Anda di halaman 1dari 21

KEBIJAKAN FISKAL DALAM EKONOMI ISLAM

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Makro Islam
Dosen Pengampu: Hj. Amalia Nuril Hidayati, S.E., M. Sy.

Disusun oleh:
Kelompok 10
Syifaul Azza Amin (1860406223159)
Afla Zahrotussholikhah (1860406223160)
Ahmad Washil (1860406223140)

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH 3A


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhamad SAW. Sehubungan dengan terselesaikannya penulisan makalah ini
maka penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor UIN SATU Tulungagung.


2. Dr. H. Dede Nurohman, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam UIN SATU Tulungagung.
3. Hj. Amalia Nuril Hidayati, S.E., M. Sy., selaku Koorprodi
Manajemen Keuangan Syariah UIN SATU Tulungagung.
4. Hj. Amalia Nuril Hidayati, S.E., M. Sy., selaku dosen pengampu
mata kuliah Ekonomi Makro Islam.
5. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan
makalah ini.

Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT.
dan tercatat sebagai amal shalih. Akhirnya, karya ini penulis suguhkan
kepada segenap pembaca, dengan harapan adanya saran dan kritik yang
bersifat konstruktif demi perbaikan. Semoga karya ini bermanfaat dan
mendapat ridha Allah SWT.
1

Tulungagung, 04 November 2023

Kelompok 10

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii

BAB I...................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..............................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

C. Tujuan...................................................................................................................................2

BAB II.................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.................................................................................................................3

A. Definisi dan Konsep Kebijakan Fiskal.................................................................................3

B. Bentuk Kebijakan Fiskal.......................................................................................................4

C. Kebijakan Fiskal Masa Rasulullah.......................................................................................5

D. Kebijakan Fiskal Masa Khulafaur Rasyidin.........................................................................7

E. Definisi dan Konsep Baitulmaal...........................................................................................9

F. Pengeluaran Pemerintah.....................................................................................................10

G. Utang Pemerintah...............................................................................................................12

BAB III.............................................................................................................................13

PENUTUP........................................................................................................................13

DAFTAR RUJUKAN15

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1
A. Latar Belakang

Ekonomi neoklasik mempercayakan, bahwa kebijakan publik biasanya didasarkan


pada kemampuan pemerintah dalam menarik pajak dan memacu tarif pada subsidi asing.
Dalam bahasa ekonomi yang termasuk sebagai kebijakan publik salah satunya berupa
kebijakan fiskal. Sehingga kebijakan fiskal dalam bahasa ekonomi konvensional
dipandang sebagai instrumen manajemen permintaan yang berusaha mempengaruhi
tingkat aktivitas ekonomi melalui pengendalian pajak dan pengeluaran pemerintah.

Bagaimana kebijakan Islam dalam hal fiskal? Lahirnya kebijakan fiskal suatu
negara sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Fiskal adalah salah satu bagian atau
instrumen ekonomi publik, Pembahasan mengenai kebijakan ekonomi publik biasanya
sangat rumit karena masuknya faktor-faktor non-ekonomi ke dalamnya. Aspek-aspek
sosial, politik dan strategik dalam kebijakan ekonomi publik itu penting dan tidak boleh
dipisahkan, karena kehidupan adalah satu kesatuan.

Kebijakan fiskal atau secara tradisional dikenal dengan keuangan publik,


merupakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan ketentuan, pemeliharaan dan
pembayaran dari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi fungsi-fungsi publik
dan pemerintahan. Penghasilan dan pembiayaan otoritas publik dan administrasi
keuangan. Kebijakan fiskal adalah salah satu kebijakan ekonomi yang penting dalam
pengaturan penerimaan dan pengeluaran negara. Kebijakan fiskal sering digunakan oleh
pemerintah dalam upaya untuk mencapai tujuan ekonomi nasional, seperti mengurangi
pengangguran, menstabilkan inflasi, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Di dalam sejarah Islam, keuangan publik berkembang bersamaan dengan


pengembangan masyarakat muslim dan pembentukan negara Islam oleh Rasulullah
SAW, kemudian diteruskan oleh para sahabat (khulafaur rassyidin). Kendatipun,
sebelumnya telah digariskan dalam Al-Qur'an, dalam hal santunan kepada orang miskin. 1

