Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
KELAS 2C
PRODI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ KONSEP MAQOSYID
SYARIAH BERKAITAN DENGAN KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO ”.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Eknomi Makro Syariah. Selain
itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang konsep maqosyid syariah yang
berkaitan dengan kebijakan ekonomi makro bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami sangat menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan
ini, penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini
Dan kami juga menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini, masih cukup jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Kami sangat berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat positif bagi semua
pembaca. Saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan, sehingga kedepannya
makalah ini dapat tersaji menjadi lebih baik lagi.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2
D. Manfaat .................................................................................................. 2
A. Kesimpulan................................................................................................ 14
B. Saran .......................................................................................................... 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam memberikan posisi kegiatan ekonomi menjadi salah satu aspek penting untuk
mendapatkan kebahagiaan, sebab kegiatan ekonomi tidak berbeda sebagaimana tujuan syariat
islam itu sendiri (maqasid asy-syari’ah) yaitu untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Semangat melakukan kegiatan ekonomi dalam Islam yaitu ibadah. Sehingga kegiatan
ekonimi perlu juga adanya kontrol. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam secara keseluruhan.
Tujuan dari ekonomi islam adalah untuk mewujudkan kebahagiaan dan persaudaraan. Hal ini
tidak akan pernah terwujud jika distribusi kekayaan tidak berjalan dengan benar. Produk
ekonomi islam banyak menyodorkan mekanisme yang bertujuan untuk menghapus
kesenjangan sosial dalam segi keadilan dan kesejahteraan, mulai dari bagaimana melakukan
distribusi kekayaan, konsumsi dll. Dalam hal distribusi kekayaan jika dilakukan dengan tidak
adil maka akan berakibat pada konflik antara sikaya dan simiskin bahkan tidak jarang bisa
berujung pada tragedi.
Ekonomi islam memberikan alternative penyelesaian untuk mengatasi hal ini dengan
memberikan larangan untuk melakukan penimbunan harta kekayaan, melarang perputaran
harta yang hanya di kisaran si kaya saja, inilah yang disebut dengan teori distribusi. Keuangan
syariah dinilai sebagai model yang tepat sebagai alternatif solusi atas krisis keuangan global
yang seringkali berulang dan berdampak besar bagi perekonomian dunia.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diperoleh beberapa rumusan masalahnya
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dan penulis dapat :
1. Menjelaskan tentang konsep maqāṣid syarīah
D. Manfaat
Setelah membaca makalah ini, maka setidaknya pembaca akan memahami manfaat
mengetahui konsep maqāṣid syarīah berkaitan dengan kebijakan ekonomi, yaitu diantaranya :
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
c. Imam al-Amidi memberikan keterangan bahwa sesungguhnya tujuan dari
disyariatkannya hukum adalah untuk mencapai manfaat dan menghindari kemudaratan
atau gabungan keduanya.
d. Abdul Wahab Khallaf34 mengatakan bahwa tujuan umum ketika Allah SWT
menetapkan hukum-hukum-Nya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia
dengan terpenuhinya kebutuhan yang daruriyah (primer), hajiyat (sekunder) dan
tahsiniyah (tersier).
e. Yusuf al-Qaradhawi mendefinisikan maqashid syariah bahwa tujuan-tujuan yang
dikehendaki oleh nas-nas baik berupa perintah, larangan serta ibahat (kebolehan).
Tujuan itu ingin mengarahkan hukum-hukum yang bersifat juziyyah (parsial) pada
seluruh aspek kehidupan mukalaf.
Dari beberapa pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa maqasid syariah adalah
maksud Allah SWT selaku pembuat syariah untuk memberikan kemaslahatan kepada
manusia yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan dharuriyah, hajiyah, dan tahsiniyah agar
manusia bisa hidup dalam kebaikan dan dapat menjadi hamba Allah SWT yang baik.
