Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

EKONOMI PADA MASA DINASTI

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah sejarah pemikiran
ekonomi islam

Yang di ampuh oleh ibu : Dewi Kumalasari S.E., M.E

Disusun oleh :
Kelompok IV
1. Muhammad Hanif Fachruddin (20212001290143)
2. Lailatus Syukriya Az Zahro (20212001290140)

INSTITUT AGAMA ISLAM ULUWIYAH MOJOKERTO


FAKULTAS SYARI’AH
PROGARAM STUDY EKONOMI SYARI’AH
September 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur kepada allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan makalah.

Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad


SAW pembawa risalah islam.

Banyak bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak dalam


menyelesaikan makalah ini, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa
hormat serta ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Ibu Hj. Nining Khurrotul Aini, S.Pd.I., ST., M.Si., selaku Rektor Institut
Agama Islam Uluwiyah Mojokerto .
2. Dr. Fulka Sa’dibih, M.Pd.I, selaku Dekan Fakultas Syari’ah.
3. Ibu Dewi Kumalasari, S.E , M.E., selaku Kaprodi Ekonomi Syari’ah.
4. Ibu dosen yang budiman yang telah mengukir semangat kami dalam
menuntut ilmu.

Atas semua jasa yang diberikan, penulis sampaikan semoga amal baik
yang telah dilakukan mendapat ridla dari allah SWT dan penulis mengharapkan
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Mojokerto, 27 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Ekonomi Masa Daulah Umayyah 2

B. Perkembangan Ekonomi Masa Daulah Abbasiyah 7

C. Perkembangan Ekonomi Masa 3 kerajaan Besar 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 17

B. Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perekonomian adalah merupakan salah satu unsur terpenting dalam
memperlancar proses pembangunan suatu negara. Sebab merosotnya
perekonomian suatu negara akan berpengaruh terhadap proses pelaksanaan
pembangunan yang akan dilakukan. Dalam kesempatan ini, kami akan
membahas mengenai perkembangan ekonomi pada masa Daulah Abbasiyah,
Daulah Umayyah dan Masa 3 kerajaan besar. Yang didalamnya membahas
mengenai perkembangan dan pertumbuhan pada ketiga masa daulah tersebut,
Serta memaparkan bagaimana sistem pemerintahan pada setiap khalifahnya.
Salah satu contoh Pada masa pemerintahan Abdul Malik, perkembangan
perdagangan dan perekonomian, teraturnya pengelolaan pendapatan negara
yang didukung oleh keamanan dan ketertiban yang terjamin telah membawa
masyarakatnya pada tingkat kemakmuran. Maka dari itu diperlukan kajian
yang mendalam mengenai ekonomi syariah (ekonomi islam) ini. Berawal dari
sinilah penyusun membuat makalah ini, dengan tujuan agar memahami
bagaimana sejarah pemikiran ekonomi yang dulu pernah berjaya dan dapat
menjadi jawaban atas gelisahan yang ada pada masa kejayaan islam. Oleh
karena itu penyusun menyusun laporan ini, dengan kajian khusus pada masa
dinasti umayyah dan abbasiyah agar dapat bermanfaat untuk perkembangan
ekonomi syariah pada masa yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem ekonomi pada masa Daulah Bani Umayyah ?
2. Bagaimana sistem ekonomi pada masa Daulah Bani Abbasiyah ?
3. Bagaimana sistem ekonomi pada masa 3 Kerajaan Besar ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem ekonomi pada masa Daulah Bani Umayyah.
2. Untuk mengetahui sistem ekonomi pada masa Daulah Bani Abbasiyah.
3. Untuk mengetahui sistem ekonomi pada Masa 3 Kerajaan Besar.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tradisi Dan Praktek Ekonomi Masa Daulah Umayah (41- 132h/ 661-
750m).
Bani umayyah berasal dari bahasa Arab yang berarti anak turun Umayyah
yaitu Ummayyah bin Abdul Syams salah satu pemimpin quraisy. Khilafah Bani
Umayyah berusia 90 tahun dimulai dari kekuasaan muawiyah dimana pemerintah
bersifat demokratis berubah menjadi kerajaan turun temurun.Perekonomian
adalah merupakan salah satu unsur terpenting dalam memperlancar proses
pembangunan suatu negara. Sebab merosotnya perekonomian suatu negara akan
berpengaruh terhadap proses pelaksanaan pembangunan yang akan dilakukan.
Cari Brockelmann menegaskan bahwa: “Pada tahun 693 khalifah Abdul Malik
secara bulat menetapkan untuk mencetak uang sendiri di damaskus. Sementara itu
Hajjaj pada tahun berikutnya melakukan hal yang sama. Akibatnya masyarakat
Arab sudah mulai mengenal sistem perhitungan. Ide ini juga diterima di Yaman,
Siria, dan Iraq. Kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh sebagai alat tukar adalah
mata uang Roma dan mata uang Persia yaitu dirham (drachma) dan dinar
(dinarius). Dengan tidak adanya mata uang sendiri tentu akan dapat mengurangi
nilai-nilai persatuan dan kesatuan umat Islam di daerah yang demikian luasnya.
Sehingga dapat dikatakan, secara implisit kebijaksanaan khalifah memiliki nilai-
nilai esensial dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam
wilayah yang luas tersebut. Implikasi nilai-nilai persatuan dan kesatuan terhadap
perekonomian pada masa itu (Dinasti Umayyah) adalah sangat penting. Sebab
adanya persatuan dan kesatuan wilayah umat Islam yang luas tersebut akan
menciptakan stabilitas keamanan yang terjamin. Dengan adanya stabilitas
keamanan yang terjamin, maka lalu lintas perdagangan akan berjalan lancar,
dengan lancarnya lalu lintass perdagangan, pada gilirannya akan meningkatkan
perekonomiannya.

