Disusun Oleh :
Kelompok 2
MEDAN
TA 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
wawasan mengenai mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, dengan judul “ KEJAYAAN
PERADABAN ISLAM DI DALAM BIDANG KEAGAMAAN DAN POLITIK”
Dengan tulisan ini kami diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami makna
dari Kejayaan Peradaban Islam Di Dalam Bidang Keagamaan Dan Politik. Kami sadar
materi kuliah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi
lebih baik lagi.
Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi pribadi yang beridentitas
nasional, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 5
BAB II ............................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
A. Pengertian Peradaban Islam ................................................................................................. 6
B. Kejayaan Peradaban Islam Dalam Bidang Keagamaan ....................................................... 9
C. Kejayaan Peradaban Islam Dalam Bidang Politik ............................................................. 14
BAB III......................................................................................................................................... 17
PENUTUP.................................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 17
B. Saran .................................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan Penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
➢ Periode Klasik
Periode Klasik merupakan masa kemajuan, keemasan dan kejayaan Islam
dan dibagi ke dalam dua fase. Pertama, adalah fase ekspansi, integrasi dan
pusat kemajuan (650 – 1000 M). Di masa inilah daerah Islam meluas melalui
Afrika utara sampai ke Spanyol di belahan Barat dan melalui Persia sampai ke
India di belahan Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan Islam. Di
6
masa ini pulalah berkembang dan memuncak ilmu pengetahuan, baik dalam
bidang agama maupun umum dan kebudayaan serta peradaban Islam. Di masa
inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar, seperti Imam Malik, Imam Abu
Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal dalam bidang Fiqh. Imam al-
Asya’ri, Imam al-Maturidi, Wasil ibn ‘Ata’ , Abu Huzail, Al-Nazzam dan Al-
Jubba’i dalam bidang Teologi. Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami dan
al-Hallaj dalam bidang Tasawuf. AlKindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn
Miskawaih dalam bidang Falsafat. Ibn Hayyam, alKhawarizmi, al-Mas’udi
dan al Razi dalam bidang Ilmu Pengetahuan, dan lain-lainnya.
Kedua, fase disintegrasi (1000 – 1250 M). Di masa ini keutuhan umat
Islam dalam bidang politik mulai pecah. Kekuasaan khalifah menurun dan
akhirnya Baghdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu Khan di
tahun 1258 M. Khalifah sebagai lambang kesatuan politik umat Islam hilang.
➢ Periode Pertengahan
Periode pertengahan juga dibagi ke dalam dua fase. Pertama, fase
kemunduran (1250 – 1500 M). Di masa ini desentralisasi dan disintegrasi
bertambah meningkat. Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah dan juga antara
Arab dan Persia bertambah nyata kelihatan. Dunia Islam terbagi dua. Bagian
Arab yang terdiri dari Arabia, Irak, Suria, Palestina, Mesir dan Afrika utara
berpusat di Mesir. Bagian Persia yang terdiri dari Balkan, Asia kecil, Persia
dan Asia tengah berpusat di Iran. Kebudayaan Persia mendesak kebudayaan
Arab. Pada fase ini, di kalangan umat Islam semakin meluas pendapat bahwa
pintu ijtihat tertutup. Demikian juga tarekat dengan pengaruh negatifnya.
Perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali. Umat Islam di Spanyol
dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah itu.
Kedua, fase tiga kerajaan besar (1500 – 1700 M) dan masa kemunduran
(1700 – 1800 M). Tiga kerajaan besar tersebut adalah kerajaan Usmani di
Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Kejayaan
Islam pada tiga kerajaan besar ini terlihat dalam bentuk arsitek sampai
7
sekarang dapat dilihat di Istambul, Iran dan Delhi. Perhatian pada ilmu
pengetahuan kurang sekali. Masa kemunduran, Kerajaan Safawi dihancurkan
oleh serangan-serangan bangsa Afghan. Kerajaan Mughal diperkecil oleh
pukulan-pukulan raja-raja India. Kerajaan Usmani terpukul di Eropa. Umat
Islam semakin mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropa bertambah kaya dan
maju. Penjajahan Barat dengan kekuatan yang dimilikinya meningkat ke dunia
Islam. Akhirnya Napoleon menduduki Mesir di tahun 1748 M. Saat itu Mesir
adalah salah satu pusat peradaban Islam yang terpenting
➢ Periode Modern
Periode modern (1800 – sekarang) merupakan zaman kebangkitan umat
Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsafkan dunia Islam akan
kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah timbul
peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi umat Islam.
