Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH PERADABAN ISLAM

KEJAYAAN PERADABAN ISLAM DI DALAM BIDANG KEAGAMAAN


DAN POLITIK
Di Susun untuk memenuhi tugas Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Dr. Muaz Tanjung, MA

Disusun Oleh :
Kelompok 2

MUHAMMAD ZAKWAN BARUS ( 0102231016 )

SURYA EFENDI SEBAYANG ( 0102231033 )

ZAHRAN MOHANA S. MILALA ( 0102231031 )

BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

TA 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
wawasan mengenai mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, dengan judul “ KEJAYAAN
PERADABAN ISLAM DI DALAM BIDANG KEAGAMAAN DAN POLITIK”

Dengan tulisan ini kami diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami makna
dari Kejayaan Peradaban Islam Di Dalam Bidang Keagamaan Dan Politik. Kami sadar
materi kuliah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi
lebih baik lagi.

Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi pribadi yang beridentitas
nasional, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia.

Medan, 12 Maret 2024

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 5
BAB II ............................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
A. Pengertian Peradaban Islam ................................................................................................. 6
B. Kejayaan Peradaban Islam Dalam Bidang Keagamaan ....................................................... 9
C. Kejayaan Peradaban Islam Dalam Bidang Politik ............................................................. 14
BAB III......................................................................................................................................... 17
PENUTUP.................................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 17
B. Saran .................................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seorang sejarahwan Barat, Jacques C. Reister, menyatakan bahwa selama lima


ratus tahun islam menguasai dunia dengan kekuatan, ilmu pengetahuan, dan peradaban
yang sangat tinggi. Seorang sejarahwan dari Scotlandia Montgomery Watt juga
memberikan pernyataan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi
mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban islam yang menjadi dinamonya, barat
bukanlah apa-apa.

Barack Obama, mantan presiden Amerika memberikan pernyataan bahwa


peradaban yang berkembang saat ini berutang besar pada islam. Beberapa pernyataan
tersebut menggambarkan bahwa siapapun sesungguhnya tak akan bisa mengelak untuk
mengakui keagungan peradaban islam pada masa lalu. Sumbangsih peradaban islam bagi
dunia, termasuk dunia barat denyutnya masih terasa hingga hari ini. Meski banyak
ditutup-tutupi, pengaruh peradaban islam terhadap kemajuan barat saat ini tetaplah nyata.

Dengan mengenang kembali masa-masa kejayaan dulu, diharapkan umat islam


akan mampu melihat kembali kebesaran peradaban islam masa lalu sekaligus
mengembalikan potensi untuk hadir pada masa kini dan masa yang akan datang untuk
yang kedua kalinya. Selain meretrospeksi keagungan peradaban islam masa lalu,
diharapkan ada upaya untuk memproyeksi sekaligus merekonstruksi kembali masa depan
peradaban islam. Peradaban barat yang berkembang saat ini, sesungguhnya sudah mulai
tampak kerapuhan dan tanda-tanda kemundurannya.
B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Peradaban Islam ?


2. Bagaimana Kejayaan Peradaban Islam dalam bidang Keagamaan ?
3. Bagaimana Kejayaan Peradaban Islam dalam bidang Politik ?

C. Tujuan Penulisan

1. Dapat memahami apa yang dimaksud dengan Peradaban Islam


2. Untuk mengetahui bagaimana kejayaan peradaban islam dalam bidang keagamaan
3. Kemudian untuk mengetahui bagaimana kejayaan peradaban islam dalam bidang
politik

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradaban Islam


Kata peradaban adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadharah. Juga
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan. Padahal istilah
peradaban dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus
dan indah. Peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang
mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu
pengetahuan yang maju dan kompleks.

Jadi kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya, sebab


peradaban dipakai untuk menyebut kebudayaan yang maju dalam bentuk ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. Dalam pengertian kebudayaan direfleksikan kepada
masyarakat yang terkebelakang, bodoh, sedangkan peradaban terefleksikan kepada
masyarakat yang sudah maju.

