Anda di halaman 1dari 25

AKUNTANSI PAJAK

AKUNTANSI ASET TETAP


BERWUJUD
DIMAS PRATAMA PUTRA,SE.,Ak.,M.Si
Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan pengertian aset tetap
berwujud.
2. Menjelaskan konsep dan cara pencatatan
aset tetap
3. Menjelaskan cara perolehan aset tetap
berwujud
4. Membandingkan cara menghitung
penyusutan menurut akuntansi komersial
dengan akuntansi pajak
ASET TETAP
Aset tetap merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan
oleh manajemen dalam setiap periode atau setiap tahun.
Aset ini digolongkan menjadi "Aset Tetap Berwujud" (tangible
fixed assets) dan "Aset Tetap Takberwujud (intangible fixed
assets). Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih
dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak
dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun.
PENGAKUAN ASET TETAP

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan bertujuan


untuk mengatur perlakuan akuntansi aset tetap,
agar pengguna laporan keuangan dapat memahami
informasi mengenai investasi entitas di aset tetap,
dan perubahan dalam investasi tersebut.
Terhadap biaya yang dikeluarkan untuk perolehan
aset tetap harus diakui sebagai aset jika :
 besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa
depan berkenaan dengan asset tersebut akan
mengalir ke entitas.
 biaya perolehan aset dapat diukur secara andal
Suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi
diakui sebagai aset pada awal harus diukur
sebesar biaya perolehan. Sebagai komponen
biaya perolehan aset tetap tersebut meliputi
berikut ini:
1. Harga perolehan
Dalam komponen harga perolehan termasuk
bea impor dan pajak pembelian yang tidak
boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon
pembelian dan potongan potongan lain
2. Biaya yang dapat diatribusikan secara langsung
untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang
diinginkan agar aset siap digunakan sesuai
dengan keinginan.
3. Estimasi awal biaya pembongkaran dan
pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset.
Kewajiban biaya biaya tersebut timbul pada saat
aset diperoleh atau karena entitas menggunakan
aset selama periode tertentu yang bertujuan
selain menghasilkan persediaan.
Sebagai biaya yang diatribusikan secara langsung, yaitu
meliputi:
1. biaya imbalan kerja (perhatikan PSAK No. 24) yang timbul
secara pembangunan atau akuisisi aset tetap
2. biaya penyiapan lahan pabrik
3. biaya handling dan penyerahan awal
4. biaya perakitan dan instalasi
5. biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik,
setelah dikurangi hasil bersih penjualan produk yang
dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut: dan
6. komisi profesional.
PEROLEHAN ASET TETAP

1. Perolehan asset tetap gabungan


Apabila aset diperoleh secara gabungan,
maka harga perolehan masing-masing aset
tetap ditentukan dengan mengalokasikan
harga gabungan berdasarkan perbandingan
nilai wajar masing-masing aset yang
bersangkutan.
PEROLEHAN ASET TETAP

2. Perolehan Aset Tetap secara Angsuran


Terhadap aset tetap yang diperoleh secara angsuran, perlu
diperhatikan mengenai kontrak pembeliannya.
3. Perolehan Aset Tetap secara Pertukaran
Menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007), suatu aset tetap dapat
diperoleh dengan pertukaran atau pertukaran sebagian. Dalam
pertukaran sebagian dapat dilakukan untuk suatu aset tetap yang
tidak serupa aset lain. Biaya ini diukur pada nilai wajar aset yang
dipertukarkan atau diperoleh, yang paling andal, sebanding
dengan nilai wajar aset yang dipertukarkan setelah disesuaikan
dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer.
PEROLEHAN ASET TETAP

4. Perolehan asset secara Hibah, Bantuan, dan Sumbangan


Terhadap aset tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat
sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan
mengkreditkan akun modal yang berasal dari sumbangan atau modal
donasi. Contoh, aset tetap berupa tanah dan bangunan dengan harga
pasar Rp250.000.000,00 telah diterima sebagai sumbangan. Modal donasi
dari sisi akuntansi pajak mengacu pada Pasal 10 ayat (4) Undang Undang
Pajak Penghasilan yang mengatur berikut ini.
 Apabila terjadi pengalihan harta berupa bantuan, sumbangan, harta
hibah, atau warisan, syarat yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan huruf b adalah:
tidak termasuk sebagai objek pajak adalah:

a. 1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima


oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima
zakat yang berhak, (2). harta hibahan yang diterima oleh
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial,
atau pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan: sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, pemerintahan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan.
 Apabila tidak memenuhi syarat yang diperlukan sesuai
Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan
dengan contoh konkret yaitu harta hibahan yang diberikan
tersebut ternyata mempunyai hubungan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan, maka dasar penilaian bagi yang menerima
penghibahan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
Demikian pada akuntansi pajak atas penerimaan hibah
juga akan dibukukan sebelah kredit pada akun "modal
donasi" sebagai alokasi sistematis rasional harga perolehan
aset berwujud.
Dengan memperhatikan penggolongan dan implikasinya terhadap bantuan,
sumbangan, dan hibah, maka perlakuan akuntansi bagi pihak penerima bantuan
akan dikreditkan pada akun "Ekuitas atau Modal", sehingga diperlakukan secara
fiskal sebagai penghasilan. Sebaliknya, pihak pemberi bantuan membukukannya
berdasarkan harga atau nilai sisa buku. Dalam memberikan bantuan atau
sumbangan, timbul aliran uang kas. Sebagai contoh, ayat jurnal atas hibah
sebesar Rp300.000.000,00 diatur sebagai berikut:

1. Memenuhi syarat Pasal 4 ayat 3 a&b


TANGGAL AKUN DEBIT KREDIT
2. Tidak Memenuhi Pasal 4 Ayat 3 a&b
berarti bantuan atau sumbangan dianggap sebagai penghasilan yang dikenakan
Pajak Penghasilan. Sebagaimana contoh sebelumnya, akan disusun ayat jurnal
sebagai berikut.

TANGGAL AKUN DEBIT KREDIT


METODE PENYUSUTAN SESUAI
KETENTUAN PERPAJAKAN
Saldo Piutang Usaha 31 Desember 2016 Rp 40.000.000
Saldo Penyisihan Piutang Tidak Tertagih Rp 7.500.000

Ayat Jurnal yang dibuat pada saat penghapusan piutang


adalah sebagai berikut :

TANGGAL AKUN DEBIT KREDIT


Perlu diperhatikan bahwa atas penghapusan
piutang telah didebit pada akun "Penyisihan
Piutang Tidak Tertagih" dan tidak pada akun
"Biaya". Pembebanan akibat piutang tidak
dapat ditagih telah dilakukan pada waktu
pembentukan penyisihan. Bagaimana
selanjutnya apabila piutang yang telah
dihapuskan ternyata debitur melunasi
utangnya, maka dapat dibuat ayat jurnal
sebanyak dua kali, yaitu sebagai berikut:
1. ,
TANGGAL AKUN DEBIT KREDIT

2. ,

TANGGAL AKUN DEBIT KREDIT


AKUNTANSI PAJAK

Dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan


telah mengatur pembebanan sebagai biaya atas piutang yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih atau lebih dikenal dengan penghapusan
piutang dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya pada laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau adanya perjanjiaan tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum
atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa
utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
AKUNTANSI PAJAK

sebelumnya telah diatur dengan Keputusan


Menteri Keuangan Nomor 130/KMK.04/1998
tentang Penghapusan Piutang Tidak Tertagih
yang boleh dikurangkan sebagai biaya. Dalam
keputusan tersebut, yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
AKUNTANSI PAJAK
1. Piutang Tidak Tertagih yang dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak adalah Piutang Tidak Tertagih yang timbul di bidang usaha
bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang, dan jasa lainnya.
2. Piutang Tidak Tertagih yang dapat dihapuskan adalah piutang usaha sesuai dengan
bidang usaha dari Wajib Pajak yang bersangkutan
3. Terdapat persyaratan dalam mengelompokkan sebagai Piutang Tidak Tertagih
seperti yang telah dimuat dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Persyaratan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan bersifat
kumulatif, namun untuk pelaksanaan tahun 2001 mengacu pada undang-undang.
Pengaturan selanjutnya seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
105/PMK/2009 Tanggal 10 Juni 2009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat
Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto yang diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 yang berlaku pada tanggal 1
Januari 2009. Dengan tetap mengacu pada Pasal 6 ayat (1) huruf "h" Undang-Undang
Pajak Penghasilan yang dalam penegasan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih kepada Wajib Pajak yaitu piutang yang timbul dari transaksi bisnis
yang wajar sesuai bidang usahanya yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun
telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib
Pajak.
AKUNTANSI PAJAK
Pengertian Penerbitan umum dan khusus adalah sebagai berikut :
 UMUM

Penerbitan umum yaitu pemuatan pengumuman pada penerbitan surat


kabar atau majalah atau media massa cetak yang lazim lainnya yang
berskala nasional; atau
 penerbitan khusus yaitu pemuatan pengumuman pada: (A) penerbitan
Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA)/Perhimpunan Bank-Bank
Umum Nasional (PERBANAS); (B) penerbitan atau pengumuman khusus
Bank Indonesia; dan/atau; (C) penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan pihak kreditur sebagai
anggotanya. Kecuali berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh tidak
berlaku bagi debitur kecil atau debitur kecil lainnya yang jumlah
piutangnnya tidak melebihi Rp 100.000.000 yang merupakan gunggungan
jumlah piutang dari beberapa kredit yang telah diberikan oleh suatu
institusi bank atau lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat
adanya pemberian :
AKUNTANSI PAJAK
 Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha
ekonomi produktif yang diberikan kepada keluarga Prasejahtera dan keluarga
Sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan
kelompok Prokesra-OPPKS; untuk usa
 Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank
kepada koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur
(clianneling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana
pemberi kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani
guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan
holtikultura
 Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan
oleh bank kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
 Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil
 Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal
usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
 kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam
mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
^_^

Anda mungkin juga menyukai