Anda di halaman 1dari 21

MAQOSIDUS SYARI’AH DALAM EKONOMI ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Dasar-Dasar Ekonomi Islam

Dosen Pengampu :

Suprihantosa Sugiarto, SEI, MH

Disusun oleh :

1. Alvina Putri R.P. (934206620)


2. Anis Dwi Lestari (934206520)
3. Nur Lisa Dewi Karisma P. (934206420)
4. Rezky Wahyudi (934206320)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. serta sholawat serta salam kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW. Atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Maqosidussyariah Dalam
Ekonomi Islam”. Maklah ini membahas mengenai Maqosidussyariah itu
sendiri,penerapannya dalam kehidupan sehari-hari,dan penerapan Maqosidussyariah
dalam melakukan kegiatan ekonomi. Hal tersebut kami bahas untuk mengeahui serta
menambah wawasan mengenai Maqosidussyariah.

Selain itu,makalah ini juga kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah “Dasar-Dasar Ekonomi Islam” pada
semester 1 Prodi Perbankan Syari’ah,Fakltas Ekonomi dan Bisnis Islam di Institut
Agama Islam Negeri Kediri. Kami menyadari jika masih terdapat banyak kesalahan
dalam penyusunan makalah kami ini,oleh karena itu kami mohon agar pembaca
berkenan memberi kritik dan saran agar kami dapat memperbaiki dan menyusun
makalah yang lebih baik lagi selanjutnya. Kami juga mengucapkan terima kasih
sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah
ini. Semoga makalah Sejarah Peradaban Islam ini bermanfaat bagi pembaca. Amin

Kediri , 16 Oktober 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian .....................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN....................................................................................................3

A. Mehamami Maqosidussyariah .................................................................................3


1. Pengertian Maqasid Syariah...............................................................................3
2. Maksud dan Tujuan Syariah...............................................................................4
3. Maslahah sebagai dasar Maqasid Syariah..........................................................6
4. Cakupan Maqosid Syariah.................................................................................7
B. Penerapan Maqosid Syariah dalam kehidupan sehari-hari......................................9
1. Peran Maqashid Syari’ah Dalam Kehidupan ..................................................11
C. Maqosidussyariah dalam berekonomi....................................................................11
1. Urgensi Maqosidussyariah dalam Ekonomi Islam...........................................11
2. Penerapan Maqosidussyariah dalam Ekonomi Islam.......................................13
3. Maqosidussyariah sebagain Indikator Pembangunan.......................................14

BAB III : PENUTUP ..........................................................................................................16

A. Kesimpulan ............................................................................................................16
B. Saran ......................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Islam ada tiga rangkain penting dan menjadi satu kebutuhan dalam bentuk
pribadi muslim yang sempurna yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Ketiga hal tersebut menjadi
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap muslim wajib mengetahui
dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari Ketiga unsur tersebut syariah merupakan pembahasan yang sangat luas,karena
selain menyentuh interaksi hamba dengan Tuhannya (ibadah) juga menyentuh interaksi
hamba dengan sesamanya (muamalah). Fokus dari muamalah adalah mengatur kehidupan
muslim dalam interaksinya dengan sesama makhuk linnya termasuk bagian yang sangat vital
yaitu ekonomi.

Dewasa ini bidang ekonomi sangat terbuka dalam memunculkan inovasi baru dalam
membangun dan mengenmbangkan ekonomi masyarakat. Fikih muamalah sebagai akar dari
ekonomi Islam harus bisa mengayomi muslim agar tidak terhambat dalam berinteraksi namun
keluar dari koridor Islam.

Untuk menghadapi segala muamalah ekonomi yang belum ada ketentuan dalam Nash
dan belum dibahas dalam literatur klasik perlu istinbat hukum secara logika dengan
mempertimbangkan prinsip Maqosidussyariah. Maqosidussyariah menjadi acuan dan patokan
utama untuk menjaga keseimbangan sosial di masyarakat yang merupakan tujuan utama
syariat islam.

Berangkat dari sini, mengetahui seluk beluk Maqosidussyariah merupakan suatu


keharusan bagi seorang muslim karena merupakan konsideran utama dalam mengevaluasi
nilai manfaat dan mudarat dari kegiatan mamalah. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
akan membahas secara ringkas tentang Maqosidussyariah dan penerapannya.

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu Maqosidussyariah?

2. Bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari?

3. Bagaimana penerapan Maqosidussyariah dalam ekonomi Islam?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa itu Maqosidussyariah

2. Untuk mengetahui penerapan Maqosidussyariah dalam kehidupan sehari-hari

3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Maqosidussyariah dalam ekonomi Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Memahami Maqosidussyariah

1. Pengertian Maqosidussyariah

Secara etimologi maqosidussyariah terdiri dari dua kata yakni maqashid dan syariah.
Maqasid adalah bentuk jamak dari maqshud yang berarti kesengajaan,atau tujuan. Adapun
syariah artinya jalan menuju air,atau bisa dikatakan dengan jalan menuju ke arah sumber
kehidupan.