5
Pada masa pemerintahan Abdul Malik, perkembangan perdagangan dan
perekonomian, teraturnya pengelolaan pendapatan negara yang didukung oleh
keamanan dan ketertiban yang terjamin telah membawa masyarakatnya pada
tingakat kemakmuran. Realisasinya dapat kita lihat dari hasil penerimaaan pajak
(kharaj) di wilayah syam saja, tercatat 1.730.000 dinar emas setahun.
Kemakmuran masyarakat Bani Umayyah juga terlihat pada masa pemerintahan
Umar ibn Abdul Aziz. Keadaan perekonomian pada masa pemerintahannya telah
naik ke taraf yang menakjubkan. Semua literatur yang ada pada kita sekarang ini
menguatkan bahwa kemiskinan, kemelaratan, dan kepapaan telah dapat diatasi
pada masa pemerintahan khalifah ini. kebijakan yang dilakukan oleh Umar ibn
Abdul Aziz dalam implikasinya dengan perekonomian yaitu membuat
aturanaturan mengenai takaran dan timbangan, dengan tujuan agar dapat
membasmi pemalsuan dan kecurangan dalam pemakaian alat-alat tersebut.
Bertitik tolak dari uraian di atas dapatlah dikatakan perkembangan perekonomian
pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah secara umum sudah mulai meningkat
dibanding dengan masa sebelumnya. Meningkatnya perekonomian yang
membawa kepada kemakmuran rakyat pada dinasti ini, sebenarnya tidak terlepas
dari kebijaksanaankebijaksanaan yang dilakukan khalifah, di samping dukungan
masyarakat terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut. Naiknya Muawiyyah
ke tampuk pemerintahan Islam merupakan awal kekuasaan Bani Umayyah. Sejak
saat itu pula, pemerintahan Islam yang bersifat demokratis seperti yang telah
dipraktekkan Rasulullah SAW dan khulafa urrasyidin berubah menjadi
monachiheridetis (kerajaan turun menurun). Muawiyyah memperoleh kekuasaan
melaului jalan kekerasan, diplomasi, dan tipu daya tidak melalui jalan
musyawarah. Dalam menjalankan kekuasaannya, ia tetap menggunakan istilah
khalifah yang diartikan sebagai penguasa yang diangkat oleh Allah. Sejak bani
umayyah berkuasa, seorang khalifah tidak lagi harus seorang ahli hukum agama
(fuqaha). Dinasti ini mulai memisahkan antara pemegang otoritas keagamaan
dengan pemegang otoritas politik.Urusan agama diserahkan kepada para ulama,
sedangkan urusan politik diserahkan kepada para penguasa. Pada masa daulah ini,

6
pusat penyelenggaraan administrasi pemerintahan berada di Damaskus, sedangkan
pusat aktifitas keagamaan berada di Madinah .
Selama masa pemerintahan dinasti ini, telah terjadi pergeseran nilai-nilai
kepemimpinan Islami yang sangat mengedepankan asas-asas musyawarah dan
kebersamaan menjadi kepemimpinan otoriter. Keadaan tersebut memacu
timbulnya hasrat sebagian besar khalifah Bani Umayyah untuk memanfaatkan
kekuasaan sebagai sarana memperkaya diri dan keluarganya. Baitul Mal yang
merupakan kantor perbendaharaan umat seakan menjadi milik pribadi para
pangeran. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, terdapat dua macam Baitul
Mal; umum dan khusus. Pendapatan Baitul Mal Umum diperuntukkan bagi
seluruh masyarakat umum. Sedangkan Baitul Mal khusus diperuntukkan bagi para
sultan dan keluarganya. Namun, dalam prakteknya, tidak jarang berbagai
penyimpangan penyaluran harta Baitul Mal tersebut. Pengeluaran untuk
kebutuhan para sultan, keluarga, dan para sahabat dekatnya banyak yang
diambilkan dari kas Baitul Mal Umum. Begitu pula halnya dengan pengeluaran
lainnya yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan umat Islam secara
keseluruhan.
Dengan demikian telah terjadi disfungsi penggunaan dana Baitul Mal pada
masa dinasti Bani Umayyah :
1. Khalifah Muawiyyah bin Abi Sofyan Pada masa pemerintahannya, khalifah
Muawiyah bin Abi Sofyan mendirikan dinas beserta dengan berbagai
fasilitasnya, menertibkan angkatan perang, mencetak mata uang, dan
mengembangkan jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan profesional. Selain
itu, khalifah Muawiyyah bin Abi Sofyan menerapkan kebijakan pemberian
gaji tetap kepada para tentara, pembentukan tentara profesional, serta
pengembangan birokrasi, seperti fungsi pengumpulan pajak dan
administrasi politik .
2. Khalifah Abdul Malik bin Marwan Pemikiran yang serius terhadap
penertiban dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam muncul di masa
pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan. Hal ini dilatarbelakangi
oleh permintaan pihak Romawi agar khalifah Abdul Malik bin Marwan

