maka perlakuan akuntansi bagi pihak penerima bantuan akan dikreditkan pada akun “Ekuitas dan
Modal”, sehingga diperlakuakan secara fiskal sebagai penghasilan.Sebaliknya, pihak pemberi bantuan
atau sumbangan, timbul aliran uang kas.Sebagai contoh, ayat jurnal atas hibah sebesar Rp
300.000.000 diatur sebgai berikut.
1. Memenuhi syarat pasal 4 ayat (3)
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas dan Bank 300.000.000
Modal Donasi 300.000.000
Ayat jurnal tersebut apabila ditinjau dari pihak yang menerima bantuan atau sumbangan. Dari
pihak yang memberi bantauan atau sumbangan tersebut benar- benar dikeluarkan ke kas, tetapi di
tinjau dari ketentuan undang-undang perpajakan tidak diperkenankan untuk dibebankan sebagai
biaya.
2. Tidak memenuhi syarat pasal 4 atat (3)
Apabila tidak memenuhi syarat pasal 4 atat (3), maka bntauan atau sumbangan di anggap sebagai
penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan.
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas dan Bank 300.000.000
Penghasilan sumbangan/bantuan 300.000.000
Ditinjau dari pihak yang memberikan bantauan atau sumbangan akan disusun ayat jurnal
sebfagai berikut.
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Biaya sumbangan/bantauan 300.000.000
Kas dan Bank 300.000.000
Uraian diatas dimaksutkan untuk memberikan gambaran pencatatan atas koreksi-koreksi yang
ditimbulkan dari adanya ketentuan perundang-undangan perpajakan. Perusahaan berkemungkinan
juga tidak mencatat koreksi-koreksi dalam pembukuannya sehingga langsung menetapkan komponen
penghasilan dan komponen biaya.
Bila hibah yang diterima wajip pajak tidak dalam hubungan usaha, pekerjaan kepemilikan,
atau penguasaan, maka di pandang sebgai transaksi modal dengan sisa buku menurut
pembukuan pemberi hiah yang digunakan sebagai dasar pengukurannya. Sebelumnya,
penerima hibah mengakuinya sebagai ekuitas, bukan sebagai penghasilan menurut fiskus.
2. Tidak memenuhi syarat pasal 4 ayat (3)
Dalam hal tidak memenuhi syarat pasal 4 ayat (3) pemberian hibah tersebut dimaksudkan
menjadi penghasilan bagi yang menerimanya karena ternyata pemberian hibah ini mempunyai
hubungan udaha , pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan dengan pihak penerima hibah.
Transaksi ini dipandang sebagai transaksi pertukaran, sehingga dasar pengukurannya harga
pasar. Ayat jurnal disusun dari pemberi adalah sebagai berikut:
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Biaya hibah 55.000.000
Akumulasi penyusutan kendaraan 60.000.000
Kendaraan 100.000.000
Keuntungan dari hibah kendaraan 15.000.000
Dari jurnal tersebut, harga pasar kendaraan dihibahkan sebagai penghasilan, sedangkan nilai sisa
bukunya diakui sebagai biaya. Apabila terjadilaba rugi, maka akan dialokasikan ke akun laba yang
ditahan.
Apabila tidak memenuhi syarat pasal 4 ayat (3), hibah dianggap sebagai penghasilan yang
dikenakan pajak penghasilan bagi penerimanya, dan dicatat sebesar harga pasar dari harta hibahan.
Bagi pemberi harta hibahan, pengubahan harta tersebut merupakan pengalihan harta. Oleh karena itu
harus dihitung laba atau rugi atas hibah harta, yaitu harga pasar dikurangi harga perolehan apabila
harta tersebut tidak disusutkan. Penghibahan berupa tanah dan/atau banguanan oleh orang pribadi
yang dikategorikan sebagai pengolahan harta dikenakan PPh final.
PENYUSUTAN ASET TETAP
Masalah penyusutan merupakan masalah penting yang selama masa manfaat aset tetap. Masa manfaat
diukur dengan periode suatu aset yang diharapkan diperoleh aset oleh perusahaan.
