Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. serta sholawat serta salam kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW. Atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Maqosidussyariah Dalam
Ekonomi Islam”. Maklah ini membahas mengenai Maqosidussyariah itu
sendiri,penerapannya dalam kehidupan sehari-hari,dan penerapan Maqosidussyariah
dalam melakukan kegiatan ekonomi. Hal tersebut kami bahas untuk mengeahui serta
menambah wawasan mengenai Maqosidussyariah.
Selain itu,makalah ini juga kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah “Dasar-Dasar Ekonomi Islam” pada
semester 1 Prodi Perbankan Syari’ah,Fakltas Ekonomi dan Bisnis Islam di Institut
Agama Islam Negeri Kediri. Kami menyadari jika masih terdapat banyak kesalahan
dalam penyusunan makalah kami ini,oleh karena itu kami mohon agar pembaca
berkenan memberi kritik dan saran agar kami dapat memperbaiki dan menyusun
makalah yang lebih baik lagi selanjutnya. Kami juga mengucapkan terima kasih
sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah
ini. Semoga makalah Sejarah Peradaban Islam ini bermanfaat bagi pembaca. Amin
i
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian .....................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN....................................................................................................3
A. Kesimpulan ............................................................................................................16
B. Saran ......................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Islam ada tiga rangkain penting dan menjadi satu kebutuhan dalam bentuk
pribadi muslim yang sempurna yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Ketiga hal tersebut menjadi
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap muslim wajib mengetahui
dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari Ketiga unsur tersebut syariah merupakan pembahasan yang sangat luas,karena
selain menyentuh interaksi hamba dengan Tuhannya (ibadah) juga menyentuh interaksi
hamba dengan sesamanya (muamalah). Fokus dari muamalah adalah mengatur kehidupan
muslim dalam interaksinya dengan sesama makhuk linnya termasuk bagian yang sangat vital
yaitu ekonomi.
Dewasa ini bidang ekonomi sangat terbuka dalam memunculkan inovasi baru dalam
membangun dan mengenmbangkan ekonomi masyarakat. Fikih muamalah sebagai akar dari
ekonomi Islam harus bisa mengayomi muslim agar tidak terhambat dalam berinteraksi namun
keluar dari koridor Islam.
Untuk menghadapi segala muamalah ekonomi yang belum ada ketentuan dalam Nash
dan belum dibahas dalam literatur klasik perlu istinbat hukum secara logika dengan
mempertimbangkan prinsip Maqosidussyariah. Maqosidussyariah menjadi acuan dan patokan
utama untuk menjaga keseimbangan sosial di masyarakat yang merupakan tujuan utama
syariat islam.
1
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Memahami Maqosidussyariah
1. Pengertian Maqosidussyariah
Secara etimologi maqosidussyariah terdiri dari dua kata yakni maqashid dan syariah.
Maqasid adalah bentuk jamak dari maqshud yang berarti kesengajaan,atau tujuan. Adapun
syariah artinya jalan menuju air,atau bisa dikatakan dengan jalan menuju ke arah sumber
kehidupan.
a. Al-Imam al-Ghazali
“Panjangan terhadap maksud dan tujuan syariah adalah upaya mendasar untuk bertahan
b. Al-Imam al-Syatibi
“Al-Maqashid terbagi menjadi dua: yang pertama,berkaitan dengan Tuhan selaku pembuat
syariah;dan kedua,berkaitan dengan maksud mukallaf”. Kembali kepada maksud Syari
(Allah) adalah kemashlahatan untuk hamba-nya di dalam dua tempat;dunia dan akhirat. Dan
kembali kepada maksud mukallaf (manusia) adalah ketika hamba-nya dianjurkan untuk hidup
dalam kemashlahatan di dunia dan akhirat. Yaitu,dengan menghindari kerusakan-kerusakan
yang ada di dalam dunia. Maka dari itu,haruslahada penjelasan antara kemashlahatan
(mashlahah) dan keruskan (mafsadah)
c. ‘Alal al-Fasi
“Maqosidussyariah merupakan tujuan pokok syariah dan rahasia dari setiap hukum yang
ditetapkan oleh Tuhan”
3
d. Ahmad al Raysuni
“Maqosidussyariah merupakan tujuan-tujuan yang telah ditetakan oleh syariah untuk dicapai
demi kemashlahatan manusia”
Apakah di dalam syariah ada beberapa maksud dan juga tujan dalam pelaksanaannya?