7
menghapus kalimat Bismillahirrohmaanirrohiim dari mata uang yang
berlaku pada khilafahnya. Pada saat itu, bangsa Romawi mengimpor dinar
Islam dari Mesir. Akan tetapi, permintaan tersebut ditolaknya. Bahkan,
khalifah Abdul Malik bin Marwan mencetak mata uang Islam tersendiri
dengan tetap mencantumkan kalimat Bismillahirrohmanirrohim pada tahun
74H (659M) dan menyebarkannya ke seluruh wilayah Islam seraya
melarang pemakaian melakukan percetakan mata uang lain . ia juga
menjatuhkan hukuman ta’zir kepada mereka yang melakukan percetakan
mata uang di luar percetakan Negara. Selain itu ia juga melakukan berbagai
pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrsi pemerintahan Islam (Amalia, 2010).
3. Khalifah Umar bin Abdul Aziz Selama masa pemerintahannya, Umar bin
Abdul Aziz menerapkan kembali ajaran Islam secara utuh menyeluruh .
berbagai pembenahan dilakukannya di seluruh sektor kehidupan masyarakat
tanpa pandang bulu. Langkah ini dimulai dari dirinya sendiri. Ketika
diangkat sebagai khalifah, umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyatnya
dan mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan diri dan
keluarganya yang tidak wajar kepada kaum muslimin melalui Baitul Mal,
mulai dari tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang
berada di Yamamah, Mukaedes, Jabal Wars, Yaman, dan fadak, hingga
cincin pemberian Al-Walid. Selama berkuasa, ia juga tidak mengambil
sesuatupun dari Baitul Mal, termasuk pendapatan fai yang telah menjadi
haknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah Umar bin Abdul Aziz
memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki
dan meningkatkan kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih baik dari
pada menambah perluasan wilayah. Dalam rangka ini pula, ia menjaga
hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak kebebasan
beribadah kepada penganut agama lain .
Di dalam melakukan berbagai kebijakannya, khalifah Umar bin Abdul
Aziz bersifat melindungi dan maningkatkan kemakmuran taraf hidup masyarakat
secara keseluruhan. Ia mengurangi beban pajak yang dipungut dari kaum Nasrani,

8
menghapus pajak terhadap kaum Muslimin, membuat aturan takaran dan
timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa, memperbaiki tanah pertanian,
penggalian sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempat
penginapan para musaffir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini
berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak
ada lagi yang mau menerima zakat (Amalia, 2010). Salah satu bukti
kesungguhanya dalam menegakkan keadilan, khalifah Umar bin Abdul Aziz
pernah membelanjakan seluruh kekayaan Baitul Mal di Irak untuk membayar
ganti rugi kepada orang-orang yang diperlakukan semena-mena oleh para
penguasa sebelumnya. Karena tidak mencukupi, ia mengambil dari kekayaan
Baitul Mal di Syam. Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga menetapkan bahwa para
pejabat diberi gaji 300 dinar dan dilarang melakukan berbagai pekerjaan
sampingan. Selain itu, pajak yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku
pada tiga profesi, yaitu pedagang, petani dan tuan tanah. Dalam bidang pertanian,
khalifah Umar bin Abdul Aziz melarang penjualan tanah garapan agar tidak ada
penguasa lahan. Ia memerintahkan amirnya untuk memanfaatkan semaksimal
mungkin lahan pertanian yang ada. Dalam menetapkan sewa tanah, khalifah Umar
bin Abdul Aziz menerapkan prinsip keadilan dan kemurahan hati. Ia melarang
memungut sewa terhadap tanah yang tidak subur dan jika tanah tersebut subur,
pengambilan sewa harus memperhatikan tingkat kesejahteraan hidup petani yang
bersangkutan. Lebih jauh, khalifah Umar bin Abdul Aziz menerapkan kebijakan
otonomi daerah. Setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk mengelola
zakat dan pajak secara sendirisendiri dan tidak diharuskan menyerahkan upeti
kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya, pemerintah pusat akan memberian
bantuan subsidi kepada setiap wilayah Islam yang minim pendapat zakat dan
pajaknya (Kholik, 2000: 126). Dengan demikian, masing-masing wilayah Islam
diberi kekuasaan untuk mengelola kekayaannya. Jika terdapat surplus, khalifah
Umar bin Abdul Aziz menyarankan agar wilayah tersebut memberikan bantuan
kepada wilayah yang minim pendapatannya. Untuk menunjang hal ini, ia
mengangkat Ibnu Jahdam sebagai amil shodaqoh yang bertugas menerima dan
mendistribusikan hasil shodaqoh secara merata ke seluruh wilayah Islam. Dalam

