Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Sejarah Peradaban Islam Masa Bani Umayyah


(Aspek Perekonomian Zaman Umar Bin Abdul Aziz)

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: H. Aunur Rofiq, Lc.,M.Ag,. Ph.D

Oleh Kelompok 04 :

FARAH FARADESILA (210502110119)


ANDRIAN DANI (210502110121)
DINA KAMILA (210502110122)

KELAS D
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2022
Kata Pengantar

Tiada kata yang patut diungkapkan selain Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadi
rat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan mak
alah dengan judul Sejarah Peradaban Islam Masa Bani Umayyah (Aspek Perekonomia
n Zaman Umar Bin Abdul Aziz). Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
SPI. Makalah ini membahas tentang bagaimana sejarah peradaban islam pada masa Bani
Umayyah terutama pada perekonomian pada zaman Umar Bin Abdul Aziz.

Dalam penulisan makalah ini kami menghadapi berbagai kendala, salah satunya adala
h keterbatasan ilmu yang dimiliki. Akan tetapi kami berusaha sesuai kemampuan agar tugas i
ni selesai dalam rentang waktu yang telah diberikan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati
kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Aunur Rofiq selaku Dosen Pengampu mata k
uliah SPI yang telah membimbing kami serta tak lupa kepada teman-teman kami kelas AKU
NTANSI D yang selalu memberikan motivasi.

Tentunya makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami ha
rapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat berma
nfaat bagi pembaca dan khususnya bagi teman-teman kelas AKUNTANSI D.

Malang, 12 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………..3
2.1 Dinasti Bani Umayyah……………………………………………………………………..3
2.2 Latar Belakang Terbentuknya Bani Umayyah……………………………………………..4
2.3 Khalifah-Khalifah Dinasti Bani Umayyah…………………………………………………6
2.4 Periode Bani Umayyah……………………………………………………………………..6
2.5 Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Bani Umayyah……………………………….7
2.6 Pola Pemerintahan…………………………………………………………………………..9
2.7 Ekspansi Wilayah…………………………………………………………………………..12
2.8 Visi Misi Pemerintahan Umar bin Abdul aziz……………………………………………..15
2.9 Kebijakan Ekonomi Umar bin Abdul aziz…………………………………………………16
2.10 Bukti-Bukti Keberhasilah Ekonomi Umar bin Abdul aziz………………………………..17
BAB III PENUTUPAN…………………………………………………………………………….20
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………………...20
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jika dilihat dari perspektif sejarah peradaban Islam, pemerintahan Bani Umaiyyah yang berk
uasa selama hampir satu abad ini telah mengukir sejarah baru dalam pemerintahan Islam. Sejarah ba
ru tersebut melahirkan peradaban dan juga konsep-konsep pemikiran serta sistem pemerintahan yan
g mana pada kekhalifahan Bani Umayyah inilah lahir sistem pemerintahan monarki atau kerajaan tu
run temurun. Walaupun sistem pemerintahan yang diterapkan sangat berbeda dari sistem pemerinta
han Islam sebelumnya, namun Bani Umayyah mampu mencapai masa keemasan kejayaan pemerint
ahan Islam. Melihat pentingnya pembelajaran mengenai peradaban di masa pemerintahan Bani Uma
iyyah, maka pada makalah kali ini penulis akan menguraikan penjelasan mengenai konsep pemikira
n dan peradaban pada masa kepemimpinan Bani Umayyah.

Menerapkan kebijakan ekonomi yang tepat dalam suatu Negara merupakan hal penting untu
k menciptakan kesejahteraan rakyat. Begitu juga dengan daulah Islamiyyah sebagai suatu konsep tat
anan kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang berlandaskan pada syariat Islam serta menerapk
an hukum-hukum Islam secara nyata dan menyeluruh (Ruslin, 2015), termasuk yang berkaitan dala
m mengatasi permasalahan ekonomi. Keberhasilan ekonomi Islam terhadap pengentasan masalah e
konomi dapat dilihat dari keberhasilan khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam membangun perekono
mian umat dan menerapakan syariat Islam dengan berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-Sunnah s
erta semangatnya dalam memerangi kezaliman. Khalifah Umar bin Abdul Aziz merupakan salah sat
u khalifah Bani Umayyah yang menunjukkan bukti keberhasilan pengelolaan ekonomi Islam. Di ma
na dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun atau lebih tepatnya adalah selama tiga puluh bulan, ma
syarakat yang berada di bawah kepemimpinannya mengalami kemajuan yang luar biasa di bidang e
konomi. Bahkan disebutkan bahwa ketika ada seseorang hendak menyerahkan zakatnya, ia kesulita
n menemukan fakir miskin yang mau menerimanya. Karena semua orang pada masa itu sudah tercu
kupi (Ash-Shallabi, 2010), hal ini tidak lepas dari model kebijakan yang diterapkan oleh Khalifah U
mar bin Abdul Aziz. Kemakmuran masyarakat pada masa kekahlifahan Umar bin Abdul Aziz menu
njukkan perkembangan ekonomi yang telah naik pada taraf menakjubkan (Farah, 2014). Ia lebih me
milih untuk memprioritaskan pembangunan dalam negeri dengan cara memperbaiki dan meningkat
kan kesejahteraan (Huda, 2021), di mana kesejahteraan masyarakat bukan dicapai dengan mengump
ulkan pajak sebesarbesarnya, melainkan dengan cara mengoptimalkan kekayaan alam yang ada sert
a pengelolaan keuangan negara yang optimal dan efisien (Masykuroh, 2012). Baitul mal sebagai pe
ngelola keuangan Negara menjadi perhatian penting bagi pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, sehin
gga ia melakukan reformasi pengelolaan baitul mal yang dibedakan menjadi dua hal, yaitu pengelol
aan penerimaan baitul mal dan pengelolaan penyaluran baitul mal (Ningrum & YuliawatiYuliawati,
2020). Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, penelitian ini berusaha untuk menggali b
agaimana kebijakan-kebijakan ekonomi Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah yang mampu menin
gkatkan produktifitas ekonomi, sehingga seluruh masyarakatnya merasakan kesejahteraan dan berad
a pada kehidupan Negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Di mana nilai-nilai dan syar
iat Islam diterapkan dengan baik dalam setiap aktifitas dan kehidupan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kedua hal diatas, secara spesifik masalah pokok penelitian itu dapat
dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa itu Dinasti bani Umayyah?


2. Bagaimana latar belakang terbentuknya Bani Umayyah
3. Siapa saja Khalifah-Khalifah Dinasti bani Umayyah
4. Kapan Periode bani Umayyah
5. Bagaimana perkembangan peradaban islam pada masa Bani Umayyah
6. Bagaimana pola pemerintahan pada masa Bani Umayyah
7. Bagaimana ekspansi wilayah pada masa Bani Umayyah
8. Apa saja Visi-misi pemerintahan Umar bin Abdul aziz
9. Bagaiman kebijakan ekonomi Umar bin Abdul aziz
10. Apa saja bukti-bukti keberhasilan ekonomi Umar bin Abdul Aziz

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tentang perjalanan sejarah peradaban Islam pada masa daulah Bani Umay
yah mengenai berdirinya, para khalifah-khalifah, sistem politik kenegaraan, kemajuan-kema
juan, hingga keruntuhan Bani Umayyah.
2. Untuk mengetahui konsep-konsep pemikiran Islam yang lahir pada masa Bani Umayyah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dinasti Bani Umayyah

Daulah Bani Umayyah berdiri pada tahun 41 H/661 M. Didirikan olehMu’awiyyah bin Abi
Sufyan. Ia adalah gubernur Syam pada masa pemerintahanUmar bin Khattab dan Utsman bin Affan.
Selama ia menjabat gubernur, ia telahmembentuk kekuatan militer yang dapat memperkuat
posisinya di masa-masamendatang. Ia tidak segan-segan menghamburkan harta kekayaan untuk
merekrut tentara bayaran yang mayoritas adalah keluarganya sendiri. Bahkan pada masaUmar bin
Khattab, ia mengusulkan untuk mendirikan angkatan laut, tetapi Umarmenolaknya. Dan angkatan
lautnya berhasil didirikan ketika masa pemerintahanUtsman bin Affan.

