Dosen Pengampu :
Eka Wahyu Hestya Budianto, Lc., M.SI
Disusun oleh:
Muhammad Attalarik Hadiatullah (220502110061)
Sofia Eka Fardani (220502110062)
Putri Divayani Anggraini Rizky (220502110078)
Hafza Huzaifa Zukrova (220502110138)
Hafiza Huzaima Zukrova (220502110139)
AKUNTANSI B & D
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Sejarah pemikiran
ekonomi islam tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk
memenuhi tugas dari dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa
Daulah Buwaihi, Murabithun, Saljuk, Muwahhidun, Ayyubiyah, Delhi dan Mamluk.
Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Eka Wahyu Hestya Budianto, Lc., M.SI selaku
dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menempuh pengetahuan pada bidang Sejarah Peradaban Islam. Saya ucapkan terima kasih
juga kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah
ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Saya menyadari bahwa makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Maka
dari itu, kami meminta kritik dan saran diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan kami
berharap semoga para pembaca dapat menambah pengetahuan dari makalah yang kami buat.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman sampul.......................................................................................................0
Kata pengantar.........................................................................................................1
Daftar isi....................................................................................................................2
Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Pembahasan
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan....................................................................................................21
3.2 Saran atau masukan......................................................................................22
Daftar Pustaka..........................................................................................................23
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
Bani Buwaihi dahulunya adalah para pasukan yang gemar berpetualang dari
wilayah Dailam. Nasab mereka terhubung ke Bahram Gur, Raja Sasanian Persia ke-lima
belas. Abu Syuja’ merupakan seorang pemimpin diantara mereka sebelumnya juga
pernah membantu Dinasti Samaniyah. Dia dan ketiga anaknya menguasai jalan menuju
selatan; Isfahan dan Syiraz (934 M), kemudian provinsi Ahwaz dan Karman (936 M).
Syiraz dipilih menjadi ibukota dinasti Baru. Ahmad salah satu keturunannya, memasuki
Baghdad pada tahun 945 M. Pengangkatan Ahmad bin Buwaih oleh Khalifah al-Mustakfi
(9444-946 M) sebagai amīr al-umarā’ dengan gelar kehormatan mui’zz al- dawlah pada
tahun 945 mengawali fase eksistensi Dinasti Buwaihi dari bangsa Persia Syiah di
pemerintahan Abbasiyah. Lebih dari itu, Ahmad meminta penyebutan namanya di
khutbah Jum’at dan mencantumkan namanya dalam kepingan mata uang.
Khalifah al-Mustakfi yang menjadi buta pada januari 946, digulingkan oleh muizz
al-Dawlah, dan digantikan oleh al-Mutsi melaui pilihannya. Perayaanperayaan Syiah kini
dapat diselenggarakan seperti peringatan asyura’ dan peringatan Ghadir al-Khaum. Di
masa kejayaan mereka (945-1055 M), Khalifah yang menjabar dipilih bahkan diturunkan
berdasarkan kepentingan politik mereka. Dalam fase ini, Khalifah Abbasiyah hanya
semacam boneka politik yang dijalankan oleh bawahannya yang memegang kendali
penuh pemerintahan. Irak seperti sebuah provinis yang diperintah oleh ibukota Buwaihi
di Syiraz, Persia.
Pada saat itu, Baghdad bukan lagi pusat peradaban dunia, karena ditandingi olej
kota lain, Syiraz, Ghaznah, Kairo dan Kordova. Puncak kejayaan Buwaihi terjadi pada
masa ‘Adūd al-Dawlah (949-983 M). Dia berhasil mempersatukan beberapa kerajaan
kecil di Persia dan Irak, sehingga terbentuk satu negara besar menyerupai imperium. Dia
juga menikahi putri Khalifah al-Tha’i (980) dan juga menikahkan putrinya kepada
Khalifah, agar keturunannya bisa meneruskan kekuasaannya.
4
2.1.2 Ekonomi
Pada masa pemerintahan Amir Al-Umara Muiz ad-Daulah, beberapa dinasti kecil
membayar pajak kepada pemerintah pusat, membuat keuangan membaik kembali.
Terlebih lagi kota Bashrah, karena kota ini merupakan kota pelabuhan tempat
persinggahan perdagangan sutera antara Eropa dengan Tiongkok yang banyak
menghasilkan keuangan Negara. Disamping itu juga laju perkembangan ekonomi pada
masa ini semakin meningkat seperti pertanian, perdagangan dan industry permadani.
5
ke tanah suci. Dalam perjalanan tersebut, dia sadar akan perlunya suatu perbaikan pada
rakyatnya. Dan ketika perjalanan pulang, beliau ketemu seorang sufi yang bernama
Abdullah Ibn Yasin Al-Jazuli. Keterangan lain mengatakan bahwa sebelum ketemu
Abdullah Ibn Yasin, Yahya bertemu dengan seorang ulama madhzab Maliki yang
bernama Abu Imran Al-Fasi, yang kemudian menemukannya dengan Abdullah Ibn Yasin
Al-Jazuli.
6
Dalam sepuluh tahun, komunitas Al-Murabbithun meningkat begitu tajam
sehingga gerakan ini menjadi gerakan politik. Kekuatan keagamaan yang melatar
belakangi gerakan ini, menjadi gerakan Islam yang tersebar diantara suku Sanhaja.