Adapun secara terminologi, beberapa pengertian tentang maqashid al-syariah yang


dikemukakan oleh beberapa ulama terdahulu antara lain :

a. Al-Imam al-Ghazali

“Panjangan terhadap maksud dan tujuan syariah adalah upaya mendasar untuk bertahan

Hidup, menahan faktor-faktor kerusakan dan mendorong terjadinya kesejahteraan”

b. Al-Imam al-Syatibi

“Al-Maqashid terbagi menjadi dua: yang pertama,berkaitan dengan Tuhan selaku pembuat
syariah;dan kedua,berkaitan dengan maksud mukallaf”. Kembali kepada maksud Syari
(Allah) adalah kemashlahatan untuk hamba-nya di dalam dua tempat;dunia dan akhirat. Dan
kembali kepada maksud mukallaf (manusia) adalah ketika hamba-nya dianjurkan untuk hidup
dalam kemashlahatan di dunia dan akhirat. Yaitu,dengan menghindari kerusakan-kerusakan
yang ada di dalam dunia. Maka dari itu,haruslahada penjelasan antara kemashlahatan
(mashlahah) dan keruskan (mafsadah)

c. ‘Alal al-Fasi

“Maqosidussyariah merupakan tujuan pokok syariah dan rahasia dari setiap hukum yang
ditetapkan oleh Tuhan”

3
d. Ahmad al Raysuni

“Maqosidussyariah merupakan tujuan-tujuan yang telah ditetakan oleh syariah untuk dicapai
demi kemashlahatan manusia”

e. Abdul Wahab Khallaf

“Tujuan umum ketika Allah menetapkan hukum-hukum-Nya adalah untuk mewujudkan


kemashlahatan manusia dengan terpenuhinya kebutuhan yang dlaruriyah,dan tahsiah”.

Dari beberapa pengertian tersebut,bisa disimpulkan bahwa “Maqosidussyariah adalah


maksud Allah selaku pembuat syariah untuk memberikan kemashlahatan kepada manusia.
Yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan dlaruriyah,hajiyah dan tahsiniyah agar menusia bisa
hidup dalam kebaikan dan dapat menjadi hamba Allah yang baik.”

2. Maksud dan Tujuan Syariah

Apakah di dalam syariah ada beberapa maksud dan juga tujan dalam pelaksanaannya?
Para ulama salaf dan Khalaf bersepakat bahwa setiap hukum syariah pasti memiliki alasan
(illah) dan juga ada tujuan (maqashid),pemberlaukannya. Yujuan dan alasannya adalah untuk
membangun dan menjaga kemashlahatan manusia. MenurutIbn Qayyim al-Jawziyyah dalam
Jasser Audah menyebutkan,syariah adalah suatu kebijakan (hikmah) dan tercapainya
perlindungan bagi setiap orang pada kehidupan dunia dan akhirat.

Syariah merupakan keseluruhan dari keadilan,kedamaian,kebijakan,dan kebaikan.


Jadi, setiap aturan yang mengatasnamakan keadilan dengan ketidakadilan,kedamaian dengan
pertengkaran,kebaikan dengan keburukan,kebijakan dengan kebohongan,adalah aturan yang
tidak mengikuti syariah,meskipun utu diklaim sebagai intrepetasi yang benar.

Ditulis oleh Imam al-Syatibi bahwa “Syariat ini....bertujuan untuk kemashlahatan


manusia di dunia dan diakhirat”. Maka dari itu sudah jelas bahwa ise sentral dan sekaligus
tujuan akhir dari maqoshidussyariah adalah mashlahah. Dengan dimikian, tidak ada salahnya
jika pembahasan ini diketengahkan pengertian mashlahah agar pemahaman
Maqosidussyariah menjadi semakin utuh dan sempurna

Para ulama terdahulu menyepakati bahwa syariah diturunkan untuk membangun


kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat,dalam kehidupan dan juga kematian,di masa lalu

4
dan yang akan datang. Ketidaktahuan sebagian maniusia untuk menginkari hukum yang
diturunkan oleh Allah.

Kemaslahatan yang hendak dicapai oleh syariah bersifat umum dan universal. Bersifat
umum artinya bahwa hal itu berlaku bukanhanya untuk individu secara pribadi,melainkan
juga semua manusia secara kolektif dan keseluruhan. Bersifat universal artinya bahwa
kemaslahatan itu berlaku bukan untuk jenjang masa tertentu saja, melainkan juga untuk
sepanjang waktu dan sepanjang kehidupan manusia/

Karena itu, sebagian besar umat islam memercayai bahwa Allah tidak akan
memerintahkan sesuatu kecuali untuk kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Jika di dalam suatu
hukum tidak ada kemaslahatan, maka hukum tersebut dapat dipastikan bukan diturunkan dari
Allah. Ada beberapa “hukum” yang tidak mengandung maslahah. Dan ketika ditelusuri
secara saksama, “hukum” semacam itu biasanya merupakan hasil dari ijtihad atau takwil
manusia yang mungkin sesuai untuk konteks lainnya.

Jadi, satu titik awal yang harus digarisbawahi adalah Maqosidussyariah bermuara
pada kemaslahatan. Bertujuan untuk menegakkan kemaslahatan manusia sebagai makhluk
sosial, yang mana ia harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan pada akhirnya nanti
pada Allah.

Syariah diturunkan untuk dilaksanakan sesuai dengan Maqasid-nya agar kehidupan


yang adil dapat ditegakkan,kebahagiaan sosaial dapat diwujudkan, dan ketenangan dalam
bermasyarakat dapat dipertahankan.

