Anda di halaman 1dari 18

1

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perpajakan


















Disusun Oleh : Kelompok 13
Nama Kelompok :
1. Dian Damayanti (103341013)
2. Fuji Kurniawan (103341018)

Semester IV Akuntansi Reguler Pagi




SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
LA TANSA MASHIRO
2012
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Penyusutan, amortisasi, penarikan harta maupun penilaian kembali harta
merupakan masalah yang sangat penting terutama bagi dunia usaha. Masalah
penyusutan/amortisasi menyangkut alokasi sumber dana yang relative besar.
Dalam hal penyusutan, prinsip yang dianut Undang-undang Pajak Penghasilan
adalah accelarated depreciation. Ketentuan ini telah diakomodir dalam Pasal 11
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2008. Masalah penyusutan menjadi penting
karena secara langsung menyangkut bidang investasi maupun sector industry
manufacturing yang sangat berpengaruh dalam penentuan laba perusahaan.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan penyusutan dan amortisasi?
1.2.2 Bagaimana cara pengaplikasiannya dalam perusahaan?

1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Perpajakan dan ingin mengetahui lebih dalam tentang Penyusutan dan Amortisasi
Fiskal.










3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PENYUSUTAN
Penyusutan menggambarkan proses pengalokasian harga perolehan
aktiva/harta tetap berwujud pada periode-periode yang menikmati manfaat atas
penggunaan harta tersebut. Menurut PSAK No.16, penyusutan adalah alokasi
jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang
diestimasi.
Ketentuan tentang penyusutan menurut undang-undang pajak tercantum
pada Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008. Pasal ini menyatakan bahwa penyusutan harus dilakukan atas
pengeluaran untuk membeli, mendirikan, menambah, memperbaiki atau
mengubah harta berwujud kecuali tanah, yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa
manfaat selama lebih dari 1 (satu) tahun. Undang-undang juga menyebutkan
bahwa alokasi harga perolehan secara sistematis dilakukan dengan dua cara, yaitu
(1) penyusutan dengan jumlah yang sama besarnya selama masa manfaat dan (2)
penyusutan dilakukan dengan jumlah yang menurun selama masa manfaat.

2.2 HARTA YANG DAPAT DISUSUTKAN
Tidak semua harta dapat disusutkan. Berdasarkan ketentuan Standar
Akuntansi keuangan, untuk dapat disusutkan harta tersebut harus memenuhi
kriteria tertentu. Kriteria tersebut antara lain:
Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntasi;
Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas;
Ditahan oleh perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok
barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.
Sedangkan menurut Pasal 11 UU No.36 Tahun 2008, harta yang dapat
disusutkan adalah semua harta yang berwujud yang dimiliki dan dipergunakan
4

dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan, mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun, kecuali tanah. Dengan demikian menurut pajak
harta yang dapat disusutkan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Harta berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan untuk
memperoleh penghasilan;
Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Dalam penjelasan UU juga dinyatakan bahwa harta berwujud berupa tanah
tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah yang digunakan dalam perusahaan
atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan berkurang nilanya karena
penggunaan, misalnya tanah digunakan untuk membuat genteng, keramik atau
batu bata.

2.3 DASAR PENYUSUTAN
Dasar penyusutan antara akuntansi komersial dan akuntansi pajak adalah
sama. Dasar penyusutan antara SAK adalah harga perolehan aktiva tetap,
ditambah dengan beban yang dapat dikapitalisasi pada perolehan tersebut.
Menurut Pasal 10 dan 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008, dasar penyusutan adalah harga perolehan yakni pengeluaran untuk
pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud
kecuali tanah, yang dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Sedangkan yang termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya
yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut seperti: bea masuk,
biaya pengangkutan, dan biaya pemasangan.

