NIM : 220502110078
Tugas : Me-resume tentang UU PPH dan Perhitungan serta Studi Kasus PBB P2 dan P3
I. Ketentuan Umum
Pada pasal 1, Pajak penghasilan dikenakan kepada subjek pajak berdasarkan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. atau dapat pula dikenai
pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya
dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan “tahun pajak” dalam
Undang-Undang ini adalah tahun kalender, tetapi Wajib Pajak dapat menggunakan tahun
buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang tahun buku tersebut meliputi
jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
II. Subjek Pajak
Pada pasal 2, yang menjadi subjek pajak, yaitu orang pribadi (serta warisan yang
belum terbagi yang mana itu menjadi satu kesatuan menggantikan yang berhak), badan,
serta BUT (Bentuk Usaha Tetap). Subjek pajak sendiri terbagi menjadi dua yaitu subjek
pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri
menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib
Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri
baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima
dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah
memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP).
Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
III. Objek Pajak
Pada pasal 4, Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, termasuk:
a. gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-Undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
e. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
Penghasilan yang dapat dikenai pajak:
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar
uang, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif, dan transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
Yang dikecualikan Objek Pajak yaitu :
a. Bantuan untuk sumbangan termasuk zakat, infak dan sedekah dll
b. hibah
c. warisan
d. harta yang termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
e. penggantia atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dakam bentuk natura dan/atau kenikmatan, seperti makanan, bahan makanan
dll.
Pada pasal 7, adapun penghasilan yang tidak kena pajak per tahun diberikan paling
sedikit:
WP orang probadi yang memiliki peredaran bruto tertentu tidak dikenai PPh atas
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.500.000.000 dalam 1 tahun.
Pada pasal 9, untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :
a. Pembagian laba dengan nama dalam bentuk apapun seoerti dividen, asuransi, dll
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota
c. Pembentuk atau pemupuk dan cabangan
Pada pasal 11, Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta
berwujud ditetapkan sebagai berikut:
1. Bukan
Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
2. Bangunan 20 Tahun 5%
Permanen
Pada pasal 11A, Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud
dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha,
hak pakai, dan muhibah (goodwill)
• Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha
tertentu
• Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai
berikut:
Garis Saldo
Lurus Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua
puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat
menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
• Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang
yang tergolong sangat mewah.
Terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi
100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat
menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pada pasal 23, Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam
bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan:
Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif
pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang sudah ditetapkan
Pada pasal 26, Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua
puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Dll
• Tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
membayarkan bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang
• Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (3c) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan
penghasilan neto.
• Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia.
a. penghasilan berupa keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan yang dikecualikan dari objek pajak karena diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4.
b. penghitungan amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (2) dan ayat
(2a);
c. pembentukan dan/atau pelaksanaan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang
perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A, Dll.
3. Subjek Pajak
Orang Pribadi atau Badan yang dapat mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas Bangunan. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
4. Cara Perhitungan
Mengacu pada PMK No. 67/PMK.03/2021, NJOPTKP merupakan batas untuk
nilai jual objek pajak yang tidak kena pajak. Untuk dapat mengetahui berapa
besaran PBB yang terutang, kita terlebih dahulu harus dikurangkan dengan
NJOPTKP. Sesuai PMK No. 23/PMK.03/2014 untuk NJOPTKP ditetapkan
sebesar Rp12 juta. pada pasal 77 ayat (4) & (5) UU PDRD, ditetapkan paling
rendah untuk besaran NJOPTKP yakni sebesar Rp10 juta untuk setiap wajib
pajak, Selain itu terdapat pula NJOP, NJOPTKP besarannya juga diatur dan
ditetapkan dengan peraturan pada daerah masing-masing. Bisa disimpulkan
bahwa rumus untuk mencari jumlah PBB P2 yang terutang yaitu sebagai
berikut: PBB P2 Terutang = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif x (NJOP –
NJOPTKP).
