Anda di halaman 1dari 20

ZAKAT DAN WAKAF DALAM PERKEMBANGAN

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Zakat Dan Wakaf

Dosen Pengampu: OK Bilqis Amini, ME

Kelompok 2

Amalia Nasution 0501212140

Amanda Afriza Putri 0501213093

Tasya Maulida 0501212153

Ekonomi Islam 6 D

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga kami
diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu dalam mata kuliah EKONOMI ZAKAT DAN WAKAF yang membahas mengenai "ZAKAT
DAN WAKAF DALAM PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM".

Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas perkuliahan semester enam pada mata
kuliah EKONOMI ZAKAT DAN WAKAF. Selain itu makalah ini disusun sebagai media pembelajaran bagi
kami, yang mana kami sangat berharap agar makalah kami ini dapat memberikan manfaat dan ilmu bagi
yang membacanya.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, dan masih
sangat banyak kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami sangat berharap bagi
siapapun yang membaca makalah ini untuk dapat memberikan kritik dan saran, agar makalah ini
dapat lebih baik lagi dan apabila dalam pembuatan makalah selanjutnya kami menjadi lebih paham
dimana letak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah. Dan apabila terdapat banyak
kesalahan kami mohon maaf sebesar-besarnya.
Demikianlah kami ucapkan terimakasih, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 04 Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................2
1.3 Tujuan .....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................3
2.1 Pengertian Zakat dan Wakaf ...................................................................................3
2.2 Dasar Hukum Zakat Dan Wakaf .............................................................................5
2.3 Zakat dalam Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam .........................................8
2.4 Wakaf dalam Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam ......................................10
BAB III PENUTUP .........................................................................................................14
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................................14
3.2 Saran .....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Ekonomi Islam merupakan ekspresi model ekonomi berdasar akidah dan syariat Islam yang
memiliki cakupan luas dan target yang jelas. Karakteristik sentral yang membedakannya dengan
sistem ekonomi konvensional adalah asas atau acuan dasar yang dipakai, yaitu Al-Qur'an dan
Hadits Nabi, selain acuan-acuan lain yang bersifat interpretatif dari para ulama Islam. Sebagian
kalangan menyatakan bahwa sisi humanisme ekonomi merupakan pembeda lain antara ekonomi
Islam dan ekonomi ala kapitalisme yang berpangkal pada pengayaan individu. Islam memandang
bahwa zakat dan wakaf ini tidak bisa hanya bersifat ibadah, tetapi juga memiliki dimensi moral-
psikologis, sosial dan ekonomi.

Zakat adalah satu-satunya rukun Islam yang secara spesifik berbicara tentang
pemberdayaan ekonomi umat. Sedangkan wakaf merupakan salah satu akad sosial yang bertujuan
untuk kesejahteraan umum. Dalam konteks ini baik zakat maupun wakaf keduanya tidak diberikan
secara konsumtif, dalam arti diberikan secara instan atau kontan sehingga zakat maupun wakaf
tidak mampu mengubah kemiskinan menuju kemandirian yang dicita-citakan Islam. Zakat dan
wakaf harusnya dikelola secara produktif, sehingga dapat menuju kemandirian umat dan
kesejahteraan ekonomi.

Pengelolaan zakat secara profesional dan produktif dapat ikut membantu perekonomian
masyarakat lemah dan membantu pemerintahdalam meningkatkan perekonomian negara, yaitu
terberdayanya ekonomi umat sesuai dengan misi-misi yang diembannya. Sedangkan wakaf
memiliki potensi yang sangat bagus untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat, terutama
dengan konsep wakaf Uang. Terlebih disaat pemerintah tidak sanggup lagi
menyejahterahkan rakyatnya.

Dalam ekonomi Islam zakat dan wakaf dianggap sebagai salah satu instrumen kebijakan
fiskal suatu negara. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk
membelanjakan dananya dalam rangka melakukan pembangunan. Sehingga zakat dan wakaf

1
diharapkan dapat membantu negara dalam melakukan pembangunan ekonomi, baik dalam hal
pengetasan kemiskinin maupun menyejahterakan umat.