2.4 CARA PEROLEHAN DAN PENENTU HARGA PEROLEHAN
Pada dasarnya yang menjadi dasar penentuan besarnya harga perolehan
adalah jumlah sesungguhnya yang dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terjadi hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
5

diterima. Dengan demikian besarnya harga perolehan aktiva tetap dipengaruhi
oleh cara perolehannya.
Berikut ini penjelasan singkat beberapa cara perolehan harta berwujud dan
penentuan besarnya harga perolehannya:
2.4.1 HARTA TETAP YANG BERASAL DARI PEMBELIAN
Harga perolehan menurut pasal 10 Undang-undang Nomor
17/2000 dibedakan menjadi:
Jika harta berasal dari transaksi jual beli yang tidak dipengaruhi
hubungan istimewa sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat 4 UU No.
36 Tahun 2008, harga perolehan adalah harga yang sesungguhnya
dikeluarkan sampai dengan harta berwujud tersebut siap
digunakan.
Jika terdapat hubungan istimewa antara pembeli dengan penjual,
maka harga perolehan adalah jumlah yang seharusnya
dibayar/dikeluarkan.
Dengan demikaian dapat dikatakan bahwa harga perolehan
dipengaruhi oleh ada tidaknya hubungan istimewa antara pihak yang
memberikan dan pihak yang menerima.
2.4.2 HARTA TETAP YANG DIPEROLEH MELALUI
PERTUKARAN
Harta tetap juga dapat diperoleh melalui pertukaran dengan harta
sejenis lainnya. Seperti dinyatakan pada Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 36
Tahun 2008, jika harta diperoleh melalui pertukaran maka harga perolehan
yang harus diakui adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan harga pasar. Pada dasarnya, harta yang dikeluarkan
kepada pihak lain dinilai berdasarkan harga perolehan.
2.4.3 HARTA TETAP YANG DIPEROLEH KARENAA HIBAH,
BANTUAN, SUMBANGAN YANG MEMENUHI SYARAT,
WARISAN DAN BANTUAN
Menurut Standar Akuntansi Keuangan, aktiva tetap yang diperoleh
dari sumbangan/hibah, harus dinilai berdasarkan harga taksiran atau harga
6

pasar yang layak dari aktiva tersebut dengan memperhitungkan masa
manfaat yang tersisa. Dengan demikian aktiva tetap yang diterima akan
dicatat sebesar nilai tersebut dengan mendebit rekening Aktiva Tetap, dan
sebagai konsekuensi pencatatan double entry accounting, maka sejumlah
angka yang sama harus dikredit sebagai Modal Donasi (Modal
Sumbangan).
Menurut Undang-undang pajak, dalam hal terjadi penyerahan harta
karena hibah, bantuan, sumbangan yang memenuhi syarat dalam Pasal 4
ayat 93) huruf a atau warisan, maka harga perolehan bagi pihak yang
menerima harta adalah nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan
penyerahan. Namun jika Wajib Pajak tidak menyelenggarakan
pembukuan sehingga nilai sisa buku tidak diketahui, maka nilai perolehan
atas harta ditetapkan oleh Direktur jenderal Pajak. Jika tidak memenuhi
syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b, maka harga perolehan bagi pihak
yang menerima harta adalah harga pasar.
Besarnya harga perolehan dalam ini, selain dipengaruhi oleh
memenuhi atau tidaknya persyaratan Pasal 4 ayat (3) huruf a, juga
dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa antara yang menyerahkan dan
pihak yang menerima. Menurut ketentuan Pasal 10 UU Nomor 36 Tahun
2008, besarnya harga perolehan mengikuti ketentuan sebagai berikut:
Ada hubungan istimewa
Harga perolehan antara harga hibah bagi penerima harta
hibah adalah sebesar harga pasar.
Tidak ada hubungan istimewa
Harga perolehan harta hibah bagi penerima adalah nilai
buku harta dari pihak yang mengalihkan. Jika pihak yang
menyerahkan tidak menyelenggarakan pembukuan, maka nilai
perolehan ditetapkan dengan Peraturan Dirjen Pajak.

2.4.4 HARTA TETAP BERASAL DARI PENGALIHAN DALAM
RANGKA LIKUIDASI, PENGGABUNGAN, PELEBURAN,
7

PEMEKARAN, PEMECAHAN, PENGAMBILALIHAN
USAHA
Dalam hal harta tetap diperoleh dari pengalihan dalam rangka
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha, nilai perolehan yang harus diakui dipengaruhi
adanya hubungan istimewa atau tidak. Jika tidak ada hubungan istimewa
maka besarnya harga perolehan yang harus diakui adalah sebesar jumlah
yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar atau nilai lain yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk mendapatkan harta. Sedangkan
jika ada hubungan istimewa, maka besarnya harga perolehan yang harus
diakui adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga
pasar.
Menyimpang dari ketentuan tersebut diatas, Wajib Pajak penerima
harta dapat mengakui sebesar Nilai Buku harta tetap (Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas
Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran
Usaha).
2.4.5 HARTA TETAP BERWUJUD YANG DIBANGUN SENDIRI
Jika hata berwujud dibangun sendiri oleh Wajib Pajak
bersangkutan maka besarnya harga perolehan yang harus diakui adalah
jumlah pengeluaran yang berhubungan langsung dengan pembangunan
gedung tersebut sampai selesai atau siap dipakai.