Bani Umayah adalah sebuah nama yang diadopsi dari nama salah seorangtokoh kabilah
Quraisy pada masa jahiliyyah, yaitu Umayyah ibn Abd Al-Syamibn Abd Manaf ibn Qusay Al-
Quraisyi Al-Amawiy.1 Dinasti Umayyahdinisbatkan kepadaMu’awiyah ibn Abi Sofyan ibn Harb
ibn Umayyah ibn AbdAl-Syams yang merupakan pembangun dinasti Umayyah dan juga
khalifahpertama yang memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.

Dinasti Umayyah merupakan sebuah rezim pemerintahan Islam yangberada di bawah


kekuasaan keluarga Umayyah3 yang berlangsung dari tahun 661M-750 M. Sepeninggal Ali ibn Abi
Thalib, sebagian umat Islam membai’at Hasansalah seorang anak Ali untuk menjadi Khalifah,
namun jabatan tersebut tidakberlangsung lama, karena Hasan tidak mau melanjutkan konflik
dengan BaniUmayyah (Mu’awiyah). Ia melakukan perdamaian dengan Mu’awiyah
danmenyerahkan kepemimpinan kepadanya. Dengan demikian, Mu’awiyah menjadi penguasa
tunggal masyarakat muslim ketika itu. Sedangkan keluarga Hasan hidupmengasingkan diri sebagai
orang biasa. Namun Umayyah terus memburunyahingga akhirnya Hasan meninggal karena diracun.

Suksesi kepemimpinan secara turun menurun dimulai sejak Mu’awiyah mewajibkan seluruh
rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anak Yazid. Mu’awiyyah bermaksud mencotoh sistem
monarki yang terdapat di Persia dan Byzantium. Dia tetap menggunakan istilah khalifah pada
kepemimpinannya, namun ia memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatan tersebut,
ia menyebutnya khalifatullah dalam pengertian penguasa yang diangkatoleh Allah.

2.2 Latar Belakang Terbentuknya Bani Umayyah


Pada masa pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib, terjadi pertempuran Ali dengan
Muawiyah di Shifin. Perang ini diakhiri dengan tahkim, tapi ternyata tidak menyelesaikan masalah
bahkan menimbulkan adanya golongan tiga yaitu Khawarij yang keluar dari barisan Ali Umat Islam
menjadi terpecah menjadi tiga golongan politik yaitu Muawiyah, Syiah dan Khawarij. Pada tahun
660 M Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij.

Dengan demikian berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan mulai kekuasaan Bani Umayah
dalam semangat politik Islam. Kekuasaan Bani Umayah berbentuk pemerintahan yang bersifat
demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Hal ini dimulai ketika
Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya Yazid.
Peristiwa takhim berdasarkan sejarah yang kita pelajari ialah berlaku perebutan kekuasaan antara
Ali dan Mu’awiyah yang membawa mereka ke mejaperundingan. Perundingan antara mereka
berdua telah diwakili oleh Abu Musa al-‘Asyari bagi pihak Ali dan ‘Amr bin al-‘Ash bagi pihak
Mua’wiyah. Kedua dua perunding telah setuju untuk memecat Ali dan Mua’wiyah. Menurut sejarah
lagi, ‘Amr bin al-‘Ash dengan kelicikannya mampu memperdayakam Abu Musa yang digambarkan
sebagai seorang yang lalai dan mudah tertipu. Akibatnya, Ali terlepas dari jawatan khalifah. Oleh
karena peristiwa takhim sangat penting dalam sejarah politik negara Islam, adalah perlu untuk kita
menyingkap hakikat sebenarnaya pada babak babaknya di mana peristiwa ini telah disalahtanggapi
dan telah disalahtafsirkan. Akibatnya timbul kesan buruk yaitu menjatuhkan kedudukan dan
martabat para sahabat. Peristiwa tahkim yang tersebar itu telah menjadikan sebahagian sahabat
sebagai penipu dan orang yang mudah terpedaya dan sebahagian yang lain dituduh sebagai perakus
kuasa.

Dengan meletakkan riwayat tahkim di atas neraca kajian dan penilaian, dua perkara dapat
diamati, yaitu pertama, kelemahan pada sanad dan kedua, kegoncangan pada matan atau teks. Dari
sudut sanad terdapat dua perawi yang diakui keadilannya yaitu Abu Mikhnaf Lut bin Yahya dan
Abu Janab al-Kalbi. Abu Mikhnaf seorang yang dha’if. Al-Bukhari dan Abu Hatim berkata: Yahya
bin al-Qattan mendha’ifkannya. Uthman al-Darimi dan al-Nasa’i mengatakan dia dha’if. Ada tiga
perkara yang dikesani pada matannya. Pertama, berkaitan dengan perselisihan antara Ali dan
Mu’awiyah yang menjadi puncak kepada peperangan antara mereka berdua. Kedua, persoalan
jawatan Ali dan Mu’awiyah. Ketiga, kepribadian Abu Musa al-Asy’ari dan Amr bin al-‘Ash. Latar
belakang lahirnya Dinasti Umayyah9 ialah dalam kondisi dan situasi di tengah-tengah terjadinya
pertentangan politik antara golongan, yaitu: golongan Syi’ah, golongan Khawarij, golongan
Jami’iyah, dan golongan Zubaer. Dari pertentangan polotik antar golongan itu, kelompok Bani
Umayyah yang dipelopori Mu’awiyyah muncul sebagai pemenangnya yang selanjutnya berdirilah
pemerintah Daulat Bani Umayyah. Corak politik suatu negara umumnya akan dipengaruhi oleh
latar belakang berdirinya negara yang bersangkutan dan dipengaruhi oleh situasi saat berdirinya
negara tersebut. Daulat Bani Umayyah yang lahir dikelilingi oleh musuhmusuhnya dari berbagai
golongan, maka kebijaksanaan politiknya menggunakan pendekatan keamanan (militer) agar
kekuasaannya menjadi korban dan berwibawa.