Sejalan dengan pemikiran bahwa semua jenis aset tetap berwujud, kecuali tanah dengan
berjalannya wktu akan semakin menurun kemampuannya untuk memberikan jasa. Kemampuan
semakin menurun sebagai akibat dari pemakaian, keausan, atau adanya ketidak simbangan kapasitas
yang tersedia dengan yang diharapkan dan pada saat ini yang paling menonjol adalah perubahan
teknologi, sehingga dalam waktu yang relatif pendek, aset tetap tersebut akan terbelakang
teknologinya, sebagai contoh komputer.
Berkurangnya kapasitas otomatis akan membuat nilai aset tetap tersebut berkurang. Sebagai
unsur pengakuan atas penurunan aset tetap berwujud tersebut dialokasikan ke dalam penyusutan
(depreciation) sebagai alokasi sistematis rasional harga perolehan aset berwujud. Berdasarkan hal
tersebut dalam PSAK No.16 (Revisi 2007), yang dimaksut penyusutan adalah alokasi sistematis
jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Penyusutan untuk periode
akuntansi dibebankan ke pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyusutan
dilakukan terhadap aset tetap berwujud dengan syarat aset tetap berwujud tersebut :
1. Diharap digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi,
2. Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas, dan
3. Diatahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan untuk digunakan dalam produksi atau
memasok barang dan jasa untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.
Penyusutan atau jumlah disusutkan (depreciation amount) adalah biaya perolehan suatu aset atau
jumlah lain yang didistribusikan untuk biaya dalam laporan keuangan dikurang nilai sia. Penghapusan
adalah nilai buku suatu aset yang dilakukan apabila nilai buku yang tercantum dalam laporan
keuangan tidak lagi menggambarkan manfaat dari aset yang bersangkutan.
Seperti diketahui dalam akuntansi komersial, aset tetap yang disusutkan seringkali merupakan
bagian signifikan aset perusahaan. Oleh karena itu penyusutan juga dapat berpengaruh secara
signifikan dalam menentukan dan menyajikan posisi keuangan dari hasil usaha. Dapat pula nilai suatu
aset sering kali tidak signifikan dan diabaikan dalam penghitungan jumlah yang dapat disusutkan.
Apabila nilai sisa signifikan, niali tersebut diestimasikan pada tanggal perolehan atau pada tanggal
dilakukan revaluasi aset. Sedangkan jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) dalah biaya
perolehan suatu aset, atau jumlah lain yang disubsitusikan untuk biaya dalam laporan keuangan,
dikurangi nilai sisanya. Perbedaan dalam penghitunagan aset tetap menimbulkan perbedaan pajak
tangguhan akibat perbedaan yang sifatnya temporer. Hal ini menjadi kewajiban bagi wajib pajak
melakukan perhitungan dampak pajak di masa depan bersumber dari perbedaan yang terjadi dan akan
dicatat sebagai aset/liabilitas pajak tangguhan yang selanjutnya diikuti dengan telaahatas nilai
aset/liabilitas secara berkala pada umumnya tahunan. Wajip pajak merasakan sebagai beban atau
menambah kompleksitas akuntansi tetapi dapat diantisipasi. Bentuk-bentuk strategi untuk
memudahkan proses pencatatan contoh wajip pajak melakukan penyamaan estimasi masa manfaat dan
metode penyusutan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Sesuai dengan pasal 11 undang-undang
pajak penghasilan, penyusutan atas pengeluaran atas pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan,
atau perubahan harta berwujud, kecuali tanahyang bersetatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna
usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam
bagian-bagian yang sama besar masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. Dalam
pengaturan penyusutan tersebut, persyaratan aset yang dapat disusutkan menurut ketentuan
perpajakan meliputi.
1. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud,
2. Harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
3. Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Terdapat pula aset tetap yang menurut akuntansi dapat disusutkan, tetapi menurut akuntansi
pajak tidak dapat disusutkan yaitu :
1. Aset tetap perusahaan berupa kendaraan yang dikuasai dan dibawa pulang pegawai, termasuk
juga yang ada didaerah terpencil,
2. Asset tetap perusahaan berupa rumah yang terletak bukan didaerah terpencil yang ditempati
pegawai yang tidak diberikan tunjangan oleh perusahaan.
Dengan demikian, harta yang dimiliki perusahaa tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan,
menagih, atau memelihara penghasilan karena tidak memenuhi syarat diatas, tidak boleh disusutkan.