1.2 Rumusan Maslah

1. Apa pengertian dari zakat dan wakaf?


2. Apa dasar hukum zakat dan wakaf?
3. Bagaimana zakat dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam?
4. Bagaimana wakaf dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari zakat dan wakaf


2. Untuk mengetahui dasar hukum zakat dan wakaf
3. Untuk mengetahui zakat dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam
4. Untuk mengetahui wakaf dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ZAKAT DAN WAKAF

Ungkapan bahasa arab zaka-yazku-zakaan-zakaatan, yang berarti an-numuw wa az ziyadah


tumbuh, bertambah, berkah, tumbuh, bersih dan baik, merupakan asal kata zakat menurut bahasa.
Zakat adalah kewajiban yang diwajibkan Allah kepada umat Islam. Rukun Islam ketiga juga
termasuk zakat, yang merupakan sejenis ibadah. Menurut fikih, zakat mengacu pada jumlah
tertentu harta yang Allah harus mendistribusikan kepada mereka yang berhak. Zakat adalah
kewajiban sosial untuk aghniya' (kekayaan) setelah mencapai batas minimum (nishab) dan
berlangsung selama satu tahun penuh (haul). Menjamin pemerataan keadilan dalam perekonomian
merupakan salah satu ketentuan bijak zakat. Zakat, salah satu aset untuk membangun ekonomi
Islam, memiliki kemampuan sebagai sumber pendanaan yang strategis bagi inisiatif-inisiatif yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.1

Untuk memastikan bahwa zakat yang dikumpulkan diberikan kepada mustahiq (mereka
yang benar-benar memenuhi syarat untuk menerima zakat), Al-Qur'an memberikan indikator.
Dalam hal ini Allah berfirman dalam surah At-Taubah ayat 103 Artinya: "Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat tersebut engkau membersihkan dan menyucikan mereka"
(Q.S. At-Taubah :103) Dalam zakat terdiri dari dua jenis zakat yaitu, zakat fitrah dan zakat mal.
Setiap muslim diwajibkan membayar zakat fitrah pada bulan Ramadhan setiap tahunnya dengan
tujuan mensucikan diri, memberi kepada mereka yang membutuhkan, dan berfungsi sebagai
pengingat terus menerus selama puasa Ramadhan.2

Zakat mal, di sisi lain, terjadi ketika seorang Muslim harus membayar zakat sesuai dengan
nisab dan haulnya. Tidak ada batasan waktu kapan zakat mal dapat dikeluarkan. Zakat mal terdiri
dari beberapa kategori zakat yang berbeda, seperti zakat perdagangan, zakat pendapatan, zakat

1
Salasiah Nuraini Utami and Faishol Luthfi, “Peran Zakat, Infak, Sedekah, dan Waqaf dalam Menanggulangi
Kemiskinan Studi pada Baitulamaal Iltizam Indonesia,” PROSIDING SEMINAR NASIONAL PROGRAM STUDI
EKONOMI ISLAM 1, no. 2 (2023): 532–533.
2
Amelia Amelia, Muhammad Iqbal Fasa, and Suharto Suharto, “Implementasi Zakat terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dilihat dari Perspektif Ekonomi Islam,” Jurnal Bina Bangsa Ekonomika 15, no. 1 (2022): 221.

3
pertanian, zakat kelautan, zakat pertambangan, zakat emas dan perak, zakat hasil ternak, dan lain-
lain. Setiap jenis zakat dihitung secara berbeda.3

Sedangkan wakaf, Wakaf dari segi bahasa berasal dari kata Arab "Waqf" yang berarti "al-
Habs". Kata tersebut merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitife noun) yang secara pokok
berarti berdiri atau berhenti. Apabila kata tersebut dikaitkan dengan harta, separti tanah, binatang
dan sebagainya kata tersebut berarti pembekuan hak milik untuk manfaat tertentu. Sebagai satu
istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai pembekuan hak milik atas mata benda (al-
Ain) untuk tujuan menyedekahkan kegunaan atau manfaatnya untuk kebajikan atau kepentingan
umum.4

Sedangkan dalam kitab-kitab fiqh, para ulama fiqh berbeda pendapat dalam memberi
definisi wakaf. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut: Hanafiah mengartikan wakaf sebagai
pembekuan kondisi riil benda (al-Ain) atas milik wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan
manfaatnya kepada sesiapa yang diharapkan untuk tujuan kebajikan. Definisi tersebut menjelaskan
bahwa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan wakif itu sendiri.
Dengan kata lain wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkan, sedangkan perwakafan
hanya terjadi ke atas manfaat harta itu saja bukan termasuk asset hartanya. Ini karena kuasa
pemilikan asset harta yang diwakafkan masih dalam milik wakif.

Kelompok Syafi'iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi
manfaat serta kekal bendanya (al-Ain) dengan memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki wakif
untuk diberikan kepada tempat yang dibolehkan. Kelompok ini mensyaratkan harta yang
diwakafkan harus harta yang kekal bendanya dengan maksud, harta yang tidak rusak serta dapat
diambil manfaat secara berterusan separti tanah, rumah, binatang dan alat perabotan.5

3
E Haryono, “Pemberdayaan Ekonomi Islam Melalui Optimalisasi Zakat,” Al Fattah : Jurnal SMA Al Muhammad
Cepu 1, no. 1 (2023): 22,
https://www.ejournal.smaamc.sch.id/index.php/belajar/article/view/14%0Ahttps://www.ejournal.smaamc.sch.id/inde
x.php/belajar/article/download/14/21.
4
Murtadho Ridwan, “Wakaf dan Pembangunan Ekonomi,” ZISWAF : Jurnal Zakat dan Wakaf 4, no. 1 (2017): 107.
5
Muhlis and Anas, “Pemikiran Ekonomi Imam Syafi’i tentang Wakaf Muhlis,” AT TAWAZUN: Jurnal Ekonomi Islam
1, no. 2 (2021): 1, https://journal3.uin-alauddin.ac.id/index.php/attawazun/article/view/23436.