Para ulama salaf dan Khalaf bersepakat bahwa setiap hukum syariah pasti memiliki alasan
(illah) dan juga ada tujuan (maqashid),pemberlaukannya. Yujuan dan alasannya adalah untuk
membangun dan menjaga kemashlahatan manusia. MenurutIbn Qayyim al-Jawziyyah dalam
Jasser Audah menyebutkan,syariah adalah suatu kebijakan (hikmah) dan tercapainya
perlindungan bagi setiap orang pada kehidupan dunia dan akhirat.
4
dan yang akan datang. Ketidaktahuan sebagian maniusia untuk menginkari hukum yang
diturunkan oleh Allah.
Kemaslahatan yang hendak dicapai oleh syariah bersifat umum dan universal. Bersifat
umum artinya bahwa hal itu berlaku bukanhanya untuk individu secara pribadi,melainkan
juga semua manusia secara kolektif dan keseluruhan. Bersifat universal artinya bahwa
kemaslahatan itu berlaku bukan untuk jenjang masa tertentu saja, melainkan juga untuk
sepanjang waktu dan sepanjang kehidupan manusia/
Karena itu, sebagian besar umat islam memercayai bahwa Allah tidak akan
memerintahkan sesuatu kecuali untuk kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Jika di dalam suatu
hukum tidak ada kemaslahatan, maka hukum tersebut dapat dipastikan bukan diturunkan dari
Allah. Ada beberapa “hukum” yang tidak mengandung maslahah. Dan ketika ditelusuri
secara saksama, “hukum” semacam itu biasanya merupakan hasil dari ijtihad atau takwil
manusia yang mungkin sesuai untuk konteks lainnya.
Jadi, satu titik awal yang harus digarisbawahi adalah Maqosidussyariah bermuara
pada kemaslahatan. Bertujuan untuk menegakkan kemaslahatan manusia sebagai makhluk
sosial, yang mana ia harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan pada akhirnya nanti
pada Allah.
Walaupun ilmu fikih lebih dulu dikenal sebelumilmu ushul fiqh, akan tetapi di dalam
pembahasan tentang Maqosidussyariah, justru para ulama ushul fiqh yang banyak
membahasnya dalam bentuk yang khusus. Ketika para ahli ushul fiqh yang memberikan asas
dan juga rukun pada bangunan tesebut. Maka tak heran jika banyak ulama ushul yang telah
membahas Maqosidussyariah sebelum Imam al-Syatibi. Jauh sebelum al-Syatibi membahas
5
konsep tersebut,para ulama ushul fiqh dan juga ulama dari mazhab Maliki telah
membahasnya. Namun, walau sudah lama diperdebatkan, konsepini belum menumukan
bentuk dan pengertiannya yang matang kecuali di tangan al-Syatibi dengan mastepiece-nya
yang berjudul al- Muwafaqat.
Secara etimologi, maṣlaḥah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal maupun makna.
Maṣlaḥah juga berarti manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Apabila
dikatakan bahwa perdagangan itu suatu kemaslahatan dan menuntut ilmu itu suatu
kemaslahatan, maka hal tersebut berarti bahwa perdagangan dan menuntut ilmu itu penyebab
di perolehnya manfaat lahir dan batin.
Dalam perjalanan sejarah, lafal maṣlaḥah sudah digunakan dalam penalaran sejak
zaman Sahabat, sebagai suatu prinsip bahkan istilah teknis namun belum dijelaskan secara
tepat makna. Bahkan maknanya terus berkembang sampai zaman sekarang.