Apabila terjadi penjualan maka laba atau rugi dihitung dengan mengurangkan harga perolehan
terhadap harga jual. Harga demikian banyak dimiliki oleh wajip pajak orang pribadi, tentu laba
tersebut sebagai objek pajak penghasilan.
Dalam melakukan penyusutan tentu memperhatikan dasar yang digunakan untuk menyusutkan.
Apabila dasar penyusutan atara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak sama, seharusnya akan
menghasilkan jumlah penyusutan yang sma dengan asumsi menggunakan metode penyusutan yang
sama. Adanya pengelompokan harta berwujud berdasarkan masa manfaat dan sekaligus penetapan
presentase tarif penyusutan yang telah diatur dalam pasal 11 undang-undang pajak penghasilan
mengakibatkan adanya perbedaan, yang dikenal dengan beda waktu (time difference). Ditinjau dari
seluruh jumlah yang dibebankan adalah sama, tetapi dalam waktu yang berbeda. Pengaruh secara
umum tentu menimbulkan antara laba bersih komersial dengan penghasilan kena pajak. Secara
komersial diatur pada PSAK No.46 (Reformat tahun 2007), selisih pajaknya dibukukan dalam akun
pajak penghasilan yang ditangguhkan.
Untuk aset yang disusutkan harus dikelompokkan terlebih dulu sesuai masa manfaat. Akuntansi
komersial mengatur estimasi masa manfaat suatu aset yang dapat disusutkan dengan dasar
pertimbangan yang biasanya didasarkan pada pengalaman dengan jenis aset yang serupa. Sedangkan
ketentuan perpajakn untuk pengelompokkan aset tetap berdasarkan masa manfaat mengacu pada
peraturn mentri keuangan No.96/PMK.03/2009 tanggal 15 mei 2009 berlaku per 1 januari 2009.
Perhitungan tersebt dengan asumsi harga sisa buku pada akhir masa manfaat sebesar 0
(nol) tetap layaknya nilai sisa buku pada akhir masa manfaat (nilai residu) dapat diestimasi.
Sebagai contoh, nilai residu sebesar Rp 40.000.000, maka :
Biaya penyusutan = 20% (Rp 300.000.000 – Rp 40.000.000) = Rp 52.000.000
Cara menghitung biaya penyusutan apabila awal penyusutan tidak sama dengan awal
tahun bukunya.Contoh : awal tahun 2016 terjadi pembelian aset tetap tetapi ada juga
aset tetap yang dibeli dalam tahun berjalan. Dalam kondisi ini maka perlu
dipertimbangkan masa dalam bagain tahun buku tersebut .Aset yang dibeli pasa 3 mei
2016, maka perhitungan penyusutannya :
Biaya penyusutan = 8/12 x 5/15 x Rp 255.000.000 = Rp 56.666.700
Demikian selanjutnya untuk tahun berikutnya sampai dengan akhir masa manfaat.
Daftar biaya penyusutan akan tampak sebagai berikut :
Harga Perolehan Biaya penyusutan Akm. Penyusutan Nilai Sisa Buku
Th
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 300.000.000 120.000.000 120.000.000 180.000.000
2 300.000.000 72.000.000 192.000.000 108.000.000
3 300.000.000 43.200.000 235.200.000 64.800.000
4 300.000.000 25.920.000 261.120.000 38.880.000
5 300.000.000 (1.120.000) 260.000.000 40.000.000
Dari perhitungan diatas pada tahun ke – 5, terhadap persoalan yaitu sisa nilai buku Rp
38.880.000 tidak dapat digunakan sebgai dasar penghitungan biaya penyusutan tahun ke – 5,
karena set tetap yang bersangkutan tidak boleh disusutkan yang mengakibatkan nilai sisa
buku dibawah nilai residu. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut :
Penyusutan tahun ke – 5 = 40% x Rp 38.880.000n= Rp 15 552.000
Nilai sisa buku tahun ke – 5
= [Rp 300.000.000 – Akumulasi penyusutan]
= [Rp 300.000.000 – (Rp 261.120.000 + Rp 15.552.000)]
= [Rp 300.000.000 – Rp 276.672.000] = Rp 23.328.000
Namun demikian, karena telah ditetapkan bahwa nilai residu pada akhir tahun ke – 5
adalah sebesar Rp 40.000.000 maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap biaya penyusutan
yang telah dicatat, yaitu pengurangan biaya sebesar Rp 1.120.000.