Anda di halaman 1dari 18

“SEJARAH PERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM PASCA KHULAFAUR

ROSYIDIN”
KELOMPOK D

Disusun Oleh:

Anggun Adilah Maharani (041911433030)


Nikita Zahra Harini (041911433152)
Dhanendra Farazandy Budyanto (041911433155)
Fatimah Asa Hanifa (041911433157)
Haryansyah Setiawan (041911433209)
Mochammad Zaidan Kamal (041911433224)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
DAFTAR ISI
BAB 1 ........................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 3
1.2 Rumusuan Masalah ..................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 4
BAB II ........................................................................................................................................ 4
ISI ............................................................................................................................................... 4
2.1 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Bani Umayyah (661-750 M)........................... 4
2.1.1 Khalifah Muawiyyah bin Abi Sofyan ........................................................................ 6
2.1.2 Khalifah Abdul Malik bin Marwan ........................................................................... 6
2.1.3 Khalifah Umar bin Abdul Aziz ................................................................................. 6
2.2 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Bani Abbasiyah (750-847 M – 132-232 H) .... 7
2.3 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa 3 Kerajaan Besar ........................................... 11
2.3.1 Kerajaan Usmani ..................................................................................................... 11
2.3.2 Kerajaan Safawi Di Persia ....................................................................................... 13
2.3.3 Kerajan Mughal Di India ......................................................................................... 14
BAB III .................................................................................................................................... 16
PENUTUP................................................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan Ekonomi Islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah pemikiran
Muslim tentang ekonomi di masa lalu.Adalah suatu keniscayaan biala pemikir Muslim
berupaya untuk membuat solusi atau segala persoalan hidup di masanya dalam perspektif
yang dimiliki. Keterlibatan pemikir Muslim dalam kehidupan masyarakat yang kompleks
dan belum adanya pemisahan disiplin keilmuan menjadikan pemikir muslim melihan
maslah masyarakat dalam konteks yang lebih intregrative. Hal ini sema disebabkan karena
wordview keilmuan yang dimiliki membentuk cara berfikir mereka untuk menyelesaikan
masalah, namun lebih penting dari itu masalah masyarakat yang menjadi dasar bagi mereka
yang membangun cara berpikir dalam membentuk berbagai model penyelesaian dibidang
ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lain-lain.
Banyak ekonom Muslim lahir dimasa Dinasti Abbasiyah, 749-1258 para khalifah yang
mengklaim otoritas universal; ibukota utama Bagdad (Yahya Ibn Adam, Imam Syafi’I, Abu
Ubayd Al-Qasim,dll), dibanding masa sebelumnnya Khulafa’ Al-Rashidin ataupun pada
masa Dinasti Umayah, 661-750 para khalifah, yang mengklaim otoritas semesta; Ibukota
Damaskus (Imam Abu Hanifah,Al-Waza’i,Imam Malik bin Anas,Abu Yusuf,dll). Hal ini
bisa dijadikan alasan bahwa tumbuhnya pemikir Muslim tentang ekonomi bebas dari
kenyataan-kenyataan yang tumbuh di zaman yang melahirkannya menjadi pemikir yang
ahli di bidang-bidang tertentu.Demikian juga, hal ini bisa di jadikan alat untuk melihat
mengapa ilmu ekonomi belum ditemukan sebagai disiplin tersendiri di masa lalu, dan juga
untuk mengetahui mengapa banyak pemikir Muslim tidak hanya memliki kemampuan di
satu bidang keilmuan.

1.2 Rumusuan Masalah


3
1. Bagaimana Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam pada masa Bani Ummayah?
2. Bagaiaman Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam pada masa Bani Abbasiyah
3. Bagaimana Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam pada masa 3 Kerajaan Besar?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan daripada paper ini dikarenakan selain menjadi masyarakat muslim,
kita sebagai mahasiswa dari Ekonomi Islam Universitas Airlangga patut mengerti dan
mengetahui bagaimana sejarah dan tentu perkembangan perkembangan Ekonomi Islam
secara global dari masa yang dahulu sampai yang terbaru. Indonesia merupakan negara
dengan mayoritas penduduknya Muslim maka dari itu Ilmu dan sejarah Ekonomi Islam
patut disebar luaskan dan juga dikembangkan karena merupakan dasar dan prospek bidang
ekonomi untuk kedepannya.