Dalam perkembangan berikutya,kajian tentang maqosidussyariah merupakan kajian


utama dalam filsaat hukum Islam. Maqosidussyariah melibatkan pertanyaan kritis tentang
tujuan ditetapkannya suatu hukum. Karena Maqosidussyariah berkaitan dengan maksud dan
tujuan syariah, maka pembahasan yang dominan dalam domain ini yaitu yangbersinggungan
dengan mekanisme mencari hikmah dan ‘illat suatu hukum berikut filosofi yang termuat
dalam hukum tersebut.

Walaupun ilmu fikih lebih dulu dikenal sebelumilmu ushul fiqh, akan tetapi di dalam
pembahasan tentang Maqosidussyariah, justru para ulama ushul fiqh yang banyak
membahasnya dalam bentuk yang khusus. Ketika para ahli ushul fiqh yang memberikan asas
dan juga rukun pada bangunan tesebut. Maka tak heran jika banyak ulama ushul yang telah
membahas Maqosidussyariah sebelum Imam al-Syatibi. Jauh sebelum al-Syatibi membahas

5
konsep tersebut,para ulama ushul fiqh dan juga ulama dari mazhab Maliki telah
membahasnya. Namun, walau sudah lama diperdebatkan, konsepini belum menumukan
bentuk dan pengertiannya yang matang kecuali di tangan al-Syatibi dengan mastepiece-nya
yang berjudul al- Muwafaqat.

3. Maslahah Sebagai Dasar Maqosidussyariah

Mengkaji teori maqāṣid asy-syarī‘ah tidak dapat dipisahkan dari pembahasan


maṣlaḥah. Maqāṣid asy-syarī‘ah bermakna tujuan dan rahasia Allah meletakkan sebuah
syariah, tujuan tersebut adalah maṣlaḥah bagi seluruh umat. Maṣlaḥah merupakan manifestasi
dari maqāṣid asy-syarī‘ah (tujuan syariah) yaitu untuk mendatangkan maṣlaḥah bagi hamba-
Nya. Jadi dua istilah ini mempunyai hubungan dan keterkaitan yang sangat erat.

َ ‫ َحلَص – ُ ح ُْل‬menjadi ‫ اًحْ ُل ص‬atau


Kata maṣlaḥah berasal dari Bahasa Arab َ ‫ص ي‬

َ ‫ ةَ َح ْل‬yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan dan manfaat.


ً ‫صم‬
Kebalikannya atau lawannya adalah mafsadah ( )‫ مفسدة‬yang berarti kerusakan dan keburukan

Secara etimologi, maṣlaḥah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal maupun makna.
Maṣlaḥah juga berarti manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Apabila
dikatakan bahwa perdagangan itu suatu kemaslahatan dan menuntut ilmu itu suatu
kemaslahatan, maka hal tersebut berarti bahwa perdagangan dan menuntut ilmu itu penyebab
di perolehnya manfaat lahir dan batin.

Dalam perjalanan sejarah, lafal maṣlaḥah sudah digunakan dalam penalaran sejak
zaman Sahabat, sebagai suatu prinsip bahkan istilah teknis namun belum dijelaskan secara
tepat makna. Bahkan maknanya terus berkembang sampai zaman sekarang.

Dalam kajian teori dasar hukum Islam (uṣūl al-fiqh), Asmawi menyimpulkan
maṣlaḥah diidentifikasi dengan sebutan (atribut) yang bervariasi, yakni prinsip (principle, al-
aṣl, al-qā‘idah, al-mabdā’), sumber atau dalil hukum (source, al-maṣdar, ad-dalīl), doktrin
(doctrine, aḍ-ḍābiṭ), konsep (concept, al-fikrah), teori (theory, an-naẓariyyah) dan metode
(method, aṭ-ṭarīqah).

Secara terminologi, Para Ulama mendefinisikan maṣlaḥah sebagai manfaat dan


kebaikan yang dimaksudkan oleh Syāri‘ bagi hamba-Nya untuk menjaga agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta mereka

6
Muṣṭafā Zaid menegaskan, bagaimanapun istilah maṣlaḥah didefinisikan dan
digunakan harus mengandung tiga hal, yaitu: pertama, maṣlaḥah tersebut bukanlah hawa
nafsu, atau upaya pemenuhan kepentingan individual, kedua, maṣlaḥah mengandung aspek
positif dan negatif, karena itu menolak kemudaratan sama dengan mendatangkan
kemanfaatan, ketiga, semua maṣlaḥah harus berhubungan baik langsung atau tidak langsung
dengan lima aspek fundamental (al-kulliyah al-khamsah).

Muhammad ‘Abd al-‘Aṭi Muhammad Ali menyebutkan bahwa maṣlaḥah mempunyai


tiga ciri utama: pertama, sumber dari maṣlaḥah itu adalah hidayah Allah, kedua, maṣlaḥah
mencakupi kehidupan dunia dan akhirat, ketiga, maṣlaḥah tidak hanya terbatas pada
kelezatan material.

Dengan demikian, sebuah maṣlaḥah dan mafsadah yang masyrū’ (legal), efeknya
tidak bisa dipisahkan antara tujuan dunia ataupun tujuan akhirat namun maṣlaḥah dan
mafsadah di dunia akan selalu mempengaruhi kehidupan akhirat. Apabila hanya
mementingkan kehidupan dunia dan mengenyampingkan akhirat, maṣlaḥah itu cenderung
mengikuti hawa nafsu dan harus ditinjau kembali.