4
2.2 DASAR HUKUM ZAKAT DAN WAKAF
a. Dasar Hukum Zakat
1. Dalam Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang kewajiban
berzakat, antara lain: Kata zakat dalam banyak definisi disebutkan 30 kali dalam Al-Qur'an,
dua puluh tujuh diantaranya disebutkan bersama dalam satu ayat bersama salat atau Allah
menyebutkan kewajiban mendirikan shalat beriringan dengan kewajiban menunaikan
zakat. Selain kata zakat, di dalam Al-Qur'an zakat disebut juga dengan nama: Infaq,
Shaqadah, Haq atau Afuw.
1) Kata atau sebutan Infaq, dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 267: Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
2) Kata atau sebutan Zakat tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 43: Artinya: "Dan
dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang orang yang rukuk".
2. Dalam Hadist
Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa ketika Nabi SAW ditanya tentang apakah itu
Islam, Nabi menjawab bahwa Islam itu ditegakkan pada lima pilar utama, sebagaimana
bunyi hadis berikut ini: "Ketika Nabi SAW ditanya apakah itu Islam? Nabi menjawab:
Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
RasulNya, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan naik
haji bagi yang mampu melaksanakannya" (Hadis Muttafaq ’alaih).
3. Dalam Hukum Nasional
Penunaian zakat bagi umat Islam Indonesia telah lama dilaksanakan sebagai
dorongan pengalaman dan penyempurnaan ajaran agamanya, walaupun pelaksanaan dan
pemberdayaannya masih bersifat tradisional, akan tetapi lambat laun dalam
perkembangannya mulai disadari bahwa jumlah umat Islam mayoritas sebenarnya zakat
merupakan sumber dana potensial namun belum dimanfaatkan dan dikelola secara baik,

5
terpadu dan optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat. Karena itu, dalam
proses perjalanan sejarah, maka pada tanggal 23 September 1999 Bangsa Indonesia telah
memiliki hukum berupa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat, yang pelaksanaan dan pedoman teknis diatur dalam Keputusan Menteri Agama
Nomor 581 Tahun 1999 yang telah disempurnakan dengan keputusan Menteri Agama No.
373 tahun 2003 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Nomor D-29
Tahun 2000. Dalam Perkembangannya Undang Undang Zakat disempurnakan lagi yaitu
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan zakat
tersebut selangkah lebih maju Bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam penunaian dan pelayanan ibadah zakat khususnya bagi umat Islam,
karena zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk
membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan
pengelolaan yang baik (profesional, amanah, transparan dan bertanggung jawab) maka
zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan bagi
kesejahteraan masyarakat terutama pengentasan kemiskinan dan pemberantasan
kesenjangan sosial.6
b. Dasar Hukum Wakaf

Secara umum tidak ada ayat Al-Qur'an yang menerangkan konsep wakaf secara jelas.
Oleh karena wakaf termasuk sedekah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam
menerangkan konsep wakaf ini pada umumnya didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur'an yang
menjelaskan tentang sedekah secara umum. Diantara ayat tersebut adalah ayat 267 surat al-
Baqarah yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu". (QS. Al-Baqarah: 267).

Ayat lain yang menjelaskan tentang sedekah adalah ayat 261 surat al-Baqarah yang
artinya: "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebulir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,

6
Muhammad Iqbal, “Hukum Zakat dalam Perspektif Hukum Nasional,” Jurnal Asy Syukriyyah 20, no. 1 (2019): 42–
48.

6
pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki
dan Allah maha Luas (karunia-Nya) lagi maha Mengetahui". (QS. Al-Baqarah: 261) Ayat-ayat
tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menyedekahkan harta yang diperoleh untuk
mendapatkan pahala. Di samping itu, ayat 261 surat al-Baqarah telah menyebutkan pahala
yang akan diperoleh orang yang menyedekahkan hartanya dengan perumpamaan yang
ditentukan oleh Allah.

Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik menjelaskan bahwa Abu Thalhah adalah
seorang sahabat Ansar yang paling banyak memiliki kebun kurma di Madinah. Di antara kebun
kurma yang paling disukai adalah kebun kurma di Bairuha' yang letaknya berhadapan dengan
masjid. Pada saat firman Allah ayat 92 surat Ali Imran diturunkan kepada Rasulullah SAW,
Abu Thalhah berkata kepada Nabi: "Sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah hartaku
di Bairuha' dan sesungguhnya hartaku di Bairuha' itulah yang aku wakafkan ke jalan Allah".
Di antara hadis yang menjadi dalil wakaf adalah hadis Abdullah bin Umar yang menceritakan
tentang kisah Umar bin Khattab ketika mendapatkan tanah di Khaibar, lalu ia meminta
petunjuk Nabi tentang tanah tersebut. Nabi SAW menganjurkan untuk menahan asal tanah
tersebut dan mensedekahkan hasilnya. Hadis lain yang menjelaskan tentang wakaf adalah
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah.

Selain dalil dari Al-Qur'an dan Hadis di atas, para ulama juga telah bersepakat (ijma')
menerima wakaf sebagai satu amal jariyah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada seorang
pun yang menafikan dan menolak ajaran wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi ajaran
yang selalu diutamakan oleh para sahabat Nabi, para ahli ibadah yang suka bersedekah serta
para ahli ilmu yang suka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal tersebut separti yang
diungkapkan oleh Jabir dalam perkataannya: "Tidak ada seorang pun dari sahabat Nabi yang
mampu kecuali mereka memberi wakaf. Ajaran ini telah menjadi kesepakatan (ijma') di antara
mereka, maka sesungguhnya orang yang mampu telah melakukannya dan terkenallah ajaran
wakaf itu. Oleh karena itu tidak ada seorang pun yang menolaknya sehingga jadilah sebagai
kesepakatan (ijma') di antara mereka".7

7
Eni Devi Anjelina, Rania Salsabila, and Dwi Ayu Fitriyanti, “Peranan Zakat, Infak dan Sedekah dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat,” Jihbiz Jurnal Ekonomi Keuangan dan Perbankan Syariah 4, no. 2 (2020): 140.

7
2.3 ZAKAT DALAM PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang merupakan kewajiban agama yang dibebankan
atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu. Menurut Imam Nawawi, jumlah yang
dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak,
membuat lebih berarti dan melindungi kekayaan dari kebinasaan. Para ahli ekonomi Islam
kontemporer mendefinisikan zakat sebagai harta yang ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat
berkewenang kepada masyarakat umum atau individu yang bersifat mengikat dan final tanpa
mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta
yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan.8

Zakat mendorong kelompok sosial untuk berpikir dan merasakan secara keseluruhan untuk
menyadari bahwa kemakmuran individu dan bahwa kemiskinan individu membahayakan
kemakmuran kelompok. Zakat memiliki peran penting dalam perkembangan pemikiran ekonomi
Islam. Beberapa konsep dan pemikiran ekonomi Islam yang berkaitan dengan zakat antara lain :

a. Distribusi Kekayaan yang Adil : Konsep distribusi kekayaan yang adil menjadi salah satu
inti dari pemikiran ekonomi Islam. Zakat dipandang sebagai salah satu instrument untuk
mencapai tujuan ini dengan mengalihkan sebagian kekayaan dari golongan yang lebih
mampu kepada yang kurang mampu.
b. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat : Zakat juga dipandang sebagai cara untuk
memberdayakan ekonomi masyarakat. Dengan mendistribusikan zakat secara benar,
masyarakat yang kurang mampu dapat mendapatkan dukungan untuk memulai usaha kecil
atau meningkatkan kualitas hidup mereka.
c. Pengentasan Kemiskinan : Salah satu tujuan utama zakat dalam pemikiran ekonomi Islam
adalah mengentaskan kemiskinan. Dengan mengumpulkan zakat secara efektif dan
menggunakan dana tersebut, dapat membantu mereka yang membutuhkan dan diharapkan
dapat mengurangi jumlah orang yang hidup dalam kondisi kemiskinan.

Persepsi masyarakat Muslim terhadap tujuan dan manfaat zakat mengalami dinamika dari
masa ke masa. Dalam penelitian Najib Kailani dan Martin Slama zakat di masa kolonial dan pasca-
kolonial dikonseptualisasikan sebagai kesejahteraan sosial dan sebagai alat untuk keadilan sosial

8
Usman Zinuddin Urif, Mahillatul Iffa Nuril Fajria, and Silvia Maula Aulia, “Peran Zakat dan Wakaf dalam
Pembangunan Ekonomi Umat Perspektif Ekonomi Islam,” FiTUA: Jurnal Studi Islam 1, no. 2 (2020): 214–215.

8
atau sebagai instrumen untuk melaksanakan tujuan pembangunan negara pasca-kolonial. Tetapi
saat ini, zakat tidak lagi terutama terkait dengan kesejahteraan sosial dan keadilan sosial, tetapi
semakin lekat dengan keuntungan ekonomi. Keuntungan ekonomi ini tidak semata diharapkan dari
sedekah, tetapi juga berasal dari zakat.