Muawiyah bin Abi Sufyan sudah terkenal sifat dan tipu muslihatnya yang licik. Dia adalah
kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia pernah dijadikan sebagai
amir “Al-Bahar”. Ia mempunyai sifat panjang akal, cerdik cendikia lagi bijaksana, luas ilmu dan
siasatnya terutama dalam urusan dunia, ia juga pandai mengatur pekerjaan dan ahli hikmah.
Muawiyah bin Abi Sufyan dalam membengun Daulah Bani Umayyah mengunakan politik tipu
daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak gentar melakukan
kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa, asal maksud dan tujuannya tercapai Abu Sufyan ini baru
memeluk Islam dan tunduk kepada Nabi Muhammad saat Fathu Makkah. Meskipun begitu Nabi
Muhammad saw., tetap memerankan Abu Sufyan sebagai pemimpin Makkah. Pada saat itu ketika
seluruh penduduk Makkah merasa ketakutan, Nabi Muhammad berkata, bahwa barang siapa yang
memasuki rumah Abu Sufyan, maka ian akan selamat. Artinya bahwa keberadaan Abu Sufyan
adalah tetap pemimpin Makkah, meskipun ia tunduk kepada kepemimpinan Nabi Muhammad saw.
Pada masa kepemimpinan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, Bani Umayah tidak lagi sebagai
pempimpin bangsa Arab. Pada saat itu kepemimpinan Islam dan bangsa Arab, tidak memperhatikan
asal-usul kabilah dan kesukuan. Proses rekrutmen pempimpin didasarkan pada kemampuan dan
kecakapan.

Meskipun Usman bin Affan adalah dari keluarga Bani Umayyah, tetapi ia tidak pernah
mengatasnamakan diri sebagai Bani Umayyah. Begitu juga Mu’awiyah bin Abi Sufyan diangkat
oleh Umar bin Khattab sebagai gubernur Syiria adalah karena kecakapannya. Ambisi Bani
Umayyah untuk memimpin kemabali muncul ketika mereka sudah mempunyai kekuatan besar.
Dengan berbagai upaya, mereka menyusun kekuatan dan merebut kekhalifahan umat Islam. Usaha
ini akhirnya berhasil setelah Hasan bin Ali mengundurkan diri dari jabatannya sebagai khalifah dan
menyerahkannya kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan, yang dikenal dengan istilah Amul Jama’ah.

2.3 Khalifah-Khalifah Dinasti Bani Umayyah

1. Muawiyah Bin Abi Sufyan


2. Yazid Bin Muawiyah
3. Muawiyah Bin Yazid
4. Marwan Bin hakam
5. Abdul malik Bin Marwan
6. Walid Bin Abdul Malik
7. Sulaiman Bin Abdul Malik
8. Umar bin Abdul malik
9. Yazid bin abdul malik
10.Hisyam bin Abdul malik
11.walid bin abdul malik
12.Yazid bin Walid
13.Ibrahim bin walid
14.Marwan bin Muhammad

2.4 Periode Bani Umayyah

1. Dinasti Umayyah I di Damaskus (41 H/661 M-132 H/750 M).

Dinasti ini berkuasa kurang lebih selama 90 tahun dan mengalami pergantian pemimpin
sebanyak 14 kali. Diantara khalifah besar dinasti ini adalah Mu’āwiyyah bin Abī Sufyān (661-680
M), ‘Abd al-Mālik bin Marwān (685-705 M), AlWālid bin ‘Abd al-Mālik (705-715 M), ‘Umār bin
‘Abd al‘Azīz (717-720 M), dan Hishām bin ‘Abd al-Mālik (724-743 M). Pada tahun 750 M, dinasti
ini digulingkan oleh dinasti ‘Abbāsiyyah.

2. Dinasti Umayyah II di Andalus/Spanyol (755-1031 M).

Kerajaan Islam di Spanyol ini didirikan oleh ‘Abd al-Rahmān al-Dākhil. Ketika Spanyol
berada di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah II ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh
kemajuan. Terutama pada masa kepemimpinan ‘Abd alRahmān al- Ausāṭ, pendidikan Islam
menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini desebabkan karena sang khalifah sendiri
terkenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya ke
Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di sana menjadi kian semarak.
2.5 Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Bani Umayyah

Selama hampir satu abad memerintah, Bani Umayyah telah banyak mencapai kemajuan-ke
majuan oleh khalifah-khalifah yang berkuasa pada waktu itu, di antaranya adalah:

a. Perluasan Wilayah
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana usaha perlua
san wilayah dan penaklukan yang terhenti sejak zaman kedua khulafaurrasyidin terakhir menjadi fo
kus perhatiannya. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun berkuasa, banyak negeri di empat penjuru m
ata angin beramairamai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang mana meliputi wilayah Spanyol, se
luruh wilayah Jazirah Arab, Syiria, Palestina, Afrika Utara, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia,
Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgi
ztari yang termasuk Soviet Rusia.

b. Bidang Pemerintahan

Dalam hal administrasi pemerintahan, Bani Umayyah membentuk beberapa Diwan (deperte
men) yang terdiri dari: 1) Diwan Rasail, bertugas mengurus surat-surat negara. Diwan ini terbagi d
ua macam, yaitu sekretariat negara pusat dan sekretariat provinsi. 2) Diwan al-Kharaj, bertugas me
ngurus pajak. Diwan ini dibentuk di setiap provinsi yang dikepalai oleh Shahib al-Kharaj. 3) Diwan
al-Barid, merupakan badan intelijen yang bertugas sebagai penyampai rahasia daerah kepada pemer
intahan pusat. 4) Diwan al-Khatam, Mu‟awiyah merupakan orang pertama yang mendirikan Diwan
Khatam ini sebagai departemen pencatatan. Setiap peraturan yang dikeluarkan khalifah harus disali
n dalam suatu register, kemudian yang asli harus disegel dan dikirim ke alamat yang dituju. 11 5) D
iwan Musghilat, bertugas untuk menangani berbagai kepentingan umum.

c. Bidang Politik

Kenegaraan Peristiwa penting yang menjadi kemajuan dalam bidang politik kenegaraan pad
a masa pemerintahan Bani Umayyah adalah peristiwa ‘Amul Jama’ah atau tahun persatuan umat Isl
am. Peristiwa „amul jama’ah adalah bersatunya umat Islam kepada kekuasaan Mu‟awwiyah. Ini m
erupakan pembuka jalan untuk menyusun kekuasaan baru umat Islam setelah terjadi perpecahan ant
ara Ali dan Mu‟awiyah. Pada saat inilah Mu‟awiyah dipercaya umat Islam secara mayoritas untuk
menyebarkan Islam ke penjuru dunia. Dengan peristiwa ini juga, maka Mu‟awiyah berhasil mengk
osolidasikan situasi dalam negeri dan setelah berhasil di dalam negeri, maka segeraa mengadakan e
kspansi dan perluasan wilayah.

d. Bidang Kemiliteran

Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah, dibentuk organisasi militer yang terdiri dari angkat
an laut (al-bahriyah) dan angkatan kepolisian (as-syurtah).

e. Bidang Ekonomi

Perekonomian merupakan salah satu unsur terpenting dalam memperlancar proses pembang
unan suatu negara. Sebab apabila suatu negara mengalami kemerosotan ekonomi, maka akan berpe
ngaruh terhadap pelaksanaan pembangunan yang akan dilakukan. Pada masa pemerintahan Abdul
Malik, perkembangan bidang perdagangan dan ekonomi dan teraturnya pengelolaan pendapatan ne
gara yang didukung oleh keamanan dan ketertiban yang terjamin telah membawa masyarakatnya pa
da tingkat kemakmuran. Realisasinya dapat dilihat dari hasil penerimaaan pajak di wilayah Syam s
aja tercatat 1.730.000 dinar emas dalam setahun. 14 Kemakmuran masyarakat Bani Umayyah juga
terlihat pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Kemiskinan dan kemelaratan telah dapat di
atasi pada masa pemerintahan khalifah ini. Kebijakan yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz da
lam implikasinya dengan perekonomian yaitu membuat aturanaturan mengenai takaran dan timban
gan, dengan tujuan agar dapat membasmi pemalsuan dan kecurangan dalam pemakaian alat-alat ter
sebut.

f. Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan), terdapat beberapa kemajuan yang diraih pada masa
Bani Umayyah dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, diantaranya sebagai berikut:
1) Pengembangan bahasa Arab.

