BERWUJUD
AKUNTANSI
DEFINISI ASET TAK BERWUJUD
Menurut SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 76), aset tak berwujud adalah aset nonmoneter yang
dapat diidentifikasi dan tidak memiliki wujud fisik. Ciri utama aset tak berwujud ialah berupa benda
yang tidak dapat dilihat dan dipegang. Entitas dapat mengakui sesuatu yang tidak berwujud, apabila:
a) kemungkinan entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut; dan b)
biaya perolehan aset atau nilai aset tersebut dapat diukur dengan andal.
Apabila entitas tidak mampu menentukan nilai wajar yang andal atas aset yang diperoleh, maka biaya
perolehannya diukur pada jumlah tercatat aset yang diberikan. Berikut adalah yang termasuk aset tak
berwujud, (1) hak paten. (2) hak cipta, (3) merek (trade mark), (4) goodwill, (5) waralaba (franchise),
dan lain-lain.
Aset tak berwujud, tidak termasuk (a) efek/surat berharga, atau (b) hak atas mineral dan cadangan
mineral seperti minyak, gas alam dan sumber daya yang tidak dapat diperbarui.
NILAI PEROLEHAN ASET TAK BERWUJUD
Aset tak berwujud dapat diperoleh dengan cara membeli dari pihak luar dan dihasilkan secara
internal. Menurut SAK-ETAP (2009:77), nilai aset tak berwujud dicatat sesuai dengan biaya
perolehannya. Biaya perolehan aset tak berwujud terdiri atas:
(a) harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya tidak dapat dikreditkan setelah diskon dan
potongan dagang
(b) biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dengan mempersiapkan aset hingga siap
digunakan sesuai dengan tujuannya.
Apabila aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal, maka entitas harusmengakui pengeluaran
internal yang terjadi atas aset tersebut, termasuk semua pengeluaran untuk aktivitas riset dan
pengembangan sebagai beban pada saat terjadinya.
UMUR MANFAAT DAN METODE AMORTISASI
Untuk tujuan SAK-ETAP, semua aset tak berwujud dianggap mempunyai umur manfaat yang terbatas. Tetapi,
apabila entitas tidak mampu mengestimasi umur manfaat aset tak berwujud, maka umur manfaatnya dianggap 10
tahun. Amortisasi dimulai ketika aset siap digunakan, yaitu aset tersebut berada di lokasi dan kondisi yang
dibutuhkan untuk mampu beroperasi sesuai dengan keinginan pihak manajemen. Amortisasi dihentikan ketika
aset dihentikan pengakuannya. Entitas harus memilih metode amortisasi yang mencerminkan pola pemanfaatan
aset di masa mendatang, tetapi apabila entitas tidak dapat menetapkan pola yang andal maka entitas harus
menggunakan metode garis lurus. Nilai residu suatu aset tak berwujud seharusnya diasumsikan sama dengan 0,
kecuali:
(a) ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset tak berwujud tersebut pada akhir masa manfaatnya;
(b) ada pasar aktif untuk aset tak berwujud : nilai residu aset dapat ditentukan dengan mengacu pada harga pasar
yang berlaku di pasar tersebut, dan terdapat kemungkinan bahwa pasar yang aktif tersebut akan tetap ada
pada akhir umur manfaat aset tak berwujud.
Contoh-contoh aset tak berwujud dan aset lainnya :
1. Goodwill
Goodwill adalah hak-hak istimewa yang dimiliki oleh suatu perusahaan, misalnya keistimewaan
dalam lokasi, produksi, distribusi, nama, dan pengalaman yang membuatnya lebih unggul daripada
perusahaan lain. Goodwill hanya dapat dicatat dalam pembukuan apabila suatu perusahaan membeli
perusahaan lain dengan harga di atas yang berlaku. Nilai goodwill yang dicantumkan adalah nilai
seluruh aset setelah dikurangi biaya-biaya. Untuk keperluan perpajakan, goodwill hanya dapat dicatat
sebagai harta yang dapat diamortisasi apabila goodwill tersebut diperoleh melalui pembelian
perusahaan.
2. Biaya Pra-operasi
Biaya sebelum operasi adalah pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial dan yang
mempunyai manfaat lebih dari satu tahun. Contoh biaya praoperasi ini adalah biaya notaris,
pengurusan izin-izin, kontribusi kepada Negara, biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan,
tetapi tidak termasuk biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji karyawan, beban telepon atau
listrik dan beban kantor lainnya. Pengeluaran rutin tersebut harus dibebankan pada saat tahun
terjadinya. Oleh karena itu, pengeluaran sebelum operasi harus dikapitalisasi (sebagai biaya pra-
operasi) dan kemudian diamortisasi.