Menurut Nourouzzaman Shiddiqy Sejarah peradaaban Islam dibagi menjadi tiga


periode, yaitu : Pertama, periode klasik (+650–1258 M), Kedua, periode pertengahan
(jatuhnya Baghdad sampai ke penghujung abad ke-17 M) dan periode modern (mulai
abad ke-18 sampai sekarang). Sama dengan Nourouzzamam adalah Harun Nasution
Sejarah peradaban Islam dibagi menjadi tiga periode: pertama, periode klasik (650–
1250 an), kedua, periode pertengahan (1250 – 1800 an) dan periode modern (1800
sampai sekarang).

➢ Periode Klasik
Periode Klasik merupakan masa kemajuan, keemasan dan kejayaan Islam
dan dibagi ke dalam dua fase. Pertama, adalah fase ekspansi, integrasi dan
pusat kemajuan (650 – 1000 M). Di masa inilah daerah Islam meluas melalui
Afrika utara sampai ke Spanyol di belahan Barat dan melalui Persia sampai ke
India di belahan Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan Islam. Di

6
masa ini pulalah berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan, baik dalam
bidang agama maupun umum dan kebudayaan serta peradaban Islam. Di masa
inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar, seperti Imam Malik, Imam Abu
Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal dalam bidang Fiqh. Imam al-
Asya’ri, Imam al-Maturidi, Wasil ibn ‘Ata’ , Abu Huzail, Al-Nazzam dan Al-
Jubba’i dalam bidang Teologi. Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami dan
al-Hallaj dalam bidang Tasawuf. AlKindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn
Miskawaih dalam bidang Falsafat. Ibn Hayyam, alKhawarizmi, al-Mas’udi
dan al Razi dalam bidang Ilmu Pengetahuan, dan lain-lainnya.

Kedua, fase disintegrasi (1000 – 1250 M). Di masa ini keutuhan umat
Islam dalam bidang politik mulai pecah. Kekuasaan khalifah menurun dan
akhirnya Baghdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu Khan di
tahun 1258 M. Khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat Islam hilang.
➢ Periode Pertengahan
Periode pertengahan juga dibagi ke dalam dua fase. Pertama, fase
kemunduran (1250 – 1500 M). Di masa ini desentralisasi dan disintegrasi
bertambah meningkat. Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah dan juga antara
Arab dan Persia bertambah nyata kelihatan. Dunia Islam terbagi dua. Bagian
Arab yang terdiri dari Arabia, Irak, Suria, Palestina, Mesir dan Afrika utara
berpusat di Mesir. Bagian Persia yang terdiri dari Balkan, Asia kecil, Persia
dan Asia tengah berpusat di Iran. Kebudayaan Persia mendesak kebudayaan
Arab. Pada fase ini, di kalangan umat Islam semakin meluas pendapat bahwa
pintu ijtihat tertutup. Demikian juga tarekat dengan pengaruh negatifnya.
Perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali. Umat Islam di Spanyol
dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah itu.

Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500 – 1700 M) dan masa kemunduran
(1700 – 1800 M). Tiga kerajaan besar tersebut adalah kerajaan Usmani di
Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Kejayaan
Islam pada tiga kerajaan besar ini terlihat dalam bentuk arsitek sampai

7
sekarang dapat dilihat di Istambul, Iran dan Delhi. Perhatian pada ilmu
pengetahuan kurang sekali. Masa kemunduran, Kerajaan Safawi dihancurkan
oleh serangan-serangan bangsa Afghan. Kerajaan Mughal diperkecil oleh
pukulan-pukulan raja-raja India. Kerajaan Usmani terpukul di Eropa. Umat
Islam semakin mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropa bertambah kaya dan
maju. Penjajahan Barat dengan kekuatan yang dimilikinya meningkat ke dunia
Islam. Akhirnya Napoleon menduduki Mesir di tahun 1748 M. Saat itu Mesir
adalah salah satu pusat peradaban Islam yang terpenting
➢ Periode Modern
Periode modern (1800 – sekarang) merupakan zaman kebangkitan umat
Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsafkan dunia Islam akan
kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah timbul
peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi umat Islam.
Raja-raja dan para pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan
mutu dan kekuatan umat Islam kembali.