Zakat adalah salah satu prinsip dasar ekonomi Islam, berdasarkan kesejahteraan sosial dan
distribusi kekayaan yang adil untuk mengurangi ketimpangan dan untuk menegakkan hak asasi
manusia, keadilan sosial dan pemberdayaan masyarakat miskin dengan pengurangan kemiskinan
di komunitas Muslim. Al-Zarqa berpendapat bahwa zakat berkaitan erat dengan distribusi
kekayaan finansial yang dihasilkan dari produksi bebas yaitu distribusi yang diperlukan agar roda
produksi dapat terus berproduksi dan menyediakan sarana kehidupan dan manfaat yang menjadi
sandarannya. Zakat dalam pandangan Monzer Kafh bertujuan untuk pencapaian keadilan sosial-
ekonomi Al-Qur'an.9

Zakat telah menjadi bagian integral dalam pemikiran ekonomi Islam sejak awal Islam.
Konsep zakat bukan hanya sebagai kewajiban keagamaan, tetapi juga memiliki implikasi ekonomi
yang dalam. Zakat dalam konteks kontemporer telah mengalami reformasi konsepsi operasional
zakat. Pada saat ini, dana zakat tidak hanya dibagikan secara terbatas kepada delapan golongan
penerimaan zakat saja (mustahiq) yang diartikan secara sempit. Namun, konsepsi ini telah
diperluas cakupannya meliputi segala upaya produktif yang tidak hanya diperuntukkan sebagai
kaum dhu'afa tetapi juga telah dikembangkan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan
pemberdayaan ekonomi umat. Salah satu wujud konkrit upaya ini adalah dengan memberikan
pinjaman modal usaha berupa pinjaman lunak tanpa bunga (qard al-hasan) dari dana zakat yang
terkumpul.

Gerakan zakat memiliki implikasi dan andil yang menentukan pada kebangkitan peradaban
Islam dalam arti yang luas. Zakat memberikan momentum lahirnya ekonomi Islam sebagai
alternatif bagi ekonomi kapitalistik yang pada saat ini menguasai perekonomian global. Oleh
karena itu, kebangkitan paling penting dalam Islam yaitu kebangkitan ekonomi yang tertumpu
pada zakat ini menitikberatkan kepada kesejahteraan bersama.10

9
Juliana Nasution, Ekonomi Zakat Wakaf (Medan: FEBI UIN-SU Press, 2023), 7–10.
10
Suad Fikriawan, “Dinamika Zakat dalam Tinjauan Sejarah Keindonesiaan: Kajian Positifikasi dan Implikasinya
Bagi Ekonomi Umat,” AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam 1, no. 1 (2019): 88–90.

9
Salah satu bentuk pembaruan pemikiran zakat adalah tentang zakat profesi atau zakat atas
penghasilan tetap. Gagasan ini mendominasi lanskap diskursif zakat di Indonesia karena
mengandung beberapa aspek yang menonjol. Pertama, ini merupakan inovasi dalam fikih Islam
karena gaji dan upah sebelumnya tidak dianggap sebagai kekayaan yang dikenakan zakat. Kedua,
gagasan tersebut mencerminkan perubahan dalam ekonomi berbasis pertanian ke ekonomi industri
di mana orang mempraktekkan profesi dan menerima pendapatan tetap. Ketiga, rasio zakat
terhadap kekayaan secara signifikan lebih tinggi daripada yang diterapkan pada kategori kekayaan
lainnya oleh para ulama klasik. Tetapi ketiga gagasan ini pada awalnya dianggap sebagai bid'ah
sebelum akhirnya diterima pada tahun 2003 oleh Majelis Ulama Indonesia.

Zakat profesi merupakan perkembangan kontemporer yaitu disebabkan adanya profesi-


profesi modern yang sangat mudah menghasilkan uang. Misalnya profesi dokter, konsultan,
advokat, dosen, arsitek dan sebagainya. Namun, kenyataan ini membuktikan bahwa pada akhir-
akhir ini banyak orang yang karena profesinya dapat menghasilkan uang yang begitu banyak
dengan waktu yang relatif singkat. Persoalan ini membawa kesenjangan atau ketidakadilan antara
petani yang memiliki penghasilan kecil dan mencurahkan tenaga yang banyak dengan dokter,
akuntan, konsultan yang hanya dalam waktu relatif pendek memiliki hasil yang cukup besar tanpa
harus mencurahkan tenaga yang banyak.11

2.4 WAKAF DALAM PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Pemikiran untuk menggerakkan roda perekonomian melalui penambahan dana dari luar
sistem negara dengan melalui pengembangan wakaf secara produktif. Dengan demikian, harta
wakaf harus dikelola secara produktif agar menghasilkan peluang bagi terbukanya sektor strategis
yang menguntungkan, seperti membuka lapangan kerja baru dan pengelolaan pelayanan publik
yang meringankan beban ekonomi masyarakat.12

Perkembangan wakaf Islam sebenarnya membentuk karakter khusus yang menjadikan


hukum Islam berbeda dengan hukum lainnya sejak zaman kenabian Muhammad SAW. Hukum
Islam ini telah berhasil menciptakan lembaga perekonomian ketiga dengan muatan nilai yang

11
M. Nasri Hamang Najed, Ekonomi Zakat (Makassar: LbH Press STAIN Parepare - Sulawesi Selatan, 2015), 242–
252.
12
Tika Widiastuti, Sri Herianingrum, and Siti Zulaikha, EKONOMI DAN MANAJEMEN ZISWAF (Zakat, Infak,
Sedekah, Wakaf) (Surabaya: Airlangga University Press, 2022), 139.

10
sangat unik, dan pelestarian yang berkesinambungan serta mendorong pemberlakuan hukum yang
tidak ada bandingannya di kalangan umat-umat yang lain.

Wakaf menjadi solusi bagi pengembangan harta produktif di tengah-tengah masyarakat dan
solusi dari ketidakpuasan individu dan kewenangan pemerintah secara bersamaan. Wakaf secara
khusus dapat membantu kegiatan masyarakat umum sebagai bentuk kepedulian terhadap umat,
dan generasi yang akan mendatang. Kegiatan sosial seperti ini telah dianjurkan dalam syariat Islam
sebagai kebutuhan manusia, bukan hanya terbatas pada kaum muslimim, tetapi juga pada
masyarakat non muslim. Pandangan Islam terhadap praktik wakaf sosial seperti ini telah lama
berlangsumg sepanjang sejarah Islam, bahkan bentuk dan tujuannya sangat bekembang pesat.13

Dalam sejarah perkembangan Islam, wakaf telah memiliki andil sangat besar dalam
pengembangan kegiatan social kesejahteraan kaum uamat Islam, dalam aspek pendidikan,
ekonomi sampai dengan budaya. Dengan demikian, institusi wakaf telah mengemban tugasnya
sebagaimana tugas-tugas institusi pemerintahan kementrian lain.

Institusi wakaf adalah satu institusi pembangunan ekonomi islam yang sudah ada di zaman
kepemimpinan Rasullullah dan telah memberi pengaruh yang signifikan terhadap kemajuan
generasi islam pada zamannya, isntitusi wakaf juga memiliki andil dalam kesejahteraan ekonomi
Islam. Dapat dilihat di negara Islam seperti, mesir, turki, sampai dengan maroko. Institusi wakaf
telah banyak berperan dalam membantu mensejahterakan dan memperdayakan ekonomi Islam.14

Wakaf memainkan peran penting dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam karena
melibatkan konsep kepemilikan yang berkelanjutan dan distribusi kekayaan yang adil. Wakaf
mengacu pada praktek menyumbangkan aset untuk tujuan sosial atau amal, yang berpotensi
memberikan manfaat ekonomi jangka panjang bagi masyarakat. Dalam konteks pemikiran
ekonomi Islam, wakaf menjadi instrument untuk mempromosikan keadilan sosial dan distribusi
kekayaan yang merata. Wakaf juga dapat digunakan sebagai sumber pendapatan yang
berkelanjutan untuk mendukung kegiatan sosial, ekonomi, dan pendidikan dalam masyarakat.

13
Yenni Samri Juliati Nasution, Manajemen Zakat dan Wakaf, Pustaka Radja (Medan: FEBI UIN-SU Press, 2021),
190.
14
Fahruroji, Wakaf Kontemporer (Jakarta Timur: BADAN WAKAF INDONESIA, 2019), 119.

11
Dengan demikian, dalam pemikiran ekonomi islam, wakaf dipandang sebagai salah satu instrumen
untuk mencapai tujuan ekonomi yang berkelanjutan dan adil.15 (0375 hal 67)

Wakaf memiliki beberapa peran penting dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam
dengan berbagai cara yang dapat dijelaskan secara terperinci:

1. Kepemilikan yang Berkelanjutan: Wakaf melibatkan pengalihan kepemilikan harta benda


dari individu kepada tujuan sosial atau amal. Ini menciptakan sebuah paradigma yang
berbeda dalam pemikiran ekonomi, di mana kepemilikan tidak hanya dianggap sebagai hak
individual, tetapi juga sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat. Dengan demikian, wakaf membantu memperkenalkan konsep kepemilikan
yang berkelanjutan, di mana aset-aset tersebut diarahkan untuk kepentingan umum dan
dipelihara untuk generasi mendatang.
2. Redistribusi Kekayaan : Salah satu tujuan utama pemikiran ekonomi Islam adalah untuk
mencapai distribusi kekayaan yang lebih adil dalam masyarakat. Melalui wakaf, harta yang
disumbangkan dipergunakan untuk kepentingan umum, seperti membangun fasilitas
pendidikan, kesehatan, atau sosial yang memberikan manfaat kepada seluruh masyarakat.
Ini membantu mengurangi kesenjangan ekonomi antara berbagai segmen masyarakat dan
memastikan bahwa kekayaan yang dimiliki oleh beberapa orang juga berkontribusi pada
kesejahteraan umum.
3. Pemberdayaan Ekonomi Lokal : Wakaf dapat menjadi instrumen untuk pemberdayaan
ekonomi lokal dengan berbagai cara. Misalnya, tanah wakaf dapat dimanfaatkan untuk
usaha pertanian atau pengembangan properti yang menghasilkan pendapatan bagi
masyarakat setempat. Pendapatan tersebut kemudian dapat digunakan untuk membiayai
proyek-proyek pembangunan lebih lanjut atau meningkatkan kesejahteraan umum,
sehingga menciptakan siklus ekonomi yang berkelanjutan di tingkat lokal.
4. Sumber Pendapatan yang Berkelanjutan : Wakaf juga dapat menjadi sumber pendapatan
yang berkelanjutan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga amal. Misalnya, aset yang
disumbangkan sebagai wakaf dapat diinvestasikan secara bijaksana untuk menghasilkan
pendapatan, yang kemudian dapat digunakan untuk mendukung berbagai program sosial

15
Katarina Podlogar Mentor, Dinamika Perwakafan di Indonesia dan Berbagai Belahan Dunia (Jakarta: KEMENAG,
2017), 67.

12
atau ekonomi. Ini membantu menciptakan sumber pendapatan yang stabil dan
berkelanjutan bagi masyarakat yang membutuhkannya.
5. Keadilan Sosial dan Solidaritas : Salah satu nilai utama dalam pemikiran ekonomi Islam
adalah mencapai keadilan sosial dan solidaritas dalam masyarakat. Wakaf membantu
mewujudkan nilai-nilai ini dengan menyediakan bantuan bagi mereka yang
membutuhkannya tanpa memandang status sosial atau ekonomi mereka. Hal ini
menciptakan iklim sosial yang lebih seimbang dan harmonis di mana setiap individu
memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan kesempatan.16

Dengan demikian, wakaf memiliki dampak yang signifikan dalam perkembangan


pemikiran ekonomi islam dengan memperkenalkan konsep-konsep baru tentang kepemilikan,
distribusi kekayaan, pemberdayaan ekonomi, dan solidaritas sosial.

16
Jaharuddin, Manajemen Wakaf Produktif (Jakarta: Kaizen Sarana Edukasi, 2020), 165–172.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Zakat dan wakaf merupakan dua aspek penting dalam pemikiran ekonomi Islam. Zakat
merupakan salah satu syariat Islam yang mendukung pembagian kekayaan dan pengembangan
keadilan ekonomi. Hal ini berarti bahwa zakat memiliki peranan penting dalam mengurangi
kemiskinan dan mengurangi perbedaan kemiskinan yang terlalu besar. Wakaf merupakan salah
satu cara untuk mengembangkan keadilan sosial dan ekonomi di masyarakat Islam. Hal ini dapat
dilakukan melalui pengembangan infrastruktur, pendidikan, dan penyediaan fasilitas kepada
masyarakat.

Pada masa sekarang, perkembangan pemikiran ekonomi Islam terus menerus menjadi lebih
kompleks dan terintegrasi dengan pemikiran ekonomi global. Zakat dan wakaf terus bertambah
dalam peranan yang lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Islam. Hal ini
dapat dilakukan melalui pengembangan sistem zakat yang lebih efisien dan transparan, serta
pengembangan wakaf yang lebih berkelanjutan dan terintegrasi dengan
pemikiran ekonomi global.

Keduanya menawarkan model ekonomi yang berpusat pada prinsip keadilan, solidaritas,
dan pembangunan berkelanjutan, yang menjadi landasan bagi pengembangan pemikiran ekonomi
Islam. Dengan memadukan nilai-nilai moral dengan prinsip-prinsip ekonomi, zakat dan wakaf
membuka jalan menuju model ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan, yang tidak
hanya relevan untuk masyarakat Muslim, tetapi juga memiliki relevansi global dalam mencapai
tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Kedua aspek ini memiliki peranan penting dalam
mengurangi kemiskinan, mengembangkan keadilan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Islam. Zakat dan wakaf harus terus dikembangkan dan terintegrasi dengan pemikiran
ekonomi global, agar dapat membawa manfaat yang lebih besar bagi masyarakat Islam.