Raja-raja dan para pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan
mutu dan kekuatan umat Islam kembali.
8
B. Kejayaan Peradaban Islam Dalam Bidang Keagamaan
Berbicara mengenai Islam dan Politik tentu merupakan sebuah topik yang
menarik dalam khazanah pemikiran Islam, apalagi dalam lingkup nasional maupun
internasional. Hal tersebut dikarenakan Islam merupakan sebuah agama yang bukan
sekedar agama, akan tetapi Islam sebagai agama dapat mengatur berbagai aspek tidak
hanya mengatur dalam konteks spiritual, namun Islam sebagai agama dapat mengatur
berbagai aspek kehidupan baik dari segi Politik, Sosial, Ekonomi dan Budaya,
kesemuanya itu diatur dalam agama Islam.
9
Muhammad. Dimana pada saat itu, Muhammad membangun sebuah komunitas Islam
di Madinah pada tahun 622 M. Setelah Rasulullah wafat, kendali pemerintahan
dipegang oleh Khulafaurrasyidin. Masa ini ber lanjut sampai munculnya dinasti Bani
Umayah dan dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah sampai kehancurannya akibat serangan
tentara Mongol sekitar tahun 1250 M. Inilah yang membuktikan bahwa Islam itu
tidak dapat dipisahkan dengan dimensi politik.
Mungkin dalam hal ini, bisa dilihat bahwasanya ketiadaannya wasiat atau perintah
dari Rasulullah Muhammad mengenai pengganti tampuh pemerintahan setelahnya,
adalah dikarenakan bahwa Rasulullah tidak mau melihat umat Islam sendiri terikat
dengan aturan-aturan yang baku dan kaku, yang kemudian aturan-aturan tersebut
tidak cocok dengan perkembangan yang terus terjadi, serta tidak sesuai dengan
kondisi seperti pada saat ini. Ini juga bisa kita lihat bahwa di dalam Islam itu sendiri
10
tidak ada aturan yang baku terhadap sistem pemerintahan, ini dikarenakan syari’at
Islam berkehendak bahwasanya undang-undang dalam Islam harus terus bersifat
lentur, sehingga kelenturannya tersebut dapat memberikan kesempatan kepada akal
manusia untuk berpikir, serta ummat Islam sendiri dapat membuat sistem politik yang
di kehendakinya sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka yang berubah-ubah sesuai
perkembangan zaman. Namun dalam hal ini, harus tetap dalam koridor yang sudah
ditentukan oleh syari’at Islam.
Terlepas dari itu semua, bukan berarti syari’at Islam tidak begitu memperhatikan
pemeluknya dalam melakukan sesuatu perbuatan. Akan tetapi, lebih kepada
memberikan kebebasan terhadap pemeluknya (Islam) supaya menggunakan akal
pikirannya untuk berpikir dan melakukan sesuatu hal yang mana perbuatan tersebut
bisa bermanfaat untuk dirinya dan untuk semua umat pada skala besar. Namun, Islam
juga tetap memberikan batasan-batasan terhadap pemeluknya, apabila suatu
perbuatan mencangkup aqidah maka perbuatan tersebut harus mengacu pada aturan
syari’at nya, akan tetapi apabila perbuatan tersebut luar dari cangkupan aqidah yaitu
mengenai furu’iyah maka tidak mengapa terjadi perbedaan di setiap individu asalkan
masih dalam naungan bingkai Islam. Seperti banyak kita lihat para ulama banyak
yang berbeda pendapat, namun kita sebagai masyarakat harus menerima dengan
lapang dada seperti para Ulama lakukan. Mungkin inilah yang dinamakan agama
Islam itu mudah tapi jagan terlalu dimudah-mudahkan.
Di antara kemajuan yang juga tidak kalah penting untuk dibicarakan sebagai
produk peradaban modern dunia Islam adalah di bidang politik dan pemerintahan.
Penerapan sistem politik dan pemerintahan dalam Islam sesungguhnya telah dimulai
pada masa Rasulullah. Dalam memimpin umat, Rasulullah selalu mengedepankan
kepentingan kaum muslimin. Saat melayani umat, justru orang-orang lemah dan anak
yatim menjadi prioritas utama dalam pelayanannya. Rasulullah selalu santun dan
mengayomi orang-orang yang memerlukan perhatiannya, termasuk kepada orang-
orang non Islam dan beliau pun berbicara sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir
orang yang ia hadapi, dan untuk merekat hubungan kekeraban (ukhuwah Islamiyah)
11
antara seluruh orang-orang yang beriman pada masanya adalah dengan istilah
sahabat. Istilah sahabat yang digunakan oleh Rasul menunjukkan kearifan dan
kedekatan beliau dengan seluruh umat Islam tanpa adanya perbedaan dalam berbagai
sisi kehidupan.