Dengan demikian, keadaan menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat.


Kalau di periode klasik, orang Barat yang kagum melihat kebudayaan dan
peradaban umat Islam, tetapi di periode modern umat Islam yang heran
melihat kebudayaan dan kemajuan Barat. Karena umat Islam heran melihat
alat-alat ilmiah seperti teleskop, mikroskop, alat-alat untuk percobaan
kimiawi, dan dua set alat percetakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani
yang dibawa serta oleh Napoleon.13 Jadi, di periode modern ini, timbullah
pemikiran-pemikiran, ide-ide mengapa umat Islam lemah, mundur, dan
bagaimana mengatasinya, dan perlu adanya pembaharuan dalam Islam.

Dari uraian di atas dapat dilihat perjalanan sejarah naik turunnya


peradaban Islam mulai dibentuk pada masa Nabi, mengalami pertumbuhan di
masa Daulah Umaiyah Suria, dan masa puncak di masa Dinasti Abbasiyah
Baghdad dan Dinasti Umayah Spanyol, serta memasuki masa kemundurannya
pada periode pertengahan, hal itu menimbulkan kesadaran.

8
B. Kejayaan Peradaban Islam Dalam Bidang Keagamaan

Berbicara mengenai Islam dan Politik tentu merupakan sebuah topik yang
menarik dalam khazanah pemikiran Islam, apalagi dalam lingkup nasional maupun
internasional. Hal tersebut dikarenakan Islam merupakan sebuah agama yang bukan
sekedar agama, akan tetapi Islam sebagai agama dapat mengatur berbagai aspek tidak
hanya mengatur dalam konteks spiritual, namun Islam sebagai agama dapat mengatur
berbagai aspek kehidupan baik dari segi Politik, Sosial, Ekonomi dan Budaya,
kesemuanya itu diatur dalam agama Islam.

Islam yang mengandung prinsip Rahmatal Llil ‘Alamin dalam ideologinya,


menggambarkan bahwa Islam itu sendiri cinta terhadap perdamaian, dan perdamaian
itu sendiri tidak hanya monoton terhadap kaum Muslim saja melainkan untuk semua
makhluk yang berada dimuka bumi ini baik dikalangan kaum Muslim maupun diluar
kalangan kaum Muslim. Oleh karenanya, Islam sebagai agama tidak bisa dipisahkan
dari aspek apapun apalagi kalau kita bicara mengenai politik. Politik dalam Islam
merupakan sebuah wadah, dimana wadah tersebut merupakan sebuah entitas yang
bisa menerapkan sebagian ajaran dari Islam itu sendiri, sehingga politik dan Islam
tidak dapat terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. tegasnya, agama adalah
pondasi (asas) dan kekuasaan (Politik) adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak
berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya
akan hilang dan lenyap.

Berdasarkan pada pandangan tersebut, timbul sebuah pertanyaan : Apakah Islam


sebagai agama mengatur segala aspek kehidupan? Dengan kata lain, Apakah benar
Islam sebagai agama tidak bisa dipisahkan dengan dimensi politik? Jawabannya,
tentu ‘YA’ karena secara faktual Islam tidak sekedar menjadi sebuah ajaran agama
akan tetapi Islam sendiri merupakan sebuah sistem politik (apolitical system), dimana
seluruh gugusan pemikiran Islam dibangun diatas fundamen bahwa kedua sisi itu
saling bergandengan dengan selaras dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini
dibuktikan, bahwasanya Islam sendiri menjadi gerakan politik sejak zaman nabi

9
Muhammad. Dimana pada saat itu, Muhammad membangun sebuah komunitas Islam
di Madinah pada tahun 622 M. Setelah Rasulullah wafat, kendali pemerintahan
dipegang oleh Khulafaurrasyidin. Masa ini ber lanjut sampai munculnya dinasti Bani
Umayah dan dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah sampai kehancurannya akibat serangan
tentara Mongol sekitar tahun 1250 M. Inilah yang membuktikan bahwa Islam itu
tidak dapat dipisahkan dengan dimensi politik.