Dharuriyat dimaknai sebagai kebutuhan yang tidak bisa dibiarkan atau ditunda
keberadaannya dalam rangka menjaga keutuhan lima pokok kemaslahatan, baik dengan
menegakkan sendi-sendi yang utama, menetapkan kaidah-kaidahnya, menolak kemudaratan
yang akan terjadi. Penundaan atau menafikan peringkat pertama ini akan menyebabkan
terancamnya eksistensi kelima pokok tersebut. Hajiyat adalah suatu kondisi yang tidak
mengancam eksistensi kelima pokok, tetapi akan menyebabkan kesulitan. Sementara itu,
Tahsiniyat diartikan sebagai kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat manusia
dalam masyarakat dan di hadapan Tuahnnya.
Maqasid Syariah adalah dasar bagi pengembangan ekonomi Islam karena bertujuan
untuk menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dengan menyeimbangkan
peredaran harta secara adil dan seimbang baik secara personal maupun sosial. Pemahaman
terhadap maqashid syariah merupakan sebuah keharusan dalam berijtihad untuk menjawab
berbagai problematika ekonomi. Pemahaman terhadap maqashid syariah tidak saja
diperlukan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang bersifat makro ekonomi, tetapi juga
kebijakan yang bersifat mikro ekonomi. Pemahaman terhadap maqashid inilah yang selama
ini dijadikan landasan merumuskan dan menjawab problematika kehidupan ekonomi yang
dihadapi setelah Nabi SAW. wafat, misalnya: Abu Bakar r.a. merumuskan kebijakan zakat
dan penggajian pegawai; Umar bin Khattab r.a. membuat kebijakan tentang pencetakan uang,
pengembangan pertanian, pajak perdagangan dan tanah, kebijakan fiskal, pendirian addiwan,
4
komite sensus, hukum perdagangan; ‘Ali bin Abi Thalib mencetak uang atas nama
pemerintah Islam yang sebelumnya menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia.
selanjutnya, seperti Abu Hanifah (80-150 H) tentang konsep jual beli salam dan zakat
pertanian; Abu Yusuf (113-182 H) yang menulis Kitab al-Kharaj yang berisi tentang
perpajakan, keuangan negara, pertanahan dan lainnya; Ibnu al-Hasan as-Syaibani membahas
tentang ijarah, tijarah, zira’ah, dan shina’ah dalam Kitab al Iktisab fi ar-Rizq al-Mustahab,
dan lain sebagainya.
Maqashid syariah memiliki peran yang sangat signifikan sebagai alat kontrol
sekaligus alat perekayasa sosial untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Ia memberikan
landasan filosofis yang rasional dari aktivitas ekonomi. Tanpa maqashid syariah, pemahaman
dan praktik ekonomi Islam akan menjadi sempit, kaku, statis, dan lambat. Ekonomi Islam
akan kehilangan spirit dan substansi syariahnya. Namun sebaliknya, dengan maqasid syariah
ekonomi Islam berkembang elastis, dinamis, sesuai dengan karakter syariah.
5
tidak bisa dipenuhi, maka tidak akan mengakibatkan rusak dan cacatnya dharuriyah.
Jadi, tahsiniyah dijaga untuk membantu hajiyah, dan hajiyah dijaga untuk membantu
dharuriyah. Dalam mewujudkan maqashid al-dharuriyat ini, ada dua faktor yang harus
diperhatikan, yaitu mewujudkan segala yang menjadi sebab-sebab keberadaan, dan
meninggalkan segala hal yang dapat merusaknya.
2. Hajiyah
Sementara itu, tahapan kedua dari maqasid syariah adalah hajiyah yang
didefenisikan sebagai hal-hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan kemudahan dan
menghilangkan kesulitan yang dapat menyebabkan bahaya dan ancaman, yaitu jika
sesuatu yang mestinya tidak ada. Hajiyah juga dimaknai dengan keadaan di mana jika
suatu kebutuhan dapat terpenuhi, maka akan dapat menambah value kehidupan manusia.
Hajiyah juga dimaknai dengan pemenuhan kebutuhan sekunder ataupun sebagai
pelengkap dan penunjang kehidupan manusia.