B. Rumusan Masalah

1
Muhamad, Makroekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: UPP STIM
YKPN, 2020), hlm. 197

2
1. Apa definisi dan konsep kebijakan fiskal?
2. Apa saja bentuk kebijakan fiskal?
3. Bagaimana kebijakan fiskal masa Rasulullah?
4. Bagaimana kebijakan fiskal masa Khulafaur Rasyidin?
5. Bagaimana definisi dan konsep baitulmaal?
6. Bagaimana pengeluaran pemerintah?
7. Bagaimana utang pemerintah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dan konsep kebijakan fiskal.
2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk kebijakan fiskal.
3. Untuk mengetahui dan memahami kebijakan fiskal masa Rasulullah.
4. Untuk mengetahui dan memahami kebijakan fiskal masa Khulafaur Rasyidin.
5. Untuk mengetahui dan memahami definisi dan konsep baitulmaal.
6. Untuk mengetahui dan memahami pengeluaran pemerintah.
7. Untuk mengetahui dan memahami utang pemerintah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Zakat Pasca Khulafaur Rasyidim


1. Amalan Zakat pada Masa Tabi'in
Pada periode setelah khulafaurrasydin, tanggung jawab pengelolaan zakat
adalah sedikit terpisah dari otoritas pemerintah. Jika dibandingkan, pemerintah
Nabi dan khulafaurrasyidin adalah demokratis dan secara konsisten melayani
kepentingan rakyat. Pada saat yang sama, kepemimpinan di tahun-tahum
berikutnya adalah Dibangun pemerintah berdasarkan kekuatan dengan sistem
pewarisan (kecuali selama Khilafah Umar bin Abdul Azis). Kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah sebagai imam yang kewenangan pengelolaan zakat semakin
memudar (Fadhillah, 2018) Setelah pemerintahan Khulafa' Al-Rashidin,
kemudian dilanjutkan pada masa dinasti Kerajaan Islam, yang ditandai dengan
berdirinya dinasti Umayyah. Seiring dengan Kemajuan negara dan peradaban,
sistem pengelolaan zakat adalah menjadi lebih baik. Namun, kinerjanya
mengalami kemunduran kecuali selama masa Umar bin Abdul Aziz..2
Khalifah 'Umar bin 'Abdul al-Aziz (717 M) adalah tokoh terkemuka yang
diingat oleh sejarah dan merupakan contoh teladan dalam kepemimpinan,
termasuk yang terkait dengan negara keuangan melalui pengelolaan zakat.
Meskipun dia hanya memerintah selama empat tahun, Pemerintah dan masyarakat
makmur di bawah kepemimpinannya dalam mengelola negara melalui zakat.
Selama pemerintahannya, dana zakat melimpah dan disimpan di Baitul Maal.
Bahkan saat itu, petugas amil zakat kesulitan menemukan miskin yang
membutuhkan aset zakat. Ada beberapa faktor di balik keberhasilan zakat
manajemen dan manajemen selama Khalifah 'Umar bin 'Abdul al-'Aziz meliputi:
(Abdullah, 2003) :

2
Al-Ayubi1, Solahuddin, Evania Herindar, Al-Kharaj: Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis
Syariah, Amalan Zakat dari Masa: Pada Masa Rasulullah hingga Pasca-Kemerdekaan Indonesia 4 Nomor 2
2022(470)