2.5 PENGGOLONGAN HARTA TETAP YANG DAPAT DISUSUTKAN
Harta tetap berwujud yang dapat disusutkan digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu (1) golongan harta bukan bangunan dan (2) harta golongan
bangunan. Golongan harta berwujud bukan bangunan terdiri dari empat
kelompok, yaitu;
Kelompok 1: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 4 tahun;
8

Kelompok 2: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 8 tahun;
Kelompok 3: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 16 tahun;
Kelompok 4: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 20 tahun.
Sedangkan golongan harta berwujud berupa bangunan terdiri dari 2 (dua)
kelompok, yaitu (1) Kelompok bangunan permanen yang mempunyai masa
manfaat 20 (dua puluh) tahun, dan (2) Kelompok bangunan tidak permanen yang
mempunyai masa manfaat 10 (sepuluh) tahun.

2.6 METODE DAN TARIF PENYUSUTAN
Ada beberapa perbedaan metode penyusutan menurut Standar Keuangan
dan menurut Undang-undang pajak. Menurut SAK metode penyusutan yang
diperbolehkan pada dasarnya dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu (1) berdasarkan
waktu, (2) berdasarkan penggunan, dan (3) berdasarkan kriteria lainnya.
Pemilihan metode yang digunakan untuk menyusutkan harta harus dilakukan
secara konsisten.
Gambar dibawah ini adalah sebagai metode penyusutan aktiva tetap
kecuali tanah seperti yang dinyatakan dalam Persyaratan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) Nomor 17:
1. Berdasarkan waktu:
Metode garis lurus (straight-line)
Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double
declining balance)
2. Berdasarkan penggunaan:
Metode jam-jasa (service-hours)
Metode jumlah unit produksi (productive-output)
3. Berdasarkan kriteria lain:
Metode jenis-kelompok (group and composite)
9

Metode anuitas (annuity)
Sistem persedian (inventory systems)

Sedangkan metode penyusutan yang boleh digunakan menurut Undang-
undang pajak adalah metode garis lurus dan metode saldo menurun. Berikut
penjelasan kedua metode yang boleh digunakan dan tarif penyusutan yang
ditetapkan.
2.6.1 METODE GARIS LURUS
Penyusutan dengan metode ini dilakukan dalam bagian-bagian
yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tetap
yang bersangkutan. Sebagaimana, bahwa harta tetap berwujud menurut
pajak digolongkan menjadi dua, yaitu (1) harta golongan bukan bangunan,
dan (2) harta golongan bangunan. Masing-masing golongan masih dibagi
menjadi bebarapa kelompok, setiap kelompok mempunyai manfaat yang
berbeda-beda. Setiap kelompok ditetapkan tarif pajaknya sesuai
dengan manfaat ekonomis harta yang bersangkutan. Untuk harta golongan
bukan bangunan, tarif penyusutannya adalah 25% untuk kelompok 1
(satu), 12,5% harta kelompok 2 (dua), 6,25% harta kelompok 3 (tiga), dan
5% untuk harta kelompok 4 (empat). Sedanngkan tarif untuk harta
golongan bangunan permanen 5% dan bangunan tidak permanen tarifnya
10% dari harga perolehan.
2.6.2 METODE SALDO MENURUN
Penyusutan harta tetap berwujud dengan metode saldo menurun
dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan
tarif penyusutan atas dasar nilai buku harta. Metode penyusutan ini hanya
boleh diterapkan untuk harta berwujud golongan bukan bangunan. Tarif
penyusutan harta tetap juga didasarkan pada masa manfaat harta yang
bersangkutan. Untuk harta bukan bangunan kelompok 1 (satu) tarif
penyusutannya adalah 50%, kelompok 2 (dua) 25%, kelompok 3 (tiga)
10

12,5% dan kelompok 4 (empat) 10%. Nilai sisa buku pada akhir masa
manfaat harta tetap berwujud harus disusutkan sekaligus.
Gambar dibawah adalah metode penyusutan dan tarif penyusutan
harta tetap berwujud, secara ringkas.
KELOMPOK
HARTA BERWUJUD
MASA
MANFAAT
TARIF PENYUSUTAN
GARIS LURUS
SALDO
MENURUN
I. BUKAN
BANGUNAN
* KELOMPOK 1 4 TAHUN 25% 50%
* KELOMPOK 2 8 TAHUN 12,5% 25%
* KELOMPOK 3 16 TAHUN 6,25% 12,5%
* KELOMPOK 4 20 TAHUN 5% 10%

II. BANGUNAN
* PERMANEN 20 TAHUN 5%
*TIDAK
PERMANEN 10 TAHUN 10%

2.7 SAAT DIMULAINYA PENYUSUTAN
Menurut akuntani sebagaimana disebutkan pada PSAK No. 17,
penyusutan dimulai pada bulan takwin dimana aktiva tetap yang bersangkutan
mulai digunakan. Pembebanan akuntansi berdasarkan bulan penuh. Jika dalam
bulan bersangkutan jumlah hari kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah
(diabaikan) dan jika lebih dari 15 hari dibulatkan menjadi satu bulan penuh.
Sedangkan menurut peraturan perpajakan, pada dasarnya penyusutan
dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran, kecuali harta yang masih dalam proses
pengerjaan, penyusutan dimulai pada tahun selesainya pengerjaan harta tersebut
(Pasal 11 ayat (3) UU No.36/2008). Namun berdasarkan persetujuan Direktur
Jenderal pajak, saat mulai penyusutan dapat dilakukan pada bulan harta tersebut
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada
tahun harta tersebut mulai menghasilkan (Pasal 11 ayat (4) UU No.36/2008).
Sesuai dengan Undang-undang, saat mulai menghasilkan dikaitkan dengan saat
mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya
penghasilan.
11

Misalnya, PT X membangun sebuah gedung pada pertengahan tahun 2008
dan selesai pada tanggal 1 Agustus 2009, makan penyusutan dilakukan mulai
bulan Agustus 2009.

2.8 MENGHITUNG PENYUSUTAN
Dalam menghitung penyusutan, rumus umum yang digunakan adalah:

Tarif Penyusutan x Harga Perolehan atau Nilai Sisa Buku


Beberapa hal yang menentukan besarnya tarif penyusutan adalah sebagai
berikut:
Jenis harta
Kelompok harta
Masa manfaat
Metode penyusutan

Perhitungan penyusutan dengan metode saldo menurun pada saat pertama
kali disusutkan, dasar pengenaan tarif penyusutan adalah dari Harga Perolehan,
sedangkan dasar untuk tahun-tahun berikutnya adalah dari Nilai Sisa Buku.

2.9 PENARIKAN HARTA TETAP BERWUJUD DARI PEMAKAIAN
Harta tetap yang digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan ada
kalanya dihentikan walaupun masa manfaat harta yang bersangkutan belum habis.
Penghentian harta tetap dapat disebabkan karena masa manfaatnya sudah habis,
karena rusak, ataupun alasan lain, misalnya perusahaan ingin mengganti harta
yang lebih modern, atau perusahaan mengalihkan hartanya kepada pihak lain.
Berikut ini ketentuan-ketentuan penting dalam hal ada penghentian harta
tetap dari pemakaian, maupun pengalihan harta tetap kepada pihak lain.
Penarikan atau pengalihan harta tetap berwujud dari pemakaian
diakibatkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
12