Wilayah Sudan yang membentang sampai wilayah Selatan adalah wilayah yang
cukup subur dan penghasil padi-padian, jagung, ubi-ubian, kapas, tembakau, nila dan
lain-lain. Selain itu, Sudan juga pengekspor terbesar emas selain tembaga, kulit, manik-
manik dari perak, buah-buahan kering dan pakaian. Selama berabad-abad Sudan
7
merupakan sumber emas terbesar bagi Afrika Utara. Hasil emas Sudan lah yang telah
menjadi salah satu basis perekonomian dinasti al-Murabithun di Maroko dan di Spayol.
Selain Sudan di Maroko, Yusuf Ibn Tasyfin mendirikan pula pasar tradisional
yang berpusat di Marakysi yang merupakan tempat di mana para pedagang dan para
pengrajin banyak berdatangan ke Marakysi untuk melakukan proses jual beli barang-
barang mewah atau kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Dalam bidang ekonomi, Tiaret (Tahart) mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Daerah ini mengalami kemakmuran material yang luar biasa. Ia menjadi terminal dari
salah satu rute kafilah trans-sahara, dan juga menjadi pusat kesarjanaan. Dengan adanya
usaha-usaha dalam bidang perdagangan yang dilakukan oleh Yusuf Ibn Tasyfin di kota
Marakysi, itu semua merupakan upaya Yusuf Ibn Tasyfin, selain kota kerajaan bertambah
ramah, hubungan masyarakat kerajaan dengan masyarakat luar dapat berjalan dengan
baik.
Pada abad XI M, kota Jenne dan Timbuku didirikan di Niher Atas (Uper Niger),
dan di abad-abad keberhasilan mereka menjalankan pengaruh besar dalam kemajuan
islam di sebelah Barat (Western Sudan). Jenne menjadi pusat perdagangan yang penting
dan Timbuku menjadi pusat perniagaan untuk perdagangan kafilah dengan utara pusat
kebudayaan Islam. Dalam hal ini Timbuku menjadi pusat besar kebudayaan Islam dan
perdagangan utama emas, kulit burung onta dan kayu arang.
8
Tempat terjauh yang bisa dilacak dari asal usul Saljuk adalah dari suku Turki
Oghuz, tetapi diluar dari permulaan abad ke-10 di mana kita berada di ranah dugaan dan
kesimpulan.530Orang-orang Saljuk telah mendirikan sebuah pemerintahan Saljuk yang
besar yang muncul pada abad kelima Hijrah/kesebelas Masehi di mana wilayah
kekuasaannya meliputi Khurasan, Turkistan, Iran, Irak, Syam dan Asia Tengah.
Pemerintahan Saljuk merupakan kesultanan atau kerajaan Islam pertama yang dibangun
oleh bangsa non-Arab yaitu Turki, yang kemudian dilanjutkan oleh Mamluk dan Turki
Utsmani.
Orang-orang Saljuk mendukung sepenuhnya pemerintahan Khilafah Abbasiyah di
Baghdad dan mendukung mazhabnya yang Suni, tatkala kekhilafahan ini hampir saja
runtuh saat berada di bawah pengaruh kalangan Syiah Buwaihi di Iran dan lrak, serta
pengaruh Daulah Fathimi Al-Ubaididi Mesir dan Syam. Maka orang-orang Saljuk ini
menghapus sama sekali pengaruh Buwaihidan mereka juga menantang pengaruh
Khilafah Ubaidiyah (Fathimiyah). Saljuk tampil sebagai pendukung setia yang kuat
dimasa kesulitan Daulah Abbasiyyah pada periode ketiga. Di bawah pimpinan Sultan
Thughril Baek orangorang Saljuk mampu menghancurkan pemerintahan Buwaihi dari
Baghdad dan memasuki ibu kota khilafah, dia diterima dengan hangat oleh khalifah
Abbasiyah, Al-Qaim Biamrillah.
Sultan Thughril Baek merupakan sultan Saljuk yang pertama yang menikah
dengan anak Khalifah Abbasiyyah al-Qaim Billah pada tahun 454 H/1062 M agar
menguatkan ikatan dengan pemerintahan antara Daulah Abbasiyyah dan Saljuk. Ia
meninggal pada malam Jum’at tanggal 8 Ramadhan tahun 455H / 1062 M dalam usia 70
tahun setelah mampu menguasai wilayah-wilayah Khurasan, Iran dan bagian utara dan
timur lrak. Dengan wafatnya Tughril Baek pada tahun 455 H / 1063 M dan digantikan
oleh Alp Arslān keponakannya (memerintah tahun 455 H - 485 H / 1063 M-I092 M.).
Alp Arslān memiliki kehidupan yang baik; tegas, saleh, adil dan selalu
menyembelih dan memasak setiap hari 50 ekor domba untuk dimakan oleh para fukaha.
Kemenangan terbesar Alp Arslān atas Byzantiumterjadi pada tahun 463/1071 di
Manzikert. Ia terbunuh oleh seorang yang bernama Yusuf Al-Khawarizmi pada tanggal
10 Rabi’ul Awwal tahun 456 H / 1O72 M. Dia disemayamkan di kota Marw di samping
kuburan ayahnya. Anaknya yang bernama Maliksyah menggantikan posisinya.