4.Cakupan Maqoshid Syariah

Maqāṣid asy-syarī‘ah akan menjadi payung yang selalu memproteksi maṣlaḥah.


Maqāṣid asy-syarī‘ah juga akan mengarahkan jalan untuk menuju maṣlaḥah yang benar.

Dalam memproteksi maṣlaḥah, maqāṣid asy-syarī‘ah menaungi lima unsur penting.


Kelima unsur ini merupakan hal yang sangat fundamental dan mencakup secara menyeluruh
kehidupan manusia sehingga sering disebut dengan al-kulliyah al-khamsah (5 aspek
menyeluruh), sehingga kerusakan pada salah satu aspek saja akan menimbulkan implikasi
negatif yang luar biasa.15 Sehingga maqāṣid asy-syarī‘ah memberi perhatian, perlindungan
dan proteksi (ḥifẓ) lebih terhadap lima unsur tersebut, yaitu menjaga agama atau keyakinan
(ḥifẓud-dīn), menjaga jiwa (ḥifẓun-nafs), menjaga keturunan (ḥifẓun-nasl), menjaga akal atau
intelektual (ḥifẓul-‘aql) dan menjaga harta atau pproperti (ḥifẓul-māl).

Imam asy-Syāṭibi mempertegas bahwasanya proteksi (ḥifẓ) kelima aspek fundamental


ini harus dilakukan dalam dua cara, yaitu: pertama; proteksi dengan cara pelaksanakan dan
penjagaan dan perlindungan (positif/wujūd), kedua; dengan cara menghindari dan
menghilangkan (negatif/‘adam). Rukun Iman dan menunaikan ibadah seperti shalat, zakat,

7
puasa dan sebagainya adalah proteksi dari segi wujūd dalam aspek ibadah. Menjaga
kesehatan, mengkonsumsi makanan dan menyediakan tempat tinggal juga merupakan
proteksi dari segi wujūd. Sementara mencegah kemungkaran, menghukum kriminal adalah
contoh proteksi dari segi ‘adam.

Melihat pertimbangan beberapa penelitian dan pendapat Ulama kontemporer


termasuk Imam Yusuf al-Qarāḍawi, Al Yasa’ Abubakar menambahkan proteksi dan
perlindungan kebutuhan keberlanjutan umat dan masyarakat (ḥifẓ al-ummah) dan pelestarian
lingkungan hidup (ḥifẓ al-bīah) ke dalam al-kulliyah al-khamsah sehingga menjadi aḍ-
ḍarūriyyah as-sab‘ah (tujuh unsur penting).

Inilah yang menjadi patokan penting dalam menentukan maṣlaḥah. Maṣlaḥah yang
akan diorganisir harus mendukung lima atau tujuh unsur ini dan tidak boleh berseberangan
sedikitpun.

Tujuh unsur –apabila disetujui– yang diproteksi oleh maqāṣid asy-syarī‘ah, tingkat
kepentingannya dibagi menjadi tiga tingkatan yang berurutan secara hierarkis, yaitu
ḍarūriyyāt (necessities/primer), ḥajiyyāt (requirements/sekunder), dan taḥsīniyyat
(beautification/tersier).

Keperluan dan perlindungan menjadi tiga tingkatan ini, oleh asy-Syāṭibi dilakukan
berdasarkan pengkajian dan penelitian atas ayat-ayat Alquran secara induktif dan
komprehensif. Sehingga beliau beranggapan bahwa keberadaannya sudah mencapai tingkat
qaṭ’iy, maka memasukkannya kedalam penalaran dalam istinbāṭ hukum adalah hal yang
sangat penting dan utama.

Pertama; Maṣlaḥah ḍarūriyyāt adalah sesuatu yang harus ada/dilaksanakan untuk


mewujudkan kemaslahatan yang terkait dengan dimensi duniawi dan ukhrawi sekaligus.
Apabila hal ini tidak ada, maka akan menyebabkan hilangnya hidup dan kehidupan seperti
makan, minum, shalat, puasa, dan ibadah-ibadah wajib lainnya. Contohnya dalam muamalah
adalah kewajiban melakukan akad dalam transaksi apapun.

Kedua; Maṣlaḥah ḥājiyyāt adalah sesuatu yang sebaiknya ada sehingga dalam
melaksanakannya leluasa dan terhindar dari kesulitan. Kalau sesuatu ini tidak ada, maka ia
tidak akan menimbulkan kerusakan atau kematian namun akan berimplikasi adanya kesulitan
dan kesempitan yang besar. Contoh yang diberikan oleh Imam Syāṭibi dalam hal muamalat

8
pada bagian ini adalah dilegalkan beberapa transaksi bisnis dalam fikih muamalah, antara lain
qirāẓ atau muḍārabah, musāqah dan salam.

Ketiga; Maṣlaḥah taḥsīniyyāt adalah sesuatu yang tidak mencapai taraf dua kategori
di atas. Hal-hal yang masuk dalam kategori taḥsīniyyāt jika dilakukan akan mendatangkan
kesempurnaan dalam suatu aktivitas yang dilakukan, dan bila ditinggalkan maka tidak akan
menimbulkan kesulitan.

Ketiga pembagian tersebut harus dipahami secara berurutan, apabila berseberangan


maka maṣlaḥah ḍarūriyyāt (necessities/primer) harus didahului daripada maṣlaḥah ḥajiyyāt
(requirements/sekunder), setelah maṣlaḥah ḍarūriyyāt dan maṣlaḥah ḥajiyyāt terpenuhi baru
memenuhi maṣlaḥah taḥsīniyyat (beautification/tersier).

B. Penerapan Maqosidussyariah dalam kehidupan Sehari-hari

Islam adalah agama yang syarat akan karakter kedamaian, perlindungan, keamanan,
kesucian dan kesejahteraan lahir maupun batin. Hal ini dikarenaka islam dinuzulkan Allah
SWT. Untuk menciptakan hal tersebut hingga akhirnya islam menjadi rahmatan lil ‘alamin
(rahmat bagi seluruh alam).

Allah SWT. tidak pernah memerintahkan dan melarang untuk melakukan suatu
perbuatan jika tidak didasarkan atas manfaat atau bahkan mudharat yang terkandung di
dalamnya. Atau dengan kata lain, Allah SWT. Selalu mempunyai maksud yang ingin di tuju
dari setiap perintah dan larangan-Nya. Itulah cara sederhana untuk memahami maqashid
syariah.

Maqashid berasal dari bahasa arab yang memiliki arti tujuan atau target. Imam Asy-
Syatibi menjelaskan ada 5 (lima) bentuk maqashid syariah atau yang biasa dikenal dengan
istilah kulliyat al-khamsah (lima prinsip umum),antara lain :

1. hifdzu din (menjaga agama)

Tujuan ini emrupakan dasar yang sangat penting dari agama islam. Agama islam yang
berarti agama yang penuh dengan kedamaian dan keamanan tersebut semata-mata untuk
kepentingan manusia, agar dapat menjalani hidup dan kehidupannya dengan benar. Seluruh
potensi manusia diarahkan kepada kebenaran,kebenaran yan berasal dari ajaran islam.

9
Dengan demikian, kesucian agama (islam) harus dijaga dari pelecehan, penghinaan dan
keburukan lainnya

2. hifdzu nafs (menjaga jiwa)

Jiwa yang didalamnya terdapat ruh sebagai amanah dari Allah SWT, merupakan
kendali yang sesungguhnya dari seluruh pergerakan lahir dan batin manusia. Hal itulah yang
menjadi alasan betapa pentingnya menjaga kesucian fungsi jiwa dengan baik.

3. hifdzu aql (menjaga akal)

Secara manusia, keterlibatan akal dalam segala hal cukup dominan, sehingga akal
berpotensi tetap, tidak mudah untuk berubah. Oleh karena itu akal membutuhkan pendamping
yaitu wahyu (agama), agar segala keputusan yang diambil selaras dengan ajaran agama islam;

4. Hifdzu maal (menjaga harta).

Harta adalah alat manusia guna menjalankan kehidupannnya untuk mencapai ridho
Allah SWT, sebab itulah harta didapat sesuai ketentuan syariat dan cara yang halal, baik dan
benar.

5. hifdzu nashl/nasb (menjaga keturunan)

Keturunan adalah karunia yang amat mulia dan indah sebagai amanat dari Allah.
Keturunan yang baik akan lahir ari orang tua yang baik pula.Kelima maqashid tersebut
memiliki tingkat sesuai dengan tingkat maslahat dan kepentingannya. Macam-macam
tingkatan tersebut antara lain dharuriyat, hajiyat dan tahsinat yang masing-masing
mempunyai tingkat kemaslahatan yang berbeda. Dharuriyat, yaitu kebutuhan yang harus
dipenuhi aat itu juga, dan jika tidak dipenuhi membuat kehidupan menjadi ruisak.

Sementara hajiyat, adalah kebutuhan yang seyogyanya dipenuhi, yang jika tidak di
penuhi akan menimbulkan kesulitan. Sedangkan tahsinat merupakan jenis kebutuhan
pelengkap dan jika tidak dipenuhi akan membuat kehidupan menjadi kurang nyaman. Kelima
perlindungan yang terangkum dalam kulliyat al-khamsah di atas sesungguhnya merupakan
hak asasi manusia.

Betapa islam sangat menghargai eksistensi manusia, agar ia tetap pada posisi yang
baik, bahkan sangat baik. Posisi tersebut dapat dicapai hanya dengan implementasi maqashid

10
syariah dalam seluruh bentuk dan wujud kehidupan manusia, termasuk didalamnya adalah
kehidupan dalam rumah tangga.

Dalam kehidupan sehari-hari kita tak pernah lepas dengan berbagai macam aturan
ataupun norma yang patut kita patuhi sebagai masyarakat yang baik. Sebagai seorang muslim
kita juga harus senantiasa menjalankan apa yang telah di perintahkan oleh Allah dan apa yang
dilarang-Nya.