Dalam kajian teori dasar hukum Islam (uṣūl al-fiqh), Asmawi menyimpulkan
maṣlaḥah diidentifikasi dengan sebutan (atribut) yang bervariasi, yakni prinsip (principle, al-
aṣl, al-qā‘idah, al-mabdā’), sumber atau dalil hukum (source, al-maṣdar, ad-dalīl), doktrin
(doctrine, aḍ-ḍābiṭ), konsep (concept, al-fikrah), teori (theory, an-naẓariyyah) dan metode
(method, aṭ-ṭarīqah).
6
Muṣṭafā Zaid menegaskan, bagaimanapun istilah maṣlaḥah didefinisikan dan
digunakan harus mengandung tiga hal, yaitu: pertama, maṣlaḥah tersebut bukanlah hawa
nafsu, atau upaya pemenuhan kepentingan individual, kedua, maṣlaḥah mengandung aspek
positif dan negatif, karena itu menolak kemudaratan sama dengan mendatangkan
kemanfaatan, ketiga, semua maṣlaḥah harus berhubungan baik langsung atau tidak langsung
dengan lima aspek fundamental (al-kulliyah al-khamsah).
Dengan demikian, sebuah maṣlaḥah dan mafsadah yang masyrū’ (legal), efeknya
tidak bisa dipisahkan antara tujuan dunia ataupun tujuan akhirat namun maṣlaḥah dan
mafsadah di dunia akan selalu mempengaruhi kehidupan akhirat. Apabila hanya
mementingkan kehidupan dunia dan mengenyampingkan akhirat, maṣlaḥah itu cenderung
mengikuti hawa nafsu dan harus ditinjau kembali.
7
puasa dan sebagainya adalah proteksi dari segi wujūd dalam aspek ibadah. Menjaga
kesehatan, mengkonsumsi makanan dan menyediakan tempat tinggal juga merupakan
proteksi dari segi wujūd. Sementara mencegah kemungkaran, menghukum kriminal adalah
contoh proteksi dari segi ‘adam.
Inilah yang menjadi patokan penting dalam menentukan maṣlaḥah. Maṣlaḥah yang
akan diorganisir harus mendukung lima atau tujuh unsur ini dan tidak boleh berseberangan
sedikitpun.
Tujuh unsur –apabila disetujui– yang diproteksi oleh maqāṣid asy-syarī‘ah, tingkat
kepentingannya dibagi menjadi tiga tingkatan yang berurutan secara hierarkis, yaitu
ḍarūriyyāt (necessities/primer), ḥajiyyāt (requirements/sekunder), dan taḥsīniyyat
(beautification/tersier).
Keperluan dan perlindungan menjadi tiga tingkatan ini, oleh asy-Syāṭibi dilakukan
berdasarkan pengkajian dan penelitian atas ayat-ayat Alquran secara induktif dan
komprehensif. Sehingga beliau beranggapan bahwa keberadaannya sudah mencapai tingkat
qaṭ’iy, maka memasukkannya kedalam penalaran dalam istinbāṭ hukum adalah hal yang
sangat penting dan utama.
Kedua; Maṣlaḥah ḥājiyyāt adalah sesuatu yang sebaiknya ada sehingga dalam
melaksanakannya leluasa dan terhindar dari kesulitan. Kalau sesuatu ini tidak ada, maka ia
tidak akan menimbulkan kerusakan atau kematian namun akan berimplikasi adanya kesulitan
dan kesempitan yang besar. Contoh yang diberikan oleh Imam Syāṭibi dalam hal muamalat
8
pada bagian ini adalah dilegalkan beberapa transaksi bisnis dalam fikih muamalah, antara lain
qirāẓ atau muḍārabah, musāqah dan salam.
Ketiga; Maṣlaḥah taḥsīniyyāt adalah sesuatu yang tidak mencapai taraf dua kategori
di atas. Hal-hal yang masuk dalam kategori taḥsīniyyāt jika dilakukan akan mendatangkan
kesempurnaan dalam suatu aktivitas yang dilakukan, dan bila ditinggalkan maka tidak akan
menimbulkan kesulitan.
