Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Penerapan Maqashidu Syariah Dalam Kebijakan Fiskal

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

FILSAFAT EKONOMI ISLAM

Dosen Pengampu :

H. Ahmad Luthfi, S.Ag, M.Ei.

Disusun Oleh

Kelompok 10

M Taufik Hidayat NIM.20.23.968


Yenny Fatimah Alzahra NIM.20.23.962

LOKAL 4C

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH KUALA TUNGKAL

Tahun 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Tak lupa shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang telah
membimbing kita semua menuju jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Kami juga
berterima kasih dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ekonomi Islam yang
sudah memberikan tugas ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dan juga bermanfaat
serta menambah wawasan serta pengetahuan bagi kita semua. Dalam pembuatan
makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan
dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu kami sangat berterima kasih jika
ada yang memberikan saran dan kritiknya demi perbaikan makalah ini. Kami
minta maaf bila ada kesalahan kata dalam penulisan makalah ini, serta bila ada
kalimat yang kurang berkenan di hati pembaca.

Kuala Tungkal, 18 Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2

C. Tujuan........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi dan Dasar Penetapan Maqashid Asy-Syari‘Ah............................ 3

B. Definisi Kebijakan Fiskal.......................................................................... 4

C. Metode Penemuan Maqashid Asy-Syari‘Ah............................................. 5

D. Maqashid Asy-syariah dalam Kebijakan Fiskal........................................ 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinamika perubahan sosial yang dihadapi oleh umat Islam yang terjadi di
era modern ini memiliki sejumlah masalah serius yang berkaitan dengan
hukum Islam. Sementara itu, metode-metode yang dikembangkan oleh para
pembaharu dalam menjawab permasalahan tersebut belum memuaskan.
Metode-metode yang dikembangkan oleh mereka umumnya masih
bersifat ad hoc dan terpilah-pilah. Metode yang bersifat ad hoc dan terpilah-
pilah, tentu saja tidak mampu menghasilkan hukum yang komprehensif.
Dengan kata lain, jika ingin menghasilkan hukum Islam yang komprehensif
dan berkembang secara konsisten, maka harus dirumuskan yang sistematis
yang memiliki akar Islam yang kokoh.
Metode ad hoc dan terpisah-pisah tersebut merupakan lanjutan dari
kondisi-kondisi sebelumnya, dimana para fuqaha dalam merumuskan dan
mengkaji hukum Islam bersifat atomistic. Para fuqaha pilar ketika mengkaji
hukum Islam, langsung masuk ke dalam aturan-aturan kecil dan mendetail
tanpa merumuskan terlebih dahulu sebagai asas-asas umum hukum yang
mengatur dan menyemangati bentuk hukum Islam tersebut. Fiqih muamalah
sebagai ilmu ekonomi misalnya, sangat cocok untuk menjelaskan hal ini , di
mana para fuqaha klasik langsung membahas aturan-aturan rinci jual beli,
menyewa, serikat atau usaha. Oleh karena itu, untuk menjawab kebutuhan,
maka ahli-ahli di atas hukum Islam menyarankan agar pengkajian Islam di
zaman modern ini membatasi pada pembatasan azas-hukum Islam dari aturan-
aturan fuqaha yang telah dikemukakan secara rinci.
Dalam rangka mencari dasar teori menuju metode yang holistik tersebut,
salah satu konsep penting dalam kajian hukum Islam adalah konsep maqashid
al-syariah, yakni tujuan yang ditetapkannya hukum dalam Islam. Sebegitu
pentingnya konsep ini, maka para ahli teori hukum Islam menetapkan
maqashid al-syariah sebagai salah satu Kriteria di samping kriteria lainnya bagi
seorang mujtahid dalam melakukan ijtihad. Makalah ini selanjutnya akan
membahas tentang bagaimana maqashid al-syariah ini dapat dijadikan sebagai

1
dasar pengembangan ekonomi Islam.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai :
1. Apa Definisi dan Dasar Penetapan Maqashid Asy-Syari‘Ah
2. Apa Definisi Kebijakan Fiskal
3. Apa Saja Metode Penemuan Maqashid Asy-Syari'ah
4. Bagaimana Peranan Maqashid Asy-syariah dalam Kebijakan Fiskal
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk Mengetahui Definisi dan Dasar Penetapan Maqashid Asy-Syari‘Ah
2. Untuk Mengetahui Definisi Kebijakan Fiskal
3. Untuk Mengetahui Metode Penemuan Maqashid Asy-Syari‘Ah
4. Untuk Menngetahui Peranan Maqashid Asy-syariah dalam Kebijakan Fiskal
a)