9
Jalal Ad-Daulah Abu Al Fath Maliksyah bin Alp Arslān Muhammad bin
Jaghribak dari kerajaan Turki Saljuk, menjadi raja setelah mendiang ayahnya dan
mengangkat An-Nizham sebagai menteri kerajaan oleh wasiat ayahnya Alp Arslân
kepadanya pada tahun 455 H. Di masanya terjadi perlawanan dan oposisi yang dilakukan
sendiri oleh pamannya yaitu Qawrad bin Jefry seorang penguasa Saljuk yang berkuasa di
Karman, tetapi bisa dikalahkan olehnya. Luas kekuasaannya meliputi lima wilayah, yaitu
Saljuk besar, Kirman, Irak dan Kurdistan, Syria, dan Rum. Dalam pemerintahannya ia
belum mampu untuk menyatukan Mesir dan Syam, akhirnya ia meninggal pada tahun
571H/1078 M.
Setelah Maliksyah, para pemimpinnya adalah Mahmud al-Ghazy (485-487
H/1092-1094 M), Barkiyaruq (487-498 H/1094-1103 M), Maliksyah II (498 H), Abu
Syuja’ Muhammad (498-511 H/1103-1117 M), Abu Harits Sanjar (511-522 H/1117-1128
M). Menurut Adz-Dzahabi berkata: “Raja-raja dari kalangan mereka (Saljuk) berjumlah
sekitar dua puluh lebih. Sedangkan masa kekuasaan mereka adalah sekitar 160 H, tahun.
Pertama adalah Thughurlabak, yang orang mengembalikan Al-Qaim ke Baghdad.”
Puncak kejatuhan Saljuk terjadi ketika kekalahannya pada perang Köse Dağ melawan
Kekaisaran Mongol pada tanggal 26 Juni 1243.
2.3.2 Kondisi Ekonomi
Kekaisaran Saljuk memiliki posisi perdagangan yang strategis dengan rute
karavan darat yang menghubungkan Cina ke Mediterania yang dikenal sebagai Jalur
Sutra, yang dulu telah aktif sejak zaman dahulu. Ada tiga aktivitas perdagangan yang
dilakukan oleh masyarakat Saljuk, yakni perdagangan lokal, internasional dan transit.
Beberapa sektor ekonomi penting di bidang pengerjaan logam, tekstil, dan konstruksi di
Saljuk yang menjadi andalan perdagangan internasional. Bahan baku yang menjadi dasar
perdagangan itu dibawa ke Turkmens dari negara tetangga seperti logam emas, perak dan
batu akik, pirus, garnet, koral, rubi, dan zamrud yang diimpor dari Iran, Timur Turkistan,
Cina dan India, yang kemudian diproses oleh tukang emas Turkmenistan dan menjadi
sumber pendapatan yang signifikan.
Caravanserai Seljuk Anatolia adalah salah satu jenis bangunan paling penting
yang merupakan warisan arsitektur Anatolia Seljuk yang berkontribusi dalam peradaban
Islam, muncul di tanah Anatolia dari abad ke-12 dan seterusnya. Bangunan-bangunan ini
10
disumbangkan oleh kelas penguasa agar dapat meningkatkan keamanan di jalur
perdagangan yang melewati daratan Seljuk. Caravanserai adalah gabungan dari kata
karavan dan serai, serai artinya istana. Pada dasarnya, Caravanserai adalah bangunan
tempat karava yang memiliki ruang untuk memuat, membongkar, atau menambatkan
hewan dan mengakomodasi pelancong di dalamnya memiliki sumur atau waduk sebagai
sumber air, tembok berbenteng tinggi, dan satu pintu masuk yang terlindungi. Asal
etimologis istilah ini juga mengacu pada program arsitektur semacam itu.
Dalam fiskal negara, misalnya Alp Arslān melaporkan bahwa dia tidak
memaksakan pajak orang-orang Kristen, tetapi puas dengan kharāj yang direstui secara
agama, yang dia kumpulkan setiap enam bulan untuk membuat pembayaran yang tidak
terlalu memberatkan rakyat. Pajak dan keadilan menjadi suatu yang penting dalam
pemerintahan suatu negara sebagaimana contoh yang telah diperlihatkan oleh Alp Arslān.
Sistem pemberian tanah oleh pemerintah (iqthâ’) juga berkembang pesat di bawah Seljuk,
dan iqthâ’digunakan untuk membayar birokrat senior serta amir dan juga diberikan
kepada anggota Daulah Seljuk. Bagaimanapun, pemegang iqthâ’menjadi lebih banyak
daripada pemungut pajak, dan sering berfungsi secara efektif sebagai penguasa lokal.
Biasanya tanah iqthâ’diberikan tujuannya diproduktifkan yang hasilnya untuk membiayai
kepentingan negara atau masyarakat tergantung dari keinginan pemerintah
Dalam kebijakan moneternya, Saljuk tidak memiliki mata uang yang seragam,
para sultan mencetak koin atas nama mereka sendiri. Para sultan Saljuk juga secara
menonjol menggunakan gelar dengan kata Islam tertulis di mata uang dinar atau dirham
seperti Ṭughril Beg memasarkan dirinya sendiri dengan koinnya sebagai Rukn al- Dīn
dan Malikshāh menyebut dirinya dengan Rukn al-Islām.
Madrasah-madrasah yang besar didirikan berbasis wakaf yang telah diberikan
selama-lamanya untuk pengajaran hukum menurut salah satu dari empat madhahib Suni
(Syafi`i, Hanafi, Hanbali, dan Maliki) yang mana para wakifnya, seringkali adalah
perdana menteri dan sultan Seljuk, yang hasilnya digunakan untuk membayar gaji para
guru dan tunjangannya siswa. Karena itu dapat dikatakan bahwa wakaf telah menjadi
suatu kebiasaan baik bagi para pemimpin Saljuk. Maka dibentuklah Diwân Wakaf untuk
memudahkan pengurusan wakaf. Wakaf merupakan penopang utama dalam
keberlanjutan sistem pendidikan di masa Daulah Saljuk.
