Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH HUKUM ISLAM

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Disusun Oleh :
Muhammad Abdan Syakur (21400016)
Fina Febrianti (21400011)

Dosen Pengajar : Tihadanah, SH, MH

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TAMA JAGAKARSA
JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmatnya tim
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Perkembangan
Pemikiran Ekonomi Islam.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu. Tihadanah, SH,


MH selaku Dosen mata kuliah Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas
Tama Jagakarsa. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah
wawasan kelompok berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga
mengucapkan Terima Kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Jakarta, 30 November 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Perekonomian di Masa Rasulullah Saw (571 - 632 M) dan Masa
Khulafaur Rasyidin (632M - 661M).............................................................. 3
2.1.1 Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Rasulullah saw ......................... 5
2.1.2 Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Khuafaur Rasyidin ................... 5
2.2 Pemikiran Ekonomi Islam: Kilasan Tokoh dan Pemikirannya ..................... 6
2.2.1 Periode Pertama/Fondasi (Masa Awal Islam- 450 H/1058 M)............... 7
2.2.2 Periode Kedua (450-850 H/1058-1446 M) ............................................. 8
2.2.3 Periode Ketiga (850-1350 H/1446-1932 M) ......................................... 10
2.2.4 Periode Kontemperer (1930- sekarang) ................................................ 11
2.3 Missing Link Sejarah Pemikiran Ekonomi .................................................. 12
BAB III KESIMPULAN & SARAN.................................................................. 14
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 14
3.2 Saran ............................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu ekonomi Islam sebagai studi ilmu pengetahuan modern baru muncul
pada tahun 1970-an, tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak
Islam itu diturunkan melalui Nabi Muhammad Saw. Karena rujukan utama
pemikiran ekonomi Islami adalah Al Quran dan Hadis maka pemikiran ekonomi
ini munculnya juga bersamaan dengan diturunkan Al Quran dan masa kehidupan
Rasulullah Saw pada abad akhir 6 M hingga awal abad 7 M. Setelah masa tersebut
banyak sarjana muslim yang memberikan kontribusi karya pemikiran ekonomi.

Pemikiran ekonomi Islam tidak pernah lepas dari peran sumber nilai Islam
yaitu Al Qur’an dan Al Hadits, kebijakan ekonomi yang berlaku sudah
berlangsung dari masa Rasulullah saw yang dilanjutkan pada masa Khulafaur
Rasyidin dan dilanjutkan pada masa-masa berikutnya.

Karya-karya mereka sangat berbobot, yaitu memiliki dasar argumentasi


relijius dan sekaligus intelektual yang kuat serta kebanyakan didukung oleh fakta
empiris pada waktu itu. Banyak diantaranya juga sangat futuristik dimana
pemikir- pemikir Barat baru mengkajinya ratusan abad kemudian. Pemikiran
ekonomi dikalangan pemikir muslim banyak mengisi khasanah pemikiran
ekonomi dunia pada masa dimana Barat masih dalam kegelapan (dark age). Pada
masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai
bidang.

Menurut Siddiqi sejarah pemikiran ekonomi Islam berkembang selama tiga


fase, Pertama, Fase Dasar-dasar Ekonomi Islam (berkembang dari awal hingga
abad ke-5 hijriyah). Tokoh-tokoh (fuqaha) yang ada pada masa ini adalah Zain bin
Ali (memperbolehkan penjualan dengan sistem kredit), Abu Hanifah
(menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi), Abu
Yusuf (pemecahan masalah harga yang tidak boleh dikendalikan oleh penguasa,

1
pemecahan masalah keuangan publik), dan Ibnu Masakawaih (pertukaran dan
peranan uang), Kedua, Fase Kemajuan (dimulai dari abad ke-5 hijriyah hingga
abad ke-9 hijriyah). Fase ini terkenal sebagai fase yang cemerlang bagi pemikiran
ekonomi Islam karena telah meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya.
Tokoh-tokoh popular pada masa ini adalah Al Ghazali (evolusi pasar, peranan
uang, pelarangan penimbunan uang), Ibnu taimiyah (mewujudkan keadlian ketika
akad transaksi), dan Al Maqrizi (penggunaan fulus/uang yang harus dibatasi
peredarannya), Ketiga, Fase Stagnasi (dimulai pada abad ke-9 hijriyah hingga fase
tertutupnya pintu ijtihad yaitu abad ke-14 hijriyah). Tokoh-tokoh pemikir
ekonomi Islam yang terkenal pada masa ini adalah Shah Wali Allah, Jamaluddin
Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Iqbal (Siddiqi, 2004).
Berdasarkan latar belakang tersebut sangatlah menarik untuk mengetahui lebih
lanjut bagaimana perkembangan pemikiran ekonomi islam dari masa kemasa dan
bagaimana sistem ekonomi yang diterapkan pada masa pemikiran ekonomi islam
itu berkembang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang makalah ini, maka berikut pokok masalah yang
dapat dirumuskan:

• Bagaimanakah Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa ke


Masa ?
• Bagaimana Sistem Ekonomi Yang Diterapkan Pada Masa Pemikiran
Ekonomi Islam Itu Berkembang?

1.3 Tujuan

• Untuk Memberikan Pengetahuan Dasar Bagaimana Perkembangan


Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa ke Masa.
• Untuk Mengetahui Bagaimana Sistem Ekonomi Yang Diterapkan Pada
Masa Pemikiran Ekonomi Islam Itu Berkembang.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perekonomian di Masa Rasulullah Saw (571 - 632 M) dan Masa


Khulafaur Rasyidin (632M - 661M)

a. Masa Rasulullah SAW

Pada periode Makkah masyarakat Muslim belum sempat membangun


perekonomian, sebab masa itu penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan
diri dari intimidasi orang orang Quraisy. Barulah pada periode Madinah
Rasulullah memimpin sendiri membangun masyarakat Madinah sehingga menjadi
masyarakat sejahtera dan beradab. Meskipun perekonomian pada masa beliau
relatif masih sederhana, tetapi beliau telah menunjukkan prinsip- prinsip yang
mendasar bagi pengelolaan ekonomi (Syarifah, 2017). Karakter umum dari dari
perekonomian pada masa itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap
pemerataan kekayaan.

Sebagaimana pada masyarakat Arab lainnya, mata pencaharian mayoritas


penduduk Madinah adalah berdagang, sebagian lainnya bertani, beternak, dan
berkebun. Berbade dengan Makkah yang gersang sebagian tanah di Madinah
relatif subur sehingga pertanian, peternakan dan perkebunan dapat dilakukan di
kota ini. Kegiatan ekonomi pasar relatif menonjol pada masa itu, dimana untuk
menjaga agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralitas
Islam, Rasulullah mendirikan Al Hisbah untuk mengontrol pasar dan membentuk
Baitul Maal untuk kesejahteraan masyarakat (Siddiqi, 2004).

Rasulullah mengawali pembangunan Madinah tanpa sumber keuangan yang


pasti sementara distribusi kekayaan juga timpang. Sumber pemasukan negara
barasal dari beberapa sumber tetapi yang palin pokok adalah Zakat dan Ushr.
Secara garis besar pemasukan negara ini dapat digolongkan bersumber dari umat
Islam sendiri berupa Zakat, Ushr (5-10%), Ushr (2,5%), Zakat Fitrah, Wakaf,
Amwal Fadila, Nawaib, Shadaqah yang lain, dan Khumus. Dari non- muslim

3
berupa Jizyah, Kharaj, dan Ushr (5%) dan umum berupa Ghanimah, Fay, Uang
tebusan, pinjaman dari kaum muslim atau non- muslim, dan hadiah dari pemimpin
atau pemerintah negara lain (Karim, 2019).

Sampai tahun ke-4 Hijrah, pendapatan dan sumber daya negara masih sangat
kecil. Kekayaan pertama datang dari Banu Nadir, suatu suku yang tinggal di
pinggiran Madinah. Kelompok ini masuk dalam piagam Madinah, tetapi mereka
melanggar perjanjian sehingga mereka ditaklukkan dan dipaksa meninggalkan
kota. Semua milik Banu Nadir yang ditinggalkan dan dibagikan kepada kaum
Muhajirin dan kaum Anshar yang miskin (Karim, 2019).

Harta rampasan perang juga merupakan pendapatan negara, meskipun nilainya


relatif tidak besar jika dibandingkan dengan biaya peperangan yang dikeluarkan.
Zakat dan Ushr merupakan sumber pendapatan pokok, terutama setelah tahun ke-
9 H dimana zakat mulai diwajibkan kecuali perempuan, anak-anak, pengemis,
pendeta, orang tua, dan orang yang menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban
ini.