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dan Dasar Penetapan Maqashid Asy-Syari‘Ah
Maqāshid asy-syari‘ah (‫( مقاصدالشريعة‬terdiri dari dua kata yaitu maqāshid dan
asy-syari‘ah yang hubungan antara satu dan lainnya dalam bentuk idhāfah
(mudhāf dan mudhāfun ilaihi)(Azhari: 2011: 293). Kata Maqāshid adalah adalah
jamak dari kata maqshad (‫( مقصد‬yang artinya adalah maksud dan tujuan. Kata asy-
syari‘ah (‫ريعة‬II‫( الش‬yang sejatinya berarti hukum Allah swt yang berhubungan
dengan tingkah laku manusia yang bersifat amaliyah (praktis).
Baik yang ditetapkan sendiri oleh Allah SWT berdasarkan al-Qur’an,
maupun ditetapkan Nabi SAW sebagai penjelasan atas hukum yang ditetapkan
Allah SWT, atau dihasilkan oleh mujtahid. berdasarkan apa yang ditetapkan oleh
Allah swt. atau dijelaskan oleh Nabi SAW Definsi lain dari syariah adalah segala
hukum dan aturan yang ditetapkan Allah swt. bagi hamba-Nya untuk diikuti, yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Allah swt., hubungan antara manusia
dengan manusia, dan hubungan antara manusia dengan lingkungan dan
kehidupannya.
Berdasarkan arti dari kedua kata tersebut, maka istilah maqāshid asy-
syari‘ah memiliki makna sebagai apa yang dimaksud oleh Allah swt. dalam
menetapkan hukum, apa yang dituju oleh Allah swt. dalam menetapkan hukum
atau apa yang ingin dicapai oleh Allah swt. dalam menetapkan suatu hukum.
Pendapat lain mendefinisikan maqāshid asy-syari‘ah sebagai maksud atau tujuan
disyariatkan hukum Islam.
Menurut asy-Syatibi, maqāshid asy-syari‘ah dapat dipilah menjadi dua
bagian, yaitu maqshȗd asy-syari’ dan maqshȗd mukallaf. Lebih lanjut, as-Syatibi
menjelaskan bahwa maqshȗd asy-syari’ terdiri dari empat bagian, yaitu: pertama,
Qashdu asy-Syari’ fi wadh’i asy-Syarī’ah(tujuan Allah swt dalam menetapkan
Syari’at); kedua, Qashdu asy-Syari’ fi wadh’i asy-Syarā’ah lil ifhām (tujuan Allah
swt dalam menetapkan syari’ahnya ini adalah agar dapat dipahami); ketiga,
Qashdu asy-Syari’ fī wadh’i asy-Syarī’ah li al-Taklīf bi muqtadhaha (tujuan Allah
swt dalam menetapkan syari’ah agar dapat dilaksanakan); keempat, Qashdu asy-
syari’ fi dukhȗl al-Mukallaf Tahta Ahkām asy-Syarī’ah (Tujuan Allah swt