Terlepas dari wafatnya Rasulullah. Sejarah membuktikan bahwasanya Islam tidak


terlepas dari yang namanya carut marut perpolitikan, dan kesemua hal tersebut tidak
terlepas dari adanya perbedaan pendapat mengenai teologi Islam, dan hal tersebut
tanpa didukung oleh takwilan atas nash-nashnya (al-Qur’an), sehingga berdampak
pada penafsiran al-Qur’an dan Hadits menurut selera masing-masing golongan,
bahkan sebagian melakukan pemalsuan terhadap Hadits untuk mendukung
keberadaan dan kebenaran kelompok tertentu. Sehingga lahirlah firqoh-firqoh
(golongan) yang berbeda-beda, namun semuanya masih berada dalam naungan
bingkai Islam.

Perbedaan jelas yang terjadi terhadap kaum muslimin setelah wafatnya


Rasulullah`, adalah perbedaan pendapat mengenai imamah (kepemimpinan negara),
hal ini dikarenakan dalam catatan sejarah Rasulullaha tidak menjelaskan dan
menentukan dengan pasti siapa yang akan menggantikan estafet dari
kepemimpinannya. Sehingga dalam hal ini, terjadilah sebuah pertemuan yang
dilakukan kaum Anshar di Syaqifah Bani Sa’idah dalam rangka merembukkan siapa
pengganti kepemimpinan Muhammad` (lahirlah teori politik Islam pertama).

Mungkin dalam hal ini, bisa dilihat bahwasanya ketiadaannya wasiat atau perintah
dari Rasulullah Muhammad mengenai pengganti tampuh pemerintahan setelahnya,
adalah dikarenakan bahwa Rasulullah tidak mau melihat umat Islam sendiri terikat
dengan aturan-aturan yang baku dan kaku, yang kemudian aturan-aturan tersebut
tidak cocok dengan perkembangan yang terus terjadi, serta tidak sesuai dengan
kondisi seperti pada saat ini. Ini juga bisa kita lihat bahwa di dalam Islam itu sendiri

10
tidak ada aturan yang baku terhadap sistem pemerintahan, ini dikarenakan syari’at
Islam berkehendak bahwasanya undang-undang dalam Islam harus terus bersifat
lentur, sehingga kelenturannya tersebut dapat memberikan kesempatan kepada akal
manusia untuk berpikir, serta ummat Islam sendiri dapat membuat sistem politik yang
di kehendakinya sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka yang berubah-ubah sesuai
perkembangan zaman. Namun dalam hal ini, harus tetap dalam koridor yang sudah
ditentukan oleh syari’at Islam.

Terlepas dari itu semua, bukan berarti syari’at Islam tidak begitu memperhatikan
pemeluknya dalam melakukan sesuatu perbuatan. Akan tetapi, lebih kepada
memberikan kebebasan terhadap pemeluknya (Islam) supaya menggunakan akal
pikirannya untuk berpikir dan melakukan sesuatu hal yang mana perbuatan tersebut
bisa bermanfaat untuk dirinya dan untuk semua umat pada skala besar. Namun, Islam
juga tetap memberikan batasan-batasan terhadap pemeluknya, apabila suatu
perbuatan mencangkup aqidah maka perbuatan tersebut harus mengacu pada aturan
syari’at nya, akan tetapi apabila perbuatan tersebut luar dari cangkupan aqidah yaitu
mengenai furu’iyah maka tidak mengapa terjadi perbedaan di setiap individu asalkan
masih dalam naungan bingkai Islam. Seperti banyak kita lihat para ulama banyak
yang berbeda pendapat, namun kita sebagai masyarakat harus menerima dengan
lapang dada seperti para Ulama lakukan. Mungkin inilah yang dinamakan agama
Islam itu mudah tapi jagan terlalu dimudah-mudahkan.

