Anda di halaman 1dari 30

ASET TAK

BERWUJUD
BY :
ANGGI OKTAVIANI TOBIDIN (1721020)
DIANA SEPTIANA (1721059)
ASET Menurut SAK-ETAP yg diatur oleh
IAI (2009: 76) :
TAK
BERWUJUD Aset tak berwujud ialah aset non-
moneter yang dapat diidentifikasi
dan tidak mempunyai wujud fisik.
Ciri utama aset tak berwujud ialah
berupa benda yang tidak dapat
dilihat dan dipegang.
Entitas dapat mengakui aset tak berwujud, apabila:

• Kemungkinan entitas akan memperoleh manfaat


ekonomis masa depan dari aset tersebut.
• Biaya perolehan aset atau nilai aset tersebut
dapat diukur dengan andal.

Apabila entitas tidak mampu menentukan nilai wajar


yang andal atas aset yang diperoleh, maka biaya
perolehannya diukur pada jumlah tercatat aset yang
diberikan.
Yang termasuk
• Hak paten
aset tak
• Hak cipta
berwujud
• Merek (trade mark)
• Good will
• Waralaba (franchise)
• Dan lain lain.
Yang tidak
• Efek atau surat berharga.
termasuk aset
tak berwujud
• Hak atas mineral & cadangan
mineral seperti minyak, gas
alam dan sumber daya yang
tidak dapat diperbarui.
Nilai Perolehan Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud dapat diperoleh dengan cara membeli dari
pihak luar dan dihasilkan secara internal. Menurut SAK-ETAP
(2009:77), nilai aset tak berwujud dicatat sesuai dengan biaya
perolehannya.
Biaya perolehan aset tak berwujud terdiri atas:
• Harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya
tidak dapat dikreditkan setelah diskon dan potongan
dagang; dan
• Biaya biaya yang dapat didistribusikan secara langsung
dengan mempersiapkan aset hingga siap digunakan
sesuai dengan tujuannya.
Umur Manfaat Dan Metode Amortisasi
Untuk tujuan SAK-ETAP semua aset tak berwujud dianggap
mempunyai umur manfaat yang terbatas. Tetapi, apabila entitas
tidak mampu mengestimasi umur manfaat aset tak berwujud,
maka umur manfaatnya di anggap 10 tahun.

Amortisasi dimulai ketika aset siap digunakan, yaitu aset tersebut


berada dilokasi dan kondisi yg dibutuhkan utk mampu beroperasi
sesuai dengan keinginan pihak manajemen. Amortisasi dihentikan
ketika aset dihentikan pengakuannya.
Nilai residu suatu aset tak berwujud seharusnya diasumsikan
sama dengan 0, kecuali :

• Ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset tak


berwujud tersebut pada akhir masa manfaatnya;
• Ada pasar aktif untuk aset tak berwujud; dan
• Nilai residu aset dapat ditentukan dengan mengacu pada ha
rga pasar yang berlaku di pasar tersebut; dan
• Terdapat kemungkinan bahwa pasar yg aktif tersebut akan
tetap ada pada akhir umur manfaat aset tak berwujud.
Contoh aset tak berwujud dan aset lainnya :
GOODWILL BIAYA PRA-OPERASI
Goodwill adalah hak istimewa
yg dimiliki oleh suatu perusa-
haan. Biaya sebelum operasi adalah
pengeluaran yang dilakukan
Goodwill hanya dapat dicatat
sebelum operasi komersial dan
dalam pembukuan apabila
yang mempunyai manfaat lebih
suatu perusahaan membeli
dari satu tahun.
perusahaan lain dgn harga di
atas yang berlaku. Pengeluaran rutin tersebut
harus dibebankan pada saat
Untuk keperluan perpajakan,
tahun terjadinya.
goodwill hanya dapat dicatat
sebagai harta yg dapat diamor- Oleh karena itu, pengeluaran
tisasi apabila goodwill tersebut sebelum operasi hrs dikapitali-
diperoleh melalui pembelian sasi (sbg biaya pra-operasi)
perusahaan. dan kemudian diamortisasi.
PERPAJAKAN
Adapun tarif amortisasi yang diatur dalam UU PPh Nomor 36 t
ahun 2008 pasal 11A ayat 2 sebagai berikut.
Diatur juga untuk bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan,
kawasan hutan dan hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi
berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun.