4
a) sebuah. Memiliki kesadaran kolektif dan memberdayakan Baitulmal
secara optimal.
b) Ada komitmen yang tinggi kepada seorang pemimpin dan didukung oleh
kesadaran rakyat pada umumnya untuk menciptakan kesejahteraan,
solidaritas, dan pemberdayaan.
c) Ada kesadaran di kalangan muzakki yang relatif baik. Didirikan secara
ekonomi
Setelah dinasti Umayyah, berikutnya adalah dinasti Abbasiyah. Pada saat
ini, orang-orang Mulai tidak membayar zakat karena tingginya beban pajak Kharj
dan USHR. Dalam Dinasti Andalusia, pengelolaan zakat menjadi rebutan antara
Kepala suku, akibatnya, distribusi zakat tidak dapat memenuhi kecukupan miskin.
Situasi ini berubah selama dinasti Fatimiyah. Pada saat ini, khalifah bertanya
Setiap kepala daerah mengumpulkan zakat, kemudian menyetorkan zakat
kepadanya tanpa ada pengeluaran atau penerimaan. Pelajaran paling kritis di era
ini adalah bahwa public. Kepercayaan dan kepatuhan dalam membayar zakat
adalah penentu utama zakat kinerja (Kementerian Agama Republik Indonesia,
2013)
Pemerintahan pada masa dinasti Abbasiyah memiliki tatanan yang modern
dan rasional birokrasi, dibandingkan dengan administrasi selama dinasti
Umayyah, yang memiliki karakter keluarga. Ada tiga jenis layanan atau biro
dalam pemerintahan urusan. Pertama Diwan Al-Rasa'il l Kantor Korespondensi
dan Arsip Umum. Kedua, biro pengumpulan pajak seperti Diwan Al-Kharaj, yang
ketiga, biro untuk membayar sipil gaji pelayan, dan yang paling penting, Diwan
Al-Jaysy, biro militer. Meskipun Sistem administrasi pemerintahan yang prima
ini, kinerja zakat mengalami penurunan. Pendapatan negara berasal dari zakat dan
jays' yang terdiri dari kharaj, pajak dari negara lain, uang tebusan, jizyah, dan bea
masuk atas barang-barang impor dari negara non-Muslim Pendapatan negara yang
substansial menunjukkan bahwa itu membuat Ekonomi makmur, memungkinkan
elit untuk hidup dalam kemewahan. Seiring dengan kemewahan gaya hidup dan
tindakan korupsi yang dilakukan oleh pegawai pemerintah, akhirnya, pendapatan
Negara Abbasiyah menunjukkan tren penurunan dari waktu ke waktu. Penurunan

5
ini mencerminkan berkurangnya tingkat kepatuhan publik dalam membayar pajak
dan penurunan di depan umum kepercayaan dan kondisi ekonomi dari masa
kejayaan hingga dinasti Abbasiyah.3

B. Praktek Zakat di Indonesia Selama Kerajaan Islam


Di Indonesia, kegiatan zakat diperkirakan sudah mulai dipraktekkan sejak
masuknya Islam di Nusantara sekitar abad kedelapan sampai kesembilan Masehi (Fauzia
& Hermawan, 2003). Ketika Islam masuk ke Indonesia, zakat menjadi bagian dari ibadah
di Indonesia karena zakat adalah bagian dari rukun Islam dan harus dilakukan oleh
seorang muslim Kemudian pada abad kesembilan belas, setelah Islamisasi menyebar ke
hampir seluruh penjuru dunia. Praktik zakat dapat ditemukan di semua komunitas
Muslim di Indonesia. Di Indonesia, meskipun jenis zakat yang umumnya dipraktekkan
hanya zakat fitrah, sedangkan zakat mal masih sangat terbatas (Hurgronje, 1992). Pada
saat itu, zakat menjadi kewajiban publik dan berkontribusi pada pengembangan kerajaan
Islam. Kemudian Zakat dikelola oleh negara dan dianggap sebagai pendapatan negara.
Kerajaan memiliki peran dalam mengumpulkan zakat dengan pengelolaan zakat
yang terpusat sistem. Misalnya, selama Kerajaan Islam Aceh, negara mewajibkan zakat
dan pajak atas setiap warga negara (Faisal, 2011). Pada saat itu dan tidak ada lembaga
swasta. Diperbolehkan mengelola dana zakat kecuali kerajaan. Selanjutnya, kerajaan
Membentuk badan yang ditangani oleh pejabat kerajaan yang memiliki tugas
mengumpulkan zakat dan Pajak. Pada masa pemerintahan kerajaan Aceh, kantor
pembayar zakat dan pajak terjadi di masjid. Ada seorang imam dan kadi (penghulu) yang
ditunjuk untuk memimpin pelaksanaan ritual keagamaan. Penghulu memainkan peran
penting dalam mengelola keuangan masjid bersumber dari zakat, sedekah, hibah, wakaf,
dan pajak (Azra, 2006).