1. Peran Maqashid Syari’ah Dalam Kehidupan.


Ilmu maqashid Asy Syari’ah adalah suatu disiplin ilmu yang memiliki peranan
penting dalam kehidupan manusia. Tanpa ilmu tersebut, manusia akan kehilangan arah dalam
menentukan tujuan disyari’atkannya suatu hukum dalam kehidupan mereka. Tentunya akan
mengalami kesulitan. Diantara peran Maqashid Syari’ah dalam kehidupan adalah:
a. Al Maqasid Asy Syariah dapat membantu mengetahui hukum hukum yang
bersifat umum (Kuliyyah) mapun khusus (juz’iyyah)
b. Memahami nash nash syar’i secara benar dalam tataran praktek
c. Membatasi makna lafadz yang dimaksud secara benar, karena nash yang berkaitan
dengan hukum sangatlah variatid baiklafadz maupun maknanya,maka
Maqosidussyariah berperan dalam membatasi makna tersebut
d. Ketika tidak terdapat dalil dalam Al Qur’an maupun As Sunnah dalam perkara
perkara kontemporer,maka para mujtahid menggunakan maqasidussyariah dalam
istinbath hukum setelah mengkombinasikan dengan ijtihad,istihsan,istihlah,dan
sebgainya.
e. Al Maqasid Asy Syari’ah membantu mujtahid untuk mentarjih sebuah hukum
yang terkait dengan kondisi masyarakat.
Adapun contoh penerapan maqashid dalam hukum syari’at adalah ketika Utsman bin
Affan melakukan pengumpulan Al Qur’an dalam satu mushaf. Itu dilakukan karena suatu
maslahat dan menurut maqashid syari’ah. Pada awalnya, Rasulullah melarang penulisan Al
Qur’an karena khawatir akan tercampur antara ayat Al Qur’an As sunnah. Akan tetapi setelah
illat itu hilang dan banyaknya para huffadz yang wafat, akhirnya Utsman berinisiatif
mengumpulkan ayat ayat tersebut menjadi kesatuan utuh dalam satu mushaf. Selain contoh di
atas, banyak kejadian yang terjadi pada masa ulama’ terdahulu yang sesuai dengan
maqashidussyariah serta mendatangkan maslahat bagi kehidupan. Tentunya masih banyak
lagi contoh-contoh peranan maqasidussyariah dalam kehidupan yang menjadi pertimbangan
dalam pembentukan hukum dalam kehidupan manusia.

C.Maqoshidussyariah Dalam Berekonomi

1. Urgensi Maqosidussyariah dalam Ekonomi Islam

Ekonomi Islam adalah bagian dari fikih muamalah yang mengkaji interaksi manusia
yang berhubungan dengan kegiatan keuangan. Dalam perjalanannya tentu mengalami banyak

11
perkembangan dan kemajuan. Hal-hal yang tidak terpikir pada zaman dahulu kala, menjadi
kenyataan zaman sekarang. Maqāṣid asy-syarī‘ah yang melahirkan maṣlaḥah menjadi salah
satu model pendekatan dalam ijtihad dan berkedudukan sangat vital dalam fikih muamalah.
Maka para ahli teori hukum Islam menjadikan pengetahuan maṣlaḥah sebagai salah satu
kriteria bagi mujtahid yang melakukan ijtihad

Ali Yasa’ mengungkap bahwa pertimbangan maqāṣid asy-syarī‘ah dalam metode


penalaran perlu dilakukan menurut asy-Syāṭibi karena Allah menurunkan syariat tidaklah
secara sia-sia. Allah menurunkan hukum untuk kemaslahatan manusia didunia dan akhirat.
Karena itu berupaya menemukan tujuan dan maslahat yang dikandung hukum agar tidak
terjebak pada mementingkan formal semata, yang mungkin sekali akan kehilangan roh, yaitu
kemaslahatan dan tujuan

Maṣlaḥah merupakan esensi dari kebijakan-kebijakan syariah (siyāsah syar`iyyah)


termasuk juga kebijakan dalam perekonomian. Maṣlaḥah `ammah (kemaslahatan umum)
merupakan landasan muamalah, yaitu kemaslahatan yang dibingkai secara syar‘iy, bukan
semata-mata profit motive dan material rentability

Kemunculan lembaga dan transaksi modern mendorong fikih muamalah untuk


memandang interaksi ini dari sudut pandang yang baru juga. Kebutuhan akan fatwa dan
ijtihad jamā‘i semakin meningkat. Naṣṣ yang ada, secara langsung belum cukup untuk
menjawab problematika yang ada. Jika terabaikan maka kehidupan akan rusak. Disinilah
butuh istinbāṭ hukum dengan menilik maqāsid asy-syarī‘ah dan maṣlaḥah secara tepat dan
profesional. Jadi, untuk mengembangkan ekonomi Islam, para ekonom Muslim harus
berpegang kepada maṣlaḥah. Karena maṣlaḥah adalah saripati dari syari’ah. Para ulama
menyatakan ‚di mana ada maṣlaḥah, maka di situ ada syariah Allah‛.

Menurut Al Yasa’ Abu Bakar, penetapan hukum dengan metode istislāḥiyah


(maṣlaḥah) dapat digunakan dalam menyelesaikan dalam empat jenis masalah, yaitu:

1. Mencari dan menemukan hukum atas suatu persoalan yang tidak mempunyai Naṣṣ
khusus (langsung) sebagai dalil. Ini adalah tujuan utama dari konsep maṣlaḥah.
2. Sebagian dari penalaran ini, paling kurang dalam keadaan tertentu dapat juga
digunakan untuk mennentukan hukum terhadap masalah baru yang sebetulnya telah
mempunyai Naṣṣ khusus, tetapi tidak secara sempurna.

12
3. Sampai batas tertentu, pola dan metode istiṣlāḥiyah ini tidak diperlukan untuk
menyelesaikan kasus-kasus baru, tetapi dapat juga digunakan untuk meneliti ulang,
mengubah memperbaiki satau menyempurnakan peraturan lama.
4. Suatu masalah yang dahulu dianggap mempunyai Naṣṣ khusus, tetapi ketika diteliti
ulang terbukti penggunaannya tidak tepat, sehingga butuh metode istiṣlāḥiyah.