PERPAJAKAN
Proses penyusutan aset tak berwujud dalam akuntansi dan perpajakan disebut
amortisasi. Aset tak berwujud menurut perpajakan (Penjelasan Pasal 11A ayat (1) UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008) harus diamortisasikan apabila harta itu mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan. Namun untuk penghitungan amortisasi dalam perpajakan
sesuai dengan ketentuan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11A, aset tak berwujud
dikelompokkan menjadi kelompok 1, 2, 3, dan 4 dengan masa manfaat 4, 8, 16, dan
20 tahun. Adapun tarif amortisasi yang diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008
Pasal11A ayat (2) sebagai berikut :
Biaya pendirian dan perluasan modal dapat dibebankan sebagai biaya pada
tahun pengeluaran atau diamortisasi berdasarkan metode garis lurus atau
saldo menurun dengan masa manfaat sesuai dengan Pasal 11A ayat (1) UU
Pph Nomor 36 Tahun 2008 di atas.
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial (biaya
pendirian) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun,
dapat dikapitalisasi dan diamortisasi sesuai dengan ketentuan masa
manfaat dan tariff amortisasi dalam UU Pph. Sedangkan, untuk
pengeluaran biaya pendirian yang memiliki masa manfaat kurang
dari 1 tahun, haruslah dibebankan sekaligus pada tahun berjalan
yang bersangkutan.
CONTOH
PT Boki yang baru berdiri tahun 2008 telah menghabiskan biaya sebesar Rp
50.000.000 untuk mendapatkan berbagai izin pengurusan pendirian perusahaan.
Biaya tersebut diperlukan sebagai asset lainnya dan memiliki masa manfaat 5
tahun (menurut pertimbangan oihak manajemen), sehingga oleh perusahaan
diamortisasi denga metode garis lurus.
Jurnal untuk mencatat pengakuan biaya tersebut pada tahun pertama adalah
sebagai berikut
Sementara itu, menurut fiscal beban-beban tersebut dapat dikapitalisasi dan kemudian
diamortisasi dengan masa manfaat 4 tahun sesuai dengan kelompok 1 sebesar Rp
12.500.000
Selisih antara akuntansi dengan perpajakann yang ada, maka WP harus
melakukan koreksi negative sebesar Rp 2.500.000 pada rekonsiliasi fiscal
tanpa membuat jurnal koreksi. Cara penyajian biaya praoperasi dalam neraca
adalah disajikan dengan nilai bersih (neto) setelah dikurangi dengan
amortisasi.
CONTOH
Deplesi per unit x jumlah yang dihasilkan dan dijual = beban deplesi per
tahun
Contoh soal :
Jawab :
Perusahaan membukukan beban deplesi pada tahun pertama perusahaan beroperasi adalah sebagai
berikut :
Dengan rumus :
Perusahaan membangun batu bara telah mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.000.000.000 untuk
mendapatkan hak pengelolaan penambangan tersebut selama 5 tahun.pada tahun pertama
produksinya sebesar Rp.2.000.000.000. besarnya amortisasi atas biaya untuk mendapatkan hak
penambangan tersebut dalam tahun bersangkutan adalah sebesar 20% x Rp.1.000.000.000 =
Rp.200.000.000
2. biaya untuk memperoleh hak dan/biaya lain lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun dalam bidang penambangan dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan
produksi.
Dengan rumus :
Amortisasi per tahun = jumlah penambangan / taksiran total biaya x tanpa batasan
Amortisasi menggunakan metode satuan produksi berarti presentase amortisasi dari biaya tersebut
dalam setiap tahun pajak harus sama dengan presentase penambangan atau penebangan setiap
tahun.angka ini diperoleh dengan membandingkan dengan taksiran jumlah hasil produksinya.
Angka ini diperoleh dengan membandingkan dengan taksiran jumlah hasil produksinya.
Suatu konsesi pertambangan ditaksir jumlah depositnya 100.000 ton,hasil produksi satu tahun 10.000
ton.presentase hasil produksi satu tahun adalah (10.000 : 100.000) x 100% = 10 %
Dengan demikian hak penambangan tersebut dalam setahun diamortisasikan sebesar 10%.apabila biaya
untuk memperoleh hak penambangan dan hak pengusahaan hutan pada akhir masa produksi belum habis
diamortisasikan,maka sisa biaya tersebut tidak boleh dibebankan sekaligus sebagai biaya dalam tahun
pajak yang bersangkutan.sisa tadi harus diamortisasikan setinggi tingginya 20%.sebaliknya,apabila
ternyata jumlah produksi sebenarnya lebih kecil daripada jumlah cadangan yang diperkirakan sehingga
masih terdapat sisa biaya untuk memperoleh hak yang belum habis diamortisasikan,maka sisa biaya
tersebut boleh dibebankan sekalogus sebgai biaya dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Perbedaan utama antara deplesi dan amortisasi adalah pada nilai residu
yang tidak dipertimbangkan dalam menghitung persentase amortisasi
hak pertambngan dan pengusahaan hutan.