Berbeda dengan dharuriyah, hajiyah bukanlah tentang hal-hal yang esensial,
melainkan hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghindarkan manusia dari kesulitan
dalam hidupnya. Tidak terpeliharanya kelompok ini tidak akan menimbulkan kerusakan
yang dapat menghilangkan kemaslahatan umum, melainkan hanya menimbulkan
kesulitan dan kesempitan bagi mukalaf. Apabila maqashid al-hajiyat ini tidak dapat
diwujudkan maka hal tersebut tidak menyebabkan akibat yang buruk bagi kehidupan
manusia, hanya sekadar menimbulkan kesempitan. Maqashid ini berlaku dalam masalah
ibadah, adat atau kebiasaan, muamalah, dan jinayah. Pada tingkat ini, Allah SWT
mensyariatkan antara lain jamak dan qasar shalat bagi orang yang sedang bepergian,
dalam rangka memelihara agama; diperbolehkannya berburu binatang untuk menikmati
6
makanan yang lezat, dalam rangka memelihara jiwa; dianjurkan menuntut ilmu
pengetahuan sebagai pengembang dalam rangka memelihara akal; ketentuan menyebut
mahar oleh suami pada waktu kad nikah; dalam rangka memelihara keturunan; dan
diizinkan transaksi salam untuk memelihara harta.
3. Tahsiniyah
Tahapan terakhir maqasid syariah adalah tahsiniyah yang pengertiannya adalah
melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan menghindari yang buruk sesuai dengan
apa yang diketahui oleh akal sehat. Tahsiniyah juga berkaitan dengan etik, yaitu
melakukan hal-hal yang pantas dan menjauhi hal-hal yang tidak pantas. Termasuk
dalam kelompok ini adalah melaksanakan ibadah sunah, makan dan minum dengan cara
yang baik, menghindari dari sesuatu yang tidak bermanfaat.
Bila diperhatikan dalam usaha memelihara unsur pokok di atas, ketiga kelompok
maqashid syariah di atas tidak dapat dipisahkan. Hanya saja tingkat kepentingan
berbeda satu sama lain. Kelompok dharuriyah dapat dikatakan sebagai kebutuhan
primer yang kalau diabaikan maka akan berakibat terancamnya eksistensi kelima pokok
itu. Kelompok hajiyah dapat dikatakan sebagai kebutuhan sekunder dalam arti kalau
diabaikan tidak akan mengancam eksistensinya, melainkan akan mempersulit dan
mempersempit kehidupan manusia. Sementara itu, kelompok tahsiniyah dapat
dikatakan sebagai pelengkap yang kalau diabaikan tidak akan menimbulkan kesulitan
apalagi mengancam eksistensi kelima pokok tersebut, tetapi akan mengakibatkan
ketidakpantasan . Dengan kata lain, dhauriyah merupakan pokok, hajiyah merupakan
penyempurna bagi hajiyah.
7
sekitarnya. Maqashid syariah dalam menjaga agama diinduksi dari ayat-ayat Alquran
dan sunah. Maqashid syariah dalam menjaga agama dapat dijumpai dalam beberapa
ayat Alquran, di antaranya surah an-Nisa [4], ayat 48, surah al-Maidah [5], ayat 3, dan
surah Luqman [31], ayat 13. Ibadah-ibadah yang disyariatkan oleh Allah SWT
bertujuan untuk memelihara agama. Salah satu contohnya adalah salat lima waktu.
Apabila salat itu diabaikan maka akan terancamlah eksistensi agama. Dengan demikian
apabila ada hal hal yang dapat menghalangi manusia dalam melaksanakan salat, maka
hal tersebut wajib dihilangkan atau dihindari. Apabila pemeliharaan agama
dihubungkan dengan tiga tingkatan maqashid syariah diatas, maka memelihara agama
dalam tingkatan daruriyat seperti kewajiban melaksanakan salat bagi setiap mukalaf.
Sementara itu, dalam tingkatan hajiyat, yaitu seperti rukhshah-rukhshah yang
menimbulkan keringanan untuk menghindari musaqah atau kesulitan dikarenakan sakit
atau dalam perjalanan. Sementara itu, dalam tingkatan tahsiniyat, seperti mengenakan
pakaian yang bagus dan indah dalam melaksanakan salat.