Untuk bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha


perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru
menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun.

Untuk bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan yang


dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipeliahara
sekurang-kurangnya 1 tahun.
Penentuan masa manfaat & tarif amortisasi
utk aset tak berwujud yg masa manfaatnya
tidak tercantum pada kelompok masa manfa-
at yg ada, maka WP dpt menggunakan masa
manfaat yang terdekat.

Biaya pendirian dan perluasan modal dapat


dibebankan sebagai biaya pd tahun penge-
luaran atau diamortisasi berdasarkan meto-
de garis lurus atau saldo menurun dengan
masa manfaat sesuai dengan pasal 11A ayat
(1) UU PPh Nomor 36 tahun 2008 diatas.
Pengeluaran yg dilakukan sebelum operasi komersial (biaya pendirian)
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, dpt dikapitalisasi dan
diamortisasi sesuai dengan ketentuan masa manfaat & tarif amortisasi
dalam UU PPh.
Sedangkan untuk pengeluaran biaya pendirian yang memiliki masa
manfaat kurang dari 1 tahun, haruslah dibebankan sekaligus pd tahun
berjalan yang bersangkutan.

CONTOH :
PT Boki yg baru berdiri tahun 2008 telah menghabiskan biaya sebesar
Rp 50juta utk mendapatkan berbagai izin pengurusan pendirian perusah
aan. Biaya tersebut diperlakukan sebagai aset lainnya dan memiliki
masa manfaat 5 tahun (menurut pertimbangan pihak manajemen), shg
oleh perusahaan diamortisasi dengan metode garis lurus.
Jurnal untuk mencatat pengakuan biaya tersebut pada tahun pertama
adalah sebagai berikut.

Sementara itu, menurut fiskal beban-beban tersebut dapat dikapitalisasi dan


kemudian diamortisasi dengan masa manfaat 4 tahun sesuai dengan kelompok
1 sebesar Rp 12.500.000.
Selisih antara akuntansi dengan perpajakan yang ada, maka WP harus mela-
kukan koreksi negatif sebesar Rp 2.500.000 pada rekonsiliasi fiskal tanpa perlu
membuat jurnal koreksi. Cara penyajian biaya praoperasi dalam neraca adalah
disajikan dengan nilai bersih (neto) setelah dikurangi dengan amortisasi.

Contoh :
PT Hercules pada tanggal 1 Januari 2012 mengeluarkan uang sebesar Rp 200.
000.000 (belum termasuk PPN dan PPh 26) untuk memperoleh waralaba dari
McDolphin selama 4 tahun.
Perhitungan amortisasi untuk setiap metode yang diperbolehkan dipilih sebagai
berikut: (Dalam rupiah)
Jurnal untuk transaksi tersebut (PT Hercules menggunakan metode garis lurus)
adalah.
Sesuai UU PPN Nomor 42 tahun 2009 pasal 4 huruf D atas BKP tak
berwujud yang berasal dari luar daerah pabean yang dimanfaatkan
oleh siapa pun di dalam daerah pabean dikenakan PPN. Dan sesu-
ai UU PPh Nomor 36 tahun 2008 pasal 26 ayat (1), untuk transaksi
dengan WP luar negeri selain BUT di Indonesia, pajak dipotong se-
besar 20% atau dengan tarif lain berdasarkan P3B yg berlaku dari
jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.

Untuk pembelian waralaba McDolphin, PT Hercules hrs memungut


pajak berdasarkan P3B antara indonesia dengan taiwan dimana
tarifnya adalah sebesar 10%. Utang pajak P3B ataupun PPh 26
yang telah dipungut akan disetorkan ke kas negara paling lambat
tanggal 10 Februari 2012.
Jurnal untuk penyetoran pajak yaitu sebagai berikut.

Apabila PT Hercules membeli waralaba keripik sehat Dede (WP dalam negeri),
maka PT Hercules harus melakukan pemotongan PPh 23. Misalnya bahwa PT
Hercules membeli waralaba dengan uang kas Rp 200.000.000 (belum termasu
k PPN dan PPh 23), Perhitungan amortisasi adalah sebagai berikut.
Jurnal atas transaksi pembelian waralaba Keripik Sehat Dede adalah
sebagai berikut.
Akuntansi Deplesi adalah istilah yang digunakan dalam
akuntansi untuk menyatakan alokasi sistematis
untuk & rasional perolehan sumber alam. Perpajakan
menggunakan istilah lain untuk deplesi, yaitu
Sumber amortisasi.