BAB II

ISI

2.1 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Bani Umayyah (661-750 M)

Pemerintahan dinasti Umayyah berasal dari nama Umaiyah ibn Abu Syam ibn Abdi
Manaf pemerintahan ini berkuasa selama selama kurang lebih 91 tahun (41-132 atau 661-750
M) dengan 14 orang khalifah Dari sekian banyak khalifah yang berkuasa pada masa dinasti
Umayyah hanya beberapa khalifah saja yang dapat dikatakan khalifah besar yaitu Muawiyah
ibn Abi Soyan, Abd al Malik ibn Marwan, Al Walid ibn Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz
dan Hasyim ibn abd al Malik. Pada awalnya pemerintahan Dinasti Umayyah bersifat demokrasi
lalu berubah menjadi feodal dan kerajaan. Pusat pemerintahannya bertempat di kota Damaskus,
hal itu dimaksudkan agar lebih mudah memerintah karena Muawiyah sudah begitu lama
memegang kekuasaan di wilayah tersebut serta ekspansi teritorial sudah begitu luas. Tentu
sudah banyak tradisi dan praktek ekonomi masa daulah umayah diantaranya sebagai berikut.

4
Pada tahun 693 khalifah Abdul Malik secara bulat menetapkan untuk mencetak uang sendiri
didamaskus. Sementara itu Hajjaj pada tahun berikutnya melakukan hal yang sama. Akibatnya
masyarakat Arab sudah mulai mengenal sistem perhitungan. Ide ini juga diterima di Yaman,
Siria, dan Iraq. Kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh Khalifah Abdul Malik tersebut, sangat
berpengaruh terhadap perekonomian dinasti itu. Sebab kita melihat, sebelum diberlakukannya
kebijakan ini mata uang yang beredar sebagai alat tukar adalah mata uang Roma dan mata uang
Persia yaitu dirham (drachma) dan dinar (dinarius). Dengan tidak adanya mata uang sendiri
tentu akan dapat mengurangi nilai-nilai persatuan dan kesatuan umat Islam di daerah yang
demikian luasnya. Sehingga dapat dikatakan, secara implisit kebijaksanaan khalifah memiliki
nilai-nilai esensial dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wilayah yang
luas tersebut. Implikasi nilai-nilai persatuan dan kesatuan terhadap perekonomian pada masa
itu (Dinasti Umayyah) adalah sangat penting. Sebab adanya persatuan dan kesatuan wilayah
umat Islam yang luas tersebut akan menciptakan stabilitas keamanan yang terjamin. Dengan
adanya stabilitas keamanan yang terjamin, maka lalu lintas perdagangan akan berjalan lancar,
dengan lancarnya lalu lintass perdagangan, pada gilirannya akan meningkatkan
perekonomiannya.

Pada masa pemerintahan Abdul Malik, perkembangan perdagangan dan perekonomian,


teraturnya pengelolaan pendapatan negara yang didukung oleh keamanan dan ketertiban yang
terjamin telah membawa masyarakatnya pada tingakat kemakmuran. Realisasinya dapat kita
lihat dari hasil penerimaan pajak (kharaj) di wilayah syam saja, tercatat 1.730.000 dinar emas
setahun. Kemakmuran masyarakat Bani Umayyah juga terlihat pada masa pemerintahan Umar
ibn Abdul Aziz. Keadaan perekonomian pada masa pemerintahannya telah naik ke taraf yang
menakjubkan. Semua literatur yang ada pada kita sekarang ini menguatkan bahwa kemiskinan,
kemelaratan, dan kepapaan telah dapat diatasi pada masa pemerintahan khalifah ini.

Naiknya Muawiyyah ke tampuk pemerintahan Islam merupakan awal kekuasaan Bani


Umayyah. Sejak saat itu pula, pemerintahan Islam yang bersifat demokratis seperti yang telah
dipraktekkan Rasulullah SAW dan khulafa arrasyidin berubah menjadi monachiheridetis
(kerajaan turun menurun). Muawiyyah memperoleh kekuasaan melaului jalan kekerasan,
diplomasi, dan tipu daya tidak melalui jalan musyawarah. Dalam menjalankan kekuasaannya,
ia tetap menggunakan istilah khalifah yang diartikan sebagai penguasa yang diangkat oleh

5
Allah. Sejak bani umayyah berkuasa, seorang khalifah tidak lagi harus seorang ahli hukum
agama (fuqaha). Dinasti ini mulai memisahkan antara pemegang otoritas keagamaan dengan
pemegang otoritas politik.urusan agama diserahkan kepada para ulama, sedangkan urusan
politik diserahkan kepada para penguasa. Pada masa daulah ini, pusat penyelenggaraan
administrasi pemerintahan berada di Damaskus, sedangkan pusat aktifitas keagamaan berada
di Madinah (Zuhri, 122:80).