Di antara kemajuan yang juga tidak kalah penting untuk dibicarakan sebagai
produk peradaban modern dunia Islam adalah di bidang politik dan pemerintahan.
Penerapan sistem politik dan pemerintahan dalam Islam sesungguhnya telah dimulai
pada masa Rasulullah. Dalam memimpin umat, Rasulullah selalu mengedepankan
kepentingan kaum muslimin. Saat melayani umat, justru orang-orang lemah dan anak
yatim menjadi prioritas utama dalam pelayanannya. Rasulullah selalu santun dan
mengayomi orang-orang yang memerlukan perhatiannya, termasuk kepada orang-
orang non Islam dan beliau pun berbicara sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir
orang yang ia hadapi, dan untuk merekat hubungan kekeraban (ukhuwah Islamiyah)

11
antara seluruh orang-orang yang beriman pada masanya adalah dengan istilah
sahabat. Istilah sahabat yang digunakan oleh Rasul menunjukkan kearifan dan
kedekatan beliau dengan seluruh umat Islam tanpa adanya perbedaan dalam berbagai
sisi kehidupan.

Dalam hal penerimaan zakat dan harta rampasan perang, Rasulullah dan
keluarganya tidak diperkenankan oleh Rasul sebagai mustahik, dan seluruh harta
rampasan perang seluruhnya merupakan aset dari baitul mal yang akan digunakan
untuk kepentingan kaum muslimin. Hal ini mengindikasikan bahwa Rasulullah selalu
mengutamakan kepentingan kaum muslimin dan mengesampingkan kepentingan
pribadi dan keluarganya. Dalam penerapan hukum, Rasulullah adalah pemimpin yang
adil, di mana diriwayatkan dalam hadits, “andaikan yang mencuri itu adalah Fatimah
binti Muhammad, maka potonglah tangannya”. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa
keadilan itu harus ditegakkan, dan proses peradilan itu harus dilakukan sepenuhnya
tanpa memperhatikan hal-hal yang bersifat pribadi dan kepentingan tertentu.

Tentang persamaan hak, Islam mengajarkan bahwa tidak ada perbedaan antar
siapapun juga di antara umat Islam dan umat manusia pada umumnya dalam
pandangan Tuhan, dan Tuhan mengajarkan perbedaan yang terjadi pada manusia itu
di mata Tuhan adalah karena ketaqwaan orang itu, dan ternyata itulah yang
dipraktekkan dalam kepemimpinan Rasulullah. Oleh karena itu, dalam Islam tidak
mengenal istilah perbudakan, karena setiap orang memiliki hak hidup dan
kemerdekaan dalam kehidupannya. Dalam praktek kepemimpinan Rasulullah, beliau
selalu mengedepankan musyawarah (syura) dengan para sahabatnya, hal itu seperti
dicontohkan Rasul pada saat ingin mengambil keputusan tentang strategi yang harus
dilakukan untuk menghadapi perang Uhud. Rasul bermusyawarah dengan para
sahabatnya, di mana umat Islam memperoleh kekalahan dalam perang itu, kekahalan
umat Islam bukan karena musyawarah, tetapi karena mereka tidak lagi patuh dengan
keputusan yang diambil bersama, dan melakukan tindakan sendiri di luar kesepakatan
yang ditentukan.

12
Selanjutnya praktek musyawarah ini, pasca meninggal Rasulullah juga terus
dilakukan oleh para sahabatnya. Para sahabat bermusyawarah pertama di saat mereka
ingin menentukan orang yang akan menjadi pemimpin kaum muslimin menggantikan
Rasulullah. Dari hasil musyawarah saat itu, seluruh sahabat dan umat Islam sepakat
menetapkan Abu Bakar sebagai pengganti Rasul atau disebut dengan istilah Khalifah
Rasulullah. Hal ini menurut sebagian sejarawan, praktek musyawarah yang dilakukan
oleh sahabat ini, merupakan penerapan sistem demokrasi dalam Islam pasca
meninggalnya Rasulullah.

Dalam penerapan sistem politik pemerintahan, dalam berbagai riwayat, bahwa


Rasulullah adalah pemimpin yang selalu mengedepankan perdamaian dan
menghindari konflik fisik atau perang. Perjanjian Hudaibiyah adalah salah satu
bentuk perjanjian yang dibuat oleh Rasulullah dengan para petinggi Quraish di
Mekah agar antara penduduk Madinah khususnya orang Islam dapat hidup damai,
saling menghormati, dan tidak saling mengganggu. Selain itu, dalam Islam dikenal
dengan Piagam Madinah yang mengatur tata hubungan antara orang Islam (beriman)
dengan orang orang-orang non Islam di Madinah dan yang berada dalam wilayah
kekuasaan Islam.