Islam adalah agama yang syarat akan karakter kedamaian, perlindungan, keamanan,
kesucian dan kesejahteraan lahir maupun batin. Hal ini dikarenaka islam dinuzulkan Allah
SWT. Untuk menciptakan hal tersebut hingga akhirnya islam menjadi rahmatan lil ‘alamin
(rahmat bagi seluruh alam).
Allah SWT. tidak pernah memerintahkan dan melarang untuk melakukan suatu
perbuatan jika tidak didasarkan atas manfaat atau bahkan mudharat yang terkandung di
dalamnya. Atau dengan kata lain, Allah SWT. Selalu mempunyai maksud yang ingin di tuju
dari setiap perintah dan larangan-Nya. Itulah cara sederhana untuk memahami maqashid
syariah.
Maqashid berasal dari bahasa arab yang memiliki arti tujuan atau target. Imam Asy-
Syatibi menjelaskan ada 5 (lima) bentuk maqashid syariah atau yang biasa dikenal dengan
istilah kulliyat al-khamsah (lima prinsip umum),antara lain :
Tujuan ini emrupakan dasar yang sangat penting dari agama islam. Agama islam yang
berarti agama yang penuh dengan kedamaian dan keamanan tersebut semata-mata untuk
kepentingan manusia, agar dapat menjalani hidup dan kehidupannya dengan benar. Seluruh
potensi manusia diarahkan kepada kebenaran,kebenaran yan berasal dari ajaran islam.
9
Dengan demikian, kesucian agama (islam) harus dijaga dari pelecehan, penghinaan dan
keburukan lainnya
Jiwa yang didalamnya terdapat ruh sebagai amanah dari Allah SWT, merupakan
kendali yang sesungguhnya dari seluruh pergerakan lahir dan batin manusia. Hal itulah yang
menjadi alasan betapa pentingnya menjaga kesucian fungsi jiwa dengan baik.
Secara manusia, keterlibatan akal dalam segala hal cukup dominan, sehingga akal
berpotensi tetap, tidak mudah untuk berubah. Oleh karena itu akal membutuhkan pendamping
yaitu wahyu (agama), agar segala keputusan yang diambil selaras dengan ajaran agama islam;
Harta adalah alat manusia guna menjalankan kehidupannnya untuk mencapai ridho
Allah SWT, sebab itulah harta didapat sesuai ketentuan syariat dan cara yang halal, baik dan
benar.
Keturunan adalah karunia yang amat mulia dan indah sebagai amanat dari Allah.
Keturunan yang baik akan lahir ari orang tua yang baik pula.Kelima maqashid tersebut
memiliki tingkat sesuai dengan tingkat maslahat dan kepentingannya. Macam-macam
tingkatan tersebut antara lain dharuriyat, hajiyat dan tahsinat yang masing-masing
mempunyai tingkat kemaslahatan yang berbeda. Dharuriyat, yaitu kebutuhan yang harus
dipenuhi aat itu juga, dan jika tidak dipenuhi membuat kehidupan menjadi ruisak.
Sementara hajiyat, adalah kebutuhan yang seyogyanya dipenuhi, yang jika tidak di
penuhi akan menimbulkan kesulitan. Sedangkan tahsinat merupakan jenis kebutuhan
pelengkap dan jika tidak dipenuhi akan membuat kehidupan menjadi kurang nyaman. Kelima
perlindungan yang terangkum dalam kulliyat al-khamsah di atas sesungguhnya merupakan
hak asasi manusia.
Betapa islam sangat menghargai eksistensi manusia, agar ia tetap pada posisi yang
baik, bahkan sangat baik. Posisi tersebut dapat dicapai hanya dengan implementasi maqashid
10
syariah dalam seluruh bentuk dan wujud kehidupan manusia, termasuk didalamnya adalah
kehidupan dalam rumah tangga.