3
mengapa individu harus menjalankan syari’ah).
Dalam kajian ilmu Ushul Fiqh, maqāshid asy-syarī‘ah mengandung arti
yang sama dengan kata al-hikmah (‫ احلكمة‬,(yang memiliki makna tujuan yang
dimaksud Allah swt. dalam penetapan suatu hukum. Dengan kesamaan arti ini
maka Ibnu ‘Āshȗr mendefinisikan maqāshid asy-syarī‘ah ‘sebagai makna-makna
lebih mendalam dan aspek-aspek baik dari kebijaksanaan (hikam), yang
dipertimbangkan oleh pembuat hukum (Allah swt.) menyangkut semua atau
sebagian besar bidang dan keadaan dalam pembuatan hukum. Sedangkan Riyādh
Manshȗr al-Khalīfī dalam tulisannya mendefinisikan maqāshid asy-syarī‘ah
sebagai makna-makna dan hikmah-hikmah yang diinginkan pembuat syariat
(Allah swt.) dalam penetapan hukum untuk kemaslahatan makhluk-Nya di dunia
dan akhirat.9Dalam tulisan ini penulis cenderung mendefinisikan maqāshid asy-
syarī‘ah sebagai maksud serta hikmah yang ingin dicapai oleh Allah swt. dalam
menetapkan suatu hukum atau aturan demi tercapainya kemaslahatan bagi seluruh
makhluk-Nya, baik di dunia maupun akhirat.
Ada empat cara menurut Ibn ‘Asyur untuk dapat mengetahui maqāshid asy-
syarī‘ah. Pertama, melalui istiqra’ (penalaran Induktif) terhadap ayat-ayat al-
Qur’an yang secara eksplisit mengungkapkan nilai-nilai, sama ada yang
merupakan tujuan sekunder dari ayat-ayat ibadah ataupun nilai-nilai yang bersifat
duniawi dari ayat-ayat mu’amalah. Melalui penelitian ini dijumpai bahwa syari’at
agama Islam membawa kemaslahatan bagi manusia di dunia dan di akhirat.Kedua,
melalui pengetahuan ‘illat perintah dan larangan. Cara ini lebih menekankan
maslak al-illah, yaitu cara yang digunakan untuk mencari sebab-sebab
disyari’atkannya suatu hukum dalam penalaran qiyasi. Ketiga, melalui perintah
dan larangan yang jelas.Keempat, melalui ungkapan (ta’bir) yang menunjukkan
tujuan syari’at.
B. Definisi Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah konsep pengelolaan ekonomi diperkenalkan oleh
John Maynard Keynes, yang kemudian umum dipakai dunia sejak peristiwa
Depresiasi Besar (Great Depression) terjadi pasca Perang Dunia I tahun 1929.
Menurut Keynes, pemerintah suatu negara sebenarnya punya hak mengatur
pengeluaran dan pemasukan sebuah negara dengan menetapkan pajak dan

4
membuat kebijakan demi ekonomi makro negara.
Dari segi definisinya, pengertian kebijakan fiskal adalah kebijakan yang
diambil pemerintah demi menjaga pemasukan dan pengeluaran negara tetap stabil
sehingga perekonomian negara bisa bertumbuh baik. Lebih spesifik lagi, menurut
OJK pengertian kebijakan fiskal adalah kebijakan tentang perpajakan,
penerimaan, utang piutang, dan belanja pemerintah dengan tujuan ekonomi
tertentu.
C. Metode Penemuan Maqashid Asy-Syari‘Ah
Ada tiga cara menurut Ibn‟Asyur untuk mengetahui maqashid syariah.
1. Melalui istiqra’, mengkaji syariat dari semua aspek, yaitu mengkaji dan
meneliti semua hukum yang diketahui ‟illat-nya dan meneliti dalil-dalil
hukum yang sama „illat nya, sampai dirasa yain bahwa ‘illat tersebut
adalah maqsad nya seperti banyaknya perintah untuk memerdekakan
budak menunjukkan bahwa salah satu maqsadsyariah adalah adanya
kebebasan.
2. Dalil-dalil al-quran yang jelas dan tegas dalalahnya yang kemungkinan
kecil mengartikannya bukan pada makna zahirnya.
3. Ketiga dalil-dalil sunnah yang mutawattir, baik secara maknawi atau
amali.
Berdasarkan hasil penelitian, Muhammad sa‟ad bin Ahmad Al yubi dalam
bukunya maqhasid assyariah alislamiyah alaqitiha bi adillah assyariah
menjelaskan lima (5) metode untuk mengetahui tujuan syariat:

1. Melalui istiqra‟ ( Nalar Induktif)


Istiqra dalam arti bahsa attabbu yakni melacak sesuatu, sementara menurut
istila adalah melacak hukum hukum juz‟i. Dengan kata lain menalar suatu
hukum berdasarkn dalil-dalil secara induktif untuk menetapkn suatu
hukum yang bersifat universal.
2. Melalui pengetahuan „illat perintah dan larangan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa metode istiqra‟ merupakan
cara mengungkap maksud dari tujuan syariat dengan melacak teks suci dan
„illat-„ilat suatu hukum. Metode kedua ini menurut Muhammad Sa‟ad al-