Pada masa perkembangan selanjutnya, sistem pemerintahan dan administrasi


pemerintahan jauh lebih berkembang. Hal itu tentu tidak terlepas dari faktor semakin
meluasnya wilayah kekuasaan Islam, besarnya jumlah umat Islam dan banyak urusan
umat Islam yang harus ditangani, dan juga karena pengaruh lancarnya hubungan umat
Islam dengan kerajaan-kerajaan yang menjadi tetangga dinastinya. Kemajuan-
kemajuan di bidang penataan administrasi pemerintahan, telahdiperaktekkan sistem
distribusi kekuasaan khalifah kepada para gubernur dan amiramir dalam distrik
tertentu, pengaturan sistem keuangan negara (pajak dan gaji aparatur negara), sistem
peradilan, sistem pertahanan (tentara/militer) dan keamanan (polisi) negara. Dalam
struktur pemerintahan (pusat dan daerah) juga telah menerapkan sistem pimpinan
departemen atau lembaga (menteri) yang dibantu oleh staf masing-masing.

13
C. Kejayaan Peradaban Islam Dalam Bidang Politik

Politik pada masa dinasti Bani Umayyah yaitu Perseteruan Muawiyah dengan Ali
sudah bermula sejak Usman bin Affan terbunuh. Kala itu, Muawiyah berkedudukan
sebagai gubernur di Syam (Damaskus), sementara Ali sebagai Khalifah. Motivasi
Muawiyah ialah untuk menuntut atas kematian Khalifah Usman yang mati terbunuh.
Akhirnya, perseteruan ini mengalami titik klimaks pada peristiwa perang Siffin dan di
sinilah tonggak awal yang menjadi cikal bakal pembentukan kekhalifahan Dinasti
Umayyah kelak.

Menurut Ajid Thohir bahwa Dinasti Umayyah mulai terbentuk ketika terjadi
peristiwa tahkim (arbittrase) dalam perang Siffin, yakni suatu perang yang bermaksud
untuk menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman bin Affan. Sebenarnya,
peperangan tersebut akan dimenangkan oleh pendukung Ali bin Abi Thalib tetapi
melihat gelagat kekalahan, Amru bin Ash yang merupakan tangan kanan Muawiyah
segera mengajukan usul kepada pendukung Ali untuk kembali kepada hukum Allah
dengan mengangkat al-Qur’an menggunakan ujung tombak. Dalam peristiwa ini Ali
telah tertipu oleh taktik dan siasat Muawiyah.

Dalam keterangan lain dikatakan bahwa Ali sebenarnya mengetahui siasat


Muawiyah tersebut. Namun karena ada desakan oleh para Qurra dan ahli ibadah yang
takut kalau tidak menerima al-Qur’an sebagai hukum. Meski telah dinasehati oleh Ali
bahwa itu adalah tipu daya Muawiyah, tetapi mereka tidak puas denga jawaban Ali,
sehingga mereka terus mendesak sehingga Ali menerima dengan sangat terpaksa, lalu
ia mengutus seseorang untuk menemui Muawiyah dan menanyakan maksud tujuan
pengangkatan mushaf. Utusan berkata, “wahai Muawiyah, kenapa engkau
mengangkat Mushaf?. Muawiyah menjawab supaya engkau dan kami kembali
terhadap apa yang diperintahkan Allah dalam kitab-Nya”, hingga Muawiyah
menawarkan agar masing-masing mengirim utusan untuk berunding dan melakukan
kesepakatan damai. Di pihak Ali diutuslah Abu Musa alAsyari, orang tua yang
dikenal sebagai hakim cakap, shaleh dan jujur. Sementara di pihak Muawiyah diutus