2) Marbad sebagai kota pusat kegiatan ilmu.

3) Ilmu qira‟at

4) Ilmu tafsir.

5) Ilmu hadist.

6) Ilmu fiqh.

7) Ilmu nahwu.

8) Ilmu tarikh.

9) Usaha penerjemahan.

Diantara ilmu pengetahuan lain selain ilmu keagamaan juga dikembangkan seperti ilmu pen
gobatan, ilmu hisab dan sebagainya. Mereka mengkhususkan menerjemahkan buku-buku yang berb
ahasa Latin yang berkembang dari Yunani diterjemahkan ke bahasa Arab.

g. Bidang Pengembangan Bahasa Arab

Khalifah Bani Umayyah berupaya meneruskan tradisi menjaga kemurnian bahasa Arab seb
agaimana yang telah dilakukan pada masa-masa sebelumnya. Pada masa tersebut, tepatnya ketika p
emerintahan khalifah Abdul Malik, dinyatakan dengan tegas bahwa bahasa resmi kerajaan adalah b
ahasa Arab. Dengan demikian bahasa-bahasa lain yang mendominasi di wilayah kekuasaan semaki
n tergantikan oleh bahasa Arab. Selain penetapan kebijakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi kera
jaan, juga dilakukan beberapa kebijakan-kebijakan lain yang bertujuan untuk mengembangkan bah
asa Arab pada masa pemerintahan Bani Umayyah, diantaranya:

1) Menggantian mata uang yang sebelumnya memakai bahasa Persia dan Bizantium dengan
mata uang baru yang berisi tulisan-tulisan berbahasa Arab.

2) Penyempurnaan konten bahasa Arab yang mencakup penambahan titik-titik pada huruf A
rab dan perumusan tanda vokal dhommah (ُ ), fathah (ُ ), dan kasroh (ُ ) agar memudahkan bagi oran
g-orang nonArab untuk membaca tulisan berbahasa Arab. Selain itu juga pada aspek kosakata, sehi
ngga muncul istilah-istilah berbahasa Arab yang cukup memadai yang bisa digunakan dalam bidang
hukum, tata negara, retorika, tata bahasa, dan lain sebagainya. Namun sayangnya belum merambah
pada bidang kedokteran, filsafat, dan ilmu sains.

Selain menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi kerajaan sebagai bentuk upaya menge
mbangkan bahasa Arab, sya‟ir berbahasa Arab pada masa kekhalifahan Bani Umayyah juga ikut be
rkembang, hal ini disebabkan banyaknya muncul aliran dan fanatisme terhadap kelompok masing-m
asing sehingga bermunculan sya‟ir yang memuji kelompoknya sendiri dan sya‟ir yang mencela law
annya. Juga penguasa memberi dukungan untuk menyelenggarakan lomba membaca puisi berbahas
a Arab dengan penghargaan yang menjanjikan. Berangkat dari itu, maka mulailah terbentuk dasar-d
asar kaidah ilmu balaghah yang sejak masa Jahiliyah dan permulaan Islam sudah nampak kecintaan
dan perhatian masyarakat Arab terhadap ilmu balaghah.

2.6 Pola Pemerintahan

Muawiyah bin Abu Sufyan adalah khalifah pertama Dinasti Umayyah. Ia memindahkan ibu


kota negara dari Madinah ke Damaskus. Selain itu, ia juga mengganti sistem pemerintahan.

Menurut Taqiyuddin Ibnu Taimiyah dalam karyanya yang berjudul As-Syiyasah As-Syar'iyah
fi Islah Ar-Ra'iyah, sistem pemerintahan Islam yang pada masa al-Khulafa' ar-Rasyidun yang
bersifat demokrasi berubah menjadi monarki heredetis (kerajaan turun-menurun). Suksesi
kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya
untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid.

Perintah Muawiyah ini merupakan bentuk pengukuhan terhadap sistem pemerintahan yang
turun-temurun yang dibangun Muawiyah. Tidak ada lagi suksesi kepemimpinan berdasarkan asas
musyawarah dalam menentukan seorang pemimpin baru. Muawiyah telah mengubah model
kekuasaan dengan model kerajaan, kepemimpinan diberikan kepada putra mahkota. Dalam bukunya
yang berjudul Dinasti Bani Umayyah: Perkembangan Politik, Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu
Pengetahuan, dan Kejatuhan Dinasti, Mohammad Suhaidi memaparkan, dengan berlakunya sistem
(monarki) tersebut, orang-orang yang berada di luar garis keturunan Muawiyah tidak memiliki
ruang dan kesempatan yang sama untuk naik sebagai pemimpin pemerintahan umat Islam. Karena,
sistem dinasti hanya memberlakukan kekhalifahan dipimpin oleh keturunannya.
Dari segi cara hidup, para khalifah Dinasti Umayyah telah meninggalkan pola dan cara hidup
Nabi Muhammad SAW dan al-Khulafa' ar-Rasyidun. Hingga masa Ali, pemimpin negara berlaku
sebagai seorang biasa: tinggal di rumah sederhana, menjadi imam masjid, dan memenuhi kebutuhan
hidupnya, seperti kebanyakan orang Muslim lainnya. Namun, pada masa Dinasti Umayyah, yang
mengadopsi tradisi sistem kerajaan pra-Islam di Timur Tengah, mereka menjaga jarak dengan
masyarakat karena tinggal di istana yang dikelilingi oleh para pengawal. Mereka juga hidup dengan
bergelimang kemewahan dan memiliki kekuasaan mutlak. Sistem dan model pemerintahan yang
diterapkan Dinasti Umayyah ini mengundang kritik keras, terutama dari golongan Khawarij dan
Syiah. Karena itu, tak mengherankan jika semasa berkuasa, para pemimpin Bani Umayyah kerap
kali disibukkan untuk menekan kelompok oposisi.

Dinasti Umayyah juga dikenal karena fanatisme kearabannya. Sebagian besar khalifahnya
sangat fanatik terhadap kearaban dan bahasa Arab yang mereka gunakan. Mereka memandang
rendah orang non-Arab dan memosisikan mereka sebagai warga kelas dua. Kondisi tersebut
menimbulkan kebencian penduduk non-Muslim kepada Bani Umayyah. Karena khawatir dengan
berakhirnya kekuasaan, pemerintahan terus mengonsolidasikan persoalan internal. Tujuannya
adalah untuk memperkokoh barisan dalam rangka pertahanan dan keamanan dalam negeri serta
antisipasi terhadap setiap gerakan pemberontak. Dalam tulisannya yang bertajuk Dinasti Umayyah:
Perkembangan Politik, Hermain El-Hermawan mengungkapkan, ada lima diwan (lembaga) yang
menopang suksesnya konsolidasi yang dilakukan Muawiyah. Masing-masing adalah Diwan al-Jund
(Urusan Kemiliteran), Diwan ar-Rasail (Urusan Administrasi dan Surat), Diwan al-Barid (Urusan
Pos), Diwan al-Kharaj (Urusan Keuangan), dan Diwan al-Khatam (Urusan Dokumentasi).