Alam Rumus untuk menghitung deplesi adalah :


(Total perolehan – Nilai Residu)/Total unit yang
diestimasi = Deplesi per unit

Deplesi per unit x jumlah unit yg dihasilkan dan


dijual = Beban deplesi per tahun.
Contoh :
Suatu perusahaan pertambangan melakukan investasi sebesar Rp 5.000.000 p
ada lahan pertambangan yang diestimasikan memiliki 10.000.000 ton bahan ta
mbang dan tidak memiliki nilai residu. Pada tahun pertama, perusahaan mengh
asilkan dan menjual bahan tambang sebanyak 800.000 ton.
Deplesi per unit= Rp 5.000.000 : 10.000.000 = Rp 0,5 per ton
Beban deplesi tahun ini adalah Rp 0,5 x 800.000 ton = Rp 400.000.
Perusahaan membukukan beban deplesi untuk tahun pertama perusahaan ber
operasi, adalah sebagai berikut.
Menurut ketentuan perpajakan, hak penambangan dan pengusahaan hutan
termasuk aset tak berwujud. Oleh karena itu, harga perolahannya dapat dia
mortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan pembatasan sbg
berikut.

1. Biaya untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi,
hak pengusahaan hutan dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil
alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun; dapat diamortisasikan dengan menggunakan
metode satuan produksi persentase yang tidak lebih dari 20% setahun.

Ketentuan ini dapat dinyatakan dengan rumus :


Amortisasi pertahun = Jumlah penambangan / penebangan x 20%
Taksiran total produksi/deposit
Contoh :

Perusahaan pertambangan batu bara telah


mengeluarkan biaya sbsr Rp 1.000.000.000
untuk mendapatkan hak pengelolaan penam-
bangan tersebut selama 5 tahun. Pada tahun
pertama produksinya adalah sebesar Rp 2000.
000.000.
Besarnya amortisasi atas biaya utk men-
dapatkan hak penambangan tersebut dlm
tahun bersangkutan adalah sebesar
20% x Rp 1.000.000.000 = Rp 200.000.000.
2. Biaya untuk memperoleh hak dan/atau biaya lain lain yg mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun dalam bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan
dengan menggunakan metode satuan produksi.
Ketentuan ini dapat dinyatakan dengan rumus:

Amortisasi per tahun = Jumlah penambangan x tanpa batasan


Taksiran total produksi

Amortisasi menggunakan metode satuan produksi berarti persentase amortisasi dari


biaya tersebut dalam setiap tahun pajak harus sama dengan persentase penambangan
atau penebangan yg dihasilkan setiap tahun. Angka ini diperoleh dengan membanding-
kan dengan taksiran jumlah hasil produksinya.
Amortisasi dengan menggunakan metode satuan produksi dapat merumuskan sebagai
berikut:
Metode satuan = (Jumlah penambangan/penebangan dihasilkan setahun produksi : Tak
siran jumlah seluruh produksi) x 100%
Suatu konsesi pertambangan ditaksir jumlah
depositnya 100.000 ton, hasil produksi 1 tahun
10.000 ton. Persentase hasil produksi satu tahun
adalah (10.000 : 100.000) x 100% = 10%.

Dengan demikian, hak penambangan tersebut


dalam setahun diamortisasikan sebesar 10%.
Apabila biaya utk memperoleh hak penamba-
ngan dan hak pengusahaan hutan pd akhir masa
produksi belum habis diamortisasikan, maka sisa
biaya tersebut tidak boleh dibebankan sekaligus
sebagai biaya dalam tahun pajak yang bersang-
kutan. Sisa tadi harus diamortisasikan setinggi –
tingginya 20%.
Sebaliknya, apabila ternyata jumlah produksi
sebenarnya lebih kecil drpd jumlah cadangan
yang diperkirakan sehingga masih terdapat sisa
biaya untuk memperoleh hak yang belum habis
diamortisasikan, maka sisa biaya tersebut boleh
dibebankan sekaligus sebagai biaya dlm tahun
pajak yang bersangkutan.

Perbedaan utama antara deplesi dan amortisasi


adalah nilai residu tidak dipertimbangkan dalam
menghitung persentase amortisasi hak penam-
bangan dan pengusahaan hutan.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai