MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Makro Islam
Dosen Pengampu: Hj. Amalia Nuril Hidayati, S.E., M. Sy.
Disusun oleh:
Kelompok 10
Syifaul Azza Amin (1860406223159)
Afla Zahrotussholikhah (1860406223160)
Ahmad Washil (1860406223140)
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT.
dan tercatat sebagai amal shalih. Akhirnya, karya ini penulis suguhkan
kepada segenap pembaca, dengan harapan adanya saran dan kritik yang
bersifat konstruktif demi perbaikan. Semoga karya ini bermanfaat dan
mendapat ridha Allah SWT.
1
Kelompok 10
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.................................................................................................................3
F. Pengeluaran Pemerintah.....................................................................................................10
G. Utang Pemerintah...............................................................................................................12
BAB III.............................................................................................................................13
PENUTUP........................................................................................................................13
DAFTAR RUJUKAN15
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
Bagaimana kebijakan Islam dalam hal fiskal? Lahirnya kebijakan fiskal suatu
negara sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Fiskal adalah salah satu bagian atau
instrumen ekonomi publik, Pembahasan mengenai kebijakan ekonomi publik biasanya
sangat rumit karena masuknya faktor-faktor non-ekonomi ke dalamnya. Aspek-aspek
sosial, politik dan strategik dalam kebijakan ekonomi publik itu penting dan tidak boleh
dipisahkan, karena kehidupan adalah satu kesatuan.
B. Rumusan Masalah
1
Muhamad, Makroekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: UPP STIM
YKPN, 2020), hlm. 197
2
1. Apa definisi dan konsep kebijakan fiskal?
2. Apa saja bentuk kebijakan fiskal?
3. Bagaimana kebijakan fiskal masa Rasulullah?
4. Bagaimana kebijakan fiskal masa Khulafaur Rasyidin?
5. Bagaimana definisi dan konsep baitulmaal?
6. Bagaimana pengeluaran pemerintah?
7. Bagaimana utang pemerintah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dan konsep kebijakan fiskal.
2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk kebijakan fiskal.
3. Untuk mengetahui dan memahami kebijakan fiskal masa Rasulullah.
4. Untuk mengetahui dan memahami kebijakan fiskal masa Khulafaur Rasyidin.
5. Untuk mengetahui dan memahami definisi dan konsep baitulmaal.
6. Untuk mengetahui dan memahami pengeluaran pemerintah.
7. Untuk mengetahui dan memahami utang pemerintah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2
Al-Ayubi1, Solahuddin, Evania Herindar, Al-Kharaj: Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis
Syariah, Amalan Zakat dari Masa: Pada Masa Rasulullah hingga Pasca-Kemerdekaan Indonesia 4 Nomor 2
2022(470)
4
a) sebuah. Memiliki kesadaran kolektif dan memberdayakan Baitulmal
secara optimal.
b) Ada komitmen yang tinggi kepada seorang pemimpin dan didukung oleh
kesadaran rakyat pada umumnya untuk menciptakan kesejahteraan,
solidaritas, dan pemberdayaan.
c) Ada kesadaran di kalangan muzakki yang relatif baik. Didirikan secara
ekonomi
Setelah dinasti Umayyah, berikutnya adalah dinasti Abbasiyah. Pada saat
ini, orang-orang Mulai tidak membayar zakat karena tingginya beban pajak Kharj
dan USHR. Dalam Dinasti Andalusia, pengelolaan zakat menjadi rebutan antara
Kepala suku, akibatnya, distribusi zakat tidak dapat memenuhi kecukupan miskin.
Situasi ini berubah selama dinasti Fatimiyah. Pada saat ini, khalifah bertanya
Setiap kepala daerah mengumpulkan zakat, kemudian menyetorkan zakat
kepadanya tanpa ada pengeluaran atau penerimaan. Pelajaran paling kritis di era
ini adalah bahwa public. Kepercayaan dan kepatuhan dalam membayar zakat
adalah penentu utama zakat kinerja (Kementerian Agama Republik Indonesia,
2013)
Pemerintahan pada masa dinasti Abbasiyah memiliki tatanan yang modern
dan rasional birokrasi, dibandingkan dengan administrasi selama dinasti
Umayyah, yang memiliki karakter keluarga. Ada tiga jenis layanan atau biro
dalam pemerintahan urusan. Pertama Diwan Al-Rasa'il l Kantor Korespondensi
dan Arsip Umum. Kedua, biro pengumpulan pajak seperti Diwan Al-Kharaj, yang
ketiga, biro untuk membayar sipil gaji pelayan, dan yang paling penting, Diwan
Al-Jaysy, biro militer. Meskipun Sistem administrasi pemerintahan yang prima
ini, kinerja zakat mengalami penurunan. Pendapatan negara berasal dari zakat dan
jays' yang terdiri dari kharaj, pajak dari negara lain, uang tebusan, jizyah, dan bea
masuk atas barang-barang impor dari negara non-Muslim Pendapatan negara yang
substansial menunjukkan bahwa itu membuat Ekonomi makmur, memungkinkan
elit untuk hidup dalam kemewahan. Seiring dengan kemewahan gaya hidup dan
tindakan korupsi yang dilakukan oleh pegawai pemerintah, akhirnya, pendapatan
Negara Abbasiyah menunjukkan tren penurunan dari waktu ke waktu. Penurunan
5
ini mencerminkan berkurangnya tingkat kepatuhan publik dalam membayar pajak
dan penurunan di depan umum kepercayaan dan kondisi ekonomi dari masa
kejayaan hingga dinasti Abbasiyah.3
6
Selanjutnya adalah kerajaan Banjar, yang juga berperan aktif dalam memungut
pajak dan Zakat. Ada berbagai jenis pajak pada waktu itu, termasuk pajak tanah, pajak
beras kesepuluh, emas, pajak mendulang berlian, pajak barang dagangan, dan pajak kota.
Pemungutan pajak atas Produk pertanian dilakukan setiap tahun setelah musim panen,
dalam bentuk uang atau tanaman (Faissal, 2011). 4
Pembayaran pajak di kerajaan Banjar diserahkan kepada Badan urusan pajak yang
disebut "Mantri Bumi." Orang-orang yang bekerja di Mantri Bumi Berasal dari warga
kerajaan biasa namun memiliki tenaga ahli yang mumpuni di bidangnya. Jadi Mereka
ditunjuk sebagai pejabat kerajaan.
7
Adapun sumber lain berasal dari kharaj (pajak tanah) yang dipungut kepada
nonmuslim ketika Khaibar ditaklukkan, jumlah kharaj dari tanah ini tetap yaitu setengah
dari hasil produksi. Jadi, pengertian kharaj adalah kebijakan fiskal yang diwajibkan atas
tanah pertanian di negara-negara Islam yang baru berdiri. Para fuqaha menetapkan bahwa
Al-Kurraj adalah rezeki yang diberikan oleh Allah kepada kaum Muslimin karena
kemenangan mereka atas musuh-musuh mereka, kewajiban kharaj dilaksanakan setiap
satu tahun sekali.
Sedangkan ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semu pedagang,
dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang nilainya lebih
dari 200 dirham. Jadi, ushr ini diwajibka pada komoditas perdagangan yang diekspor
maupun diimpor dian sebuah negara Islam. Kewajiban ini termasuk dalam sistem fiskal
lla yang menggunakan dalil muamalah bi al-mitsl (reciprocity in internation trade).
Zakat dan ushr adalah pendapatan yang paling utama bagi negara pada masa
Rasulullah hidup. Kedua jenis pendapatan ini berbeda dengan pajak dan tidak
diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk
salah satu pilar Islam. Ditinjau sisi keuangan publik, maka pengumpulan dan pengeluaran
dana zakat dapat dipandang sebagai kegiatan untuk mencapai sasaran distribusi pendapat
yang lebih merata. Islam tidak menghendaki adanya harta yang 'diam' dalam tangan
seseorang. Apabila harta tersebut telah cukup nisabnya, maka berdasarkan ketentuan
syariah Islam yang ada, harta yang ada wajib dikeluarkan zakatnya. Dengan demikian,
terlihat di sini, ada usaha untuk mendorong orang memutarkan hartanya ke dalam sistem
perekonomian. Dalam hal ini tampak tujuan 'distribusi' dari kebijakan fiskal-dalam hal ini
kebijakan zakat untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, masih ada lagi yang disebut amwal fadhla, yaitu harta benda kaum
muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang
8
muslim yang meninggalkan negerinya. Instrumen lain adalah nawaib, pajak yang
jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka
menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa
Perang Tabuk.6
Jadi, dasar-dasar kebijakan fiskal pada masa Rasulullah menyangkut penentuan
subjek dan objek kewajiban membayar kharaz, zakat, ushr, jizyah dan kafarat, termasuk
penentuan batas minimal terkena kewajiban (nisab), umur objek terkena kewajiban
(haul), dan tarifnya.
6
Nurul Huda, dkk., Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoretis, (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2008), hlm. 156—162
7
Ibid., hlm. 163
9
Dalam aspek ekonomi sistem ekonomi yang dikembangkan Khalifah Umar bin
Khattab berdasarkan kepada keadilan dan kebersamaan. Sistem tersebut didasarkan pada
prinsip pengambilan sebagian kekayaan orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-
orang miskin. Faktor-faktor produksi yang dimiliki tidak berada dalam kekuasaan
individu. Semua faktor produk tanah, tenaga kerja, modal, dan organisasi berada pada
komunitas.
Kontribusi yang diberikan Umar untuk mengembangkan ekonomi Islam:
1. Reorganisasi baitulmal, dengan mendirikan Diwan Islam yang pertama yang disebut
dengan al-Divan (sebuah kantor yang ditujuk untuk membayar tunjangan-tunjangan
angkatan perang dan pensie dan tunjangan-tunjangan lain.
2. Pemerintah bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian
kepada warga negaranya.
3. Diversifikasi terhadap objek zakat (zakat terhadap karet di Semenanjung Yaman),
tarif zakat (misalnya, mengenakan dasar adralorem, satu dirhan untuk 40 dirham).
4. Pengembangan ushr (pajak) pertanian (misalnya, pembebaran sepersepuluh hasil
pertanian).
5. Undang-undang perubahan pemilikan tanah (land reform).
6. Pengelompokan pendapatan negara dalam 4 bagian.8
8
Ibid., hlm. 164
10
Pada awal pemerintahan Usman mencoba melanjutkan dan mengembangkan
kebijaksanaan yang dijalankan khalifah Umar. Pada enam uhun kepemimpinannya hal-
hal yang dilakukan:
1. Pembangunan pengairan.
2. Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan perdagangan.
3. Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hukum.
4. Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan hasilnya
mengalami peningkatan bila dibandingkan pada masa Umar dari 9 juta menjadi 50
juta dirham.
5. Selama enam tahun terakhir dari pemerintahan Usman situasi politik negara sangat
kacau. Kepercayaan terhadap pemerintahan Usman mulai berkurang dan puncaknya
rumah Usman dikepung dan beliau dibunuh dalam usia 82 tahun.
Khalifah Ali Bin Abi Thalib (23 SH - 40 H / 600-661 M)
Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan dan administrasi
umum. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukan kepada Malik
Ashter bin Harith, di mana surat tersebut mendeskripsikan tugas kewajiban dan tanggung
jawab penguasa menyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadap keadilan,
kontrol terhadap pejabat tinggi dan staf, menguraikan pendapat pegawai administrasi dan
pengadaan bendahara.
Beberapa perubahan kebijaksanaan yang dilakukan pada masa khalifah Ali antara
lain:
1. Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada baitulmal berbeda dengan Umar
yang menyisihkan untuk cadangan.
2. Pengeluaran angkatan laut dihilangkan.
3. Adanya kebijakan pengetatan anggaran.9
9
Ibid., hlm. 165
11
aturan syariat. Sedangkan menurut Harun Nasution, baitul mal bisa diartikan sebagai
pembendaharan (umum atau negara).
Secara harfiah, baitul maal berarti rumah dana. Baitul mal ini sudah ada sejak
pada zaman rasulullah, berkembang pesat pada abad pertengahan. Baitul mal berfungsi
sebagai pengumpulan dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial,
Seperti yang telah diketahui, pada masa Rasulullah saw hingga kepemimpinan
Abu Bakar, pengumpulan dan pendistribusian dana zakat serta dilakukan pungutan-
pungutan lainnya secara serentak. Artinya pendistribusian dana tersebut langsung
dilakukan setelah pengumpulan, sehingga para petugas Baitul Mal selesai melaksanakan
tugasnya tidak membawa sisa dana untuk di simpan. Sedangkan pada masa Umar Bin
Khattab, pengumpulan dana ternyata begitu besar sehingga di ambil keputusan
menyimpan untuk keperluan darurat. Dengan keputusan tersebut, maka Baitul Mal secara
resmi dilembagakan, dengan maksud awal untuk pengelolaan dana tersebut (Sakti,
2007).10
Lembaga Baitul Maal (rumah dana), merupakan lembaga bisnis dan sosial yang
pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan
juga peminjaman. BMT merupakan bentuk lembaga keuangan yang serupa dengan
koperasi atau lembaga swadaya masyarakat. BMT merupakan balai usaha mandiri
terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al tanwil dengan kegiatan
mengembangkan ekonomi pengusaha kecil dan mendorong, kegiatan penabung dan
penunjang kegiatan pembiayaan eknomi serta menyalurkan harta masyarakat berupa
zakat, infaq dan shodaqoh.
Lembaga-lembaga keuangan syariah seperti halnya BMT di Indonesia mengalami
perkembangan yang sangat pesal, sehingga menyebabkan persaingan-persaingan yang
semakin ketat antar BMT atau lembaga keuangan lainnya. Hal ini akan memicu lembaga
keuangan untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan untuk nasabahnya. Namun ada
beberapa hal yang bisa membedakan antara BMT dengan dengan lembaga keuangan
lainnya. Perbedaannya, yaitu terdapatnya program sosial yang dapat membantu
10
Agus Marimin, “Baitul Maal sebagai Lembaga Keuangan Islam dalam
Memperlancar Aktivitas Perekonomian” dalam
https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jap/article/download/139/109, diakses 6 November
2023
12
masyarakat lainnya. Perbedaan ini yang menjadikan BMT menjadi lebih diminati oleh
masyarakat.11
F. Pengeluaran Pemerintah
Berdasarkan institusi yang menanganinya, pengeluaran pemerintah dibedakan menjadi:
1. Pengeluaran Pemerintah Pusat
Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi:
Pengeluaran untuk Belanja Pemerintah Pusat
a. Belanja Pegawai
b. Belanja Barang
c. Belanja Modal
d. Pembayaran Bunga Utang
e. Subsidi
f. Belanja Hibah
g. Bantuan Sosial
h. Belanja Lain-lain
Dana yang dialokasikan ke Daerah
a. Dana Perimbangan
b. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
Pengeluaran untuk Pembiayaan
a. Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah
b. Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri
c. Pembiayaan lain-lain
2. Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi
Dalam APBD Provinsi, pengeluaran negara dibedakan menjadi:
a. Pengeluaran untuk Belanja
b. Belanja Operasi
c. Belanja Barang dan jasa
d. Belanja Pemeliharaan
e. Belanja perjalanan Dinas
11
Sri Susilo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Salemba Empat,
2000) hlm. 56
13
f. Belanja Pinjaman
g. Belanja Subsidi
h. Belanja Hibah
i. Belanja Bantuan Sosial
j. Belanja Operasional Lainnya
Belanja Modal, terdiri dari:
a. Belanja Aset Tetap
b. Belanja aset lain-lain
c. Belanja tak tersangka
3. Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Bagi hasil pendapatan ke kabupaten/kota/desa, terdiri dari:
a. Bagi hasil pajak ke Kabupaten/Kota
b. Bagi hasil retribusi ke Kabupaten/Kota
c. Bagi hasil pendapatan lainnya ke Kabupaten/Kota
4. Pengeluaran Pemerintah Pusat
Pengeluaran untuk Pembiayaan, terdiri dari:
a. Pembayaran Pokok Pinjaman
b. Penyertaan modal pemerintah
c. Belanja investasi Permanen Pemberian pinjaman jangka panjang
G. Utang Pemerintah
Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran
bunga dan pokoknya oleh negara RI sesuai masa berlakunya. SUN digunakan oleh
pemerintah antara lain untuk membiayai defisit APBN serta menutup kekurangan kas
jangka pendek dalam satu tahun anggaran.
Surat utang negara terdiri atas:
1. Surat Perbendaharaan Negara
Surat Perbendaharaan Negara berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan
dengan pembayaran bunga secara diskonto.
2. Obligasi Negara
14
Obligasi Negara berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon
dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto/bunga.12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebijakan fiskal merupakan suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal
dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang
didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai
material dan spritual pada tingkat yang sama.
2. Secara teoritis, bentuk-bentuk kebijakan fiskal dapat berupa kebijakan fiskal
fungsional, kebijakan fiskal sengaja, dan kebijakan fiskal tidak disengaja.
3. Sumber penerimaan pada masa Rasulullah dapat digolongkan menjadi tiga
golongan besar, yakni dari kaum muslim, dari kaum nonmuslim, dan dari sumber
lain. Dari golongan muslim terdiri atas zakat, ushr,wakaf, amwal fadhla, nawaib,
dan shadaqah seperti qurban dan kafarat.
Dasar-dasar kebijakan fiskal pada masa Rasulullah menyangkut penentuan subjek
dan objek kewajiban membayar kharaz, zakat, ushr, jizyah dan kafarat, termasuk
penentuan batas minimal terkena kewajiban (nisab), umur objek terkena
kewajiban (haul), dan tarifnya.
4. Kebijakan fiskal juga dilaksanakan pada masa Khulafaur Rasyidin, dimulai dari
Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar Bin Khattab, dan Ali Bin Abi Thalib.
12
Zulkifli Rusby, Ekonomi…, hlm. 84—85
15
5. Lembaga Baitul Maal (rumah dana), merupakan lembaga bisnis dan sosial yang
pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
dan juga peminjaman. BMT merupakan bentuk lembaga keuangan yang serupa
dengan koperasi atau lembaga swadaya masyarakat. BMT merupakan balai usaha
mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al tanwil dengan kegiatan
mengembangkan ekonomi pengusaha kecil dan mendorong, kegiatan penabung
dan penunjang kegiatan pembiayaan eknomi serta menyalurkan harta masyarakat
berupa zakat, infaq dan shodaqoh.
6. Berdasarkan institusi yang menanganinya, pengeluaran pemerintah dibedakan
menjadi: pengeluaran pemerintah pusat, pengeluaran pemerintah daerah provinsi,
pengeluaran pemerintah daerah kabupaten/kota.
7. Surat utang negara terdiri atas surat perbendaharaan negara dan obligasi negara.
B. Saran
Sebagai akhir kata dari makalah ini, penulis berharap agar pembaca dapat mengetahui
dan memahami materi mengenai kebijakan fiskal, pembelanjaan hutang, hutang jangka
pendek dan hutang jangka panjang. Dalam makalah ini mungkin sangat banyak sekali
kesalahan-kesalahan dari segi penulisan ataupun hal yang lainnya. Dengan demikian
kami sebagai penulis mohon maaf dan juga kami mengharapkan kritik dan saran atas
tulisan kami agar bisa membangun dan memotivasi kami agar membuat tulisan jauh lebih
baik lagi.
16
DAFTAR RUJUKAN
Aini, Ihda. 2019. "Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam". Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu
Hukum, (Online), 17 (2): 43-50,
(https://ejournal.iainkerinci.ac.id/index.php/alqisthu/issue/view/60)), diakses 6
November 2023.
Fauziyah, Rosyda Nur. 2021. "Pengertian Kebijakan Fiskal: Tujuan, Bentuk, Fungsi dan
Contohnya", dalam https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-kebijakan-
fiskal/#E_Bentuk_Kebijakan_Fiskal, diakses 5 November 2023.
Huda, Nurul, dkk. 2008. Ekonomi Makro Islam: Pedekatan Teoretis. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Groub.
Marimin, Agus. 2014. "Baitul Maal sebagai Lembaga Keuangan Islam dalam
Memperlancar Aktivitas Perekonomian". Jurnal Akuntansi dan Pajak, (Online), 14
(2): 41-42 (https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jap/article/download/139/109),
diakses 6 November 2023.
Muhamad. 2020. Makroekonomi Islam: Suatu Pengantar. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Susilo, Sri. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Salemba Empat.
17