5
Yubi memiliki kolerasi dengan istiqra‟ hanya saja metode kedua ini
menurut usuluyyin lebih menekankan pada upaya mengungkap illat
hukum dengan metode maslak al-iillah yaitu cara yang digunakan untuk
mencari sebab-sebab disyariatkannya sutu hukum dalam penalaran qiyasi.
3. Melalui perintah dan larangan yang jelas
Sebagaimana yang diketahui bahwa setiap perintah dan larangan
merupakan dua hal yang dalam bahasa merupakan permintaan. Perintah
berarti permintaan melakukan sesuatu dan larangan merupakan permintaan
meninggalkan sesuatu. Muhammad Sa‟ad Al-ayubi menjelskan bahwa
terjadinya perbuatan ketika adanya perintah atas suatu perkara berarti
perkara itu merupakan tujuan yang diinginkn pembuat syariat, begitu juga
dalam hal larangan. Oleh sebab itu bila melakukan suatu perkara yang
dilarang berarti menyalahi atau bertentangan dengan tujuan syariat dan
jika meninggalkan suatu perkara yang diperintahkan maka ia telah
melanggar tujuan syariat.
4. Melalui Ungkapan (Ta'bir) yang Menunjukkan Tujuan Syariat
Diantara petunjuk dalam penemuan maqhasid syariah adalah melalui
Ungkapan yang termaktub dalam teks, Muhammad al-Yubi membagi
ungkapan yang menunjukkan tujuan syariat ini dalam dua kelompok.
Pertama, ungkapan yang dikehendaki syariat karena pembuat syariat.
Kedua, ungkapan yang menunjukkan kemaslahatan dan kemafsadatan.
Seperti diketahui, bahwa tujuan syariat adalah menarik kemaslahatan dan
menolak kemaslahatan. Oleh karenanya, melacak lafaz-lafaz yang
mengandung ungkapan yang menunjukkan tujuan kemaslahatan dan
menghindari kemafsadatan merupakan hal yang penting dalam melacak
tujuan inti syariat itu sendiri.
5. Penjelasan Syari‟ tentang Tidak Adanya Sebab Hukum dan Tidak Adanya
Larangan Tentangnya
Hukum yang telah disyariatkan dapat diketahui tujuan pensyariatannya dengan
tiga kondisi.
a) Pembuat syariat menetapkan hukum dengan memotivasi dengan
menyebutkan keutamaan atau pujian bagi yang menunaikan perintah

6
tersebut, sebaliknya akan menyiksa bagi yang meninggalkan perintah
Nya, atau paling tidak memberi informasi bahwa orang yang mau
menjalankan perintah-Nya mendapatkan pahala tanpa adanya siksa bagi
yang meninggalkannya. Hukum yang berkarakter seperti ini termasuk
memiliki keterikatan dengan tujuan syariat atau secara otomatis ia
sebagai maqashid syariahnya hukum tersebut.
b) Pembuat syariat menafikan hukum-hukum dengan melarang suatu
perbuatan tertentu dengan konsekuensi siskaan bagi yang melanggar
larangan tersebut atau minimal ia akan mendapat celaan bagi pelaku
perbuatan yang dilarang atau tidak disukai. Hukum semacam ini
termasuk yang diharamkan atau dimakruhkan. Dengan demikian,
maqashid syariah dari hukum tersebut adalah menjahui perbuatan yang
dilarang, dan kalaupun dilanggar berarti ia menentang tujuan syariat
suatu hukum.
c) Hukum yang tidak dijelaskan oleh syari’, baik secara meniadakan (nafi)
atau menetapkan (isbat).
D. Maqashid Asy-syariah dalam Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal didefinisikan sebagai kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan penggunaan pajak, pinjaman masyarakat, pengeluaran
masyarakat oleh pemerintah untuk tujuan stabilitas atau pembangunan, sehingga
terbentuk modal dan laju pertumbuhan ekonomi yang berjalan dengan baik.
Dasar kebijkan fiskal secara umum bertujuan untuk pemerataan
pendapatan dan kesejahteraan. Akan tetapi, kesejahteraan dalam islam mencakup
kesejahteraan dunia akhirat (falah), oleh karena itu nilai-nilai moral harus
mendasari kebijakan fiskal.
Kesejahteraan yang dimaksud dalam kebijakan fiskal islam yaitu kebijakan
pemerintah dalam pengembangan masyarakat yang didasari atau distirbusi
kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai meterual dan spiritual
dalam tingkat yang seimbang. Kebijakan fiskal dalam islam, regulasi pemasukan
dan pengeluaran merupakan salah satu dari berbagai perangkat untuk mencapai
kemaslahatan. Suatu kemaslahatan adalah segala bentuk keadaan, baik material

