dan Johari, Perubahan Fatwa Hukum dalam

Pandangan Ibn Qayyim al-Jauziyyah (Yogyakarta: Universitas Islam


Indonesia, 2017).

Purwanto, Muhammad Roy, Pemikiran Imam al-Syafi’i dalam Kitab al-Risalah

tentang Qiyas dan Perkembangannya dalam Ushul Fiqh, (Yogyakarta:

Universitas Islam Indonesia, 2017)

Purwanto, Muhammad Roy, Reformulasi Konsep Mashlahah sebagai Dasar dalam

Ijtihad Istishlahi (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2017)

Anda mungkin juga menyukai