Hifz al-Nafz atau Menjaga Jiwa adalah memelihara hak untuk hidup secara
terhormat dan memelihara jiwa agar terhindar dari tindakan penganiayaan, baik berupa
pembunuhan, maupun tindakan melukai. Menjaga jiwa terletak pada tingkat yang kedua
setelah agama, yang merupakan tujuan ditetapkannya permasalahan adat dan hukum
jinayah. Memelihara jiwa berdasarkan dengan tiga tingkatan maqasid syariah
dibedakan menjadi :
8
3. Hifz al-‘Aql atau Menjaga Akal
Hifz al-‘aql atau menjaga akal merupakan karunia Allah SWT yang paling
berharga, sehingga manusia diwajibkan menjaganya dengan tidak mengonsumsi
segala hal yang merusak akal manusia seperti narkoba dan khamar. Memelihara akal
berdasarkan dengan tiga tingkatan maqasid syariah dibedakan menjadi :
a. Memelihara akal dalam tingkat dharuriyah seperti diharamkan meminum
minuman keras karena berakibat terancamnya eksistensi akal.
b. Memelihara akal dalam tingkat hajiyat, seperti dianjurkan menuntut ilmu
pengetahuan.
c. Memelihara akal dalam tingkat tahsiniyat seperti menghindarkan diri dari
mengkhayal dan mendengarkan
Manfaat diterapkan nya maqashid syari'ah yaitu dapat membantu kita mengetahui
hukum yang bersifat umum maupun parsial, memahami nash-nash syar'i secara benar dalam
tataran praktek, membatasi makna lafadz yang dimaksud secara benar, menjadi rujukan oleh
para mujtahid dan membantu mujtahid mentarjih hukum yang terkait dengan perbuatan
manusia. Kemudian dapat menjaga jiwa, yakni dilihat dari akad-akad yang diterapkan dalam
setiap transaksi baik secara psikologis maupun sosiologis menuntun manusia untuk saling
menghargai dan menjaga amanah yang diberikan. Dengan memahami maqashid syariah,
maka seorang dapat memahami makna dan kandungan yang ada di dalam Al Quran dan hadits
dengan lebih tepat dan sesuai. Sehingga, hukum yang dihasilkan juga akan bersifat
komprehensif dan mampu menyelesaikan masalah umat.
Seorang mufti yang memahami maqashid syariah dengan baik akan mampu
menghasilkan produk hukum yang sejalan dengan tujuan syariat Allah. Juga mampu
menyesuaikannya agar tidak bertentangan dengan mashlahat dan hajat hidup manusia dalam
berbagai aspek. Sebagai contoh, seorang mufti yang mengeluarkan fatwa mengenai jual beli
harus mempertimbangkan apakah hukum tersebut baik untuk semua pihak. Termasuk di
dalamnya pembeli, penjual, dan pihak yang terkait lainnya. Dengan memahami maqashid
syariah, maka seorang mufti bisa menyatakan bahwa praktek ribawi adalah hal yang dilarang.
Karena praktek tersebut dapat membawa kerugian bagi salah satu pihak. Adapun tiga pokok
syarat seorang mufti, yaitu:
a. Mufti atau penentu hukum adalah orang yang benar-benar memenuhi kualifikasi
sebagai mujtahid
b. Mengetahui dengan baik konteks problematika hukum yang terjadi
c. Berpegang teguh pada dalil-dalil yang mu‟tabar (diakui validitas dan realibilitasnya).
10
b. Memperhatikan illat perintah dan larangan
c. Memperhatikan maksud-maksud pokok dan tambahan. Selain itu harus juga
diperhatikan tidak adanya keterangan syar’i
Syarat agar maqāṣid as-syarī„ah dapat menjadi dalil hukum ada empat yaitu:
Problem ekonomi biasanya dikaitkan dengan tiga pertanyaan dasar yaitu, apa yang
diproduksi, bagaimana memproduksi, dan untuksiapa sesuatu itu diproduksi. Pertanyaan-
pertanyaan itu muncul karenaadanya keyakinan bahwa keinginan manusia itu tidak
terbatas,sedangkan sumber daya yang tersedia itu terbatas. Namun demikian, teori-teori
11
dalam ekonomi konvensional tidak mampu untuk memberi jawaban yang tepat untuk
pertanyaan diatas. Akibatnya, teori-teoritersebut tidak dapat secara spesifik menjelaskan
problem ekonomimanusia.