2.1.1 Khalifah Muawiyyah bin Abi Sofyan

Pada masa pemerintahannya, khalifah Muawiyah bin Abi Sofyan mendirikan dinas beserta
dengan berbagai fasilitasnya, menertibkan angkatan perang, mencetak mata uang, dan
mengembangkan jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan profesional. Selain itu, khalifah
Muawiyyah bin Abi Sofyan menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara,
pembentukan tentara profesional, serta pengembangan birokrasi, seperti fungsi pengumpulan
pajak dan administrasi politik (Ali, 1999: 266).

2.1.2 Khalifah Abdul Malik bin Marwan

Pemikiran yang serius terhadap penertiban dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam
muncul di masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan. Hal ini dilatarbelakangi oleh
permintaan pihak Romawi agar khalifah Abdul Malik bin Marwan menghapus kalimat
Bismillahirrohmaanirrohiim dari mata uang yang berlaku pada khilafahnya. Pada saat itu,
bangsa Romawi mengimpor dinar Islam dari Mesir. Akan tetapi, permintaan tersebut
ditolaknya. Bahkan, khalifah Abdul Malik bin Marwan mencetak mata uang Islam tersendiri
dengan tetap mencantumkan kalimat Bismillahirrohmanirrohim pada tahun 74H (659M) dan
menyebarkannya ke seluruh wilayah Islam seraya melarang pemakaian melakukan percetakan
mata uang lain . ia juga menjatuhkan hukuman ta’zir kepada mereka yang melakukan
percetakan mata uang di luar percetakan Negara. Selain itu ia juga melakukan berbagai
pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi
administrsi pemerintahan Islam (Amalia,2010:101-102).

2.1.3 Khalifah Umar bin Abdul Aziz

6
Selama masa pemerintahannya, Umar bin Abdul Aziz menerapkan kembali ajaran Islam secara
utuh menyeluruh . berbagai pembenahan dilakukannya di seluruh sektor kehidupan masyarakat
tanpa pandang bulu. Langkah ini dimulai dari dirinya sendiri. Ketika diangkat sebagai khalifah,
umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyatnya dan mengumumkan serta menyerahkan
seluruh harta kekayaan diri dan keluarganya yang tidak wajar kepada kaum muslimin melalui
Baitul Mal, mulai dari tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang berada di
Yamamah, Mukaedes, Jabal Wars, Yaman,dan fadak, hingga cincin pemberian Al-Walid.
Selama berkuasa, ia juga tidak mengambil sesuatupun dari Baitul Mal, termasuk pendapatan
fai yang telah menjadi haknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah Umar bin Abdul Aziz
memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan
kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih baik dari pada menambah perluasan wilayah.
Dalam rangka ini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak
kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.

2.2 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Bani Abbasiyah (750-847 M – 132-232 H)

Bani Abbasiyah meraih tampuk kekuasaan Islam setelah berhasil menggulingkan


pemerintahan dinasti Bani Umayyah pada tahun 750 H. Para pendiri dinasti ini adalah
keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW, sehingga khilafah tersebut dinamakan
khilafah Abbasiyah. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas (132-136 H) (Amalia, 2010: 106). Pada masa Daulah Bani Abbasiyah,
pusat pemerintahan Islam dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad. Dalam kurun waktu lebih
dari lima abad dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan hal ini, Ahmad Syalabi membagi
membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi tiga periode, yaitu:

a) Periode pertama, berlangsung dari tahun 132 H sampai 232 H. Pada periode ini,
kekuasaan berada ditangan para khalifah secara penuh.

b) Periode kedua, berlangsung dari tahun 232 H sampai 590H. Pada periode ini
kekuasaan politik berpindah dari tangan khalifah kepada golongan Turki (232 H-334 H), dan

7
Bani Saljuk (447 H 590 H).

c) Periode ketiga, berlangsung dari tahun 590 H sampai 656 H. Pada periode ini
kekuasaan kembali di tangan khalifah, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.

Diantara periode-periode pemerintahannya tersebut, dinasti Abbasiyah mencapai masa


keemasan pada periode pertama. Pada masa ini, secara politis, para khalifah benar-benar tokoh
yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai puncaknya. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan
bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Karena Abdullah Al-Saffah
hanya memerintah dalam waktu yang singkat, pembina yang sesungguhnya dan Daulah
Abbasiyah adalah Abu Ja’far Al-Manshur (136-148 H).