Harta tetap dialihkan kepada pihak lain sebagai pengganti penyertaan
modal, misalnya perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
Harta tetap dialihkan kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota oleh
sebuah perusahaan perseroan, persekutuan dan badan lainnya.
Harta tetap dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
Harta tetap dialihkan karena hibah, bantuan atau sumbangan kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa (karena keturunan) atau dialihkan
kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
termasuk koperasi sepanjang tidak mempunyai hubungan dengan usaha,
pekerjaaan, kepemilikan atau penguasaan anatar pihak-pihak yang
bersangkutan.
Harta tetap dialihkan karena sebab-sebab lain, misalnya harta dijual atau
terbakar.
Pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena pengalihan harta
dikenakan pajak dalam tahun dilakukannya pengalihan harta. Apabila harta dijual
atau terbakar, maka penerimaan neto dari penjualan, yaitu selisih antara harga
penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan tersebut
dan atau penggantian asuransinya dilakukan sebagai penghasilan pada tahun
terjadinya penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi, dan nilai sisa
buku dari harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang
bersangkutan. Dalam hal penggantian asuransi yang diterima jumlahnya baru
dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak agar jumlah sebesar kerugian
tersebut dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi. Secara ringkas
perlakukan pajak karena pengalihan harta adalah sebagai berikut:
Nilai buku harta yang ditarik dari pemakaian diperlukan sebagai kerugian
pada saat penarikan.
Jumlah penerimaan bersih dari hasil penjualan harta tetap atau ganti rugi
yang diterima dari perusahaan asuransi diakui sebagai penghasilan tahun
terjadinya atau tahun diterimanya penggantian asuransi.
13

Dikecualikan dari ketentuan diatas, jika harta dialihkan berupa bantuan,
hibah atau sumbangan kepada pihak lian yang mempunyai hubungan istimewa
karena keturunan (keluarga sedarah semenda dalam garus keturunan lurus satu
sederajat), dan badan keagamaan, atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi sepenjang tidak mempunyai hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan, maka sejumlah nilai buku harta yang dihibahkan tidak boleh
dibebankan sebagai kerugian bagian pihak yang mengalihkan.

2.10 KETENTUAN LAIN BERKAITAN DENGAN PENYUSUTAN
AKTIVA TETAP
Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penyusutan
menurut fiskal berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:KEP-
220/PJ./2002 yang mulai berlaku 18 April adalah:
1. Telepon Seluler (Hand Phone) yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatannya atau pekerjaan.
a. Harga perolehan, termasuk kelompok I dapat dibebankan sebesar
50%-nya melalui penyusutan.
b. 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa
dan perbaikan dalam tahun yang bersangkutan dapat dikurangkan.
2. Kendaraan bus, mini bus, atau yang sejenisnya yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk antar jemput pegawai.
a. Harga perolehan atau biaya perbaikan besar, dapat dibebankan
seluruhnya melalui penyusutan fiskal kelompok II.
b. Biaya pemeliharaan, perbaikan rutin, bahan bakar dan sebagainya
dapat dibebankan seluruhnya.
3. Kendaraan sedan dan sejenisnya yang dimiliki dan dipergunakan oleh
perusahaaan untuk pegawai tertentu karena jabatannya atau
pekerjaannya.
a. Harga perolehan/pembelian atau perbaikan besar, dapat
dibebankan sebesar 50% melalui penyusutan kelompok II.
14

b. 50% jumlah biaya pemeliharaan, perbaikan rutin, bahan bakar
dapat dibebankan.

2.11 PENGERTIAN AMORTISASI
Penyusutan dan amortisasi tidak berbeda. Kedua istilah yang
menggambarkan pembebanan biaya karena penurunan kegunaan/manfaat secara
berkala dari suatu harta tetap. Untuk harta tetap berwujud (tangible assets)
dilakukan penyusutan dan untuk harta tak berwujud (intangible assets) dilakukan
amortisasi.
Amorisasi dalam Undang-undang Pajak diatur dalam Pasal 11A Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menyebutkan bahwa amortisasi dilakukakn
terhadap pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran
lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang digunakan
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
2.12 HARTA TAK BERWUJUD YANG DAPAT DIAMORTISASI
Harta yang dapat disusutkan adalah harta tak berwujud (intangible assets).
Yang dimaksud harta tak berwujud adalah harta tidak lancar yang tidak terwujud
dan nilainya tergantung pada hak-hak yang dinikmati pemiliknya. Ciri khas harta
tak berwujud yang paling utama adalah tingkat ketidakpastian mengenai nilai dan
manfaatnya di kemudian hari. Menurut Pasal 11A Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008, harta tak berwujud mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
Harta tak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam peusahaan
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan;
Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Sedangkan perlakuan pencatatan terhadap harta tak berwujud sama dengan
perlakuan akuntansi terhadap harta berwujud:
Harta tak berwujud dicatat sebesar harga perolehan pada tanggal
diperoleh;
Harga peroleh harta tak berwujud sama dengan jumlah yang dibayarkan
atau nilai wajar dari harta yang diperoleh;
Metode amortisasi adalah garis lurus kecuali kalau ada yang lebih sesuai.
15