5. Studi Kasus
Diketahui Yona memiliki objek pajak di kota Tangerang. Objek pajak milik Yona
antara lain:
Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp300.000,00/m2; Bangunan seluas 400
m2 dengan nilai jual Rp350.000,00/m2; Taman seluas 200 m2 dengan nilai jual
Rp50.000,00/m2; Pagar sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 m dengan
nilai jual Rp175.000,00/ m2. Jika tarif PBB-P2 berlaku di kota Tangerang sebesar
0,2% untuk NJOP nilainya Rp 1 miliar. NJOP sebesar 0,3% diatas Rp 1 miliar.
Berapa PBB-P2 yang harus dibayar Yona setiap tahun?
Jawab:
NJOP Bumi = 8 x Rp 300.000
NJOP Bumi = Rp 240.000.00 NJOP Bangunan
a. Rumah dan garasi = 400 x Rp 350.000
Rumah dan garasi = Rp 140.000.000
b. Taman = 200 x Rp 50.000
Taman = Rp 10.000.00
c. Pagar = 120 x 1,5 x Rp 175.000
Pagar = Rp 31.500.000
Total nilai NJOP Bangunan = Rp 140.000 + Rp 10.000.000 + 31.500.000
Total nilai NJOP Bangunan = Rp 181.500.000
Nilai jual objek pajak tidak kena pajak = Rp 181.500.000 - Rp 10.000.00
Nilai jual objek pajak tidak kena pajak = Rp 171.500.000
Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota T 0,2%
PBB terutang = 0,2% x Rp 411.500.00 PBB terutang = Rp 823.000
PBB P3 (Perhutanan, Perkebunan, Pertambangan)
1. Objek Pajak
hal ini diatur melalui Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019
(PMK-186/2019). Objek PBB P3 dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu:
a) Objek pajak PBB Sektor Perkebunan meliputi bumi dan/atau bangunan yang
berada di kawasan perkebunan. Objek pajak PBB Sektor Perhutanan meliputi
bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perhutanan.
b) Objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi meliputi bumi
dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan minyak dan/ atau
gas bumi.
c) Objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi
meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan
untuk pengusahaan panas bumi.
d) Objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara meliputi bumi
dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan mineral atau
batubara. Objek pajak PBB Sektor Lainnya meliputi bumi dan/atau bangunan
selain objek pajak PBB Sektor Perkebunan, objek pajak PBB Sektor
Perhutanan, objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi,
objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, atau
objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara, yang berada di
wilayah perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi laut
pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia, atau perairan di dalam Batas Landas Kontinen Indonesia dan selain
objek PBB Perdesaan dan Perkotaan.
2. Tarif, NJOPTKP dan NJKP
berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
23/PMK.03/2014 NJOPTKP untuk PBB-P3 ditetapkan sebesar Rp12 juta. Dalam
dasar perhitungan PBB-P2 tidak ada unsur nilai jual kena pajak (NJKP) yang
merupakan suatu persentase tertentu dari nilai jual objek pajak (NJOP). Sementara
itu, dalam perhitungan dasar PBB-P3 mengenal adanya NJKP.
Merujuk Pasal 6 ayat (3) UU PBB, NJKP ditentukan serendah-rendahnya 20%
dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Berdasarkan Pasal 1 PP No. 25 Tahun 2002
ditetapkan objek pajak PBB sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar
40 % dari NJOP. Sementara itu, untuk objek pajak sektor lainnya NJKP ditetapkan
40% dari NJOP apabila NJOP-nya mencapai Rp1 miliar atau lebih. Untuk objek
pajak sektor lainnya dengan NJOP di bawah Rp1 miliar NJKP ditetapkan 20%.
3. Cara Perhitungan
PBB
=Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
=Tarif x NJKP
=Tarif x (40% x (NJOP-NJOPTKP))
*Persentase NJKP 40% untuk PBB P3
Berdasarkan pada Pasal 6 ayat (3) UU PBB, NJKP ditentukan paling rendah
20% dan paling tinggi 100% dari NJOP. Untuk PBB-P3, yang masuk pada sektor
perkebunan, kehutanan, dan pertambangan (P3) sebesar 40% dari Nilai Jual Objel
Pajak (NJOP). Untuk objek pajak sektor lainnya, NJKP ditetapkan sebesar 40% apabila
NJOP mencapai Rp1 miliar atau lebih. Bila objek pajak lainnya memiliki NJOP
4. Studi Kasus
PT. Jayana Jaya, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit didaerah Sumatera Utara
memiliki/menguasai/mendapat manfaat dari tanah dan bangunan dengan rincian
sebagai berikut :
A. Nilai Tanah:
1. Areal Kebun:
a. Usia tanaman 2 tahun: 100 Ha, Nilai Dasar Tanah (NDT) = Rp5.000,-/M2.
b. SIT (TBM2): Rp57.415.215,- per Ha
c. Tanaman sudah menghasilkan: 300 Ha, NDT = Rp5.000,-/M2. SIT (TM1):
Rp71.428.571,- per Ha
2. Areal emplasemen:
a. Kantor: 0,5 Ha, NDT = Rp20.000,-/M2
b. Gudang: 1 Ha, NDT = Rp15.000,-/M2
c. Pabrik: 2 Ha, NDT = Rp15.000,-/M2 B. Bangunan:
a. Kantor: 500 M2, Nilai Bangunan = Rp1.000.000,-/M2
b. Gudang: 1.000 M2, Nilai Bangunan = Rp800.000,-/M2
c. Pabrik: 4.000 M2, Nilai Bangunan = Rp700.000,-/M2
Hitung PBB atas perkebunan tersebut dengan NJOPTKP sebesar Rp20 juta.
Jawaban:
A. Nilai Tanah: 1. Areal Kebun:
a. Usia tanaman 2 tahun: 100 x 10.000 x Rp5.000 = Rp 5.000.000.000,- SIT (TBM2):
100 x Rp57.415.215,- = Rp 5.741.521.500,-
b. Tanaman sudah menghasilkan: 300 x 10.000 x Rp5.000 = Rp 15.000.000.000,- SIT
(TM1): 300 x Rp71.428.571,- = Rp 21.428.571.300,- 2.
Areal Emplasemen:
a. Kantor: 0,5 x 10.000 x Rp20.000,- = Rp 100.000.000,-
b. Gudang: 1 x 10.000 x Rp15.000,- = Rp 150.000.000,-
c. Pabrik: 2 x 10.000 x Rp15.000,- = Rp 300.000.000,-
Nilai Tanah (1 + 2) = Rp 42.619.092.800,-
Nilai Tanah/M2 = Rp 42.619.092.800/8.035.000 = Rp 5.303,12/M2
Hasil konversi: Kelas 166 = Rp 5.300,-/M2
NJOP Tanah seluruhnya = 8.035.000 x Rp 5.300 = Rp 42.611.550.000,-
B. Nilai Bangunan:
a. Kantor: 500 x Rp 1.000.000,- = Rp 500.000.000,-
b. Gudang: 1.000 x Rp 800.000,- = Rp 800.000.000,-
c. Pabrik: 4.000 x Rp 700.000,- = Rp 2.800.000.000,-
Nilai Bangunan seluruhnya = Rp 4.100.000.000,-
Nilai Bangunan/M2 = Rp 4.100.000.000/5.500 = Rp 745.454,55
Hasil konversi:
Kelas 067 = Rp 750.000,-/M2 NJOP
Bangunan seluruhnya = 5.500 x Rp 750.000,- = Rp 4.125.000.000,-
NJOP Tanah dan Bangunan seluruhnya = Rp 46.736.550.000,-
NJOPTKP = Rp 20.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 46.716.550.000,- PBB = 0,5% x 40% x Rp
46.716.550.000,- = Rp 93.433.100,