14
Amru bin Ash yang dikenal sebagai diplomat yang ahli siasah. Akhirnya, Ali kalah
secara politis saat itu. Oleh karena itu, peluang Muawiyah semakin besar dan
berkesempatan untuk mengangkat dirinya sebagai khalifah sekaligus raja. Sesudah
wafat Khalifah Ali bin Abi Thalib, maka berarti habislah masa kepemimpinan
khulafau al-Rasyidin. Oleh karena itu, masyarakat Arab, Irak, dan Iran saat itu
mengangkat Hasan bin Ali untuk menggantikan kedudukan ayahnya sehinga terjadi
pembaiatan oleh Qois ibn Saad dan diikuti oleh masyarakat Irak. Tetapi permasalahan
timbul karena pihak Muawiyah tidak setuju dengan pembaiatan tersebut, maka
Muawiyah mengirim tentara untuk menyerang kota Irak.

Berkat kebijaksanaan Hasan bin Ali maka peperangan tersebut tidak terjadi, hal ini
dilakukan oleh Hasan agar pertumpahan darah yang lebih besar dalam umat Islam
bisa dihindari, namun Hasan bin Ali mengajukan syarat-syarat kepada Muawiyah di
antaranya adalah:
a. Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap seorang pun dari penduduk
Irak.
b. Agar pajak tanah negeri Ahwaz diberikan kepada Hasan setiap tahun.
c. Muawiyah membayar kepada saudaranya Husein sebanyak 2 juta dirham
d. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan penduduk Irak
e. Pemberian kepada bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pada bani Abdu
Syam
f. Jabatan khalifah sesudah Muawiyah harus diputuskan berdasarkan musyarwah
di antara kaum muslimin.

Oleh karena itu, secara resmi penerimaan Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai
khalifah setelah Hasan bin Ali mengundurkan diri dari jabatan khalifah yang
mendapat dukungan dari kaum Syiah setelah dipegangnya beberapa bulan lamanya.
Peristiwa kesepakatan antara Hasan bin Ali dengan Muawiyah bin Abi Sofyan lebih
dikenal dengan peristiwa “Am al-Jamaah” tahun persatuan dan sekaligus menjadikan
batas pemisah antara masa Khulafau al-Rasyidin (632-661 M) dan masa Dinasti

15
Umayyah (661-750 M). Para khalifah Dinasti Umayyah seluruhnya berjumlah 14
orang yang telah berkuasa mulai tahun 41-133 H (661-750 M), mereka adalah:
1. Muawiyah bin Abu Sofyan (41-60 H / 661-679 M)
2. Yazid I bin Muawiyah (60-64 H / 679-683 M)
3. Muawiyah II bin Yazid (64 H / 683 M)
4. Marwan I bin Hakam (64-65 H / 683-684 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H / 684-705 M)

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam sebagai agama tidak bisa dipisahkan dari aspek apapun apalagi kalau kita
bicara mengenai politik. Politik dalam Islam merupakan sebuah wadah, dimana wadah
tersebut merupakan sebuah entitas yang bisa menerapkan sebagian ajaran dari Islam itu
sendiri, sehingga politik dan Islam tidak dapat terpisahkan antara satu dengan yang
lainnya. tegasnya, agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan (Politik) adalah
penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu
yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang dan lenyap.

B. Saran

Kami menyadari bahwa Makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna,
kami berharap kepada setiap pembaca akan memberikan kritik yang bersifat membangun
dengan bertujuan untuk memperbaiki kekurangan yang ada di dalam makalah yang kami
buat ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Zakaria, M.Pd.I, Din Muhammad., 2018. Sejarah Peradaban Islam. Malang

Maulin Permata, dkk. 2023. Perkembangan Peradaban Islam Masa Modern. Jurnal
Pendidikan dan Konseling, Vol 5. No 2

Putri Wahyuni, dkk. 2023, Peradaban Islam pertumbuhan awal hingga masa kejayaan
(Abad 1/7-13). Journal On Education, Vol 5. No 02. pp 300-3022

https://dppai.uii.ac.id/melihat-wajah-islam-melalui-peradaban-dan-pemikiran-islam-dulu-
dan-kini-islam-dan-politik/

18

Anda mungkin juga menyukai