Beberapa sumber pendapatan yang tidak terlalu besar berasal dari beberapa
sumber, misalnya: tebusan tawanan perang, pinjaman dari kaum muslim, khumuz
atau rikaz (harta karun temuan pada periode sebelum Islam), amwal fadhla (harta
kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris), wakaf, nawaib (pajak bagi
muslimin kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat,
zakat fitrah, kaffarat (denda atas kesalahan yang dilakukan seorang mislim pada
acara keagamaan), maupun sedekah dari kaum muslim (Siddiqi, 1992).

b. Masa Khulafaur Rasyidin

periode Khulafa’ al Rasyidah dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW


sampai Mu'awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada
tahun 41 H./661 M. Sumber fiqih pada periode ini, disamping Al-Qur'an dan
sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat.
Pada masa ini, khususnya setelah Umar bin al-Khattab menjadi khalifah (13

4
H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya yang luas dalam memecahkan
berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat. Persoalan hukum
pada periode ini sudah semakin kompleks dengan semakin banyaknya pemeluk
Islam dari berbagai etnis dengan budaya masing-masing. Pada periode ini, untuk
pertama kali para fuqaha berbenturan dengan budaya, moral, etika dan nilai-nilai
kemanusiaan dalam suatu masyarakat majemuk. Pada fase ini pula badan resmi
bayt al mal yang merupakan cikal bakal pengelolaan APBN dalam perspektif
sistem ekonomi Islam mulai dibentuk (Ulum, 2015).

2.1.1 Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Rasulullah saw

Pada zaman Rasulullah saw umat Islam telah menerima dasar-dasar keuangan
negara, tepatnya ketika Rasulullah saw berada di Madinah sebagai pemimpin
negara pada saat itu. Sistem ekonomi Islam yang dipakai pada saat itu berakar
pada prinsip bahwa kekuasaan tertinggi hanya milik Allah swt semata dan
manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di bumi. Rasulullah memberikan
pengetahuan dalam ekonomi seperti pada ayat berikut:

“Celakalah semua pedagang jahat dan suka menjatuhkan orang lain yang
menumpuk hartanya dan memperbanyak dengan harapan harta tersebut dapat
menjadikanya hebat dan selalu bertahan selamanya.” (Al Humazah : 1-3)

Dari ayat tersebut dapat kita simpulkan bahwa haram hukumnya untuk
menumpuk harta. Perekonomian pada masa Rasulullah sudah mengenal sistem
pajak seperti kharaj, yakni pajak yang dibayarkan oleh penduduk Madinah non-
muslim, ushr (pajak untuk pertanian) dan jizyah (pajak perlindungan dan
pengecualian orang-orang non-muslim dari wajib militer) (Syarifah, 2017).

2.1.2 Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Khulafaur Rasyidin

Pada masa ini sudah terdapat Baitul Maal yang perannya sangat penting dalam
mengumpulkan dana ummat. Contohnya pada zaman kekhalifahan Abu Bakar
yang sangat menekankan pembayaran zakat sehingga Baitul Maal berfungsi
sebagai pendistribusi zakat yang telah diambil. Pada masa Umar bin Khattab

5
Baitul Maal didirikan di setiap provinsi agar dana ummat dapat tersalurkan
dengan merata, pun pada masa Umar bin Khattab ini Baitul Maal juga berperan
dalam bidang militer karena pada masa tersebut khalifah Umar mengadakan
ekspansi wilayah seluas-luasnya sehingga Baitul Maal berperan untuk
memberikan tunjangan pada pasukan. Pada masa khalifah Utsman bin Affan
terjadi perubahan penghitungan zakat yaitu zakat dihitung sendiri-sendiri. Hal ini
dilakukan demi menghindari kecurangan dari oknum pengumpul zakat. Pada masa
khalifah Ali bin Abi Thalib kebijakan ekonomi lebih kepada pemerataan distribusi
uang yang dibagikan untuk rakyat. Kebijakan ekonomi yang terjadi pada setiap
masa ini mengalami sedikit perubahan pada setiap khlifahnya namun hal tersebut
tetap berlandaskan kepada Al Quran dan Hadits (Syarifah, 2017).

2.2 Pemikiran Ekonomi Islam: Kilasan Tokoh dan Pemikirannya

Terminoligi pemikiran ekonomi Islam disini mengandung dua pengertian,


yaitu pemikiran ekonomi yang dikemukakan oleh parasarjana muslim dan
pemikiran ekonomi yang didasarkan atas agama Islam. Dalam realitas kedua
pengertian ini sering kali menjadi kesatuan, sebab para sarjana muslim memang
menggali pemikirannya mendasarkan pada ajaran Islam. Pemikiran ekonomi
dalam ajaran Islam. Pemmikiran ekonomi dalam islam bertitik tolak dari Al Quran
dan Hadis yang merupakan sumber dan dasar utama Syariat Islam (Syarifah,
2017).

Nejatullah Siddiqi telah membagi sejarah pemikiran ini menjadi tiga periode,
yaitu periode pertama/ fondasi (Masa awal Islam – 450 H/1058 M), periode kedua
(450-850 H/1058-1446 M), dan periode ketiga (850-1350 H/1446-1932 M).
Periodesasi ini masih didasarkan pada kronologikal (urutan waktu) semata bukan
berdasarkan kesamaan atau kesesuaian ide pemikiran. Hal ini dilakukan karena
studi tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam masih pada tahap eksplorasi awal.
Dan ditambahkan periode kontemporer (pemikiran yang muncul sejak tahun 1930
sampai sekarang) (Siddiqi, 1992).

6
2.2.1 Periode Pertama/Fondasi (Masa Awal Islam- 450 H/1058 M)

Pada periode ini banyak sarjana muslim yag pernah hidup bersama para
sahabat Rasulullah dan para tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran
Islam yang autentik. Beberapa diantaranya adalah:

a. Zaid bin Ali (120 H/798 M)


Zaid bin Ali, cucu Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib merupakan
ekonom pertama yang memperbolehkan adanya harga tangguh tempo
lebih tinggi daripada harga tunai. Namun, ia melarang tegas riba dalam
bentuk apapun.

b. Abu Hanifa (80-150 H/699- 767 M)


Salah satu kebijakan Abu Hanifa adalah menghilangkan ambiguitas dan
perselisihan dalam masalah transaksi, hal ini merupakan salah satu tujuan
Syariah dalam hubungan dengan jual beli dan dia menyebutkan contoh,
murabahah. Dalam murabahah persentase kenaikan harga didasarkan atas
kesepakatan antara penjual dan pembeli terhadap harga pembelian yang
pembayarannya diangsur. Pengalaman Abu Hanifa dibidang perdagangan
menjadikan beliau dapat menentukan mekanisme yang lebih adil dalam
transaksi ini dan transaksi yang sejenis.

c. Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)


Abu Yusuf menekankan pentingnya prinsip keadilan, kewajaran dan
penyesuaian terhadap kemampuan membayar dalam perpajakan, serta
perlunya akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Ia juga
membahas teknik dan sistem pemungutan pajak, serta perlunya sentralisai
pengambilan keputusan dalam administrasi perpajakan. Menurutnya,
negara memiliki peranan besar dalam menyediakan barang/ fasilitas
publik, yang dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi, seperti: jalan,
jembatan, bendungan, dan irigasi. Dalam aspek mikro ekonomi, ia juga
telah mengkaji bagaimana mekanisme harga bekerja dalam pasar, kontrol
harga, serta apakah pengaruh berbagai perpajakan terhadapnya.

7
d. Muhammad bin Al Hasan Al Shaybani (132-189 H/750-804 M)
Muhammad bin Al Hasan Al Shaybani telah menulis beberapa buku,
antara lain Kitab al Iktisab fiil Rizq al Mustahab dan Kitab al Asl. Buku
pertama banyak membahas berbagai aturan Syariat tentang ijarah (hiring
out), tijarah (trade), ziraah (agriculture), dan sinaah (industry). Perilaku
konsumsi ideal menurutnya adalah sederhana, suka memberikan derma
(charity), tetapi tidak suka meminta- minta. Buku yang kedua membahas
berbagai bentuk transaksi/ kerja sama usaha dalam bisnis, misalnya salam
(prepaid order), sharikah (partnership), dan mudharabah.

e. Mawardi (450 H/1058 M)


Pemikiran Mawardi tentang ekonomi terutama dalam bukunya yang
berjudul, Al Ahkam al Sulthoniyyah dan Adab al Din wa’l Dunya.
Bukunya yang pertama banyak membahas tentang pemerintah dan
administrasi, juga terdapat tugas muhtasib untuk mengawasi pasar,
menjamin ketepatan timbangan dan berbagai ukuran lainnya, serta
mencegah penyimpangan transaksi dagang dan pengrajin dari ketentuan
syariah. Buku yang kedua banyak membahas tentang perilaku ekonomi
muslim secara individual yang disampaikan melalui ajaran- ajaran tasawuf
tentang budi luhur dalam perekonomian dan juga membahas perilaku-
perilaku yang dapat merusak budi luhur.