Dalam kehidupan sehari-hari kita tak pernah lepas dengan berbagai macam aturan
ataupun norma yang patut kita patuhi sebagai masyarakat yang baik. Sebagai seorang muslim
kita juga harus senantiasa menjalankan apa yang telah di perintahkan oleh Allah dan apa yang
dilarang-Nya.
Ekonomi Islam adalah bagian dari fikih muamalah yang mengkaji interaksi manusia
yang berhubungan dengan kegiatan keuangan. Dalam perjalanannya tentu mengalami banyak
11
perkembangan dan kemajuan. Hal-hal yang tidak terpikir pada zaman dahulu kala, menjadi
kenyataan zaman sekarang. Maqāṣid asy-syarī‘ah yang melahirkan maṣlaḥah menjadi salah
satu model pendekatan dalam ijtihad dan berkedudukan sangat vital dalam fikih muamalah.
Maka para ahli teori hukum Islam menjadikan pengetahuan maṣlaḥah sebagai salah satu
kriteria bagi mujtahid yang melakukan ijtihad
1. Mencari dan menemukan hukum atas suatu persoalan yang tidak mempunyai Naṣṣ
khusus (langsung) sebagai dalil. Ini adalah tujuan utama dari konsep maṣlaḥah.
2. Sebagian dari penalaran ini, paling kurang dalam keadaan tertentu dapat juga
digunakan untuk mennentukan hukum terhadap masalah baru yang sebetulnya telah
mempunyai Naṣṣ khusus, tetapi tidak secara sempurna.
12
3. Sampai batas tertentu, pola dan metode istiṣlāḥiyah ini tidak diperlukan untuk
menyelesaikan kasus-kasus baru, tetapi dapat juga digunakan untuk meneliti ulang,
mengubah memperbaiki satau menyempurnakan peraturan lama.
4. Suatu masalah yang dahulu dianggap mempunyai Naṣṣ khusus, tetapi ketika diteliti
ulang terbukti penggunaannya tidak tepat, sehingga butuh metode istiṣlāḥiyah.
Dari empat bentuk masalah diatas, sangat jelas bahwasanya masalah dalam ekonomi
sangat butuh kepada metode penalaran ini. Kesimpulannya maqāṣid asy-syarī‘ah dan
maṣlaḥah dengan metode istiṣlāḥiyah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam fikih
Muamalah terutama dalam mu‘āmalah māliyah (interaksi ekonomi). Dengan maṣlaḥah,
syariah Islam memiliki relevansi dengan konteks zamannya dan menjadi syariah selalu up to
date menyapa segenap persoalan kehidupan manusia dengan cahaya ajarannya yang
mencerahkan. Melalui maṣlaḥah akan terealisasi kemakmuran dan kesejahteraan dan
kemurnian pengabdian kepada Tuhan. Pengabaian maṣlaḥah akan mendorong pada
pengabaian kebutuhan manusia untuk melanjutkan hidup di dunia dan bahkan untuk
mencapai kebahagian di akhirat.
Kegiatan ekonomi tak bisa terlepas dari kegiatan kepemilikan dan harta. Seluruh
Ulama telah sepakat bahwasanya memproteksi harta adalah salah satu bagian dari maqāṣid
asy-syarī‘ah dan bagian dari maṣlaḥah yang lima (atau tujuh) yang harus dilindungi. Dalam
Islam harta juga mempunyai tempat penting sebagai sarana kebahagian dunia dan akhirat.
Aplikasi maqāṣid asy-syarī‘ah dan maṣlaḥah sudah terjadi sejak dulu. Dalam sejarah,
Khalifah Abu Bakr as-Ṣiddīq memutuskan untuk menyerang Muslimin yang tidak mau
menunaikan zakat, karena selain ibadah zakat juga merupakan pemasukan utama negara
untuk mensejahterakan ekonomi rakyat. Khalifah Umar bin Khattab pernah melarang
kaumnya untuk makan daging dua hari berturut-turut karena krisis. Beliau juga pernah
menjual secara paksa barang timbunan dengan harga standar dan juga pernah mematok harga
untuk menghindari monopoli dan bahaya untuk rakyat. Semua itu berangkat dari maṣlaḥah.