Pada masa pemerintahannya, khalifah Al-Manshur lebih banyak melakukan


konsolidasi dan penertiban administrasi birokrasi. Ia berusaha meletakkan dasar-dasar
pemerintahan Daulah Abbasiyah. Pusat pemerintahan yang pada mulanya berada Hasyimiyah
dipindahkan ke kota Baghdad yang baru dibangunnya. Ia menciptakan tradisi baru dibidang
pemerintahan dengan mengangkat seorang wazir sebagai koordinator departemen. Khalifah
Al-Manshur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian
negara, serta membenahi angkatan bersenjata dan membentuk lembaga kehakiman negara.
Peranan jawatan pos semakin di tingkatkan dengan tambahan tugas dapat berjalan dengan
lancar dan melaporkan perilaku gubernur setempat kepada khalifah. Pada awal pemerintahan
khalifah al-Manshur, perbendaharaan negara dapat dikatakan tidak ada karena khalifah
sebelumnya, alSaffah, banyak menggunakan dana Baitul Mal untuk diberikan kepada para
sahabat dan tentara demi mengukuhkan kedudukannya sebagai penguasa. Hal tersebut
mendorong khalifah Al-Manshur untuk bersikap keras dalam peneguhan kedudukan keuangan
negara, disamping penumpasan musuh-musuh khalifah, sehingga masapemerintahannya ini
juga dikenal sebagai masa yang penuh dengan kekerasan. Dalam mengendalikan harga-harga,
khalifah al Manshur memerintahkan para kepala jawatan pos untuk melaporkan harga pasaran
dari setiap bahan makanan dan barang lainnya. Para walinya agar menurunkan harga-harga
ketingkat semula. Disamping itu, khalifah Al-manshur juga sangat hemat dalam
membelanjakan harta Baitul Mal. Ketika ia meninggal, kekayaan kas negara telah mencapai
810 dirham (Hasyimi, 1987:209).

8
Keberhasilan khalifah al-manshur dalam meletakkan dasar-dasar pemerintahan Daulah
Abbasiyah memudahkan usaha para khalifah berikutnya untuk lebih fokus terhadap
permasalahan ekonomi dan keuangan negara, sehingga peningkatan dan pengembangan taraf
hidup rakyat dapat terjamin. Ketika Al-Mahdi (158-169) menjadi khalifah, keadaan negara
telah stabil. Ia banyak menerapkan kebijakan yang menguntungkan rakyat banyak, seperti
pembangunan tempat-tempat persinggahan para musafir haji, pembuatan kolam-kolam air bagi
para kafilah dengan beserta hewan bawaannya, serta memperbaiki dan memperbanyak jumlah
telaga dan perigi. Ia juga mengembalikan seluruh harta yang dirampas ayahnya kepada
pemiliknya masing-masing.

Pada masa pemerintahan Al-Mahdi, perekonomian negara mulai meningkat dengan


peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan, seperti
emas, perak, tembaga dan besi. Di samping itu jalur transit perdagangan antara Timur dan Barat
juga menghasilkan kekayaan. Dalam hal ini, basrah menjadi pelabuhan yang penting. Dengan
demikian, setor-sektor pertanian yang menunjang kemakmuran Daulah Abbasiyah adalah
pertanian, pertambangan dan perdagangan. Untuk meningkatkan sektor pertanian, pemerintah
mengeluarkan berbagai kebijakan yang membela hak-hak kaum tani, seperti peringanan hasil
pajak hasil bumi, penjaminan hak milik dan keselamatan jiwa, perluasan lahan pertanian di
setiap daerah, dan pembangunan berbagai bendungan dan kanal. Sementara untuk
meningkatkan sektor perdagangan, pemerintah membuat sumur-sumur membangun tempat-
tempat peristirahatan para kafilah dagang, dan mendirikan berbagai armada dagang serta
menjaga keamanan pelabuhan dan pantai.

Ketika tampuk pemerintahan dikuasai khalifah Harun Al-Rasyid (70-193 H),


pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah
mencapai puncaknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah Harun Al-rasyid melakukan
diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia membangun Baitul Mal untuk mengurus keuangan
negara dengan menunjuk seorang wajiz yang menjadi kepala beberapa diwan, yaitu:

a) Diwan al-khazanah, bertugas mengurus seluruh perbendaharaan negara.

b) Diwan al-Azra’, bertugas mengurus kekayaan negara yang berupa hasil bumi.

c) Diwan Khazain Al-Silah, bertugas mengurus perlengkapan angkatan perang.