14
3.2 Saran

Untuk meningkatkan peranan zakat dan wakaf dalam pemikiran ekonomi Islam, ada
beberapa saran yang dapat dilakukan.

1. Peningkatan transparansi dan efisiensi dalam sistem zakat: Perlu dilakukan peningkatan
transparansi dan efisiensi dalam sistem zakat, seperti pengembangan sistem pengolahan
zakat yang lebih efisien, transparan, dan mudah digunakan.
2. Peningkatan pendanaan zakat dan wakaf: Perlu dilakukan peningkatan pendanaan zakat
dan wakaf, seperti melakukan peningkatan pendanaan zakat melalui peningkatan jumlah
zakat yang dibayar, atau melalui peningkatan pendanaan wakaf melalui peningkatan
jumlah wakaf yang dilakukan.
3. Peningkatan pengembangan wakaf: Perlu dilakukan peningkatan pengembangan wakaf,
seperti melakukan peningkatan jumlah wakaf yang dilakukan, atau melalui peningkatan
jumlah fasilitas yang diberikan melalui wakaf.

15
DAFTAR PUSTAKA

a. Referensi dari Buku

Fahruroji. Wakaf Kontemporer. Jakarta Timur: BADAN WAKAF INDONESIA, 2019.

Jaharuddin. Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta: Kaizen Sarana Edukasi, 2020.

Mentor, Katarina Podlogar. Dinamika Perwakafan di Indonesia dan Berbagai Belahan Dunia.
Jakarta: KEMENAG, 2017.

Najed, M. Nasri Hamang. Ekonomi Zakat. Makassar: LbH Press STAIN Parepare - Sulawesi
Selatan, 2015.

Nasution, Juliana. Ekonomi Zakat Wakaf. Medan: FEBI UIN-SU Press, 2023.

Nasution, Yenni Samri Juliati. Manajemen Zakat dan Wakaf. Pustaka Radja. Medan: FEBI UIN-
SU Press, 2021.

Widiastuti, Tika, Sri Herianingrum, and Siti Zulaikha. EKONOMI DAN MANAJEMEN ZISWAF
(Zakat, Infak, Sedekah, Wakaf). Surabaya: Airlangga University Press, 2022.

b. Referensi dari Jurnal

Amelia, Amelia, Muhammad Iqbal Fasa, and Suharto Suharto. “Implementasi Zakat terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Dilihat dari Perspektif Ekonomi Islam.” Jurnal Bina Bangsa
Ekonomika 15, no. 1 (2022): 210–219.

Anjelina, Eni Devi, Rania Salsabila, and Dwi Ayu Fitriyanti. “Peranan Zakat, Infak dan Sedekah
dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat.” Jihbiz Jurnal Ekonomi
Keuangan dan Perbankan Syariah 4, no. 2 (2020): 136–147.

Fikriawan, Suad. “Dinamika Zakat dalam Tinjauan Sejarah Keindonesiaan: Kajian Positifikasi
dan Implikasinya bagi Ekonomi Umat.” AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial
Islam 1, no. 1 (2019): 73–92.

16
Haryono, E. “Pemberdayaan Ekonomi Islam Melalui Optimalisasi Zakat.” Al Fattah : Jurnal
SMA Al Muhammad Cepu 1, no. 1 (2023): 17–30.
https://www.ejournal.smaamc.sch.id/index.php/belajar/article/view/14%0Ahttps://www.ejo
urnal.smaamc.sch.id/index.php/belajar/article/download/14/21.

Iqbal, Muhammad. “Hukum Zakat dalam Perspektif Hukum Nasional.” Jurnal Asy Syukriyyah
20, no. 1 (2019): 26–51.

Muhlis, and Anas. “Pemikiran Ekonomi Imam Syafi’i Tentang Wakaf Muhlis.” AT TAWAZUN:
JUrnal Ekonomi Islam 1, no. 2 (2021): 12–35. https://journal3.uin-
alauddin.ac.id/index.php/attawazun/article/view/23436.

Ridwan, Murtadho. “Wakaf dan Pembangunan Ekonomi.” ZISWAF : Jurnal Zakat dan Wakaf 4,
no. 1 (2017): 105–124.

Urif, Usman Zinuddin, Mahillatul Iffa Nuril Fajria, and Silvia Maula Aulia. “Peran Zakat dan
Wakaf dalam Pembangunan Ekonomi Umat Perspektif Ekonomi Islam.” FiTUA: Jurnal
Studi Islam 1, no. 2 (2020): 202–234.

Utami, Salasiah Nuraini, and Faishol Luthfi. “Peran Zakat, Infak, Sedekah, dan Waqaf dalam
Menanggulangi Kemiskinan Studi Pada Baitulamaal Iltizam Indonesia.” PROSEDING
SEMINAR NASIONAL PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM 1, no. 2 (2023): 530–539.

17

Anda mungkin juga menyukai