7
maupun immaterial, yang mampu meningkatkan kedudukan menusia sebagai
makhluk yang paling sempurna.
Perbedaan subtansial antara kebijakan fiskal islam dan konversional adalah
tidak ada peran suku bunga dalam kewajiban utang public. Seluruh mekanisme
pinjaman dalam islam diproses dengan bebas bunga. Penekanan dalam sistem
islam mengenai pembelanjaan beroerientirasi pada keadilan atau bukan kepada
pinjaman. Variasi-variasi sistem bunga reltif terbatas dan jarang didasarkan pada
penerapan kriteria efesiensi dalam bidang ekonomi secara informal memiliki
sector moneter yang sangat luas dan terorganisasi. Mamun ada berbagai tujuan
yang hamper sama dengan kebijakan fiskal islam dan konvensional seperti aspek
keseimbangan, pertumbuhan, dan pembagian yang lain tetapi islam
mengaplikasikannya dengan tujuan untuk menerjemahakan aspek dan nilai hukum
islam.
Instrument kebijkan fiskal dalam ekonomi islam dapat dikaterogrikan
dalam tiga hal, yaitu masalah penerimaan negara, pengeluaran negara, dan utang
negara. Namun komponen yang menonjol dalam kebijakan fiskal adalah masalah
pajak. Dalam konteks ekonomi islam, sistem pajak ini termasuk dalam penerapan
kewajiban membayar zakat, jizyah, fati, ghanimah, dan lain-lain.
Dalam sistem dan kebijakan fiskal islam, zakat mempunyai kedudukan
istimewa dan strategis karena sebagai sumber pendapatan yang utama. Zakat
dapat menunjang pengeluaaran negara, baik dalam bentuk government
expenditure, government tarnfer, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Zakat dapat dianggap sebagai sistem fiskal komprehensif yang memiliki
kelengkapan aturan mencakup subjek, objek, tariff, masin, hauk, hingga lokasi
distribusinya.
Dengan demikian, maqashid syariah dalam konteks kebijakan fiskal islam
adalah adanya keadilan dalam pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai
kesejahteraan masyarakat. Disinilah, pemerintah dituntut dalam kebijkam
ekonomi yang menyangkut hajat masyarakat public bersifat adil dan seimbang.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Maqashid (tujuan) dalam maqashid syariah merupakan hikmah atau
maksud yang terkandung dalam nash syariah (Al-qur‟an dan As-sunnah), yang
bertujuan untuk mendatangkan kemaslahatan umat manusia baik secara
individu, keluarga, masyarakat di dunia dan akhirat.
Adapun metode Metode Penemuan Maqashid Syariah antara lain Melalui
istiqra‟ ( Nalar Induktif), Melalui pengetahuan „illat perintah dan larangan,
Melalui perintah dan larangan yang jelas dan Melalui Ungkapan (Ta'bir) yang
Menunjukkan Tujuan Syariat.
Maqashid syariah dalam konteks kebijakan fiskal islam adalah adanya
keadilan dalam pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai kesejahteraan
masyarakat serta, pemerintah dituntut dalam kebijkam ekonomi yang menyangkut
hajat masyarakat public bersifat adil dan seimbang.

9
DAFTAR PUSTAKA
Moh. mufid, Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Temporer, Jakarta: Kencana,
2018
Muhammad al-habib Ibn Khaoujah, Muhammad al-Thohir ibn „Asyura wa
Kitabuhu Maqashid al-Syaraiah al-islamiyah, Tunisia: Al-Dar al-
Arabiyah al-Kutub, 2008
AM. M. Hafidz, MS, Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam, MakalahFilsafat
Ekonomi Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010
Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid al-syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2014
Ahmad Dahlan, Keuangan Publik Islam Teori dan Praktik, Yogyakarta:
Grafindo Litera Media, 2008
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah , Jakarta: AMZAH, 2009
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam
Indonesia dan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2008

10

Anda mungkin juga menyukai