2.2.2 Periode Kedua (450-850 H/1058-1446 M)

Pemikiran ekonomi pada masa ini banyak dilatarbelakangi oleh menjamurnya


korupsi dan dekadensi moral, serta melebarnya kesenjangan antara golongan
miskin dan kaya, meskipun secara umum kondisi perekonomian masyarakat Islam
berada dalam taraf kemakmuran. Terdapat pemikir- pemikir besar yang karyanya
banyak dijadikan rujukan hingga kini, diantaranya adalah:

a. Al Ghazali (451-505 H/1055-1111 M)


Dalam pandangan Al Ghazali, kegiatan ekonomi merupakan amal
kebajikan mencapai maslahah untuk memperkuat sifat kebijaksanaan,

8
kesederhanaan, dan keteguhan hati manusia. Lebih jauh Al Ghazali
membagi manusia ke dalam tiga kategori, yaitu: pertama, orang yang
kegiatan hidupnya sedemikian rupa sehingga melupakan tujuan akhirat.
Kedua, orang yang mementingkan tujuan akhirat daripada tujuan duniawi,
golongan ini akan beruntung. Dan ketiga, golongan
pertengahan/kebanyakan orang, yaitu mereka yang kegiatannya sejalan
dengan tujuan akhirat.

b. Ibnu Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)


Ibnu Taimiyah telah membahas pentingnya suatu persaingan dalam pasar
yang bebas, peranan “market supervisor” dan lingkup dari peranan negara.
Negara harus mengimplementasikan aturan main yang Islami sehingga
produsen, pedagang, dan para agen ekonomi lainnya dapat melakukan
transaksi secara jujur dan fair. Negara juga harus menjamin pasar berjalan
dengan bebas dan terhindar dari praktik- praktik pemaksaan, menipulasi,
dan eksploitasi yang memanfaatkan kelemahan pasar sehingga persaingan
dapat berjalan dengan sehat. Selain itu, negara bertanggung jawab atas
pemenuhan kebutuhan dasar dari rakyatnya.

c. Ibn Khaldun (732-808 H/1332-1404 M)


Secara umum Ibn Khaldun sangat menekankan pentingnya suatu sistem
pasaryang bebas. Ia menentang intervensi negara terhadap masalah
ekonomi dan percaya akan efensiensi sistem pasar bebas. Ia juga telah
membahas tahap- tahap pertumbuhan dan penurunan perekonomian
dimana dapat saja berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Ia
juga menekankan pentingnya demand side economics khususnya
pengeluaran pemerintah, sebagaimana pandangan Keynesian, untuk
mencegah kemerosotan bisnis dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Dalam
situasi kemerosotan ekonomi, pajak harus dikurangi dan pemerintah harus
meningkatkan pengeluarannya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.

d. Nasiruddin Tusi (485 H/1093 M)

9
Tusi sangat menekankan pentingnya tabungan dan mengutuk konsumsi
yang berlebihan serta pengeluaran- pengeluaran untuk aset- aset yang tidak
produktif, seperti perhiasan dan pnimbunan tanahtidak produktif. Ia
memandang pentingnya pembangunan pertanian sebagai fondasi
pembangunan ekonomi secara keseluruhan dan untuk menjamin
kesejahteraan masyarakat. Ia juga merekomendasikan pengurangan pajak,
dimana berbagai pajak yang tidak sesuai dengan syariah Islam harus
dilarang.