6
Selanjutnya adalah kerajaan Banjar, yang juga berperan aktif dalam memungut
pajak dan Zakat. Ada berbagai jenis pajak pada waktu itu, termasuk pajak tanah, pajak
beras kesepuluh, emas, pajak mendulang berlian, pajak barang dagangan, dan pajak kota.
Pemungutan pajak atas Produk pertanian dilakukan setiap tahun setelah musim panen,
dalam bentuk uang atau tanaman (Faissal, 2011). 4
Pembayaran pajak di kerajaan Banjar diserahkan kepada Badan urusan pajak yang
disebut "Mantri Bumi." Orang-orang yang bekerja di Mantri Bumi Berasal dari warga
kerajaan biasa namun memiliki tenaga ahli yang mumpuni di bidangnya. Jadi Mereka
ditunjuk sebagai pejabat kerajaan.

C. Praktik zakat selama kolonialisme


Selanjutnya, selama kolonialisme, zakat berfungsi sebagai sumber dana untuk
perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Setelah pemerintah Hindia Belanda
mengetahui tentang Fungsi zakat, maka ia melarang semua pegawai pemerintah dan
pribumi aristokrat untuk mengeluarkan zakat atas aset mereka. Larangan zakat oleh
Belanda Timur Pemerintah Hindia tentu menghambat pelaksanaan zakat (Ali, 1988).
Kemudian pada awal abad kedua puluh, Pemerintah Hindia Belanda Peraturan
Ordonantie nomor 6200 dikeluarkan pada tanggal 28 Februari 1905. Dalam hal ini
peraturannya, pemerintah Hindia Belanda tidak akan lagi ikut campur dalam zakat
pengelolaan, dan pengelolaan zakat akan diserahkan kepada umat Islam (Faisal, 2011). 5

7
Adapun sumber lain berasal dari kharaj (pajak tanah) yang dipungut kepada
nonmuslim ketika Khaibar ditaklukkan, jumlah kharaj dari tanah ini tetap yaitu setengah
dari hasil produksi. Jadi, pengertian kharaj adalah kebijakan fiskal yang diwajibkan atas
tanah pertanian di negara-negara Islam yang baru berdiri. Para fuqaha menetapkan bahwa
Al-Kurraj adalah rezeki yang diberikan oleh Allah kepada kaum Muslimin karena
kemenangan mereka atas musuh-musuh mereka, kewajiban kharaj dilaksanakan setiap
satu tahun sekali.
Sedangkan ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semu pedagang,
dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang nilainya lebih
dari 200 dirham. Jadi, ushr ini diwajibka pada komoditas perdagangan yang diekspor
maupun diimpor dian sebuah negara Islam. Kewajiban ini termasuk dalam sistem fiskal
lla yang menggunakan dalil muamalah bi al-mitsl (reciprocity in internation trade).
Zakat dan ushr adalah pendapatan yang paling utama bagi negara pada masa
Rasulullah hidup. Kedua jenis pendapatan ini berbeda dengan pajak dan tidak
diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk
salah satu pilar Islam. Ditinjau sisi keuangan publik, maka pengumpulan dan pengeluaran
dana zakat dapat dipandang sebagai kegiatan untuk mencapai sasaran distribusi pendapat
yang lebih merata. Islam tidak menghendaki adanya harta yang 'diam' dalam tangan
seseorang. Apabila harta tersebut telah cukup nisabnya, maka berdasarkan ketentuan
syariah Islam yang ada, harta yang ada wajib dikeluarkan zakatnya. Dengan demikian,
terlihat di sini, ada usaha untuk mendorong orang memutarkan hartanya ke dalam sistem
perekonomian. Dalam hal ini tampak tujuan 'distribusi' dari kebijakan fiskal-dalam hal ini
kebijakan zakat untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, masih ada lagi yang disebut amwal fadhla, yaitu harta benda kaum
muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang

8
muslim yang meninggalkan negerinya. Instrumen lain adalah nawaib, pajak yang
jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka
menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa
Perang Tabuk.6
Jadi, dasar-dasar kebijakan fiskal pada masa Rasulullah menyangkut penentuan
subjek dan objek kewajiban membayar kharaz, zakat, ushr, jizyah dan kafarat, termasuk
penentuan batas minimal terkena kewajiban (nisab), umur objek terkena kewajiban
(haul), dan tarifnya.

D. Kebijakan Fiskal Masa Khulafaur Rasyidin


Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq (51 SH - 13 H / 573-634M)
Langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam menyempurnakan ekonomi Islam:
1. Perhatian terhadap keakuratan perhitungan zakat, seperti yang dikatakan Anas
(seorang amil) bahwa: jika seseorang yang harus membayar unta betina berumur satu
tahun sedangkan dia tidak memilikinya dan ia menawarkan untuk memberikan seekor
unta betina berumur dua tahun, hal tersebut dapat diterima. Kolektor zakat akan
mengembalikan 20 dirham atau dua ekor kambing padanya (sebagai kelebihan
pembayaran). Dalam kesempatan lain Abu Bakar juga menginstruksikan kepada amil
yang sama, kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung atau kekayaan
yang telah digabung tidak bisa dipisahkan (dikhawatirkan akan kelebihan
pembayaran atau kekurangan penerimaan zakat).
2. Pengembangan pembangunan baitulmal dan penanggung jawab baitulmal (Abu
Ubaida).
3. Menerapkan konsep balance budget policy pada baitulmal.
4. Melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang tidak mau membayar zakat dan
pajak.
5. Secara individu Abu bakar adalah seorang praktisi akad-akad perdagangan.7
Khalifah Umar Bin Khattab (40 SH - 23 H / 584-644 M)

6
Nurul Huda, dkk., Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoretis, (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2008), hlm. 156—162
7
Ibid., hlm. 163

9
Dalam aspek ekonomi sistem ekonomi yang dikembangkan Khalifah Umar bin
Khattab berdasarkan kepada keadilan dan kebersamaan. Sistem tersebut didasarkan pada
prinsip pengambilan sebagian kekayaan orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-
orang miskin. Faktor-faktor produksi yang dimiliki tidak berada dalam kekuasaan
individu. Semua faktor produk tanah, tenaga kerja, modal, dan organisasi berada pada
komunitas.
Kontribusi yang diberikan Umar untuk mengembangkan ekonomi Islam:
1. Reorganisasi baitulmal, dengan mendirikan Diwan Islam yang pertama yang disebut
dengan al-Divan (sebuah kantor yang ditujuk untuk membayar tunjangan-tunjangan
angkatan perang dan pensie dan tunjangan-tunjangan lain.
2. Pemerintah bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian
kepada warga negaranya.
3. Diversifikasi terhadap objek zakat (zakat terhadap karet di Semenanjung Yaman),
tarif zakat (misalnya, mengenakan dasar adralorem, satu dirhan untuk 40 dirham).
4. Pengembangan ushr (pajak) pertanian (misalnya, pembebaran sepersepuluh hasil
pertanian).
5. Undang-undang perubahan pemilikan tanah (land reform).
6. Pengelompokan pendapatan negara dalam 4 bagian.8