9
mewujudkan negara yang adil dan makmur, khalifah Umar bin Abdul Aziz
menjadikan jaminan sosial sebagai landasan pokok. Baginya, hak seseorang yang
telah meninggal dunia tidak akan hilang karena akan tetap diberikan kepada ahli
warisnya. Begitu pula hak para tahanan. Hal ini berlaku secara universal, tanpa
membeda-bedakan apakah ia seorang muslim atau bukan. Ia juga mendirikan
rumah makan khusus untuk para fakir miskin. Sementara itu, jika terdapat
kelebihan harta setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin,
pendapatan Baitul Mal didistribusikan kepada orang-orang dzimmi. Tidak hanya
itu, kaum dzimmi itu juga diberikan pinjaman tanah-tanah pertanian sebagai lahan
pekerjaan mereka. Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga mengeluarkan kebijakan
pembukaan jalur perdagangan bebas, baik di darat maupun diudara, sebagai upaya
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Pemerintah menghapus bea masuk dan
menyediakan berbagai bahan kebutuhan sebanyak mungkin dengan harga yang
terjangkau (Amelia, 2010:104). Pada masa pemerintahannya, sumber-sumber
pemasukan negara berasal dari zakat, hasil rampasan perang, pajak penghasilan
pertanian (pajak ini di awal pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ditiadakan
mengingat situasi ekonomi yang belum kondusif, setelah stabilitas perekonomian
masyarakat membaik, pajak ini diterapkan), dan hasil pemberian ladangan kerja
produktif kepada masyarakat luas. Setelah masa pemerintahan Umar bin Abdul
Aziz tersebut, kekuasaan Bani Umayyah berada di tangan Yazid bin Abdul Malik.
Pada masa ini, kekacauan dalam kahidupan masyarakat mulai muncul kembali.
Hal ini dipicu oleh kegandrungan sang khalifah dan para penggantinya terhadap
kemewahan dan ketidak peduliaannya terhadap kesejahteraan rakyat. Akibatnya,
muncul konfrontasi antara pemerintah dengan rakyatnya sendiri. Kerusuhan
tersebut terus berlanjut hingga semakin memperkuat oposisi dan sebaliknya,
memperlemah posisi sang khalifah. Akhirnya pihak oposisi berhasil
menumbangkan Daulah Umayyah.
B. Tradisi Dan Prakek Ekonomi Daulah Abbasiyah (132-656 H/750-1258 M)
Bani Abbasiyah meraih tampuk kekuasaan Islam setelah berhasil
menggulingkan pemerintahan dinas Bani Umayyah pada tahun 750 H. Para
pendiri dinasti ini adalah keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW,

10
sehingga khilafah tersebut dinakamakan khilafah Abbasiyah. Dinasti ini didirikan
oleh Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas (132-
136H) (Amalia, 2010). Pada masa Daulah Bani Abbasiyah, pusat pemerintahan
Islam dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad. Dalam kurun waktu lebih dari
lima abad dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan hal ini, Ahmad
Syalabi membagi membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi tiga
periode, yaitu:
a) Periode pertama, berlangsung dari tahun 132 H sampai 232 H. Pada
periode ini, kekuasaan berada ditangan para khalifah secara penuh.
b) Periode kedua, berlangsung dari tahun 232 H sampai 590H. Pada periode
ini kekuasaan politik berpindah dari tangan khalifah kepada golongan
Turki (232 H-334 H), dan Bani Saljuk (447 H-590 H).
c) Periode ketiga, berlangsung dari tahun 590 H sampai 656 H. Pada periode
ini kekuasaan kembali di tangan khalifah, tetapi hanya di Baghdad dan
sekitarnya. Diantara periode-periode pemerintahannya tersebut, dinasti
Abbasiyah mencapai masa keemasan pada periode pertama. Pada masa ini,
secara politis, para khalifah benar-benar tokoh yang kuat dan merupakan
pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran
masyarakat mencapai puncaknya. Periode ini juga berhasil menyiapkan
landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Karena Abdullah Al-Saffah hanya memerintah dalam waktu yang singkat,
pembina yang sesungguhnya dan Daulah Abbsiyah adalah Abu Ja’far Al-
Manshur (136-148 H).
Pada masa pemerintahannya, khalifah Al-Manshur lebih banyak
melakukan konsolidasi dan penertiban administrasi birokrasi. Ia berusaha
meletakkan dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah. Pusat pemerintahan
yang pada mulanya berada Hasyimiyah dipindahkan ke kota Baghdad yang baru
dibangunnya. Ia menciptakan tradisi baru dibidang pemerintahan dengan
mengangkat seorang wazir sebagai koordinator departemen. Khalifah Al-Manshur
juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian

11
negara, serta membenahi angkatan bersenjata dan membentuk lembaga kehakiman
negara. Peranan jawatan pos semakin ditingkatkan dengan tambahan tugas dapat
berjalan dengan lancar dan melaporkan perilaku gubernur setempat kepada
khalifah. Pada awal pemerintahan khalifah al-Manshur, perbendaharaan negara
dapat dikatakan tidak ada karena khalifah sebelumnya, al-Saffah, banyak
menggunakan dana Baitul Mal untuk diberikan kepada para sahabat dan tentara
demi mengukuhkan kedudukannya sebagai penguasa. Hal tersebut mendorong
khalifah Al-Manshur untuk bersikap keras dalam peneguhan kedudukan keuangan
negara, disamping penumpasan musuh-musuh khalifah, sehingga
masapemerintahannya ini juga dikenal sebagai masa yang penuh dengan
kekerasan. Dalam mengendalikan harga-harga, khalifah al-Manshur
memerintahkan para kepala jawatan pos untuk melaporkan harga pasarang dari
setiap bahan makanan dan barang lainnya. Para walinya agar menurunkan harga-
harga ketingkat semula. Disamping itu, khalifah Al-manshur juga sangat hemat
dalam membelanjakan harta Baitul Mal. Ketika ia meninggal, kekayaan kas
negara telah mencapai 810 dirham (Hasyimi, 1987). Keberhasilan khalifah al-
manshur dalam meletakkan dasardasar pemerintahan Daulah Abbasiyah
memudahkan usaha para khalifah berikutnya untuk lebih fokus terhadap
permasalahan ekonomi dan keuangan negara, sehingga peningkatan dan
pengembangan taraf hidup rakyat dapat terjamin. Ketika AlMahdi (158-169)
menjadi khalifah, keadaan negara telah stabil. Ia banyak menerapkan kebijakan
yang menguntungkan rakyat banyak, seperti pembangunan tempat-tempat
persinggahan para musafir haji, pembuatan kolam-kolam air bagi para kafilah
dengan beserta hewan bawaannya, serta memperbaiki dan memperbanyak jumlah
telaga dan perigi. Ia juga mengembalikan seluruh harta yang dirampas ayahnya
kepada pemiliknya masing-masing.
Pada masa pemerintahan Al-Mahdi,perekonomian negara mulai meningkat
dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan, seperti emas, perak, tembaga dan besi. Di samping itu jalur transit
perdagangan antara Timur dan Barat juga menghasilkan kekayaan. Dalam hal ini,
basrah menjadi pelabuhan yang penting. Dengan demikian, setor-sektor pertanian

12
yang menunjang kemakmuran Daulah Abbasiyah adalah pertanian, pertambangan
dan perdagangan. Untuk meningkatkan sektor pertanian, pemerintah pengeluarkan
berbagai kebijakan yang membela hak-hak kaum tani, seperti peringanan hasil
pajak hasil bumi, penjaminan hak milik dan keselamatan jiwa, perluasan lahan
pertanian di setiap daerah, dan pembangunan berbagai bendungan dan kanal.
Sementara untuk meningkatkan sektor perdagangan, pemerintahh membuat
sumur-sumur membangun tempat-tempat peristirahatan para kafilah dagang, dan
mendirikan berbagai armada dagang serta menjaga keamanan pelabuhan dan
pantai.
Ketika pemerintahan dikuasai khalifah Harun AlRasyid (70-193 H),
pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah
Abbasiyah mencapai puncaknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah Harun Al-
rasyid melakukan diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia membangun Baitul
Mal untuk mengurus keuangan negara dengan menujuk seorang wajiz yang
menjadi kepala beberapa diwan, yaitu:
a) Diwan al-khazanah, bertugas mengurus seluruh perbendaharaan negara.
b) Diwan al-Azra’, bertugas mengurus kekayaan negara yangberupa hasil
bumi.
c) Diwan Khazain Al-Silah, bertugas mengurus perlengkapan angkatan
perang.
d) Sumber pendapatan pada masa pemerintahan ini adalah kharaj, jizyah,
zakat, fai, ghanimah, usyr, dan harta lainnya. Seperti wakaf, sedekah dan
harta warisan orang yang tidak mempunyai ahli waris. Seluruh pendapatan
negara tersebut dimasukkan kedalam baitul Mall dan dikeluarkan
berdasarkan kebutuhan pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-
Rasyid, pendapatan Baitul Mal dialokasikan untuk riset ilmiah dan
penterjemahan buku-buku Yunani, disamping untuk biaya pertahanan dan
anggaran rutin pegawai. Pendapatan tersebut juga dialokasikan untuk
membiayaai para tahanan dalam hal penyediaan makanan dan pakaian
musim panas dan dingin (Amalia, 2010). Pemerintahan Khalifah Harun
Al-Rasyid juga sangat memperhatikan masalah perpajakan. Ia menunjuk

13
Qadi Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai
keuangan secara syari’ah. Untuk itu, Imam Abu Yusuf menyusun kitab
yang di beri judul kitab al-kharaj. Penulisan kitab Al Kharaj Abu Yusuf ini
didasarkan perintah dan pertanyaan Khalifah Harun Ar Rasyid mengenai
berbagai persoalan pajak (Karim, 2012).