Dalam mengendalikan pemerintahannya, Muawiyah didukung oleh beberapa pembantu


utama. Ia mengangkat sejumlah gubernur dari kalangan sahabat dan kerabatnya. Di antaranya
adalah Amr bin Ash yang diangkat menjadi gubernur Mesir; Mugirah bin Syu’bah, gubernur di
Kufah; dan saudara tirinya Ziyad bin Abihi, gubernur Basra, Khurasan, serta Suriah. Di bidang
yudikatif, para qadi (hakim) ditunjuk oleh gubernur setempat yang diangkat oleh khalifah. Namun,
jabatan hakim biasanya diberikan kepada keluarga tertentu yang dekat atau diharapkan dapat
membantu kelanggengan kekuasaan gubernur. Ketika Abdul Malik naik takhta, perbaikan di bidang
administrasi pemerintahan dan pelayanan umum digalakkan. Ia memerintahkan penggunaan bahasa
Arab sebagai bahasa resmi di setiap kantor pemerintahan. Sebelum itu, bahasa Yunani digunakan di
Suriah, bahasa Persia di Persia, dan bahasa Qibti di Mesir. Pada masa pemerintahan Abdul Malik,
para gubernur yang diangkatnya menjalankan fungsinya dengan baik. Gubernur Mesir saat itu,
Abdul Aziz bin Marwan, membuat alat pengukur Sungai Nil, membangun jembatan, dan
memperluas Masjid Jami’ Amr bin Ash.

Sementara itu, gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, melakukan perbaikan sistem irigasi dengan
mengalirkan air Sungai Tigris dan Eufrat ke seluruh pelosok Irak sehingga kesuburan tanah
pertanian terjamin. Ia juga melarang keras perpindahan orang desa ke kota. Kehidupan ekonomi
pun dibangun dengan memperbaiki sistem keuangan, alat timbangan, takaran, dan ukuran. Pada
masa Hisyam bin Abdul Malik, seorang gubernur juga mempunyai wewenang penuh dalam hal
administrasi politik dan militer dalam provinsinya. Namun, penghasilan daerah ditangani oleh
pejabat tertentu (sahib al-kharaj) yang mempunyai tanggung jawab langsung pada khalifah.

Ketika al-Walid I naik takhta menggantikan Abdul Malik, kesejahteraan rakyat mendapat perhatian
besar. Ia mengumpulkan anak yatim, memberi mereka jaminan hidup, dan menyediakan guru untuk
mengajar mereka. Bagi orang cacat, ia menyediakan pelayan khusus yang diberi gaji. Orang buta
diberikan penuntun dan bagi orang lumpuh disediakan perawat. Ia juga mendirikan bangunan
khusus untuk orang kusta agar mereka dirawat sesuai dengan persyaratan kesehatan. Al-Walid I
juga membangun jalan raya, terutama jalan ke Hedzjaz. Di sepanjang jalan itu, digali sumur untuk
menyediakan air bagi orang yang melewati jalan. Untuk mengurus sumur-sumur itu, ia mengangkat
pegawai. Pada saat Umar bin Abdul Aziz memerintah, ia melakukan pembersihan di kalangan
keluarga Bani Umayyah. Tanah-tanah atau harta lain yang pernah diberikan kepada orang tertentu
dimasukkannya ke dalam baitul mal. Terhadap para gubernur dan pejabat yang bertindak sewenang-
wenang, ia tidak ragu-ragu mengambil tindakan tegas berupa pemecatan.

Kebijakannya di bidang fiskal mendorong orang non-Muslim memeluk agama Islam. Pajak
yang dipungut dari orang Nasrani dikurangi. Jizyah atau pajak yang masih dipungut dari orang yang
telah masuk Islam di antara mereka dihentikan. Dengan demikian, mereka berbondong-bondong
masuk Islam.Selama masa pemerintahannya, Umar bin Abdul Aziz melakukan berbagai perbaikan
dan pembangunan sarana pelayanan umum, seperti perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur
baru, pembangunan jalan, penyediaan tempat penginapan bagi para musafir, memperbanyak masjid,
dan sebagainya. Orang sakit mendapat bantuan dari pemerintah. Dinas pos yang sudah dibangun
sejak masa Khalifah Muawiyah juga diperbaiki agar tidak hanya melayani pengiriman surat resmi
para gubernur dan pegawai khalifah atau sebaliknya, tetapi juga melayani pengiriman surat rakyat.
Kebijakan pemerintahan Umar bin Abdul Aziz terhadap kelompok pemberontak cenderung lebih
melunak. Ia lebih mengedepankan dialog daripada peperangan.

2.7 Ekspansi Wilayah

Islam merupakan agama monoteis yang paling benar dan terjamin keasliannya, sehingga dapa
t tersebar ke seluruh pelosok dunia. Proses penyebaran ajaran Islam tersebut berjalan melalui serang
kaian proses yang sangat panjang. Sejarah mencatat bahwasanya perluasan wilayah atau ekspansi Is
lam terjadi dalam dua gelombang. Ekspansi gelombang pertama dimulai pada masa Nabi Muhamm
ad saw, yang kemudian diteruskan oleh para sahabat Khulafa’ Rasyidin, sepeninggalnya Nabi saw p
ada tanggal 8 Juni 632 M. Pada periode ini, hampir seluruh Jazirah Arab dapat ditaklukkan di bawa
h kekuasaan Islam, dan pada periode ini pula ekspansi di mulai.

Adapun ekspansi gelombang kedua, dilakukan pada masa Dinasti Umayyah (661-750 M) sete
lah berakhirnya masa Khulafa’ Rasyidin. Mu’awiyah bin Abu Sufyan, sebagai pendiri sekaligus kha
lifah pertama dinasti ini, melanjutkan ekspansi Islam ke luar Jazirah Arab yang sempat terhenti sela
ma bertahun-tahun pada akhir kekuasaan khalifah Utsman bin Affan hingga tumbangnya kekuasaan
khalifah Ali bin Abi Thalib.

Pada kali ini, kami akan membahas ekspansi Islam pada gelombang kedua, yakni pada masa
Dinasti Umayyah. Selain membahas bagaimana proses atau kronologi terjadinya ekspansi ke berbag
ai wilayah . kami juga akan mencoba menganalisis faktor-faktor apa yang melatarbelakangi kesukse
san berbagai ekspansi yang dilakukan oleh Dinasti Umayyah.Sebagaimana disinggung pada latar be
lakang masalah di atas, bahwa proses ekspansi Islam terbagi kepada dua gelombang. Ekspansi gelo
mbang pertama, dimulai pada masa Nabi saw yang lalu diteruskan oleh khalifah Abu Bakar Shiddiq
Setelah Abu Bakar wafat pada tahun 13 H karena sakit, ekspansi tetap dilanjutkan oleh khalifah ber
ikutnya, yakni Umar bin Khattab. Pada masa khalifah Umar ini gelombang ekspansi pertama lebih
mendapat perhatian. Wilayah demi wilayah di luar jazirah dapat ditaklukkan. Pada tahun 14 H, Abu
Ubaidah bin al-Jarrah bersama Khalid bin Walid dengan pasukan mereka berhasil menaklukkan kot
a Damaskus dari tangan kekuasaan Bizantium.Kemudian, dengan menggunakan kota Suriah sebagai
basis pangkalan militer, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr bin al-Ash. Sedangk
an ke wilayah Irak, Umar bin Khattab mengutus Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menjadi gubernur di
sana.