9
d) Sumber pendapatan pada masa pemerintahan ini adalah kharaj, jizyah, zakat, fai,
ghanimah, usyr, dan harta lainnya. Seperti wakaf, sedekah dan harta warisan orang yang tidak
mempunyai ahli waris. Seluruh pendapatan negara tersebut dimasukkan kedalam baitul Mall
dan dikeluarkan berdasarkan kebutuhan pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid,
pendapatan Baitul Mal dialokasikan untuk riset ilmiah dan penterjemahan buku-buku Yunani,
disamping untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai. Pendapatan tersebut juga
dialokasikan untuk membiayai para tahanan dalam hal penyediaan makanan dan pakaian
musim panas dan dingin (Amalia, 2010:108).

Pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid juga sangat memperhatikan masalah


perpajakan. Ia menunjuk Qadi Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai
keuangan secara syari’ah. Untuk itu, Imam Abu Yusuf menyusun kitab yang di beri judul kitab
al-kharaj. Penulisan kitab Al Kharaj Abu Yusuf ini didasarkan perintah dan pertanyaan
Khalifah Harun Ar Rasyid mengenai berbagai persoalan pajak (Karim, 2012:233). Pada masa
Daulah Abbasiyah, sistem pemungutan al-kharaj dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

a) Al-Muhassabah atau penaksiran luas areal tanah dan jumlah pajak yang harus
dibayar dalam bentuk uang.

b) Al-Muqasamah atau penetapan jumlah tertentu (persentase) dari hasil yang


diperoleh.

c) Al-Muqqatha’ah atau penetapan pajak hasil bumi terhadap para jutawan berdasarkan
persetujuan antara pemerintah dengan yang bersangkutan.

Sepeninggal Harun Al-Rasyid, tampuk pemerintahan Daulah Abbasiyah diserahkan


kepada Khalifah Al-Ma’mun (198-218H). Pribadi AL-Ma’mun adalah pribadi yang sangat
mencintai ilmu dan hal ini sangat mempengaruhi berbagai kebijakannya. Pada masa
pemerintahannya, khalifah Al-Ma’mun memberikan perhatian yang besar terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Ia semakin menggalakkan aktivitas
penerjemahan buku-buku asing. Untuk menunjang hal tersebut, pemerintah mengalokasikan
dana Baitul Mal untuk gaji para penerjemah. Khalifah Al-Ma’mun juga mendirikan sekolah-
sekolah dan yang termasyhur adalah Baitul Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi
sebagai perguruan tinggi dengan dilengkapi perpustakaan yang besar. Pada masa tersebut,

10
baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Dari gambaran diatas, terlihat
bahwa Dinasti Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban
dan kebudayaan Islam, termasuk kehidupan perekonomian, dari pada perluasan wilayah.
Setelah melewati periode ini, Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran dan akhirnya
dihancurkan oleh bangsa Mongol pada tahun 1258 M.

2.3 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa 3 Kerajaan Besar

Setelah khalifah abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan antara Mongol, kekuatan
politik islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaan tercabik-cabik dalam
beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan memerangi. Beberapa peninggalan budaya
dan peradaban islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun,
kemalangan tidak berhenti sampai di situ. Timur lenk sebagaimana telah di sebut,
menghancurkan pusat-pusat kekuasaan islam yang lain. Politik umat islam secara keseluruhan
yang sedang mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan
besar: Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani di samping
yang pertama berdiri, juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding kerajaan lainnya.

2.3.1 Kerajaan Usmani

Pendiri kerajaan ini bernama Usmani, seorang bangsa Turki dari kabilah Oghuz. Ia
menyatakan diri sebagai Padisyah al Usmani (raja besar keluarga Usmani) pada tahun 699 H
(1300 M). Tahun 1312 M, ia menyerang kota Broessa di Bizantium yang kemudian dijadikan
sebagai ibukota kerajaannya. Beberapa tahun kemudian Usmani dapat menakluk kan sebagian
benua Eropah seperti Azmir (Smirna) tahun 1327, Thawasyanli tahun 1330, Uskandar tahun
1338, Ankara tahun 1354, dan Gallipoli tahun 1356.