Pada masa Daulah Abbasiyah, sistem pemungutan alkharaj dilakukan


dengan tiga cara, yaitu:
a) Al-muhassabah atau penaksiran luas areal tanah dan jumlah pajak yang
harus dibayar dalam bentuk uang.
b) Al-Muqasamah atau penetapan jumlah tertentu (persentase) dari hasil
yang diperoleh.
c) Al- Muqqatha’ah atau penetapan pajak hasil bumi terhadap para jutawan
berdasarkan persetujuan antara pemerintah dengan yang bersangkutan
Sepeninggal Harun Al-Rasyid, tampuk pemerintahan Daulah Abbasiyah
diserahkan kepada Khalifah Al-Ma’mun (198-218H). Pribadi AL-
Ma’mun adalah pribadi yang sangat mencintai ilmu dan hal ini sangat
mempengaruhi berbagai kebijakannya. Pada masa pemerintahannya,
khalifah Al-Ma’mun memberikan perhatian yang besar terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Ia semakin
menggalakkan aktifitas penerjemahan buku-buku asing. Untuk
menunjang hal tersebut, pemerintah mengalokasikan dana Baitul Mal
untuk gaji para penterjemah. Khalifah Al-Ma’mun juga mendirikan
sekolah-sekolah dan yang termasyhur adalah Baitul Hikmah, pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
dilengkapi perpustakaan yang besar. Pada masa tersebut, baghdad mulai
menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Dari gambaran diatas,
terlihat bahwa Dinasti Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih
menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam, termasuk
kehidupan perekonomian, dari pada perluasan wilayah. Setelah melewati

14
periode ini, Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran dan akhirnya
dihancurkan oleh bangsa Mongol pada tahun 1258 M.
C. Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800 M)
1. Kerajaan Turki Usmani
Bangsa turki adalah bangsa yang pemberani dan mempunyai rasa
disiplin yang tebal. Mereka terdiri dari beberapa macam suku bangsa. Ada
yang disebut sebagai bangsa turki saljuk, ada yang disebut turki usmani.
Turki saljuk telah berkembang berhasil menguasai bagdad, sayang akhirnya
lenyap dihancurkan oleh bangsa mongol.
Turki mencapai puncak kemegahanna pada masa pemerintah sultan
Sulaiman I (1520-1566). Ketika itu kerajaan Turki meliputi seluruh pantai
afrika utara dari Algeria samapi Somalia seluruh asia kecil dan asia tengah
samapi persia, seluruh Balkan dan Rusia selatan. Kerajaan Turki yang megah
itu mulai menurun dizaman Sultan Murad III (1574-1595 M). Kemudian
Turki mengalami klemunduran sekali dari dalam hingga abad XIX.
Kemajuan Kerajaan Usmani di Turki Dalam pembangunan Turki
Usmani memfokuskan kemajuan-kemajuan bada bidang- bidang berikut :
a) Bidang Politik Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa
pertama, adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat
melakukan ekspansi dengan cepat dan luas.
b) Bidang Kemiliteran Bidang kemiliteran adalah terbentuknya kelompok
militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan
inilah yang mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang
paling kuat.
c) Bidanng Arsitektur Dibidang Arsitek banyak dibangun bangunan
megah, seperti sekolah, rumah sakit, villa, masjid, jembatan, dan
makam. Masjid-masjid dihiasi dengan kaligrafi yang indah.
d) Bidang keagamaan Dalam bidang keagamaan sultan sangat
memperhatikan. Fatwa-fatwa ulama sangat berperan dalam mengambil
kebijakan Negara. Mufti adalah sebagai pejabat urusan agama tertinggi
yang memberikan fatwa resmi terhadap problematika keagamaan

15
dalam masyarakat. Tanpa Legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan
bisa jadi tidak berjalan.
 Kehancuran Kerajaan Usmani di Turki.
a) Ekonomi yang Semakin Melemah Keberhasilan Portugal dan Spanyol
untuk menemukan jalan perdagangan dunia ke Asia, telah menjadi titik
awal kebangkitan Eropa. Mereka berhasil merebut rute, pangsa pasar
dan sumber bahan baku perdagangan dunia. Usaha mereka semakin
mengakar kuat dengan keberhasilan mereka menjajah dan memonopoli
kekayaan dunia Islam yang sangat kaya. Hal ini mengakibatkan
kemiskinan dan kemunduran ekonomi yang berat di dunia Islam.
b) Kelemahan Sains dan Agama Dalam belenggu kehidupan akidah
Murji’ah dan tarekat Sufi, dinilai wajar bila umat Islam mengalami
kemunduran dan keterbelakangan yang parah dalam aspek agama dan
sains.
c) Kelemahan Sosial dan Moral Dekadensi moral yang sangat parah telah
menggejala di seantero Dunia Islam. Penyalahgunaan harta wakaf
untuk kepentingan memperkaya para pegawai wakaf, menjamurnya
warung-warung khamar, rumah-rumah judi, minuman keras, dan
pelacuran— Husain bin Muhammad Nashif bahkan menyebutkan kota
suci Makkah telah ramai dengan warung-warung minuman keras dan
pelacuran—, tenggelamnya masyarakat dalam musik dan nyanyian,
dan aneka ragam kebejatan moral lainnya menjadi pemandangan
umum di tengah masyarakat. Berbagai akhlak mulia sudah dianggap
sebagai sebuah tradisi kuno, kering dari nilai-nilai keimanan, dan
setiap saat bisa ditinggalkan dengan alasan kemajuan zaman. 
2. Kerajaan Safawi di Persia
Nama safawiyah ambil dari nama pendirinya Safi al-Din, seorang
keturunan Imam Syi’ah yang ke enam, Musa al-Khazim. Pada masa
kepemimpinan Ismail (1501-1524 M) kepemimpinan safawi silih berganti dan
semakin eksis sebagai gerakan politik yang didukung oleh pasukan tentara
yang kuat yang diberi nama Qizilbash (baret merah). Dialah juga  yang