SUMBER PENDAPATAN PENGELUARAN


Zakat dan Ushr Pendistribusian untuk local jika
berlebihan disimpan
Khums dan Sadaqah Fakir miskin dan kesejahteraan
Kharaj, fay, jizyah, ushr, sewa Dana pension, dana pinjaman
tetap (allowance)
Pendapatan dari semua sumber Pekerja, pemelihara anak terlantar
dan dana sosial

Khalifah Usman Bin Affan (47 SH - 35 H / 577-656 M)

8
Ibid., hlm. 164

10
Pada awal pemerintahan Usman mencoba melanjutkan dan mengembangkan
kebijaksanaan yang dijalankan khalifah Umar. Pada enam uhun kepemimpinannya hal-
hal yang dilakukan:
1. Pembangunan pengairan.
2. Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan perdagangan.
3. Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hukum.
4. Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan hasilnya
mengalami peningkatan bila dibandingkan pada masa Umar dari 9 juta menjadi 50
juta dirham.
5. Selama enam tahun terakhir dari pemerintahan Usman situasi politik negara sangat
kacau. Kepercayaan terhadap pemerintahan Usman mulai berkurang dan puncaknya
rumah Usman dikepung dan beliau dibunuh dalam usia 82 tahun.
Khalifah Ali Bin Abi Thalib (23 SH - 40 H / 600-661 M)
Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan dan administrasi
umum. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukan kepada Malik
Ashter bin Harith, di mana surat tersebut mendeskripsikan tugas kewajiban dan tanggung
jawab penguasa menyusun prioritas dalam melakukan dispensasi terhadap keadilan,
kontrol terhadap pejabat tinggi dan staf, menguraikan pendapat pegawai administrasi dan
pengadaan bendahara.
Beberapa perubahan kebijaksanaan yang dilakukan pada masa khalifah Ali antara
lain:
1. Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada baitulmal berbeda dengan Umar
yang menyisihkan untuk cadangan.
2. Pengeluaran angkatan laut dihilangkan.
3. Adanya kebijakan pengetatan anggaran.9

E. Definisi dan Konsep Baitulmaal


Menurut Ensiklopedia hukum Islam, baitul mal adalah lembaga keuangan negara
yang bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan

9
Ibid., hlm. 165

11
aturan syariat. Sedangkan menurut Harun Nasution, baitul mal bisa diartikan sebagai
pembendaharan (umum atau negara).
Secara harfiah, baitul maal berarti rumah dana. Baitul mal ini sudah ada sejak
pada zaman rasulullah, berkembang pesat pada abad pertengahan. Baitul mal berfungsi
sebagai pengumpulan dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial,
Seperti yang telah diketahui, pada masa Rasulullah saw hingga kepemimpinan
Abu Bakar, pengumpulan dan pendistribusian dana zakat serta dilakukan pungutan-
pungutan lainnya secara serentak. Artinya pendistribusian dana tersebut langsung
dilakukan setelah pengumpulan, sehingga para petugas Baitul Mal selesai melaksanakan
tugasnya tidak membawa sisa dana untuk di simpan. Sedangkan pada masa Umar Bin
Khattab, pengumpulan dana ternyata begitu besar sehingga di ambil keputusan
menyimpan untuk keperluan darurat. Dengan keputusan tersebut, maka Baitul Mal secara
resmi dilembagakan, dengan maksud awal untuk pengelolaan dana tersebut (Sakti,
2007).10
Lembaga Baitul Maal (rumah dana), merupakan lembaga bisnis dan sosial yang
pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan
juga peminjaman. BMT merupakan bentuk lembaga keuangan yang serupa dengan
koperasi atau lembaga swadaya masyarakat. BMT merupakan balai usaha mandiri
terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al tanwil dengan kegiatan
mengembangkan ekonomi pengusaha kecil dan mendorong, kegiatan penabung dan
penunjang kegiatan pembiayaan eknomi serta menyalurkan harta masyarakat berupa
zakat, infaq dan shodaqoh.
Lembaga-lembaga keuangan syariah seperti halnya BMT di Indonesia mengalami
perkembangan yang sangat pesal, sehingga menyebabkan persaingan-persaingan yang
semakin ketat antar BMT atau lembaga keuangan lainnya. Hal ini akan memicu lembaga
keuangan untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan untuk nasabahnya. Namun ada
beberapa hal yang bisa membedakan antara BMT dengan dengan lembaga keuangan
lainnya. Perbedaannya, yaitu terdapatnya program sosial yang dapat membantu