Pada masa Sultan Murad I (1359-1389) Usmani dapat menguasai Adrianopel yang
kemudian dijadikan ibukotanya yang baru, kemudian ditaklukkan pula Macedonia, Sopia,
Salonia dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi
kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang.Sejumlah besar pasukan sekutu
Eropa disiapkan untuk memukul mundur pasukan Usmani.Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman,

11
raja Hongaria. Namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M) 1, pengganti Murad I, dapat
menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Hanya sayang Sultan Bayazid I ini
dapat dikalahkan oleh serangan tentara Timur Lenk dalam pertempuran di Ankara tahun 1402
dan dia sendiri ditawan musuh dan wafat pada tahun 1403 M. 2 Dengan ditawannya Bayazid I
ini kerajaan Usmani mengalami kemunduran, sampai diselamatkan kembali oleh putranya
Muhammad, dan dilanjutkan oleh Murad II (1421-1451) lalu oleh Muhammad II (1451-1484)
yang dikenal dengan muhammad Al Fatih.

Pada masa kekuasaan Muhammad al Fatih ini, Byzantium dan Konstantinopel


ditaklukkan (1453 M). 3 Kerajaan Usmani semakin memantapkan kedudukannya pada masa
Sulaiman al Qanuni (1520-1566 M), sehingga pada masanya wilayah kekuasaan Usmani
mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis dan
Al Jazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugaslapia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.4
Untuk mengatur pemerintahan Negara disusunlah sebuah kitab undang-undang (qanun) yang
diberi nama Multaqa al–Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Usmani sampai
datangnya reformasi pada abad ke 19. Sebab itulah Sultan Sulaiman diberi gelar “al Qanuni”.
Dalam pembangunan, Turki Usmani ini lebih memfokuskan kepada bidang politik, kemiliteran
dan arsitektur.

Bidang politik maksudnya adalah perluasan daerah seperti di atas. Bidang Militer
adalah terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah.
Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat.
Bidang arsitek misalnya banyak dibangun bangunan-bangunan megah, seperti sekolah, rumah
sakit, villa, makam, jembatan dan masjid-masjid. Masjid-masjid dihiasi dengan kaligrafi yang
indah, misalnya yang terkenal adalah masjid Jami sultan Muhammad Al Fatih, Masjid Agung
sulaiman, Masjid Abi ayub Al Anshari dan Masjid Aya Sopia yang awalnya adalah bangunan
gereja. Dalam bidang keagamaan, perhatian sultan cukup besar. Fatwa-fatwa ulama sangat
berperan dalam mengambil kebijakan Negara. Mufti adalah sebagai pejabat urusan agama
tertinggi yang memberikan fatwa resmi terhadap problematika keagamaan dalam masyarakat.

Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan bisa jadi tidak berjalan. Selama
kurang lebih 9 abad Kerajaan Usmani berdiri, tetapi kemudian hancur juga disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain:

12
1. Budaya pungli Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan
sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut, sehingga menyebabkan
dekadensi moral dan kondisi para pejabat semakin rapuh.

2. Pemberontakan tentara Jenissari Kemajuan ekspansi kerajaan Usmani adalah juga karena
peranan yang besar dari tentara Jenissari. Maka dapat dibayangkan kalau tentara Jenissari itu
sendiri akhirnya memberontak kepada pemerintah.

3. Kemerosotan ekonomi

Hal ini disebabkan perang yang berkepanjangan, menghabiskan uang dan perekonomian
Negara merosot, sementara belanja Negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang.

4. Wilayah kekuasaan yang sangat luas Terlalu luasnya wilayah kekuasaan Usmani sangat sulit
untuk dikontrol. Dipihak lain para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat
luas, sehingga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa. Hal ini tentu
menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun Negara.

5. Kelemahan penguasa Sepeninggal Sulaiman al-Qanuni Kerajaan Usmani diperintah oleh


Sultan–sultan yang lemah terutama dalam bidang kepemimpinan. Akhirnya pemerintahan
menjadi kacau.