Dari empat bentuk masalah diatas, sangat jelas bahwasanya masalah dalam ekonomi
sangat butuh kepada metode penalaran ini. Kesimpulannya maqāṣid asy-syarī‘ah dan
maṣlaḥah dengan metode istiṣlāḥiyah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam fikih
Muamalah terutama dalam mu‘āmalah māliyah (interaksi ekonomi). Dengan maṣlaḥah,
syariah Islam memiliki relevansi dengan konteks zamannya dan menjadi syariah selalu up to
date menyapa segenap persoalan kehidupan manusia dengan cahaya ajarannya yang
mencerahkan. Melalui maṣlaḥah akan terealisasi kemakmuran dan kesejahteraan dan
kemurnian pengabdian kepada Tuhan. Pengabaian maṣlaḥah akan mendorong pada
pengabaian kebutuhan manusia untuk melanjutkan hidup di dunia dan bahkan untuk
mencapai kebahagian di akhirat.

2. Penerapan Maqosidussyariah dalam Ekonomi Islam

Kegiatan ekonomi tak bisa terlepas dari kegiatan kepemilikan dan harta. Seluruh
Ulama telah sepakat bahwasanya memproteksi harta adalah salah satu bagian dari maqāṣid
asy-syarī‘ah dan bagian dari maṣlaḥah yang lima (atau tujuh) yang harus dilindungi. Dalam
Islam harta juga mempunyai tempat penting sebagai sarana kebahagian dunia dan akhirat.

Aplikasi maqāṣid asy-syarī‘ah dan maṣlaḥah sudah terjadi sejak dulu. Dalam sejarah,
Khalifah Abu Bakr as-Ṣiddīq memutuskan untuk menyerang Muslimin yang tidak mau
menunaikan zakat, karena selain ibadah zakat juga merupakan pemasukan utama negara
untuk mensejahterakan ekonomi rakyat. Khalifah Umar bin Khattab pernah melarang
kaumnya untuk makan daging dua hari berturut-turut karena krisis. Beliau juga pernah
menjual secara paksa barang timbunan dengan harga standar dan juga pernah mematok harga
untuk menghindari monopoli dan bahaya untuk rakyat. Semua itu berangkat dari maṣlaḥah.

Dalam kegiatan ekonomi mikro, Islam sebagai raḥmah li al-‘ālamīn mengatur seluk
beluk konsumsi (istihlāk), distribusi (tauzī‘) dan produksi (intāj). Semua pengaturan tersebut
mengarah pada maṣlaḥah untuk menjaga dan menjauhi kegiatan pengabaian dan menyia-
nyiakan (iḍā‘ah) hak milik, seperti perintah potong tangan untuk pencuri, larangan mubazir
dan masih banyak lagi.

13
Dewasa ini, aplikasi maqāṣid asy-syarī‘ah dalam menjawab kemajuan sains dan
teknologi modern sangatlah banyak. Diantaranya dilegalkannya lembaga dan transaksi baru
sebagai jawaban dari panggilan kebutuhan masyarakat. Diantaranya mendirikan perbankan,
asuransi, sukuk, mortgage dan multifinance, capital market, mutual fund, Multi Level
Marketing (MLM), tatacara perdagangan melalui e-commerce, sistem pembayaran dan
pinjaman dengan kartu kredit, sms banking, ekspor impor dengan media L/C, sampai kepada
instrumen pengendalian moneter, exchange rate, wakaf saham dan lain-lain.

Maṣlaḥah juga tidak akan pernah lepas dari fatwa-fatwa kontemporer. Di Indonesia,
DSN MUI juga menerapkan maqāṣid asy-syarī‘ah dalam banyak fatwa yang dikeluarkannya,
diantaranya fatwa kebolehan jual-beli emas secara tidak tunai, yang pada dasarnya emas
dikategorikan dalam aset yang mengandung riba.

Semua hal tersebut dilihat terdapat maṣlaḥah yang sangat besar bagi umat untuk
mengembangkan ekonomi. Selama tidak bertentangan dengan syariah, inovasi-inovasi baru
tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan untuk diwujudkan.

3. Maqosidussyariah Sebagai Indikator Pembangunan

Salah satu dari tujuan pembangunan ekonomi dalam perspektif ekonomi Islam
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah terciptanya keadilan distribusi; berarti
tercapainya minimal dalam pembangunan adalah terpenuhinya hak dasar kebutuhan ekonomi
individu masyarakat,sebagai jaminan pemeliharaan Maqosidussyariah,yang terdiri dai lima
maslahat pokok,berupa keselamatan agama,jiwa,setiap individu. Tidak terpenuhinya hak
dasar kebutuhan ekonomi disebabkan buruknya distribusi,akan menimbulkan problem
ekonomi,yang jauh dari pengertian kondisi sejahtera.