2.13 METODE AMORTISASI
Undang-undang pajak menyatakan bahwa amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan, dilakukan dalam bagian-bagian yang sama
besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang
dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atas
nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus, dengan syarat
dilakukan secara taat azas.
2.14 PENGELOMPOKAN HARTA TAK BERWUJUD DAN TARIF
AMORTISASI
Pengelompokan dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud
ini dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi Wajib Pajak dalam
melakukan amortisasi. Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan
metode yang dipilihnya berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta
tak berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan berdasarkan pada kelompok masa
manfaat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-undang. Untuk harta
tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa
manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat.
Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 tahun dapat
menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Dalam hal masa
manfaat yang sebenarnya 5 tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi
dengan menggunakan masa manfaat 4 tahun.
Gambar dibawah ini menunjukan kelompok, masa manfaat dan tarif
amortisasi harta tak berwujud.
I.
KELOMPOK
HARTA
BERWUJUD
MASA
MANFAAT
TARIF PENYUSUTAN
GARIS LURUS
SALDO
MENURUN

* KELOMPOK 1 4 TAHUN 25% 50%

* KELOMPOK 2 8 TAHUN 12,5% 25%

* KELOMPOK 3 16 TAHUN 6,25% 12,5%
16


* KELOMPOK 4 20 TAHUN 5% 10%
















Dari gambar tersebut dapat
diketahui bahwa harga tetap tak berwujud
dapat diamortisasi dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun ganda,
dan beberapa jenis harta tak berwujud diamortisasi dengan metode satuan
produksi. Metode satuan hasil produksi dilakukan dengan menerapkan presntase
amortisasi yang besarnya tiap tahun sama dengan presentase perbandingan antara
realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan
dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi
tersebut dapat diproduksi. Jika jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari
yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh
hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan
sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
2.15 PENARIKAN HARTA TIDAK BERWUJUD DARI PEMAKAIAN
Jika harta tetap tidak berwujud dialihkan kepada pihak lain, maka:
II. 1. PENDIRIAN
2. BIAYA PERLUASAN
MODAL
SAMA DENGAN DIATAS
III. 1. HAK PENAMBANGAN
2. HAK PENGUSAHAAN
HUTAN
3. HAK PENGUSAHAAN
SUMBER DAN HASIL
ALAM LAINNYA
METODE SATUAN
PRODUKSI SETINGGI
TINGGINYA 20%
SETAHUN
IV. HAK PENGELUARAN DI
BIDANG MINYAK BUMI
DAN GAS ALAM
METODE SATUAN
PRODUKSI
V. PENGELUARAN
SEBELUM OPERASI
YAG MEMPUNYAI
MASA MANFAAT
LEBIH DARI SATU
TAHUN
SAMA DENGAN ANGKA
I
17

Nilai buku harta yang ditarik dari pemakaian diperlakukan sebagai
kerugian pada saat penarikan;
Jumlah penerimaan bersih dari hasil penjualan harta tetap atau ganti rugi
yang diterima dari perusahaan asuransi diakui sebagai penghasilan tahun
terjadinya atau tahun diterimanya penggantian asuransi.

Dikecualikan dari ketentuan diatas, jika harta tak berwujud dialihkan
berupa bantuan, hibah atau sumbangan kepada pihak lain yang mempunyai
hubungan istimewa karena keturunan (keluarga sedarah semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat), dan badan keagamaan, atau badan pendidikan atau
badan sosial atau pengusaha kecil termasuk kopersi sepanjang tidak mempunyai
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-
pihak yang bersangkutan, maka sejumlah nilai buku harta yang dihibahkan tidak
boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

















18

DAFTAR PUSTAKA


Tjahjono, A., & Husein, M. F. (2009). Perpajakan. Jakarta: UPP-STIM
YKPN.
Waluyo, & Ilyas, W. B. (2000). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat.

Anda mungkin juga menyukai