2.3.2 Kerajaan Safawi Di Persia

Cikal bakal kerajaan ini sebenarnya berasal dari perkumpulan pengajian tasawuf tarekat
safawiyah yang berpusat di kota Ardabil, Azerbaijan. Nama Safawiyah diambil dari nama
pendirinya Safi al-Din, seorang keturunan imam Syi’ah yang ke enam, Musa al Kazhim.
Kerajaan ini dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara Iran dewasa
ini. Gerakan tarekat ini lama kelamaan berubah bentuk menjadi gerakan politik. Jama’ah atau
murid-muridnya berubah menjadi tentara yang teratur dan fanatik dalam kepercayaan serta
menentang setiap orang yang bermazhab selain syi’ah. Kepemimpinan Safawi silih berganti,
dan semakin eksis sebagai gerakan politik yang didukung oleh pasukan tentara yang kuat yang
diberi nama Qizilbash (baret merah) pada masa kepemimpinan Ismail (1501-1524 M). Dialah
yang pertama kali memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama dinasti Safawi di kota

13
Tabriz. 6 Dalam waktu sepuluh tahun ia sudah dapat menguasai seluruh wilayah Persia dan
bagian timur Bulan sabit subur (Fortile Crescent). 7 Kerajaan Safawi mencapai puncak
kemajuannya pada masa pemerintahan Abbas I. Pada masa pemerintahannya dapat menguasai
beberapa daerah yang dikuasi Turki Usmani seperti Tabriz, Sirwan, dan Baghdad (1602 M).

Kemudian tahun 1622 M dapat menguasai kepulauan Hurmuz, dan mengubah


pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas, sehingga jalur perdagangan antara
Timur dan Barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris dan Perancis dapat dikusainya.
Kemajuan Safawi bukan hanya bidang politik saja tetapi juga dalam bidang ilmu pengetahuan,
Pada masanya lahir beberapa ilmuwan antara lain Bahauddin al Syaeraji, generalis ilmu
pengetahuan, Sadaruddin al Syaeroji, seorang filosof, dan Muhammad Baqir Ibnu Muhammad
Damad, seorang filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah mengadakan obesrvasi
mengenai kehidupan lebah. Bidang fisik dan seni, para penguasa Safawi telah berhasil
membangun Isfahan, Ibu kota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Dibangun pula mesjid-
mesjid, rumah sakit-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa diatas zende Rud, dan
istana Chihil Sutun.

Unsur seni terlihat juga misalnya dalam bentuk kerajinan tangan seperti keramik,
karpet, pakaian dan tenun, mode, tembikar dan lainlain. Sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi
berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642), Abbas II (1642-1667),
Sulaiman (1667-1694), Husein (1694-1722), Tahmasp II (1722-1732), dan Abbas III (1733-
1736). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi semakin lama semakin menurun
yang pada akhirnya membawa kepada kehancurannya. Safi Mirza adalah seorang yang
pencemburu dan kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Abbas II adalah raja yang suka
mabuk minuman keras. Sulaiman selain pecandu narkotika juga menyenangi kehidupan
malam. Sedangkan Husein adalah seorang raja yang sangat diskriminatif, terlalu berpihak
kepada kaum Syi’ah dan Kejam terhadap penganut Sunni.Itulah antara lain yang menjadi faktor
keruntuhan Kerajaan safawi. Faktor lain adalah konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan
Usmani, dekadensi moral di kalangan pembesar-pembesart kerajaan, dan juga konflik internal
di kalangan mereka dalam rangka memperebutkan kekuasaan.

2.3.3 Kerajan Mughal Di India

14
Kerajaan Mughal letaknya di India dan Delhi sebagai Ibukotanya. Berdiri seperempat abad
sesudah berdirinya kerajaan safawi. Didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M), salah
satu dari cucu Timur Lenk. Ia bertekad ingin menguasai Samarkhan yang menjadi kota penting
di Asia Tengah pada masa itu. Maka pada tahun 1494. Ia berhasil menaklukkannya berkat
bantuan raja Ismail I, raja safawi. Pada tahun 1504 M ia juga dapat menaklukkan Kabul, ibu
kota Afganistan. Kerajaan-kerajaan Hindu di India juga dapat ditaklukkannya. Babur
meninggal pada tahun 1530 M. diganti oleh anaknya Humayun (1530-1556 M) dapat
menggabungkan Malwa dan Gujarat ke daerah-daerah yang telah dikuasainya. Humayun
meninggal karena terjatuh di tangga perpustakaannya (1556 M), diganti oleh anaknya,
Akbar.Akbar (1556-1606 M) dapat menaklukkan raja-raja India yang masih ada pada waktu
itu, dan juga Bengal.

Dalam soal agama, Akbar mempunyai pendapat yang libral dan ingin menyatukan
semua agama dalam satu bentuk agama baru yang diberi nama Din Ilahi. Akbar juga
menerapkan politik Sulakhul (toleransi Universal), sehingga semua rakyat dipandangnya sama,
tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama. Sultan-sultan yang besar setelah Akbar
antara lain Jehangir (1605-1627 M) dengan permaisurinya Nur Jehan, Syah Jehan (1628-1658
M) dan Aurangzeb (1659-1707 M).