16
memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama Dinast Safawi dikota Tabris.
Kerajaan safawi mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Abbas I.
Pada masa pemerintahanya dapat menguasai beberapa daerah yang dikuasai
Turki Usamani seperti Tibris, Sirwan dan Baghdad (1602 M). Pada tahun1622
M dapat menguasai kepulauan Hurmuz, dan mengubah pelabuhan Gumrun
menjadi pelabuhan Bandar Abbas. Kemajuan safawi bukan hanya pada bidang
politik, tetapi juga dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masanya lahir
beberapa ilmuwan antara lain Bahauddin al-Syaeraji, generalis ilmu
pengetahuan, Salaudin al-Syaeraji, seorang filosof dan muhammad Baqir Ibnu
Muhammad Damad, seorang filosof, ahli sejarah, teolog dan yang pernah
mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah. Selain itu juga unsur seni
juga terlihat seperti pembangunan masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan
raksasa diatas Zende rud, dan istana Chihil Surun.
Kemajuan yang dicapai kerajaan safawi tidak hanya terbatas di bidang
politik. Di bidang yang lain, kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan.
Kemajuan-kemajuan itu antara lain adalah sebagai berikut:
a) Bidang Ekonomi Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas
I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-
lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun
diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini maka
salah satu jalur dagang laut antara Timur dan Barat yang biasa
diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi
milik kerajaan Safawi. Di samping sektor perdagangan, kerajaan
Safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di
daerah Bulan Sabit Subur.
b) Bidang Ilrnu Pengetahuan Dalam sejarah Islam bangsa Persiadikenal
sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada
masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut. Ada
beberapa ilmuwan yang selalu hadir di majlis istana, yaitu Baha Al-
Din Al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar Al-Din

17
AlSyaerazi, filosof dan Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad,
filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah mengadakan
observasi mengenai kehidupan lebah-lebah. Dalam bidang ini,
kerajaan safawi  mungkin dapat dikatakan lebih berhasil dari dua
kerajaan besar Islam lainnya pada masa yang sama.
c) Bidang Pembangunan Fisik dan Seni Para penguasa kerajaan ini telah
berhasil menciptakan Isfahan, ibukota kerajaan, menjadi kota yang
sangat indah. Di kota tersebut, berdiri bangunan- bangunan besar lagi
indah seperti Masjid-masjid, rumah-rumah sakit, sekolah- sekolah,
jembatan raksasa di atas Zende Rud dan istana Chihil SutunDi bidang
seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur
bangunanbangunannya, seperti terlihat pada Masjid Shah yang
dibangun tahun 1611 M dan mesjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun
tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan
tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode,
tembikar dan benda seni lainnya. 
Faktor penyebab kehancuran kerajaan safawi yaitu, safi mirza adalah
seorang pencemburu dan kejam. Abbas II adalah raja yang suka mabuk
minuman keras. Sulaiman pecandu narkotika. Husain adalah raja yang
diskriminatif. Selain itu juga dipengaruhi faktor konflik berkep[anjangan
dengan kerajaan usmani, dekandensi moral dikalangan pembesar-pembesar
kerajaan dan juga konflik intern dikalangan mereka alam rangka
memperebutkan kekuasaan.
3. Kerajaan mughal di india
Kerajaan Mughal di India Kerajaan Mughal letaknya di India dan Delhi
sebagai ibu kotanya. Berdiri seperempat abadsesudah berdirinya kerajaan
safawi. Didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482- 1530M), salah satu dari cucu
Timur Lenk. Ia bertekad ingin menguasai samarkhan yang menjadi kota
penting di Asia Tengah pada masa itu. Babur meninggal pada tahun 1530 M.
diganti oleh anaknya Humayun (1530-1556 M) dapat menggabungkan Malwa
dan Gujarat ke daerah-daerah yang telah dikuasainya. Humayun meninggal