Di masa gelombang ekspansi pertama ini, al-Qadisiyah, sebuah kota yang terletak dekat al-Hi
rah di Irak, dapat dikuasai oleh imperium Islam pada tahun 15 H. Dari kota itulah, ekspansi Islam b
erlanjut ke al-Madain (Ctesiphon), hingga ibukota Persia ini dapat dikuasai. Karena al-Madain telah
jatuh ke tangan pasukan Islam, Raja Sasan Yazdagrid III akhirnya menyelamatkan diri ke sebelah U
tara. Pada tahun 20 H, kota Mosul yang notabene masih dalam wilayah Irak juga dapat diduduki.

Gelombang ekspansi pertama di masa Umar bin Khattab menjadikan Islam sebagai sebuah im
perium yang tidak hanya menguasai Jazirah Arab, tapi juga Palestina, Suriah, Irak, Persia, dan Mesi
r. Saat pemerintahan Umar bin Khattab berakhir karena wafat terbunuh pada tahun 23 H,Utsman bi
n Affan sebagai khalifah ketiga tetap meneruskan kebijakan ekspansi ke berbagai wilayah di luar ja
zirah Arab. Meski pada zaman Umar bin Khattab telah dikirim balatentara ke Azerbaijan dan Arme
nia, pada masa Utsman bin Affanlah, kedua wilayah itu baru berhasil dikuasai saat ekspansi dipimpi
n oleh al-Walid bin Uqbah. Ketika Utsman bin Affan menghadapi turbulensi politik di dalam negeri
sehingga akhirnya ia terbunuh pada tahun 35 H, Ali bin Abi Thalib pun naik ke tampuk kekuasaan s
ebagai khalifah keempat. Namun, suhu politik di pusat kekuasaan Islam semakin tinggi sehingga ter
jadi beberapa pemberontakan, seperti yang dipimpin oleh Aisyah dalam Perang Jamal, tahun 36 H.
Khalifah Ali bin Thalib mau tak mau harus menumpas pemberontakan tersebut. Akan tetapi, hal itu
menguras kekuatan militer Islam sehingga akhirnya gelombang pertama ekspansi ke luar jazirah Ar
ab pun berhenti. Dengan demikian, gelombang ekspansi kedua ini dilanjutkan oleh Dinasti Umayya
h yang akan dibahas selanjutnya.

 Ekspansi wilayah masa bani umayyah

Sebagai pendiri sekaligus khalifah pertama Dinasti Umayyah, Muawiyah dinobatkan sebaga
i khalifah di Iliya’ (Yerussalem), tahun 40 H/ 660 M. Dengan penobatannya itu, ibu kota pro
vinsi Suriah, yaitu Damaskus, berubah menjadi ibu kota kerajaan Islam. Meskipun telah res
mi dinobatkan sebagai khalifah, Muawiyah memiliki kekuasaan yang terbatas karena bebera
pa wilayah tidak mengakui kekhalifahannya. Selama proses tahkim berlangsung, ‘Amr bin a
l-‘Ash, tangan kanan Muawiyah, telah merebut Mesir dari tangan pendukung ‘Ali. Meskipu
n demikian, para penduduk di wilayah Irak mengangkat al-Hasan, putra tertua ‘Ali, sebagai
penerus ‘Ali yang sah, sedangkan penduduk di Mekkah dan Madinah tidak memiliki loyalita
s yang kokoh kepada penguasa dari keturunan Sufyan, karena mereka baru mengakui kenabi
an Muhammad pada saat penaklukan Mekkah. Selain itu, pengakuan keislaman mereka lebi
h merupakan upaya menyelamatkan kehormatan, bukan didasari keyakinan yang jujur.

Seiring berjalannya waktu, Muawiyah berhasil meredam perlawanan dari kaum yang menol
aknya. Pemerintahan Muawiyah ini tidak hanya ditandai dengan terciptanya konsolidasi inte
rnal, tetapi juga perluasan wilayah Islam. Pada masa pemerintahannya, peta kekuasaan Islam
melebar ke arah Timur sampai Kabul, Kandahar, Ghazni, Balakh, bahkan sampai kota Bukh
ara. Selain itu, Kota Samarkand dan Tirmiz menjadi wilayah kekuasaannya. Di Selatan tenta
ranya sampai ke tepi sungai Sindus. Sementara itu, di front Barat panglima Uqbah ibn Nafi’
berhasil menaklukkan Carthage (Kartagona), ibu kota Bizantium di Ifriqiyah.

Mengenai ekspansi pada masa Dinasti Umayyah, Ahmad Syalabi mengatakan dalam kitabny
a, Mausu’at al-Tarikh al-Islami, bahwa ekspansi yang dilakukan pada masa Dinasti Umayya
h meliputi tiga front penting, yaitu:

1) Front pertempuran melawan bangsa Romawi di Asia Kecil. Di masa pemerintahan Bani
Umayyah, pertempuran di front ini telah meluas sampai kepada pengepungan terhadap kota
Konstantinopel dan penyerangan terhadap beberapa pulau di sekitar Laut Tengah.

2) Front Afrika Utara. Front ini meluas sampai ke pantai Atlantik dan kemudian menyeberan
gi selat Jabal Thariq (Gibraltar) sampai ke Spanyol (Andalusia).

3) Front Timur. Front ini meluas mulai dari Irak menuju timur yang kemudian terbagi kepad
a dua cabang, yang satu menuju ke utara, ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun, serta y
ang kedua menuju ke selatan, meliputi daerah Sind, wilayah India di bagian Barat.
2.8 Visi-Misi Pemerintahan Umar bin abdul Aziz

Visi Misi Pemerintahan Umar Bin Abdul Aziz Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khalif
ah pada 10 Shafar 99 H. Sebagai khalifah yang baru saja ditunjuk, selepas shalat Jumat ia kemudian
naik ke mimbar untuk menyampaikan pidato politiknya yang pertama di hadapan rakyat dan ahlul h
illi wal aqdi yang berada di masjid. Di antara poin-poin pidatonya adalah :

1. komitmen kepemimpinannya untuk mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah.


2. menjelaskan terkait hubungan kerjasama baik dengan rakyat dan orang-orang terdekatnya.
3. mengingatkan akibat yang didapat dari perbuatan buruk dan meminta setiap orang untuk me
nsucikan batin serta mengingat kematian sebagai sebuah nasehat.
4. berjanji untuk menegakkan yang haq dan mencegah kebatilan serta menegaskan kepada sem
ua orang untuk mentaatinya sebagai khalifah selama dia taat kepadaa Allah dan mengingkari
nya apabila bermaksiat kepada Allah.