Dalam hal penerimaan zakat dan harta rampasan perang, Rasulullah dan
keluarganya tidak diperkenankan oleh Rasul sebagai mustahik, dan seluruh harta
rampasan perang seluruhnya merupakan aset dari baitul mal yang akan digunakan
untuk kepentingan kaum muslimin. Hal ini mengindikasikan bahwa Rasulullah selalu
mengutamakan kepentingan kaum muslimin dan mengesampingkan kepentingan
pribadi dan keluarganya. Dalam penerapan hukum, Rasulullah adalah pemimpin yang
adil, di mana diriwayatkan dalam hadits, “andaikan yang mencuri itu adalah Fatimah
binti Muhammad, maka potonglah tangannya”. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa
keadilan itu harus ditegakkan, dan proses peradilan itu harus dilakukan sepenuhnya
tanpa memperhatikan hal-hal yang bersifat pribadi dan kepentingan tertentu.
Tentang persamaan hak, Islam mengajarkan bahwa tidak ada perbedaan antar
siapapun juga di antara umat Islam dan umat manusia pada umumnya dalam
pandangan Tuhan, dan Tuhan mengajarkan perbedaan yang terjadi pada manusia itu
di mata Tuhan adalah karena ketaqwaan orang itu, dan ternyata itulah yang
dipraktekkan dalam kepemimpinan Rasulullah. Oleh karena itu, dalam Islam tidak
mengenal istilah perbudakan, karena setiap orang memiliki hak hidup dan
kemerdekaan dalam kehidupannya. Dalam praktek kepemimpinan Rasulullah, beliau
selalu mengedepankan musyawarah (syura) dengan para sahabatnya, hal itu seperti
dicontohkan Rasul pada saat ingin mengambil keputusan tentang strategi yang harus
dilakukan untuk menghadapi perang Uhud. Rasul bermusyawarah dengan para
sahabatnya, di mana umat Islam memperoleh kekalahan dalam perang itu, kekahalan
umat Islam bukan karena musyawarah, tetapi karena mereka tidak lagi patuh dengan
keputusan yang diambil bersama, dan melakukan tindakan sendiri di luar kesepakatan
yang ditentukan.
12
Selanjutnya praktek musyawarah ini, pasca meninggal Rasulullah juga terus
dilakukan oleh para sahabatnya. Para sahabat bermusyawarah pertama di saat mereka
ingin menentukan orang yang akan menjadi pemimpin kaum muslimin menggantikan
Rasulullah. Dari hasil musyawarah saat itu, seluruh sahabat dan umat Islam sepakat
menetapkan Abu Bakar sebagai pengganti Rasul atau disebut dengan istilah Khalifah
Rasulullah. Hal ini menurut sebagian sejarawan, praktek musyawarah yang dilakukan
oleh sahabat ini, merupakan penerapan sistem demokrasi dalam Islam pasca
meninggalnya Rasulullah.
13
C. Kejayaan Peradaban Islam Dalam Bidang Politik
Politik pada masa dinasti Bani Umayyah yaitu Perseteruan Muawiyah dengan Ali
sudah bermula sejak Usman bin Affan terbunuh. Kala itu, Muawiyah berkedudukan
sebagai gubernur di Syam (Damaskus), sementara Ali sebagai Khalifah. Motivasi
Muawiyah ialah untuk menuntut atas kematian Khalifah Usman yang mati terbunuh.
Akhirnya, perseteruan ini mengalami titik klimaks pada peristiwa perang Siffin dan di
sinilah tonggak awal yang menjadi cikal bakal pembentukan kekhalifahan Dinasti
Umayyah kelak.
Menurut Ajid Thohir bahwa Dinasti Umayyah mulai terbentuk ketika terjadi
peristiwa tahkim (arbittrase) dalam perang Siffin, yakni suatu perang yang bermaksud
untuk menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman bin Affan. Sebenarnya,
peperangan tersebut akan dimenangkan oleh pendukung Ali bin Abi Thalib tetapi
melihat gelagat kekalahan, Amru bin Ash yang merupakan tangan kanan Muawiyah
segera mengajukan usul kepada pendukung Ali untuk kembali kepada hukum Allah
dengan mengangkat al-Qur’an menggunakan ujung tombak. Dalam peristiwa ini Ali
telah tertipu oleh taktik dan siasat Muawiyah.