Sesudah Aurangzeb adalah Sultan-sultan yang lemah yang tidak dapat


mempertahankan kelanjutan kerajaan MughalBeberapa kemajuan kerajaan Mughal antara lain
dalam bidang pertanian, yaitu berupa biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayuran, rempah-rempah,
tembakau, kapas, nila dan bahan-bahan celupan. Hasil karya seni kerajaan Mughal yang masih
dapat dinikmati sampai saat ini adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan
misalnya bangunan Masjid berlapiskan mutiara, dan Tajmahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan
Istana indah di Lahore. Selain kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Mughal.

Ada beberapa faktor kelemahannya yang menyebabkan kehancurannya pada tahun


1858 antara lain:

1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kemiliteran sehingga tidak bisa memantau gerak
langkah tentara Inggris di wilayah-wilayah pantai. Begitu pula kekuatan pasukan
daratnya semakin kurang handal, terutama dalam mengoperasikan semua

15
persenjataan yang dibuatnya sendiri untuk berperang dangan musuhnya.

2. Dekadensi moral dan hidup mewah di kalangan pembesar kerajaan yang


mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang sehingga kesulitan.

3. Terlampau kasarnya sikap Aurangzeb dalam melaksanakan ide-idenya yang


menyebabkan terjadinya konflik antara agama, misalnya aliran Syikh, Syi’ah dan sunni.

4. Semua pewaris takhta kerajaan pada pariode terakhir kekuasaan Mughal adalah
orang-orang yang lemah dalam bidang kepemimpinan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemerintahan dinasti Umayyah berasal dari nama Umaiyah ibn Abu Syam ibn Abdi Manaf
pemerintahan ini berkuasa selama selama kurang lebih 91 tahun (41-132 atau 661-750 M)
dengan 14 orang khalifah Dari sekian banyak khalifah yang berkuasa pada masa dinasti
Umayyah hanya beberapa khalifah saja yang dapat dikatakan khalifah besar yaitu Muawiyah
ibn Abi Soyan, Abd al Malik ibn Marwan, Al Walid ibn Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz
dan Hasyim ibn abd al Malik. Pada awalnya pemerintahan Dinasti Umayyah bersifat demokrasi
lalu berubah menjadi feodal dan kerajaan. Pusat pemerintahannya bertempat di kota Damaskus,
hal itu dimaksudkan agar lebih mudah memerintah karena Muawiyah sudah begitu lama
memegang kekuasaan di wilayah tersebut serta ekspansi teritorial sudah begitu luas. Pada tahun
693 khalifah Abdul Malik secara bulat menetapkan untuk mencetak uang sendiri didamaskus.
Sementara itu Hajjaj pada tahun berikutnya melakukan hal yang sama. Akibatnya masyarakat
Arab sudah mulai mengenal sistem perhitungan. Ide ini juga diterima di Yaman, Siria, dan Iraq.
Kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh Khalifah Abdul Malik tersebut, sangat berpengaruh
terhadap perekonomian dinasti itu. Pada masa pemerintahan Abdul Malik, perkembangan
perdagangan dan perekonomian, teraturnya pengelolaan pendapatan negara yang didukung
oleh keamanan dan ketertiban yang terjamin telah membawa masyarakatnya pada tingakat

16
kemakmuran.Pada masa Daulah Bani Abbasiyah, pusat pemerintahan Islam dipindahkan dari
Damaskus ke Baghdad. Dalam kurun waktu lebih dari lima abad dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan
budaya. Diantara periode-periode pemerintahannya tersebut, dinasti Abbasiyah mencapai masa
keemasan pada periode pertama. Pada masa ini, secara politis, para khalifah benar-benar tokoh
yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai puncaknya. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan
bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.

17
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Iskandar dkk. (2019). SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM (Masa Rasulullah

sampai Masa Kontemporer). http://digilib.iain-


palangkaraya.ac.id/1846/1/Sejarah%20Pemikiran%20Ekonomi%20Islam_.pdf
. Diakses pada 23 Maret 2021

Huda, Muhammad. (2020). SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA MASA

DAULAH BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH. ESTORIA Vol. 1 No. 01.

file:///C:/Users/ANGGUN%20ADILAH%20M/Downloads/466-1528-1-

PB.pdf. Diakses pada 23 Maret 2021

18

Anda mungkin juga menyukai