Kepribadian inilah yang dikenal sebagai kepribadian pemimpin Rabbani dan menjadikannya b
erbeda dengan para Khalifah pendahulunya. Beban yang dipikulnya atas kritik umat terhadap kekha
lifahan Bani Umayyah membuat Umar bin Abdul Aziz untuk segera bergerak membenahi kezalima
n-kezaliman yang terjadi pada masa khalifah-khalifah sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Ruh
bin Walid bin Abdul Malik yang merampas kios atau tempat berjualan dan Walid bin Abdul Malik
yang merampas tanah orang Badui. Sehingga dengan semangat al-raad al-madzaalim, Umar bin Ab
dul Aziz berupaya untuk menghentikan kezaliman-kezaliman yang telah terjadi. Bahkan sebelum ia
berperang melawan kezaliman baik yang besar maupun kecil, Umar dengan tegas mengatakan akan
memulainya dari dirinya sendiri. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad ketika Umar mengemb
alikan barang yang didapat secara zalim, ia berkata “Sepantasnya aku memulai dari diriku sendiri”.
Guna merealisasikan gerakan raad al-mazhaalim pada kekhalifahannya, Umar bin Abdul Aziz mene
rapkan hal-hal berikut:

a. Komitmen mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah Komitmen ini dapat dilihat dari perintahnya
untuk mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah melalui penyebaran ilmu pengetahuan di masyarakat
dan memberikan pemahaman terkait ajaran agama serta mengenalkan sunnah.

b. Mengedapankan musyawarah Model kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz yang mengedepa
nkan musyawarah telah terlihat sejak ia diangkat sebagai gubernur Madinah, kemudian berlanjut
saat menjadi khalifah, di mana ia meminta pendapat kepada rakyat untuk membaiatnya atau tida
k, kemudian semua orang berseru dan berbaiat kepadanya

c. Adil Sikap adil yang diterapkan dalam kekhalifahannya tidak hanya ditujukan pada umat Isl
am saja, tapi juga terhadap semua orang, termasuk ahli dzimmah dan mawali yang mengalami k
ezaliman berupa pajak.

d. Persamaan hak Umar bin Abdul Aziz menerapkan persamaan hak semua orang, baik itu peja
bat maupun rakyat jelata, orang yang baru masuk Islam dan kaum muslimin.

e. Kebebasan Kebebasan menjadi salah satu pilar kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, di mana
kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang berdasarkan prinsip syariat dan tidak bertenta
ngan dengan koridor agama.

Secara umum, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Umar bin Abdul Aziz adalah berpijak pad
a dua tujuan utama, yaitu demi keimanan dan demi kesejahteraan (Fatmawati, 2017). Hal inilah
yang dia gunakan sebagai landasan dengan memberikan perhatian penuh pada kebijakan-kebijak
annya yang terbagi pada sektor keagamaan, pendidikan dan sosial kemasyarakatan.

2.9 Kebijakan Umar bin Abdul Aziz

Reformasi terhadap berbagai sektor dalam bernegara dan kehidupan rakyat. Salah satunya ada
lah pada sektor ekonomi, di mana ia memiliki kebijakan yang disebut dengan konsep “ekonomi beb
as terikat”. Konsep inilah yang menjadi faktor pesatnya pertumbuhan ekonomi pada masa Khalifah
Umar bin Abdul Aziz. Konsep ekonomi bebas terikat yang dicetuskan oleh Umar bin Abdul Aziz se
bagai bentuk dukungan dan jaminan Negara terhadap aktifitas ekonomi yang dikelola oleh setiap in
dividu tanpa ada yang boleh menghalanghalangi. Hal ini kemudian diwujudkan dengan perintah U
mar bin Abdul Aziz dalam membangun infrastruktur, seperti jembatan dan jalan umum yang dapat
dilalui oleh masyarakat tanpa harus membayar sepersepun yang akhirnya meningkatkan laju pereko
nomian. Lebih lanjut, konsep ekonomi bebas terikat tersebut diaplikasikan dalam hal-hal berikut:

 membuka pintu hijrah penduduk muslim


 memberikan kebebasan dalam berniaga dan berusaha
 memberikan kebebasan pekerja untuk bekerja dan melarang kerja paksa
 menjadikan pertanian untuk kemaslahatan bersama serta tidak mengintervensi harga di pasar

Selain konsep ekonomi bebas terikat, keteguhannya untuk mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah sert
a semangatnya dalam raad almazhaalim, Umar bin Abdul Aziz berhasil menetapkan kebijakan-kebij
akan ekonomi yang menjadi sukses besar daulah Islamiyah yang terbagi dalam beberapa bidang:

 Pertanian Terdapat beberapa kebijakan yang dicetuskan Umar bin Abdul Aziz untuk mening
katkan produksi pertanian.
 Mengembangkan pergerakan perdagangan Jalur perdagaan pada masa Umar bin Abdul Aziz
berkembang dengan pesat, sehingga banyak pemasukan-pemasukan baru untuk kas Negara
yang dapat diambil dari perdagangan.
 Mengatur Strategi Pendapatan Negara Terdapat hal unik dalam strategi pengaturan pendapat
an Negara.
 Mengatur Strategi Pengeluaran Negara Berkaitan dengan strateginya dalam membelanjakan
uang Negara, kebijakan Umar bin Abdul Aziz secara umum terbagi pada dua hal, yaitu bela
nja Negara untuk alokasi masyarakat yang diperuntukan sebagai peningkatan kesejahteraan.

2.10 Bukti Keberhasilan ekonomi Umar Bin Abdul Aziz

Bukti keberhasilan reformasi ekonomi yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz secara umu
m dapat dilihat dari kisah yang disebutkan oleh salah satu keturunan Zaid bin Khathab bahwa Umar
bin Abdul Aziz hanya menjabat sebagai khalifah selama tiga puluh bulan saja. Namun hasil dari kep
emimpinannya sungguh terlihat, bahkan ketika ada seseorang yang datang membawa uang yang ban
yak untuk dibagikan kepada orangorang fakir, ia kesulitan menemukan orang yang mau meneriman
ya. Ketika ia mengingat-ingat orang-orang fakir yang dahulu pernah ia bantu lalu mencarinya, ia tid
ak menemukan mereka dan pulang dengan membawa uang yang masih utuh tanpa berkurang sedikit
pun karena Umar bin Abdul Aziz telah mencukupi kebutuhan mereka.

Bukti-bukti lain atas keberhasilan reformasi ekonomi yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz da
pat dilihat dalam hal-hal sebagai berikut:

• keberhasilan konsep ekonomi, yaitu dengan kebebasan untuk bekerja dan berproduksi yang
dirasakan oleh masyarakat, semua bentuk hambatan dan rintangan yang dirasakan sebelumn
ya telah hilang yang kemudian berakibat pada perkembangan perniagaan yang pesat. Terlebi
h dengan menghapuskan pajak-pajak atau pungutan-pungutan kepada pedagang selain usyur
serta memberikan fasilitas yang mendukung, menjadikan tingkat perdagangan antar Negara
atau ekspor impor juga semakin meningkat.
• kebijakan melarang jual beli tanah khiraj berdampak positif pada bidang pertanian. Disebutk
an bahwa pemasukan khiraj untuk wilayah Irak saja mencapai seratus dua puluh empat juta
dirham, ini menjadi rekor pendapatan terbesar dibandingkan khalifah-khalifah sebelumnya,
bahkan pada masa AlHajjaj, khiraj di wilayah Irak hanya mencapai empat puluh juta dirham
saja. Di mana dengan kebijakan tersebut, secara otomatis Umar bin Abdul Aziz telah menga
mankan produksi utama dari pertanian, yaitu dengan menjadikan tanah khiraj sebagai milik
umum dan tidak dapat diubah menjadi kepemilikan pribadi.
• meningkatnya penerimaan baitul mal dari zakat. Peningkatan jumlah penerimaan zakat di sa
mping karena pertumbuhan ekonomi yang baik, juga dipengaruhi oleh kepercayaan masyara
kat kepada pribadi Umar bin Abdul Aziz atas integritasnya sehingga masyarakat secara suka
rela berbondong-bondong membayarkan zakat. Bahkan disebutkan bahwa pendapatan zakat
pada masa Umar bin Abdul Aziz sangat melimpah dan melebihi kebutuhan masyarakat saat i
tu.
• meningkatnya kesejahteraan dengan tercukupinya kebutuhan dasar masyarakat mulai dari ru
mah dan perabotannya bahkan juga kendaraannya Umar bin Abdul Aziz juga tidak segan unt
uk banyak memberikan bantuan baik berpa sandang, pangan dan kebutuhan lainnya kepada
orang-orang fakir, miskin, cacat, lumpuh, sakit, orang yang rajin ke masjid tapi tidak memili
ki gaji tetap, pailit, janda, anak yatim, gharim, tawanan, tahanan, musafir, ibnu sabil juga me
mbebaskan budak. Selain itu, keseimbangan antara kebijakan moneter dan fiskal yang ia lak
ukan berpengaruh pada nilai mata uang yang stabil serta berdampak pada stabilitas hargahar
ga komoditas.