11
Secara umum pada akhir abad ke-11, “pemerintah hampir tidak diberi
kesempatan untuk mengenakan pajak kepada penduduk perkotaan secara legal. Di bawah
hukum Islam, iuran perkotaan, seperti zakat atau sedekah, lebih menarik bagi solidaritas
komunitas muslim daripada kebutuhan menjalankan negara atau kerajaan. Negara hanya
diperbolehkan memungut: kharâj dan ‘ushr untuk pertanian, pajak-pajak, jizyah, atas
non-Muslim; dan zakat bagi para perantau dan perdagangan jarak jauh. Dapat
disimpulkan bahwa praktik pajak seperti jizyah, ‘usyr, dan al-kharâj serta zakat masih
berlaku di masa Saljuk.
2.4 Dinasti Muwahhidun
2.4.1 Sejarah berdirinya Dinasti Muwahhidun
Dinasti al-Muwahhidun adalah nama suatu kerajaan Islam di Magrib Afrika Utara
yang pada mulanya merupakan gerakan keagamaan. Dinasti ini didirikan oleh Abu
Abdullah Muhammad Ibn Tumart (1080-1130). Ibn Tumart berasal dari suku bangsa
Masmudah dipegunungan Atlas kawasan Sus di Magrib.
Ibn Tumart mengumumkan dirinya sebagai khalifah sekaligus mahdi di dekat
sungai Nafis. Abu Abdullah Muhammad ibn Tumart adalah anak seorang penyala lampu
masjid, dengan postur tubuh jelek, kecil, dan berwajah buruk menjalani kehidupan
sebagai seorang pertapa, yang menentang musik, minuman, dan segala bentuk permainan
yang melalaikan. Masa mudanya ia belajar berbagai macam ilmu pengetahuan di
Cordova, Kairo dan Baghdad pada ulama yang terkenal seperti al-Ghazali, al-Tartusi, dan
lain-lain.
Gerakan Muwahhidun diprakarsai oleh Abu Abdullah Muhammad ibn Tumart. Ia
menuduh raja Murabbitun salah karena menyimpang dari agama Islam dan menjauhi
sunnah Rasul. Banyak orang bersimpati padanya, ia mengajarkan kepada sukunya, dan
suku lain di Maroko, doktrin tauhid ke Esaan Tuhan, dan konsep spiritual tentang Tuhan.
Langkah ini merupakan bentuk protes pada paham antropomorfisme berlebihan yang
telah menyebar dikalangan umat Islam. Karena itu, para pengikutnya disebut Al-
Muwahhidun. Atas kritiknya terhadap raja Murabithun tersebut dia dianggap berbahaya
dan diusir dari Maroko.
Pada 1130 M, Ibn Tumart digantikan oleh sahabat sekaligus jenderalnya Abd Al-
Mu’minin ibn Ali, anak seorang pembuat tembikar dari suku Zanatah yang menjadi
12
khalifah pandiri dinasti Muwahhidun, dinasti terbesar yang pernah lahir di Maroko dan
tak tertandingi dalam sejarah Islam Afrika. Pada tahun 1146-1147 M Dinasti Murabithun
beserta pasukannya hancur setelah 11 bulan dikepung oleh pasukan Abd al-Mu’minin
dekat Talimcen serta menguasai Fez, Ceuta, Tangier, dan Agmat. Keturunan terakhir
Murabithun dibunuh oleh al-Mu’minin meski masih bayi yang tak berdosa yang bernama
Ishaq Ibn Ali. Setelah musnahnya semua keturunan Murabithun, Maroko sekarang
menjadi ibukota Muwahhidun.
Pada dinasti al-Murabithun mulai melemah Ibn Tumart yang pada mulanya
menyebarkan dakwah yang didasari oleh keinginan untuk menegakkan tauhid berubah
menjadi kepentingan politik dan berambisi menjatuhkan kekuasaan al-Murabithun.
Dakwah yang disampaikan Ibn Tumart mendapat sambutan dari sukunya sendiri. Ibn
Tumart menobatkan dirinya al-Mahdi yang ma’sum dan dibaiat oleh pengikut-
pengikutnya. Kemudian untuk mengadakan Ibn Tumart menamakan pengikutnya al-
Muwahhidun dan wilayah kekuasaannya di Tainmal dan sekitarnya sebagai al-daulah al-
Muwahhidun.