10
Agus Marimin, “Baitul Maal sebagai Lembaga Keuangan Islam dalam
Memperlancar Aktivitas Perekonomian” dalam
https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jap/article/download/139/109, diakses 6 November
2023

12
masyarakat lainnya. Perbedaan ini yang menjadikan BMT menjadi lebih diminati oleh
masyarakat.11

F. Pengeluaran Pemerintah
Berdasarkan institusi yang menanganinya, pengeluaran pemerintah dibedakan menjadi:
1. Pengeluaran Pemerintah Pusat
Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi:
Pengeluaran untuk Belanja Pemerintah Pusat
a. Belanja Pegawai
b. Belanja Barang
c. Belanja Modal
d. Pembayaran Bunga Utang
e. Subsidi
f. Belanja Hibah
g. Bantuan Sosial
h. Belanja Lain-lain
Dana yang dialokasikan ke Daerah
a. Dana Perimbangan
b. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
Pengeluaran untuk Pembiayaan
a. Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah
b. Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri
c. Pembiayaan lain-lain
2. Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi
Dalam APBD Provinsi, pengeluaran negara dibedakan menjadi:
a. Pengeluaran untuk Belanja
b. Belanja Operasi
c. Belanja Barang dan jasa
d. Belanja Pemeliharaan
e. Belanja perjalanan Dinas
11
Sri Susilo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Salemba Empat,
2000) hlm. 56

13
f. Belanja Pinjaman
g. Belanja Subsidi
h. Belanja Hibah
i. Belanja Bantuan Sosial
j. Belanja Operasional Lainnya
Belanja Modal, terdiri dari:
a. Belanja Aset Tetap
b. Belanja aset lain-lain
c. Belanja tak tersangka
3. Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Bagi hasil pendapatan ke kabupaten/kota/desa, terdiri dari:
a. Bagi hasil pajak ke Kabupaten/Kota
b. Bagi hasil retribusi ke Kabupaten/Kota
c. Bagi hasil pendapatan lainnya ke Kabupaten/Kota
4. Pengeluaran Pemerintah Pusat
Pengeluaran untuk Pembiayaan, terdiri dari:
a. Pembayaran Pokok Pinjaman
b. Penyertaan modal pemerintah
c. Belanja investasi Permanen Pemberian pinjaman jangka panjang

G. Utang Pemerintah
Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran
bunga dan pokoknya oleh negara RI sesuai masa berlakunya. SUN digunakan oleh
pemerintah antara lain untuk membiayai defisit APBN serta menutup kekurangan kas
jangka pendek dalam satu tahun anggaran.
Surat utang negara terdiri atas:
1. Surat Perbendaharaan Negara
Surat Perbendaharaan Negara berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan
dengan pembayaran bunga secara diskonto.
2. Obligasi Negara

14
Obligasi Negara berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon
dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto/bunga.12

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kebijakan fiskal merupakan suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal
dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang
didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai
material dan spritual pada tingkat yang sama.
2. Secara teoritis, bentuk-bentuk kebijakan fiskal dapat berupa kebijakan fiskal
fungsional, kebijakan fiskal sengaja, dan kebijakan fiskal tidak disengaja.
3. Sumber penerimaan pada masa Rasulullah dapat digolongkan menjadi tiga
golongan besar, yakni dari kaum muslim, dari kaum nonmuslim, dan dari sumber
lain. Dari golongan muslim terdiri atas zakat, ushr,wakaf, amwal fadhla, nawaib,
dan shadaqah seperti qurban dan kafarat.
Dasar-dasar kebijakan fiskal pada masa Rasulullah menyangkut penentuan subjek
dan objek kewajiban membayar kharaz, zakat, ushr, jizyah dan kafarat, termasuk
penentuan batas minimal terkena kewajiban (nisab), umur objek terkena
kewajiban (haul), dan tarifnya.
4. Kebijakan fiskal juga dilaksanakan pada masa Khulafaur Rasyidin, dimulai dari
Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar Bin Khattab, dan Ali Bin Abi Thalib.

12
Zulkifli Rusby, Ekonomi…, hlm. 84—85

15
5. Lembaga Baitul Maal (rumah dana), merupakan lembaga bisnis dan sosial yang
pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
dan juga peminjaman. BMT merupakan bentuk lembaga keuangan yang serupa
dengan koperasi atau lembaga swadaya masyarakat. BMT merupakan balai usaha
mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al tanwil dengan kegiatan
mengembangkan ekonomi pengusaha kecil dan mendorong, kegiatan penabung
dan penunjang kegiatan pembiayaan eknomi serta menyalurkan harta masyarakat
berupa zakat, infaq dan shodaqoh.
6. Berdasarkan institusi yang menanganinya, pengeluaran pemerintah dibedakan
menjadi: pengeluaran pemerintah pusat, pengeluaran pemerintah daerah provinsi,
pengeluaran pemerintah daerah kabupaten/kota.
7. Surat utang negara terdiri atas surat perbendaharaan negara dan obligasi negara.
B. Saran
Sebagai akhir kata dari makalah ini, penulis berharap agar pembaca dapat mengetahui
dan memahami materi mengenai kebijakan fiskal, pembelanjaan hutang, hutang jangka
pendek dan hutang jangka panjang. Dalam makalah ini mungkin sangat banyak sekali
kesalahan-kesalahan dari segi penulisan ataupun hal yang lainnya. Dengan demikian
kami sebagai penulis mohon maaf dan juga kami mengharapkan kritik dan saran atas
tulisan kami agar bisa membangun dan memotivasi kami agar membuat tulisan jauh lebih
baik lagi.

16
DAFTAR RUJUKAN

Aini, Ihda. 2019. "Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam". Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu
Hukum, (Online), 17 (2): 43-50,
(https://ejournal.iainkerinci.ac.id/index.php/alqisthu/issue/view/60)), diakses 6
November 2023.
Fauziyah, Rosyda Nur. 2021. "Pengertian Kebijakan Fiskal: Tujuan, Bentuk, Fungsi dan
Contohnya", dalam https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-kebijakan-
fiskal/#E_Bentuk_Kebijakan_Fiskal, diakses 5 November 2023.
Huda, Nurul, dkk. 2008. Ekonomi Makro Islam: Pedekatan Teoretis. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Groub.
Marimin, Agus. 2014. "Baitul Maal sebagai Lembaga Keuangan Islam dalam
Memperlancar Aktivitas Perekonomian". Jurnal Akuntansi dan Pajak, (Online), 14
(2): 41-42 (https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jap/article/download/139/109),
diakses 6 November 2023.
Muhamad. 2020. Makroekonomi Islam: Suatu Pengantar. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Susilo, Sri. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Salemba Empat.

17

Anda mungkin juga menyukai