Al-Syatibi menganggap bahwa tujuan syariah (Maqosidussyariah) adalah


kemaslahatan umat manusia. Kemaslahatan,dalam hal ini,diartikannya sebagai segala sesuatu
yang menyangkut rezki manusia,pemenuhan penghidupan manusia,dan perolehan apa-apa
yang dituntut oleh kualitas-kualitas emosional dan intelektualnya,dalam pengertian mutlak.
Kemaslahatan manusia dapat terealisasi apabila lima unsur pokok kehidupan manusia dapat
dikembangkan,dijaga,dan dilestarikan, yaitu :

a. Pemeliharaan Agama

14
Jika pokok-pokok ibadah seperti ‘iman’,mengucapkan kalimat
syahadat,pelaksanaan sholat,zakat,haji,dan lain-lain,adalah sebagai indikator bagi
terpeliharanya keberadaan agama,maka segala sesuatu yang mutlak dibutuhkan baik
materil maupun non materil,sarana barang dan jasa – untuk melaksanakan ibadah
tersebut harus tersedia dan terealisasi terlebih dahulu. Kebutuhan dasar tersebut antara
lain merujuk pada identifikasi kebutuhan berupa sarana,barang,dan jasa.
b. Pemeliharaan jiwa dan akal
Kebutuhan akan pemeliharaan jiwa dan akal meliputi makan dan
minm,berpakaian dan bertempat tinggal (Kebutuhan akan rumah). Artinya
kebutuhanakan pangan,sandang dan papan adalah mutlak harus terpenuhi untuk
menjaga jiwa dan akal manusia,agar dapat menjaga eksistensi hidup serta
menjalankan fungsi utamanya sebagai pelaku utama pembangunan. Terpenuhinya
kebutuhan dasar tersebut adalah merupakan hak dasar dari setiap individu.
Pemenuhan ekonomi harus menempatkan pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu
sebagai prioritas utama,karena jika tidak terpenuhi akan mengancam eksistensi hidup
manusia (jiwa)
c. Pemeilharaan Keturunan dan harta
Tidak ada peradaban yang mampu bertahan jika generasi mudanya memiliki
kualitas spiritual,fisik dan mental rendah,sehingga berdampak pada ketidakmampuan
untuk menghadapi tantangan kehidupan yang semakin dinamis. Oleh karenanya mesti
dilakukan perbaikan secara terencana dan berkelanjutan untuk memperbaiki kualitas
generasi muda.
Untuk menjaga keselamatan keturunan dan harta maka dibutuhkan lembaga-
lembaga yang terkait dengan :
1) Pemelihaaan keturunan
2) Pmeliharaan harta

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah tentang Maqosidussyariah dalam ekonomi Islam ini dapat
disimpulkan sebagaimana berikut :

Secara etimologi maqosidussyariah terdiri dari dua kata yakni maqashid dan syariah.
Maqasid adalah bentuk jamak dari maqshud yang berarti kesengajaan,atau tujuan. Adapun
syariah artinya jalan menuju air,atau bisa dikatakan dengan jalan menuju ke arah sumber
kehidupan. Maqosidussyariah adalah maksud Allah selaku pembuat syariah untuk
memberikan kemashlahatan kepada manusia. Yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan
dlaruriyah,hajiyah dan tahsiniyah agar menusia bisa hidup dalam kebaikan dan dapat menjadi
hamba Allah yang baik. Al-Maqashid terbagi menjadi dua: yang pertama,berkaitan dengan
Tuhan selaku pembuat syariah;dan kedua,berkaitan dengan maksud mukallaf”. Kembali
kepada maksud Syari (Allah) adalah kemashlahatan untuk hamba-nya di dalam dua
tempat;dunia dan akhirat. Dan kembali kepada maksud mukallaf (manusia) adalah ketika
hamba-nya dianjurkan untuk hidup dalam kemashlahatan di dunia dan akhirat. Yaitu,dengan
menghindari kerusakan-kerusakan yang ada di dalam dunia. Maka dari itu,haruslahada
penjelasan antara kemashlahatan (mashlahah) dan keruskan (mafsadah). Ilmu maqashid Asy
Syari’ah adalah suatu disiplin ilmu yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia.
Tanpa ilmu tersebut, manusia akan kehilangan arah dalam menentukan tujuan
disyari’atkannya suatu hukum dalam kehidupan mereka.

B. SARAN

Dari makalah ini diharapkan membantu pembaca dalam memahami materi-materi


yang telah diuraikan di atas, dengan sebagai keterbatasan sumber dan bahan yang
dikumpulkan sehingga, tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan. Sebagai

16
pertimbangan, penulis menyarankan agar pembaca dapat mencari berbagai literatur lain demi
melengkapi materi terkait yang belum secara sempurna dibahas dalam makalah ini. Penulis
juga berharap semoga makalah ini dapar bermanfaat bagi para pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Khalid Mas’ud, Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, terjemahan oleh Yudian W.
Asmin, Surabaya: Al Ikhlas, 1995.

Aminah. (2017, Juli). Maqasid Asy-Syari'ah Pengertian dan Penerapan Dalam Ekonomi Islam. Fitrah
Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, 03 No. 1, 170-181.

Fauzia, I. Y., & Riyadi, A. K. (2014). Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid al-syari'ah (Vol.
1). Jakarta: KENCANA.

Rama, A. (2013). Pembangunan Ekonomi Dalam Tinjauan Maqashid Syari'ah. Dialog, 36,No. 1, 39-42.

Sahroni, O., & Karim, A. A. (2015). Maqashid Bisnis & Keuangan Islam Sintesis Fikih dan Ekonomi.
Jakarta: Rajawali.

Zaki, M., & Cahya, B. T. (2015). Aplikasi Maqashid Asy-Syari'ah Pada Sistem Keuangan Syariah. Bisnis
dan Manajemen Islam, 3,No. 2.

18

Anda mungkin juga menyukai