14
Amru bin Ash yang dikenal sebagai diplomat yang ahli siasah. Akhirnya, Ali kalah
secara politis saat itu. Oleh karena itu, peluang Muawiyah semakin besar dan
berkesempatan untuk mengangkat dirinya sebagai khalifah sekaligus raja. Sesudah
wafat Khalifah Ali bin Abi Thalib, maka berarti habislah masa kepemimpinan
khulafau al-Rasyidin. Oleh karena itu, masyarakat Arab, Irak, dan Iran saat itu
mengangkat Hasan bin Ali untuk menggantikan kedudukan ayahnya sehinga terjadi
pembaiatan oleh Qois ibn Saad dan diikuti oleh masyarakat Irak. Tetapi permasalahan
timbul karena pihak Muawiyah tidak setuju dengan pembaiatan tersebut, maka
Muawiyah mengirim tentara untuk menyerang kota Irak.
Berkat kebijaksanaan Hasan bin Ali maka peperangan tersebut tidak terjadi, hal ini
dilakukan oleh Hasan agar pertumpahan darah yang lebih besar dalam umat Islam
bisa dihindari, namun Hasan bin Ali mengajukan syarat-syarat kepada Muawiyah di
antaranya adalah:
a. Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap seorang pun dari penduduk
Irak.
b. Agar pajak tanah negeri Ahwaz diberikan kepada Hasan setiap tahun.
c. Muawiyah membayar kepada saudaranya Husein sebanyak 2 juta dirham
d. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan penduduk Irak
e. Pemberian kepada bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pada bani Abdu
Syam
f. Jabatan khalifah sesudah Muawiyah harus diputuskan berdasarkan musyarwah
di antara kaum muslimin.
Oleh karena itu, secara resmi penerimaan Muawiyah bin Abi Sofyan sebagai
khalifah setelah Hasan bin Ali mengundurkan diri dari jabatan khalifah yang
mendapat dukungan dari kaum Syiah setelah dipegangnya beberapa bulan lamanya.
Peristiwa kesepakatan antara Hasan bin Ali dengan Muawiyah bin Abi Sofyan lebih
dikenal dengan peristiwa “Am al-Jamaah” tahun persatuan dan sekaligus menjadikan
batas pemisah antara masa Khulafau al-Rasyidin (632-661 M) dan masa Dinasti
15
Umayyah (661-750 M). Para khalifah Dinasti Umayyah seluruhnya berjumlah 14
orang yang telah berkuasa mulai tahun 41-133 H (661-750 M), mereka adalah:
1. Muawiyah bin Abu Sofyan (41-60 H / 661-679 M)
2. Yazid I bin Muawiyah (60-64 H / 679-683 M)
3. Muawiyah II bin Yazid (64 H / 683 M)
4. Marwan I bin Hakam (64-65 H / 683-684 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H / 684-705 M)
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam sebagai agama tidak bisa dipisahkan dari aspek apapun apalagi kalau kita
bicara mengenai politik. Politik dalam Islam merupakan sebuah wadah, dimana wadah
tersebut merupakan sebuah entitas yang bisa menerapkan sebagian ajaran dari Islam itu
sendiri, sehingga politik dan Islam tidak dapat terpisahkan antara satu dengan yang
lainnya. tegasnya, agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan (Politik) adalah
penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu
yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang dan lenyap.
B. Saran
Kami menyadari bahwa Makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna,
kami berharap kepada setiap pembaca akan memberikan kritik yang bersifat membangun
dengan bertujuan untuk memperbaiki kekurangan yang ada di dalam makalah yang kami
buat ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Zakaria, M.Pd.I, Din Muhammad., 2018. Sejarah Peradaban Islam. Malang
Maulin Permata, dkk. 2023. Perkembangan Peradaban Islam Masa Modern. Jurnal
Pendidikan dan Konseling, Vol 5. No 2
Putri Wahyuni, dkk. 2023, Peradaban Islam pertumbuhan awal hingga masa kejayaan
(Abad 1/7-13). Journal On Education, Vol 5. No 02. pp 300-3022
https://dppai.uii.ac.id/melihat-wajah-islam-melalui-peradaban-dan-pemikiran-islam-dulu-
dan-kini-islam-dan-politik/
18