2.2.3 Periode Ketiga (850-1350 H/1446-1932 M)

Dalam periode ketiga ini kejayaan pemikiran, dan juga dalam bidang lainnya,
dari umat Islam sebenarnya telah mengalami penurunan. Namun demikian,
terhadap beberapa pemikiran ekonomi yang berbobot selama dua ratus tahun
terakhir, sebagaimana tampak dalam karya dari:

a. Shah Waliullah (1114-1176 H/1703-1762 M)


Berdasarkan pengamatannya terhadap perekonomian di Kekaisaran
Mughal India, Waliullah mengmukakan dua faktor utama yang
menyababkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Dua faktor tersebut yaitu:
pertama, keuangan negara dibebani dengan berbagai pengeluaran yang
tidak produktif. Kedua, pajak yang dibebankan kepada pelaku ekonomi
terlalu berat sehingga menurunkan semangat berekonomi. Menurutnya,
perekonomian dapat tumbuh jika terdapat tingkat pajak yang ringan yang
didukung oleh administrasi yang efisiensi.

b. Muhammad Iqbal (1289-1356 H/1873-1938 M)


Muhammad Iqbal dikenal sebagai filosof, sustrawan juga pemikir politik
tetap sebenarnya ia juga memiliki pemikiran- pemikiran ekonomi yang
brilian. Pemikirannya memang tidak berkisar tentang hal- hal teknis dalam
ekonomi, tetapi lebih kepada konsep- konsep umum yang mendasar. Iqbal
menganalisis dengan tajam kelemahan kapitalisme dan komunisme dan
menampilkan suatu pemikiran ‘poros tengah’ yang dibuka oleh Islam.

10
2.2.4 Periode Kontemperer (1930- sekarang)

Era tahun 1930 merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di dunia


Islam. Kemerdekaan negara- negara muslim dari kolonialisme Barat turut
mendorong semangat para sarjana muslim dalam mengembangkan pemikirannya.
Khurshid membagi perkembangan ekonomi Islam kontemporer menjadi empat
fase yaitu:

a. Fase Pertama
Pertengahan 1930 banyak muncul analisis masalah ekonomi sosial dari
perspektif Islam sebagai wujud kepedulian terhadap dunia Islan yang
secara umum dikuasai oleh negara- negara Barat. Meskipun kebanyakan
analisis ini berasal dari para ulama yang tidak memiliki pendidikan formal
bidang ekonomi , namun langkah mereka telah membuka kesadaran baru
tentang perlunya perhatian yang serius terhadap masalah sosial ekonomi.

b. Fase Kedua
Pada tahun 1970 banyak ekonom muslim yang berjuang keras
mengembangkan aspek tertentudari ilmu ekonomi Islam, terutama dari sisi
moneter. Mereka banyak mengetengahkan pembahasan tentang bunga dan
riba dan mulai menawarkan alternatif pengganti bunga. Konferensi
internasional pertama diadakan di Makkah, Saudi Arabia pada tahun 1976,
disusul Konferensi Internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi
Internasional Baru di London, Inggris pada tahun 1977.

c. Fase Ketiga
Perkembangan ekonomi Islam selama satu setengah dekade terakhir
menandai fase ketiga dimana banyak berisi upaya- upaya praktikal-
operasional bagi realisasi perbankan tanpa bunga, baik di sektor publik
maupun swasta.
d. Fase Keempat
Pada saat ini perkembangan ekonomi Islam sedang menuju kepada sebuah
pembahasan yang lebih integral dan komprehensif terhadapteori dan

11
praktik ekonomi Islam. Adanya berbagai keguncangan dalam sistem
ekonomi konvensional, yaitu kapitalisme dan sosialisme, menjadi sebuah
tantangan sekaligus peluang bagi implementasi ekonomi Islam. Dari sisi
teori dan konsep yang terpenting adalah membangun sebuah kerangka
ilmu ekonomi yang menyeluruh dan menyatu, baik dari aspek mikro
maupun makro ekonomi.

Pada awalnya, perkembangan ini diawali oleh kiprah para ulama (yang
kebanyakan tidak didukung pengetahuan ekonomi yang memadai) dalam
menyoroti berbagai persoalan sosial ekonomi saat itu dari perspektif Islam. Zarqa
membagi topik- topik kajian dari para ekonom dimasa ini menjadi tiga kelompok
tema, yaitu (Zarqa, 2003):

a. Perbandingan sistem ekonomi Islam dengan ekonomi lainnya, khususnya


kapitalisme dan sosialisme
b. Kritik terhadap sisten- sistem ekonomi konvensional, baik dalam tataran
filosofi maupun praktikal
c. Pembahasan yang mendalam tentang ekonomi Islam itu sendiri, baik
secara mikro maupun makro.