2.4.2 Kondisi Ekonomi
Abu Abdullah Muhammad ibn Tumart dan Abd Al-Mu’minin ibn Ali adalah
peletak lahirnya Dinasti Muwahhidun. Setelah menumbangkan perlawanan dari pasukan
Murabithun dan menguasai Maroko serta sekitarnya kini giliran Andalusia yang menjadi
bidikannya. Pada 1145 M al-Mu’minin mengirim satu pasukan ke Andalusia yang kala
itu sedang kacau, pertikaian politik, dan perampokan. Pasukan ini, dalam waktu lima
tahun, berhasil menaklukan seluruh wilayah muslim di semenanjung ini. Hanya
kepulauan Balearic termasuk ke dalam Emiret Umayyah sejak 903 yang selama beberapa
tahun disisakan di tangan penguasan Murabithun terakhir. Abdul Mu’min membangun
Andalusia dengan teratur, makmur dan sejahtera. Penaklukan wilayah tidak hanya di
Andalusia saja tapi juga di daerah Afrika juga, 1152 M Aljazair di taklukkan, 1158 M
Tunisia jatuh ke tangan Muwahhidun dan 1160M Tripoli masuk daerah penguasaan
dinasti yang baru berkembang itu. Selain itu juga berhasil menguasai kerajaan
Hammadiayah Bejaya, Ziridiyah di Ifriqiyah, mengusir orang-orang Kristen dari
pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai, dan berhasil membuat dirinya sebagai penguasa
13
seluruh negeri diantara Teluk Sidra dan Samudra Atlantik. Pada gilirannya terbentuklah
dinasti Al-Muwahhidun yang kuat dengan ibukota di Sevilla.
Setelah wafatnya al-Mu’minin pada tahun 1163 M. digantikan oleh Abu Yusuf
Yaqub al-Mansur (1184-1199), yang seperti kebanyakan Berber merupakan putra dari
seorang budak Kristen. Naiknya al-Mansur ke singgasan ditandai dengan pendirian
menara, yang disebut Giralda, sebagai pelengkap untuk masjid besar. Masjid yang
dimaksud mulai dibangun pada 1172 dan rampung pada 1195, dan saat ini di ubah
menjadi katedral. Di Maroko dia juga membangun Ribath al-Fath, yang mencontoh
Iskandariyah, dan di Maroko ia membangun sebuah rumah sakit yang oleh tokoh
sezamannya, al-Marrakusyi, dianggap sebagai bangunan yang tak ada bandingnya di
dunia.
Perhatian utama para khalifah Muwahhidun di Andalusia adalah memenangi
Perang Suci melawan Kristen, namun keinginan itu tidak berhasil dicapai. Kekalahan
telak di Las Navas de Tolosa pada 1212 M membuat mereka di usir dari semenanjung itu.
Pertempuran ini yang oleh orang Arab di sebut Perang al-Uqob (bukit), berkobar disuatu
tempat kira-kira 119 km arah timur Cordova. Tentara Kristen yang terdiri pasukan
Aragon bersama rajanya, pasukan Navarre beserta rajanya, dan satu unit pasukan elit
Portugal bersama bebeapa orang kesatria, dipimpin Alfonso VIII dari Castile, yang
diantaranya laskarnya adalah tentara Salib Prancis.
Khalifah Muhammad al-Nasir (1199-1214), putra al-Mansur memimpin pasukan
Arab. Dalam perang itu, hanya 1.000 orang tentara Islam yang behasil lolos dari sekitar
600.000 tentara yang berhasil meloloskan diri. Al-Nasir sendiri menyelamatkan diri ke
Maroko, dan meninggal disana dua tahun kemudian. Bersamaan dengan itu, berakhirlah
kekuasaan Muwahhidun di Andalusia. Semua kawasan Andalusia muslim berada
dibawah kaki para penakluk. Lambat laun Andalusia muslim terpecah menjadi sejumlah
wilayah yang dikuasai raja-raja Kristen dan beberapa raja kecil Muslim. Diantara semua
itu, Nasiriyah dari Granada merupakan negeri yang paling menonjol, dan menjadi
representasi akhir dari otoritas muslim di semenanjung itu.
Kesuksesan di bidang politik juga diikuti kesuksesan dalam bidang ekonomi.
Dinasti muwahhidun berhasil menjalin hubungan perdagangan dengan beberapa daerah
di Italia, seperti perjanjian dengan Pisa pada tahun 1154 M, Marseie, Voince, dan Sycilia
14
pada tahun 1157 M yang berisi ketentuan tentang perdagangan, izin, mendirikan gedung,
kantor, loji, dan bentuk-bentuk pungutan pajak.
2.5 Dinasti Ayyubiyah
2.5.1 Sejarah Berdirinya Dinasti Ayyubiyah
Ayyubiyah adalah sebuah dinasti berlatarbelakang Sunni yang berkuasa di Mesir,
Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekah, Hijaz, dan Diyarbakir (wilayah tenggara Turki).
Dinasti Ayyubiyah didirikan oleh Ṣalahuddīn al-Ayyubi. Penamaan al-Ayyubiyah
dinisbatkan kepada nama belakangnya Al-Ayyubi, diambil dari nama kakeknya yang
bernama Ayyub. Nama besar dinasti ini diperoleh sejak Ṣalahuddīn Yusuf al-Ayyubi
berhasil mendirikan kesultanan yang bermazhab Sunni, menggantikan kesultanan
Faṭimiyah yang bermazhab Syi’ah.
Ṣalahuddīn al-Ayyubi memulai karir politik ketika usianya masih muda. Ayahnya
sendiri yang bernama Najmuddin bin Ayyub menjabat sebagai komandan pasukan di kota
Ba’labak (sebelah utara Suriah). Najmuddin bin Ayyub ditunjuk menjadi komandan oleh
Nuruddin Zanki, panglima militer yang berkuasa saat itu.