Dalam kegiatan ekonomi mikro, Islam sebagai raḥmah li al-‘ālamīn mengatur seluk
beluk konsumsi (istihlāk), distribusi (tauzī‘) dan produksi (intāj). Semua pengaturan tersebut
mengarah pada maṣlaḥah untuk menjaga dan menjauhi kegiatan pengabaian dan menyia-
nyiakan (iḍā‘ah) hak milik, seperti perintah potong tangan untuk pencuri, larangan mubazir
dan masih banyak lagi.
13
Dewasa ini, aplikasi maqāṣid asy-syarī‘ah dalam menjawab kemajuan sains dan
teknologi modern sangatlah banyak. Diantaranya dilegalkannya lembaga dan transaksi baru
sebagai jawaban dari panggilan kebutuhan masyarakat. Diantaranya mendirikan perbankan,
asuransi, sukuk, mortgage dan multifinance, capital market, mutual fund, Multi Level
Marketing (MLM), tatacara perdagangan melalui e-commerce, sistem pembayaran dan
pinjaman dengan kartu kredit, sms banking, ekspor impor dengan media L/C, sampai kepada
instrumen pengendalian moneter, exchange rate, wakaf saham dan lain-lain.
Maṣlaḥah juga tidak akan pernah lepas dari fatwa-fatwa kontemporer. Di Indonesia,
DSN MUI juga menerapkan maqāṣid asy-syarī‘ah dalam banyak fatwa yang dikeluarkannya,
diantaranya fatwa kebolehan jual-beli emas secara tidak tunai, yang pada dasarnya emas
dikategorikan dalam aset yang mengandung riba.
Semua hal tersebut dilihat terdapat maṣlaḥah yang sangat besar bagi umat untuk
mengembangkan ekonomi. Selama tidak bertentangan dengan syariah, inovasi-inovasi baru
tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan untuk diwujudkan.
Salah satu dari tujuan pembangunan ekonomi dalam perspektif ekonomi Islam
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah terciptanya keadilan distribusi; berarti
tercapainya minimal dalam pembangunan adalah terpenuhinya hak dasar kebutuhan ekonomi
individu masyarakat,sebagai jaminan pemeliharaan Maqosidussyariah,yang terdiri dai lima
maslahat pokok,berupa keselamatan agama,jiwa,setiap individu. Tidak terpenuhinya hak
dasar kebutuhan ekonomi disebabkan buruknya distribusi,akan menimbulkan problem
ekonomi,yang jauh dari pengertian kondisi sejahtera.
a. Pemeliharaan Agama
14
Jika pokok-pokok ibadah seperti ‘iman’,mengucapkan kalimat
syahadat,pelaksanaan sholat,zakat,haji,dan lain-lain,adalah sebagai indikator bagi
terpeliharanya keberadaan agama,maka segala sesuatu yang mutlak dibutuhkan baik
materil maupun non materil,sarana barang dan jasa – untuk melaksanakan ibadah
tersebut harus tersedia dan terealisasi terlebih dahulu. Kebutuhan dasar tersebut antara
lain merujuk pada identifikasi kebutuhan berupa sarana,barang,dan jasa.
b. Pemeliharaan jiwa dan akal
Kebutuhan akan pemeliharaan jiwa dan akal meliputi makan dan
minm,berpakaian dan bertempat tinggal (Kebutuhan akan rumah). Artinya
kebutuhanakan pangan,sandang dan papan adalah mutlak harus terpenuhi untuk
menjaga jiwa dan akal manusia,agar dapat menjaga eksistensi hidup serta
menjalankan fungsi utamanya sebagai pelaku utama pembangunan. Terpenuhinya
kebutuhan dasar tersebut adalah merupakan hak dasar dari setiap individu.