Keberhasilan kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz selain karena kebijakan-kebijakannya yan
g humanis, juga didukung oleh para petugas-petugas yang berintegritas. Selain itu, keberhasilan pen
erapan ekonomi Islam yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, sejatinya bukan hanya b
erkaitan dengan kebijakannya di bidang ekonomi, melainkan hasil dari seluruh kebijakannya yang
multi sektor. Seperti kebijakan dalam bidang kegamaan, pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Di
mana keberhasilan ekonomi pada masa kepemimpinannya merupakan hasil dari pembentukan masy
arakat yang baik agamanya, pendidikannya dan kehidupan sosialnya.
BAB III

Kesimpulan

Bertolak dari pembahasan tentang perkembangan pemikiran dan peradaban Islam pada masa
kekhalifahan Bani Umayyah di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: Bani Umayyah merupakan
penguasa Islam yang telah merubah sistem pemerintahan yang mulanya demokratis menjadi monar
ki atau sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Bani Umayyah tidak diperoleh mela
lui pemilihan atau suara terbanyak sebagaimana dilakukan oleh pemimpin sebelumnya, yaitu khulaf
aur rasyidin. Meskipun Bani Umayyah tetap menggunakan istilah Khalifah, namun mereka member
ikan interpretasi tersendiri untuk mengagungkan jabatannya. Mereka menyebutnya sebagai “Khalifa
h Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah. Kekuasaan Bani Umayyah berlan
gsung selama 90 tahun, yaitu mulai tahun 680-750M. Dinasti ini dipimpin oleh 14 Khalifah, dengan
urutan raja-rajanya yaitu diantaranya: Muawiyah I bin Abi Sufyan (41-60H/661-679M), Yazid I bin
Muawiyah (60-64H/679-683M), Muawiyah II bin Yazid (64H/683M), Marwan I bin Hakam (64-65
H/683-684M), Abdul Malik bin Marwan (65-86H/684-705M), Al-Walid I bin Abdul Malik (86-96
H/705-714M), Sulaiman bin Abdul Malik (96- 99H/714-717M), Umar bin Abdul Aziz (99-101H/71
7-719M), Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M), Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/7
23-742), AlWalid II bin Yazid II (125-126H/742-743M), Yazid bin Walid bin Malik (126H/743M),
Ibrahim bin Al-Walid II (126-127H/743-744M), dan Marwan II bin Muhammad (127-132H/744-75
0M). Pada masa Daulah Bani Umayyah banyak kemajuan yang telah dicapai, diantaranya perluasan
wilayah, kemajuan pada bidang pemerintahan, bidang politik kenegaraan, bidang kemiliteran, bidan
g ekonomi, bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, serta bidang pengembangan bahasa Arab. Jug
a masih banyak lagi kemajuan-kemajuan lainnya yang tidak disebutkan dalam makalah ini.

Keberhasilan reformasi ekonomi yang dilakukan oleh Umar Bin Abdul Aziz terbukti karena
syariat Islam benar-benar diterapkan dalam kekhalifahan Daulah Islamiyyah. Umar Bin Abdul Aziz
sebagai seorang ulama sekaligus umara’ menerapkan kebijakan-kebijakan ekonomi dengan berpega
ng teguh pada AlQur’an dan Sunnah serta semangat dalam radd al-mazhalim. Di bidang perdaganga
n dan pertanian ia mendorong laju dan semangat bekerja dengan menerapkan konsep ekonomi beba
s terikat serta menghapus pungutan-pungutan yang zhalim. Pada bidang pengelolaan penerimaan Ne
gara dan belanja Negara ia sangat memperhatikan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama.

DAFTAR PUSTAKA

Fuad, Ahmad Zakki. Sejarah Peradaban Islam Paradigma Teks, Reflektif, dan Filosofis. Surabaya:
CV. Indo Pramaha. 2012.

Mas‟ud, Sulthon. Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press. 2014.

Nasution, Syamruddin. Sejarah Peradaban Islam. Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau. 2013.

Syauqi, Abrari. Kastalani, Ahmad. Sejarah Peradaban Islam. Yoyakarta: Aswaja Pressindo. 2016. A
nwar, Ahmad Masrul. “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummay
ah.” Jurnal Tarbiya. Vol. 1. No. 1. 2015.

Farah, Naila. “Perkembangan Ekonomi dan Administrasi Pada Masa Bani Umayyah dan Bani Abba
siyah.” Jurnal Al-Amwal. Vol. 6. No. 2 (2014).
Indasari, Dewi. “Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Umayyah.” Jurnal Ilmu
Pengetahuan Teknologi & Seni. Vol. 9. No. 2. 2017.

Juliansyahzen, M. Iqbal. “Pemikiran Hukum Islam Abu Hanifah.” Jurnal AlMazahib. Vol. 3. No. 1.
2015.

Karim, Abdul. “Pola Pemikiran Imam Syafi‟i dalam Menetapkan Hukum Islam.” Jurnal Adabiyah.
Vol. 13. No. 2. 2013.

Mubarak Seff, Faisal. “Selayang Pandang Perkembangan Balaghah (Telah Kritis Terhadap Sejarah
Perkembangan Balaghah).” Al-Maqoyis. Vol. 2. No. 2. 2014.

Rachman, Taufik. “Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase (Fase Terbentuk, Kejayaan, dan Kemundu
ran).” Jurnal Juspi: Jurnal Sejarah Peradaban Islam. Vol. 2. No. 1. 2018.

Ro‟uf, Abdul. “Perkembangan Pemikiran Hukum Islam Masa Bani Umayyah.” Jurnal Ilmu Pendidi
kan Islam. Vol. 16, No. 1. 2018.

Setiyanto, Danu Aris. “Pemikiran Hukum Islam Imam Malik bin Anas (Pendekatan Sejarah Sosia
l).” Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum. Vol. 1. No. 2. 2016

Masykuroh, N. (2012). Persamaan dan Perbedaan antara Kebijakan Ekonomi Masa Khalifah Empat,
Bani Umayyah dan Abbasiyah dengan Tradisi Nabi. Al-Ahkam, 6(1).

Muflihin, M. D. (2020). Perekonomian di Masa Dinasti Umayyah: Sebuah Kajian Moneter dan Fisk
al. Indonesian Interdisciplinary Journal of Sharia Economics (IIJSE), 3(1).

Muhammad. (2004). Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam (2nd ed.). Ekonisia. Muham
mad, Q. I. (1998). Al-Siyasah al-Maaliyah li ‘Umar Ibn ‘Abd Al-‘Aziz. Hay’at Mishriyyat ‘Ammat
Kitab.

Ningrum, N. P., & YuliawatiYuliawati. (2020). Terobosan dan Perubahan Kebijakan Ekonomi pada
Masa Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial. AtTahdzib : Ju
rnal Studi Islam Dan Mu’amalah, 8(1).

Anda mungkin juga menyukai