2018
A. Pajak penghasilan (pph)
Pajak penghasilan adalah “pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak”. Undang-undang no. 7 tahun tentang pajak
penghasilan (pph) berlaku sejak 1 januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali
mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan undang-undang nomor 36 tahun 2008.
Undang-undang pajak penghasilan (pph) mengatur pengenaan pajah penghasilan terhadap
subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.
Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek
pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam undang-undang pph disebut wajib
pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu
tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila
kewajiban pajaknya subjeknya dimulai atau berakhir pada tahun pajak. Undang-undang pph
menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung
kepada surat ketetapan pajak.
Pengertian bentuk usaha tetap (but) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di indonesia, orang pribadi yang berada di indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di indonesia. Batasan 183 hari dalam 12 bulan adalah apabila antara
indonesia dan negara asal perusahaan tersebut tidak memiliki tax treaty atau p3b (persetujuan
penghindaran pajak berganda). Akan tetapi apabila antara indonesia dengan negara asal
perusahaan tersebut terdapat tax treaty atau p3b, maka batasan sebagai but sesuai perjanjian
tersebut.
Bentuk usaha tetap (but) dapat berupa :
• Tempat kedudukan manajemen
• Cabang perusahaan
• Kantor perwakilan
• Gedung kantor
• Pabrik
• Bengkel
• Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran untuk
pertambangan
• Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
• Proyek konstruksi/instalasi/perakitan
• Pemberian jasa yang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
• Agen yang kedudukannya tidak bebas
• Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi luar negeri yang menerima premi atau
menanggung resiko di indonesia
Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indonesia.
Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar indonesia dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima
pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di indonesia melalui pegawai, perwakilan
atau agennya di indonesia. Menanggung risiko di indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang
mengakibatkan risiko tersebut terjadi di indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak
tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di indonesia.
Penyusutan
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau
perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak
guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan
dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta
tersebut.
Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam
bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan
tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan
sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas. Penyusutan dimulai pada bulan
dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan
Direktur jenderal pajak, wajib pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan
harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada
bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. Apabila wajib pajak melakukan penilaian
kembali aktiva, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian
kembali aktiva tersebut.
Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan
sebagai berikut:
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan
dalam bidang usaha tertentu diatur dengan peraturan menteri keuangan.
Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta atau penarikan harta karena sebab lainnya,
maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual
atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada
tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan
pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan direktur jenderal pajak jumlah sebesar
kerugian dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut.
Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagai bantuan, sumbangan, zakat,
hibah dan/atau warisan yang diakui berdasarkan perundang-undangan perpajakan, yang berupa
harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai
kerugian bagi pihak yang mengalihkan. Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta
berwujud sesuai dengan masa manfaat diatur dengan peraturan menteri keuangan.
Amortisasi
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah
(goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang
sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung
dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan
pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu
yang diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri keuangan. Untuk menghitung amortisasi,
masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan
pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi. Amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan
produksi.
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain dengan menggunakan
metode satuan produksi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil
alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan
menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi. Apabila terjadi pengalihan harta
tak berwujud atau hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, muhibah (goodwill), hak
pengusahaan hutan, hak di bidang penambangan minyak dan gas bumi dan hak pengusahaan
sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang
diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan
tersebut.
Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagai bantuan, sumbangan, zakat,
hibah dan/atau warisan yang diakui berdasarkan perundang-undangan perpajakan, yang berupa
harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai
kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
PT Agri Jaya pada bulan Juli 2009 membeli sebuah alat pertanian yang mempunyai masa
manfaat 4 tahun seharga Rp 1.000.000,00. Penghitungan penyusutan atas harta tersebut adalah
sebagai berikut:
D. Proses revaluasi
Revaluasi aktiva tetap merupakan frasa yang tidak asing pada kisaran tahun 2015 hingga 2016.
Hal ini dikarenakan paket kebijakan ekonomi yang disusun oleh pemerintah yang diterbitkan
pada masa tersebut dengan tujuan menjaga stabilitas ekonomi. Secara garis besar penilaian
kembali aktiva tetap bermanfaat untuk mengurangi tarif pph untuk wajib pajak yang
mengajukan permohonan penilaian kembali.
Wajib pajak bisa mendapatkan keringanan tarif pph, mulai dari 3% hingga 6%, jika
mengajukan permohonan penilaian kembali aktiva tetap pada periode 20 oktober 2015 hingga 1
desember 2016. Nantinya keringanan tarif akan menyesuaikan kapan permohonan tersebut
diajukan. Namun demikian, syarat utama yang harus dipenuhi adalah pelunasan pajak
penghasilan yang bersifat final yang diajukan.
Revaluasi aktiva tetap dilakukan oleh kantor jasa penilai publik (kjpp) atau ahli penilai yang
telah mendapat izin dari pemerintah. Nilai aktiva tetap yang ditetapkan harus mengacu pada
nilai pasar atau nilai wajar dari aktiva tetap yang berlaku tersebut. Wajib pajak juga
diperbolehkan untuk melakukan penilaian aktiva tetap ini, dengan syarat perhitungan yang
nantinya diberikan pada djp harus tetap ditinjau oleh kjpp.
Selain berkas di atas, berikut berkas tambahan yang juga diperlukan oleh wajib pajak:
Bukti pelunasan pph atas penilaian kembali aktiva tetap dalam hal terjadi kekurangan
pembayaran pajak terutang
Daftar aktiva tetap hasil penilaian kembali
Salinan surat izin usaha kjpp atau ahli penilai yang dilegalisir oleh instansi pemerintah
terkait
Laporan penilaian aktiva tetap oleh kjpp atau ahli penilai
Laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilain kembali aktiva tetap
Penilaian kembali dengan selisih perhitungan
Ada kalanya perhitungan yang dilakukan oleh wajib pajak dan kjpp atau ahli penilai memiliki
selisih karena satu dan lain hal. Jika hal ini terjadi, sebenarnya wajib pajak tidak perlu bingung.
Terdapat prosedur yang bisa digunakan.
Ketika terjadi selisih dimana penilaian kembali yang dilakukan kjpp lebih tinggi, maka selisih
perhitungannya akan dihitung dengan tarif pada periode selanjutnya. Misal penilaian kembali
dilakukan pada periode tarif 3%, kemudian terdapat selisih ketika dilakukan peninjauan oleh
kjpp, maka kelebihan tersebut dikenakan pajak 4%.
Sebaliknya, jika penilaian yang dilakukan kjpp dan wajib pajak terjadi selisih namun lebih
kecil, maka jumlah selisihnya akan dikalikan tarif pajak yang berlaku pada periode tersebut.
Hasil akhir dari perhitungan kemudian dapat menjadi insentif yang diklaim oleh wajib pajak
sebagai pajak tidak terutang.
Dalam per-16/pj/2016, penerima penghasilan yang dipotong pph pasal 21 adalah orang pribadi
dengan status sebagai subjek pajak dalam negeri.
Penerima penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 adalah orang pribadi yang
merupakan:
Pegawai;
Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pemberian jasa;
Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai
tetap pada perusahaan yang sama;
Mantan pegawai;
Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.
Subjek pajak orang pribadi bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa meliputi:
Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
Olahragawan;
Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan;
Agen iklan;
Pengawas atau pengelola proyek;
Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
Petugas penjaja barang dagangan;
Petugas dinas luar asuransi;
Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya.
Hal itu terjadi karena sistem withholding tax memiliki beberapa keunggulan di
antaranya withholding taxes mencoba meringankan beban wajib pajak karena pajak
dipotong/dipungut dan dibayarkan ke kas negara saat penghasilan belum diterima. Sistem ini
sejalan dengan salah satu dari the four maxim dari adam smith yaitu asas convenience of
payment.
Meskipun, dari sisi lain, sebagian orang berpendapat sistem ini dapat juga menambah beban
bagi pihak pemotong/pemungut pajak karena beban administrasi yang harusnya ditanggung
oleh otoritas pajak dialihkan kepada wajib pajak selaku pemotong/pemungut pajak.
Pemotongan pph pasal 21
Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, anda perlu mengetahui siapa saja
pemotong pph pasal 21, siapa saja penerima penghasilan yang dipotong pph pasal 21, apa saja
hak dan kewajiban pihak pemotong dan yang dipotong pph pasal 21, bagaimana mekanisme
pemotongan, dan cara pelaporan pph pasal 21.
G. Formulir a1
Formulir 1721 a1 adalah bukti pemotongan pajak yang digunakan oleh wajib pajak orang
pribadi berstatus pegawai/pensiunan. Formulir tersebut wajib diberikan oleh pemotong
pajak/bendahara instansi terkait dan akan digunakan untuk pelaporan spt tahunan orang pribadi
yang menerima penghasilan.
Pada dasarnya, formulir bukti potong untuk karyawan terbagi menjadi dua, yakni formulir 1721
a1 dan formulir 1721 a2. Bedanya, jika formulir 1721 a1 diserahkan kepada karyawan/pegawai
dengan kriteria di atas, formulir 1721 a2 diberikan kepada pegawai negeri sipil (pns), anggota
tentara nasional indonesia (tni), anggota polisi republik indonesia (polri), dan/atau
pensiunannya.
Bukti potong atau formulir 1721 a1 dan 1721 a2 merupakan dokumen berharga bagi setiap
wajib pajak. Fungsi dari formulir 1721 a1 adalah sebagai kredit pajak, dapat juga digunakan
untuk mengawasi pajak yang sudah dipotong oleh pemberi kerja.
Biasanya, bukti potong formulir 1721 a1 dilampirkan saat wajib pajak menyampaikan spt
tahunan pph. Fungsinya adalah sebagai proses pengecekan kebenaran dari potongan pajak yang
telah dibayarkan.
Lalu, jika pekerja tidak menerima bukti potong dari pemberi kerja, pekerja bisa memintanya
langsung kepada bagian keuangan perusahaan yang menaunginya. Selain itu, jika anda
memiliki penghasilan lainnya yang masuk dalam kategori kena pajak, maka anda juga berhak
meminta bukti potong tersebut.
Kapan form 1721 a1 digunakan?
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, formulir 1721 a1 harus dibuat oleh pemberi kerja,
kemudian diberikan kepada karyawan/pegawai sebelum akhir periode pelaporan pajak.
Misalnya, pada periode penerimaan penghasilan januari-desember, maka bukti potong pph
pasal 21, formulir 1721 a1 tersebut diberikan pada minggu akhir desember atau paling telat
pada januari tahun berikutnya.
Begitu pun jika periode penerimaan penghasilan kurang dari 1 tahun. Misalnya, periode
penerimaan penghasilan januari-juni, maka bukti pemotongan pph pasal 21 formulir 1721 a1
diberikan pada akhir juni atau pada juli.
Sedangkan, untuk proses pembuatan bukti pemotongan pph pasal 21 formulir 1721 a1 sebagai
berikut:
1. Formulir 1721 a1 hanya diberikan untuk pegawai tetap saja, sedangkan untuk pegawai
tidak tetap dan bukan pegawai tidak dibuatkan.
2. Formulir 1721 a1 merupakan bukti pemotongan pph pasal 21 untuk 1 tahun pajak atau
selama pegawai tetap bekerja pada pemberi pajak selama tahun pajak.
3. Formulir 1721 a1 akan digunakan oleh pegawai tetap dalam melaporkan spt tahunan
pph orang pribadi.
Berdasarkan peraturan direktur jenderal pajak nomor per – 16/pj/2016 tentang pedoman teknis
tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pajak
penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi, pemberi
kerja membuat bukti potong formulir 1721 a1 paling lama 1 bulan setelah tahun kalender
berakhir.
Pada dasarnya, ketentuan mengenai proses pembuatan bukti potong di atas tidak hanya berlaku
untuk formulir 1721 a1 saja, melainkan berlaku juga untuk formulir 1721 a2.
contoh formulir 1721 a1