Pemenuhan ekonomi harus menempatkan pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu
sebagai prioritas utama,karena jika tidak terpenuhi akan mengancam eksistensi hidup
manusia (jiwa)
c. Pemeilharaan Keturunan dan harta
Tidak ada peradaban yang mampu bertahan jika generasi mudanya memiliki
kualitas spiritual,fisik dan mental rendah,sehingga berdampak pada ketidakmampuan
untuk menghadapi tantangan kehidupan yang semakin dinamis. Oleh karenanya mesti
dilakukan perbaikan secara terencana dan berkelanjutan untuk memperbaiki kualitas
generasi muda.
Untuk menjaga keselamatan keturunan dan harta maka dibutuhkan lembaga-
lembaga yang terkait dengan :
1) Pemelihaaan keturunan
2) Pmeliharaan harta
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tentang Maqosidussyariah dalam ekonomi Islam ini dapat
disimpulkan sebagaimana berikut :
Secara etimologi maqosidussyariah terdiri dari dua kata yakni maqashid dan syariah.
Maqasid adalah bentuk jamak dari maqshud yang berarti kesengajaan,atau tujuan. Adapun
syariah artinya jalan menuju air,atau bisa dikatakan dengan jalan menuju ke arah sumber
kehidupan. Maqosidussyariah adalah maksud Allah selaku pembuat syariah untuk
memberikan kemashlahatan kepada manusia. Yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan
dlaruriyah,hajiyah dan tahsiniyah agar menusia bisa hidup dalam kebaikan dan dapat menjadi
hamba Allah yang baik. Al-Maqashid terbagi menjadi dua: yang pertama,berkaitan dengan
Tuhan selaku pembuat syariah;dan kedua,berkaitan dengan maksud mukallaf”. Kembali
kepada maksud Syari (Allah) adalah kemashlahatan untuk hamba-nya di dalam dua
tempat;dunia dan akhirat. Dan kembali kepada maksud mukallaf (manusia) adalah ketika
hamba-nya dianjurkan untuk hidup dalam kemashlahatan di dunia dan akhirat. Yaitu,dengan
menghindari kerusakan-kerusakan yang ada di dalam dunia. Maka dari itu,haruslahada
penjelasan antara kemashlahatan (mashlahah) dan keruskan (mafsadah). Ilmu maqashid Asy
Syari’ah adalah suatu disiplin ilmu yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia.
Tanpa ilmu tersebut, manusia akan kehilangan arah dalam menentukan tujuan
disyari’atkannya suatu hukum dalam kehidupan mereka.
B. SARAN
16
pertimbangan, penulis menyarankan agar pembaca dapat mencari berbagai literatur lain demi
melengkapi materi terkait yang belum secara sempurna dibahas dalam makalah ini. Penulis
juga berharap semoga makalah ini dapar bermanfaat bagi para pembaca.
17
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Khalid Mas’ud, Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, terjemahan oleh Yudian W.
Asmin, Surabaya: Al Ikhlas, 1995.
Aminah. (2017, Juli). Maqasid Asy-Syari'ah Pengertian dan Penerapan Dalam Ekonomi Islam. Fitrah
Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, 03 No. 1, 170-181.
Fauzia, I. Y., & Riyadi, A. K. (2014). Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid al-syari'ah (Vol.
1). Jakarta: KENCANA.
Rama, A. (2013). Pembangunan Ekonomi Dalam Tinjauan Maqashid Syari'ah. Dialog, 36,No. 1, 39-42.
Sahroni, O., & Karim, A. A. (2015). Maqashid Bisnis & Keuangan Islam Sintesis Fikih dan Ekonomi.
Jakarta: Rajawali.
Zaki, M., & Cahya, B. T. (2015). Aplikasi Maqashid Asy-Syari'ah Pada Sistem Keuangan Syariah. Bisnis
dan Manajemen Islam, 3,No. 2.
18