2.3 Missing Link Sejarah Pemikiran Ekonomi

Dalam magnus opusnya, History of Economic Analysis, Joseph Schumpeter


mengatakan, bahwa terdapat suatu great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi
selama lebih dari 500 tahun, yaitu pada masa yang dikenal sebagai dark ages oleh
Barat. Pada masa kegelapan tersebut Barat dalam keadaan terbelakang, dimana
tidak terdapat prestasi intelektual yang gemilang termasuk juga dalam pemikiran
ekonomi. Demikian pula pada kebanyakan buku sejarah pemikiran ekonomi,
misalnya (Spiegel, 1991), menganggap pada masa dark age tidak terdapat karya
pemikiran tentang ekonomi. Spiegel memang membuka sejarah pemikiran
ekonomi dari Bibel (1M) dan para pemikir Yunani (SM), akan tetapi kemudian
setelah itu melompat ribuan tahun langsung pada pemikiran abad pertengahan.

12
Ternyata penilaian tentang dark age tersebut sangat bias dengan kepentingan
Barat. Dunia secara keseluruhan tentu bukan hanya dunia Barat, dan Barat
tidaklah mewakili dunia secara keseluruhan. Sebenarnya, pada sebagian besar
masa dark age itu justru merupakan masa kegemilangan di dunia Islam, suatu hal
yang berusaha ditutup- tutupi oleh Barat. Pada masa itu banyak karya- karya
gemilang diberbagai bidang ilmu, termasuk ilmu ekonomi, yang lahir dari sarjana-
sarjana muslim. Jadi, sesungguhnya terdapat dua missing link dalam sejarah
pemikiran ekonomi, yaitu great gap pada masa dark age dan relasi antara
pemikiran di Barat dan dunia Islam. Dan ternyata banyak pemikiran dari para
sarjana muslim tersebut yang mirip, bahkan sama dengan pemikiran para sarjana
Barat yang hidup beratus- ratus tahun kemudian.

13
BAB III
KESIMPULAN & SARAN

3.1 Kesimpulan

Pemikiran ekonomi didunia Islam telah ada sejak abad ke-7 M, bersamaan
dengan lahirnya agama Islam. Dengan memperhatikan sejarah pemikiran ekonomi
didunia Islam dan kemungkinan proses transformasi dari dunia Islam ke Barat,
maka hal ini menimbulkan urgensi untuk melakukan rekonstruksi sejarah
pemikiran ekonomi dunia. Great gap selama 500-an tahun dalam sejarah
pemikiran ekonomi pada masa dark age di Barat sebagaimana disinyalir oleh
Schumpeter pada dasarnya bisa terungkap dangan memperhatikan kejadian
didunia Islam. Pada masa tersebutdunia Islam justru mencapai masa
kegemilangan dimana banyak terdapat pemikiran ekonomi yang cemerlang.

Sejarah pemikiran ekonomi dunia saat ini sesungguhnya hanyalah sejarah di


Barat. Demi obyektifitas dan kejujuran penulisan sejarah pemikir ekonomi, maka
konstribusi dari dunia Islam harus diperhatikan.

3.2 Saran

1) Sudah selaknya kita sebagai seorang muslim bangga, bahwa pada


kenyataannya pemikiran ekonomi modern yang ada saat ini merupakan
buah tangan dari para pemikir pemikir islam utamanya ulama yang
bergelut dibidang ekonomi.
2) Masih banyak kelemahan dalam penulisan makalah ini maka diharapkan
teman teman bisa melengkapi dalam karya tulis ilmiah yang lain.

14
DAFTAR PUSTAKA

Karim, A. A. (2019). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Rajawali Press.


Siddiqi, M. N. (1992). An Overview of Public Borrowing in Early Islamic
History. Third International Conference on Islamic Economics.
Siddiqi, M. N. (2004). Kegiatan Ekonomi Dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Spiegel. (1991). The Thinking of Economy. London: Longman.
Syarifah, D. (2017). Konsep dan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jurnal Sosial
Ekonomi.
Ulum, F. (2015). Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa ke Masa. Surabaya: UIN
Sunan Ampel.
Zarqa, M. A. (2003). Islamization of Economic: The Concept and Methodology.
J.KAU.

15

Anda mungkin juga menyukai