Pada tahun 1164 M, Ṣalahuddīn al-Ayyubi mengikuti ekspedisi (perjalanan)
pamannya, Asaduddin Syirkuh ke Mesir. Lima tahun kemudian, tepatnya tahun 1169 M,
Ṣalahuddīn al- Ayyubi diangkat menjadi wazir (gubernur) oleh penguasa Dinasti
Faṭimiyah dalam usia 32 tahun. Ia menggantikan pamannya Asaduddin Syirkuh, yang
wafat setelah dua bulan menjabat sebagai wazir. Sebagai Perdana Menteri, Ṣalahuddīn
dianugerahi gelar Al-Malik an-Nasir artinya ‘penguasa yang bijaksana’.
Setelah Al-Adid (Khalifah Dinasti Faṭimiyah yang terakhir) wafat pada tahun 1171
M, Ṣalahuddīn al-Ayyubi mulai menjalankan kekuasaan keagamaan maupun politiknya
secara penuh. Semenjak saat itu, Dinasti Ayyubiyah berkuasa hingga sekitar 75 tahun
lamanya. Setelah Ṣalahuddīn menguasai Dinasti Faṭimiyah, ia menghapus kebiasaan
mendoakan khalifah Faṭimiyah dalam khutbah Jumat. Tradisi itu digantinya dengan
mendoakan khalifah Dinasti Abbasiyah, yaitu Al-Mustaḍi yang berkuasa sejak 566
H/1170 M hingga 575H/1180M. Namun demikian, ia tidak menghalangi rakyatnya yang
ikut faham Syi’ah.
Sejak Dinasti Ayyubiyah berkuasa di Mesir bulan Mei tahun 1175M, Al-Mustaḍi
memberikan beberapa daerah seperti Yaman, Palestina, Suriah Tengah, dan Magribi
15
kepada Ṣalahuddīn. Dengan demikian, ia mendapat pengakuan dari khalifah Abbasiyah
sebagai penguasa di Mesir, Afrika Utara, Nubia, Hijaz, dan Suriah Tengah. Selama satu
dasawarsa (10 tahun) kepemimpinannya kemudian, Ṣalahuddīn berhasil menaklukkan
Mesopotamia (wilayah di sekitar Irak dan Iran sekarang). Ia berhasil mengangkat para
penguasa setempat menjadi pemimpinnya.
2.5.2 Kondisi Ekonomi
Dalam hal perekonomian, dinasti bekerja sama dengan penguasa muslim di
wilayah lain. Di samping itu, ia juga menggalakkan perdagangan dengan kota-kota di
Laut Tengah, lautan Hindia dan menyempurnakan sistem perpajakan. Pada bidang
perdagangan, dinasti ini membawa pengaruh bagi Eropa dan negara-negara yang
dikuasainya. Di Eropa terdapat perdagangan arikultur dan industri. Hal ini menimbulkan
perdagangan internasional melalui jalur laut, sejak saat itu dunia ekonomi dan
perdagangan sudah menggunakan sistem kredit bank.
2.6 Dinasti Delhi
2.6.1 Sejarah Berdirinya Delhi
Kesultanan Delhi didirikan sebagai hasil ekspedisi militer Muslim sejak masa
Dinasti Umayyah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qasim pada 711 M hingga masa
Dinasti Ghazni dan Ghuri yang memperluas batas-batas Islam di wilayah timur ke
Dataran Rendah Indus-Gangga. Muhammad ibn Qasim dapat menaklukkan dan
menguasai wilayah barat laut India (Punjab dan Sind) hanya dalam empat tahun. Sejak
saat itu, Sind (termasuk Punjab) menjadi wilayah Islam.
Pada Abad X M, ketika Kekhalifahan Abbasiyah mulai mengalami kemunduran,
lahir sejumlah dinasti-dinasti kecil. Pergerakan penaklukan India dilanjutkan oleh Dinasti
Ghazni (977-1186 M) di bawah pimpinan Mahmud Ghaznawi (998-1030 M). Ia
menyerang dan menjarah kerajaan-kerajaan di India Utara dari timur Sungai Indus ke
barat Sungai Jamuna tujuh belas kali antara tahun 1000 sampai 1026 M.
Gelombang penyerangan di India Utara dan India Barat kemudian dilanjutkan
oleh Muhammad Ghuri yang memulai perang ekspansi sistematis ke India Utara pada
tahun 1173. Muhammad Ghuri harus menghadapi perlawanan dari orang-orang suku
Rajput. Keberhasilan Muhammad Ghuri yang cepat mengancam Pritthiraj, pemimpin
Chauhan di Delhi dan Azmer. Ia mengumpulkan pasukan besar yang meliputi 200.000
16
tentara berkuda dan 300 pasukan gajah kemudian bergerak melawan Sultan Ghuri. Pada
tahun 1191 M, keduanya bertemu di daerah Tarain (empat belas mil dari Delhi) dekat
Thaneswar dan kekalahan berada di pihak tentara Muslim.
Setelah mengorganisir tentara yang kuat, Muhammad Ghuri menyerang India
pada tahun 1192 M dengan kekuatan perang 120.000 kavaleri. Ia mencapai sebuah
tempat dekat Tarain dan mendirikan tenda di sana. Pritthiraj mendapatkan dukungan
penuh dari para pangeran Rajput yang sepakat untuk bergabung menghadapi serangan
Muslim. Sebanyak 150 pangeran Rajput memberikan bantuan sehingga pasukan Pritthiraj
mencapai 500.000 pasukan kuda dan 3.000 pasukan gajah. Ghuri menerapkan taktik
penyerangan baru. Ia membagi tentaranya ke dalam empat divisi dan memerintahkan satu
divisi untuk bertempur dengan orang-orang Rajput pada satu waktu sementara yang lain
beristirahat. Taktik baru ini membawa Muslim pada kemenangan.
Ghuri terbunuh pada tahun 1206, di Dhamyak, dekat Jhelum oleh Hindu
Khokhar. Karena ia tidak memiliki keturunan laki-laki dan tidak ada yang datang dari
Ghur untuk menguasai tahta Delhi, para pembesar mengangkat panglimanya,
Quthubuddin Aybek, sebagai penguasa. Dinasti yang didirikannya disebut dengan Awal
Kekuasaan Turki India.
2.6.2 Kondisi Ekonomi
India telah menjadi pusat perdagangan utama dengan dunia arab,hal tersebut
sudah ada sebelum islam menyebar luas diwilayah anak benua india.Dua jalur
perdagangan international,wilayah utara penghubung Cina sampai Asia Barat dengan
jalur sutra dan wilayah menghubungkan dunia Arab melalui pesisir Teluk Persia sampai
ke Aden,kemudian yang kedua ke Asia Tengah samapi Timur jauh hingga negara negara
sekitar laut Tengah dengan jalur rempah rempah.Pelabuhan Debal (Selatan Sind)
merupakan pusat perdagangan International,terletak di wilayah barat daya memyebabkan
banyaknya jalur pelayaransebagai jalur perdagangan laut.
Tetapi Pada abad ke-8, India telah kehilangan semua kontak terhadap dunia luar
dan masyarakat Hindu berada dalam kekakuan strukturnya yang sulit.Salah satu faktor
penyebab isolasi umat Hindu itu adalah rasa superioritas mereka atas orang lain. Salah
satu pencapaian besar pemerintahan Turki di India Utara adalah akhir dari isolasi dan
konsolidasi posisi internasional India ini ke dunia luar.
17
Sejak invasi Muslim ke Asia Selatan, Sind menjadi lebih terbuka terhadap
pengaruh Islam.Mereka beranggapan bahwa tidak ada negara dibumi ini kecuali milik
mereka,tidak ada ras lain selain milik mereka,dan tidak ada makhluk ciptaan selain
mereka memiliki ilmu pengetahuan. hal ini Memberikan pengaruh yang agak tidak sehat
di hampir semua bidang hubungan eksternal spiritual, budaya, politik dan bahkan
ekonomi. Sikap kelas penguasa Hindu ada kecurigaan dan bahkan permusuhan terhadap
kekuatan asing.
Salah satu pencapaian besar pemerintahan Turki di India Utara adalah akhir dari
isolasi dan konsolidasi posisi internasional India ini ke dunia luar. Sejak invasi Muslim
ke Asia Selatan, Sind menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh Islam. Diakui atau tidak,
dampak besar dari invasi Islam dapat menawarkan corak baru bagi kehidupan ekonomi
masyarakat India.Perekonomian baru yang dikenalkan oleh para pedagang dan penakluk
Muslim telah berkembang diwarnai budaya pertanian, urbanisasi, dan terorganisir secara
tepat.
Setelah Turki menaklukkan India, kota-kota baru didirikan Dari Lahore ke
Lakhna menjadi pusat komersial yang sibuk dan dorongan hanya diberikan kepada
perusahaan komersial. Semua hambatan politik dan ekonomi yang memisahkan satu
negara dari negara lain dan membatasi dunia pedagang tidak ada apa-apa sekarang
Hubungan komersial dengan dunia luar berkembang di dalam skala yang belum pernah
terjadi sebelumnya dan pedagang asing mulai mengunjungi kota-kota di India dalam
jumlah besar.
2.7 Dinasti Mamluk
2.7.1 Sejarah berdirinya Mamluk
Kata Mamluk berarti budak atau hamba yang dibeli dan dididik dengan sengaja
agar menjadi tentara dan pegawai pemerintahan. Dinasti Mamluk didirikan oleh para
budak, mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti
Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentara.
Dinasti Mamluk dibagi menjadi dua golongan berdasarkan daerah asalnya.Mesir
(648 H-922H/1250 M-1517M), di India (604 H-689 H/1206 M-1290M). Dinasti Mamluk
di Mesir muncul sebelum runtuhnya Daulah Abbasiyah. Mereka mampu membangun
peradaban yang sampai saat ini sebagian masih bisa dilihat, meskipun dinasti ini
18
diperintah oleh para budak. Keberhasilan mereka dalam membangun peradaban adalah
karena ekonomi mereka -khususnya perdagangan yang berkembang pesat.
Setelah berkuasa cukup lama, dinasti tersebut mengalami konflik internal
sehingga mereka terpecah menjadi dua, Mamluk Bahri yang memerintah pada tahun
(648-792 H/1250-1389 M), yang berasal dari kawasan Kipchak (Rusia Selatan), Mongol,
dan Kurd dan Mamluk Burji memerintah pada tahun (792-923 H/1389-1517 M), yakni
Mamluk yang berasal dari etnik Syracuse di wilayah Kaukasus
Dinasti Mamluk adalah dinasti Islam yang pernah ada di Mesir. Mesir kemudian
menjadi salah satu wilayah muslim yang selamat dari serbuan Mongol, baik yang
dipimpin oleh Hulagu Khan maupun Timur Lenk. Asal-usul bangsa Mongol, dalam
catatan sejarah dimulai pada akhir abad XII dan awal abad XIII M, sebagaimana
diungkapkan dalam buku Secret History of the Mongol, pada mulanya bangsa Mongol
adalah suatu masyarakat hutan, yang mendiami hutan Siberia dan Mongolia luar diantara
Gurun Pasir Gobi, 7 dan Danau Baika.Selama dua dekade, lebih tepatnya dari abad ke-7
H atau abad ke-13 M, mereka berhasil membangun kerajaan terbesar di dunia pernah
tercatat dalam sejarah kehidupan manusia dalam waktu yang sangat pendek.