18
karena terjatuh di tangga perpustakaannya (1556 M), diganti oleh anaknya,
Akbar. Akbar (1556-1606 M) dapat menaklukan raja-raja India yang masih ada
pada waktu itu, dan juga para Begal. 
Kemajuan Kerajaan Mughal di India.
a) Bidang pertanian Bidang pertanian, yaitu berupa biji-bijian, padi,
kacang, tebu, sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dab
bahan-bahan celupan.
b) Bidang Kesenian Hasil karya seni kerajaan Mughal yang masih
dinikmati sampai saat ini adalah karya-karya arsitektur yang indah dan
mengagumkan misalnya bangunan masjid berlapiskan mutiara, dan
Tajmahah di Agra, Mesjid Raya Delhi dan Istana indah di Lahore.
c) Bidang Politik dan Bidang Ekonomi Kemantapan stabilitas politik
karena sistem pemerintahan yang diterapakan Akbar membawa
kemajuan dalam bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat
mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan.
Akan tetapi, sumber keuangan Negara lebih banyak bertumpu pada
sector pertanian.
Kehancuran Kerajaan Mughal di India Selain kemajuan-kemajuan yang
dicapai oleh kerajaan Mughal, ada beberapa factor kelemahannya yang
menyebabkan kehancurannya pada tahun 1858 antara lain:
a) Terjadi stagnasi dalam pembinaan kemiliteran sehingga tidak bisa
memantau gerak langkah tentara inggris di wilayah-wilayah pantai.
b) Dekadensi moral dan hidup mewah di kalangan pembesar kerajaan
yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang.
c) Terlampau kasarnya sikap kasarnya sikap Aungrangzeb dalam
melaksanakan ide- idenya yang menyebabkan terjadinya konflik antar
agama, misalnya aliran syi’ah dan sunni.
d) Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir kekuasaan Mughal
adalah orang-orang yang lemah dalam bidang kepemimpinan.

19
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Masa daulah bani umayyah berusia sampai 90 tahun. Pada masa ini ada 14
orang yang menjabat sebagai khalifah, yang dimulai dari kekuasaan Muawwiyah
dimana pemerintahan bersifat demokratis berubah menjadi turun temurun.Pada
masa ini ada 2 orang khalifah yang mengalami masa kemakmuarn serta
perkembangan perekonomian yang pesat yakni,Abdul Malik Bin Marwan & Umar
Bin Abdul Aziz. Beliau mengelola pendapat negara secara teratur yang didukung
oleh keamanan & ketertiban sehingga membawa masyarakatnya pada tingkat
kemakmuran.Pada masa ini terdapat baitul mal, yang mengurusi pembenbaharaan
umat.Baitul mal pada masa ini dibagi menjadi 2, yakni Baitul Mall Umum &
Baitul Mall Khusus.
Bani Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al Saffah bin Muhammad bin Ali
bin Abdullah bin Abbas. Pada masa ini pusat pemerintahan dipindahkan Dari
damaskus ke Baghdad. Pemerintahan ini berlangsung kurang lebih 5 abad. Pola
Pemerintahan nya diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,sosial
dan budaya. Peningkatan perekonomian pada masa ini terjadi pada masa
pemerintahan Al Mahdi yang meningkat pada sektor pertanian,pertambangan dan
perdagangan. Daulah Abbasiyah mengalami puncak kejayaan nya dalam
pemerintahan pada masa khalifah Harun Al Rasyid. Pada masa pemerintahan nya
beliau menunjuk wajiz untuk menjadi kepala beberapa Diwan di Baitul Mall.
Masa 3 Kerajaan :

20
a) Kerajaan Turki Usmani
Puncak kejayaan nya terjadi pada masa Sultan Sulaiman I. Kemajuan
Kerajaan ini fokus pada kemajuan beberapa bidang.
b) Kerajaan Safawi di PersiaKerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada
masa pemerintahan Abbas I. Kemajuan Kerajaan ini di bidang
Politik,ekonomi,ilmu pengetahuan dan pembangungan.
c) Kerajaan Mughal
Kemajuan kerajaan Mughal di bidang pertanian,kesenian,politik dan
ekonomi.Pada kerajaan ini hanya ada 3 orang yang menjabat sebagai
raja.
b. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karenanya makalah ini masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui
kritikan dan masukan bermanfaat dari para pembaca sekalian. Semoga makalah
yang sederhana ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin.

21
DAFTAR PUSTAKA

Nurul huda,Muhammad. 2021. “Ekonomi islam pada masa dinasti”,


file:///C:/Users/Asus%20E410MA/Downloads/466-1528-3-PB%20(3).pdf
,pada tanggal 25 september 2021, pada jam 23.00.

Pratiwi, Nurul, 2021. "Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa


Dinasti," OSF Preprints vtfsu, Center for Open Science, pada tanggal 25
September 2021, pada jam 22.00.

Sny,Fajriatus. 2021. “ Ekonomi islam pada masa 3 kerajaan besar”,


https://www.slideshare.net/RiiasniyyaRiiasniyya/sejarah-pemikiran-
ekonomi-islam-pada-masa-3-kerajaan-besar , pada tanggal 25 September
2021, pada jam 24.00

22

Anda mungkin juga menyukai