Oleh karena fulfilling needs merupakan kewajiban agama, maka ekonomi Islam
juga menjadi sebuah kekuatan memaksa bagimasyarakat yang tidak mempunyai keinginan
untuk melakukan pembangunan ekonomi. Berdasarkan uraian tersebut maka yang menjadi
problem ekonomi adalah bagaimana individu memenuhi kebutuhannya (fulfilling needs),
karena terkadang pada kondisi, waktudan lokasi tertentu sumber daya yang tersedia menjadi
terbatas.
12
a. Masalah inflasi
b. Masalah pengangguran
Pengangguran disebabkan karena jumlah tenaga kerja atau angka kerja lebih
tinggi dari tingkat kesempatan kerja yang tersedia. Memang kondisi idealnya suatu negara
harus berada di dalam keadaan fullemployment, akan tetapi untuk mencapai kondisi
seperti ini sangat jarang terjadi di sebuah negara. Sehingga tingkat pengangguran selalu
terjadi di negara manapun, hanya saja tingkat penganggurannya yang berbeda. Faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran adalah (1) kekurangan pengeluaran
agregat atau permintaan agregat (2) Menganggur karena mencari pekerjaan lain yang lebih
baik (3) Pengusaha menggunakan peralatan produksi modern dan mengurangi pemakaian
tenaga kerja (4) Ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki dengan yang
diinginkan oleh dunia usaha.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa, maqāṣid syarīah terdiri dari dua kata, yaitu maqāṣid dan syarīah
Kata maqāṣid merupakan jama, dari maqṣad yang berarti maksud atau tujuan. Dalam al-
Qamūs al-Mubīn fī Iṣtilahāt al-Uṣūliyyīn, maqāṣid adalah hal-hal yang berkaitan dengan
maslahah dan kerusakan di dalamnya. Sedangkan “syarīah” secara bahasa adalah jalan
menuju sumber mata air. Kata asy-syarīah dalam kamus Munawir diartikan peraturan,
undang-undang, hukum. Sedangkan arti “syarīah” secara istilah apabila terpisahkan dengan
kata maqāṣid memiliki beberapa arti. Menurut Ahmad Hasan, syariah merupakan annuṣūṣ al-
muqaddasah (nash-nash yang suci) dari al-Qur‟an dan sunnah yang mutawatir yang sama
sekali belum dicampuri oleh pemikiran manusia. Dalam wujud ini menurut dia, syariah
disebut aṭ-ṭariqah al-mustaqimah (cara, ajaran yang lurus). muatan syariah ini meliputi
aqidah, amaliyah dan khuluqiyya.
14
umum maupun parsial, memahami nash-nash syar'i secara benar dalam tataran praktek,
membatasi makna lafadz yang dimaksud secara benar, menjadi rujukan oleh para mujtahid
dan membantu mujtahid mentarjih hukum yang terkait dengan perbuatan manusia.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, penulis mengharapkan pembaca dapat memahami dan
menerapkan konsep maqāṣid syarīah , beserta kategori hukum, tujuan dan manfaat
diterapkannya maqāṣid syarīah. Selain itu juga dapat mengetahui apa saja permasalahan
utama dalam kebijakan ekonomi.
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila
ada saran dan kritik yang konstruktif yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada
kami karena hal tersebut sangat kami harapkan. agar kedepannya makalah ini dapat tersaji
menjadi lebih baik lagi. Apabila ada terdapat kesalahan baik dari segi penulisan maupun
penyampaian kami mohon maaf dengan sebesar besarnya. Atas segala perhatiannya kami
ucapkan terima kasih.
15
DAFTAR PUSTAKA
Janah, Nasitotul dan Abdul Ghofur. 2018. Maqāṣid syarīah sebagai Dasar
Mubayyinah, Fira. 2019. Ekonomi Islam dalam Perspefktif Maqāṣid syarīah. Journal
Ulum, Syamsul. 2020. Urgensi dan Tingkatan Maqāṣid syarīah dalam Kemaslahatan
16