Akhir Dinasti Ayyubiyah di Mesir sampai dinasti Mameluke mulai memerintah di
sana pada awal kejayaan pemerintahannya Izzuddin Aybak yang yang bergelar al-Malik
al-Mu'iz.Mereka adalah yang membebaskan Mesir dan Suriah dari tentara salib, termasuk
Invasi Mongol ke Hulagu Khan dan Timur Lenk, sampai Mesir lolos dari kehancuran,
seperti yang terjadi tempat lain di dunia Islam.
19
Kairo dan Damaskus.. di dalam di sektor pertanian, pemerintah mengambil kebijakan
pasar bebas bagi petani, artinya petani diberi kebebasan untuk memasarkan hasil
produksinya sendiri Ketahanan armada Mamalik juga sangat bermanfaat bagi
perkembangan ekonomi.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari sini kita dapat memahami bahwasanya dinasti islam yang mengalami banyak
kemajuan adalah Dinasti al-Murabithun dan hal itu terjadi selama kekuasaan berada
ditangan Yusuf Ibn Tasyfin. segala macam pajak yang sangat memberatkan rakyat
dihapuskan. Penghasilan yang dikumpulkan untuk negara sebesar 120.000 pound emas.
Kehidupan masyarakat subur makmur dan rakyat merasa tentran dan damai. Pada masa itu
dinasti yang pertama kali membuat dinar dengan memakai huruf Arab dengan tulisan amir
al-mu’minin di bagian depan dengan mencontoh uang Abbasiyah dan bertuliskan kalimat
iman di bagian belakang.
Pada masa dinasti muwahiddun perhatian utama para khalifah di Andalusia
adalah memenangi Perang Suci melawan Kristen, namun keinginan itu tidak berhasil
dicapai. Kekalahan telak di Las Navas de Tolosa pada 1212 M membuat mereka di usir dari
semenanjung itu. . Bersamaan dengan itu, berakhirlah kekuasaan Muwahhidun di Andalusia.
Lambat laun Andalusia muslim terpecah menjadi sejumlah wilayah yang dikuasai raja-raja
Kristen dan beberapa raja kecil Muslim. Diantara semua itu, Nasiriyah dari Granada
merupakan negeri yang paling menonjol, dan menjadi representasi akhir dari otoritas muslim
di semenanjung itu. Selain itu kesuksesan di bidang politik juga diikuti kesuksesan dalam
bidang ekonomi. Dinasti muwahhidun berhasil menjalin hubungan perdagangan dengan
beberapa daerah di Italia, seperti perjanjian dengan Pisa pada tahun 1154 M, Marseie,
Voince, dan Sycilia pada tahun 1157 M yang berisi ketentuan tentang perdagangan, izin,
mendirikan gedung, kantor, loji, dan bentuk-bentuk pungutan pajak.
Dapat kita simpulkan pada masa dinasti-dinasti diatas memiliki strategi ekonomi
yang berbeda-beda, dengan cara mereka sendiri mereka dapat meraih kemajuan juga
kesuksesan dan ada juga kemunduran yang menciptakan sejarah seperti yang kita ketahui,
hal ini berdampak juga pada kemajuan ekonomi islam pada masa ini.
B. SARAN
21
Menurut pendapat saya, pada era islam sekarang ini perlu banyak belajar strategi
kemajuan ekonomi pada dinasti terdahulu dan belajar agar tidak mencapai kemunduran
seperti saat itu juga, kurangnya informasi yang saya dapatkan menyebabkan banyaknya
kekurangan pada makalah ini, perlu adanya penelitian lebih lanjut akan usaha peningkatan
kepada pemuda sebagai salah satu bentuk memaksimalkan potensi generasi dalam
mengetahui sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
22
Zaenal Abidin, Modul Pembelajaran Sejarah Peradaban Islam (Dunia Islam Periode
Pertengahan), Fakultas Ushuluddin Dakwah dan Adab :2013
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Sejarah Daulah Umawiyah dan Abbasiyah, (Jakarta : Ummul
Qura, 2016)
Ahmad Thomson & M. ‘Ata Ur Rahim, Islam In Andalus. Terj. Abdullah Mu’iz, Islam
Andalusia: Sejarah Kebangkitan dan Keruntuhan, ( Cet. I; Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2004 )
Ajid Thohir , Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-Akar Sejarah,
Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, ( Ed. 1-2; Jakarta: Rajawali Pers, 2009)
Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam; Dari masa Klasik Hingga Modern ( Cet. I;
Yogyakarta: Lesfi, 2003 )
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1999)
Abdul Azim Islahi. (2013). “Economic and Financial Crises in Fifteenth-Century Egypt:
Lessons from the History”. Islamic Economic Studies
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar. (2016). “Urgensi dan Kontribusi Observatorium di Era
Modern”. Jurnal Tarjih
Tsuraya Kiswati, (2015). Al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi Rasional dalam Islam. Surabaya:
Erlangga
23