Anda di halaman 1dari 5

Nama : I Gede Hartawan

NPM : 1833121027

Kelas : D6

Semester :5

Matkul : Perpajakan II

Akuntansi Perpajakan Tentang Aset Tetap dan Bentuk Usaha Tertentu


Aset tetap merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan oleh manajemen dalam
setiap periode atau setiap periode atau setiap tahun. Aset ini digolongkan menjadi asset tetap
berwujud dan asset tetap tidak berwujud. Asset tetap adalah asset berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam
operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK No. 16 Tahun 2007).
Masa manfaat adalah periode asset tetap diharapkan digunakan oleh perusahaan, atau jumlah
produksi atau unit serupa yang diharapkan perusahaan diperoleh dari asset.

1. PENGAKUAN ASET TETAP


Suatu benda berwujud dapat diakui dan dikelompokkan sebagai asset tetap sesuai
ketentuan akuntansi komersial apabila:
A. Manfaat keekonomian masa yang akan datang yang berkaitan dengan asset tersebut
kemungkinan akan mengalir ke dalam perusahaan
B. Biaya perolehan dapat diukur secara andal.

Biaya perolehan ini terdiri atas harga beli, termasuk bea impor, PPN Masukkan yang
tidak dapat dikreditkan, dan biaya lain yang dapat diatribusikan secara langsung sampai
asset tersebut siap dipakai atau berada di tempat. Biaya yang dapat diatribusikan
contohnya adalah biaya persiapan tempat, pengiriman awal, penyimpanan, bongkar muat,
pemasangan, dan biaya professional.

Sebagai contoh PT Mekar membeli sebuah angkutan orang yang kapasitasnya lebih
dari 10 orang (mini bus), dengan harga perolehan yang dirinci sebagai berikut:

Harga Pembelian = Rp 220.000.000


PPN yang harus dibayar 10% = Rp 22.000.000

PPnBM yang harus dibayar 10% = Rp 22.000.000 +

Harga Perolehan = Rp 264.000.000

2. PEROLEHAN ASSET TETAP


A. Pembelian Aktiva
Berdasarkan PSAK 16, aktiva tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk
siap pakai dicatat dengan sejumlah harga beli ditambah dengan biaya yang terjadi utnuk
menempatkan aktiva itu pada kondisi dan tempat yang siap utnuk dipergunakan. PPN
yang tak dapat dikreditkan merupakan salah satu unsure pembentuk harga perolehan,
kecuali pajak itu dibebankan sebagai biaya pada tahun perolehan tersebut.
Dalam ketentuan perpajakan, tergantung dari status hubungan antara penjual dan
pembeli, sehubungan dengan pihak yang terlibat dalam transaksi pembelian aktiva
dipisahkan antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan yang tidak
Harta perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta ditentukan
sebagai berikut:
1) Tidak dipengaruhi hubungan istimewa:
a. Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta adalah harta yang sesungguhnya
dibayar; Termasuk dalam harga perolehan harta adalah harga beli dan biaya
yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk,
biaya pengangkutan, dan biaya pemasangan.
b. Bagi pihak penjual, harga penjualan harta adalah harga yang sesungguhnya
diterima.
2) Dipengaruhin hubungan istimewa:
a. Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan
b. Bagi pihak penjual, harta penjualan harta adalah jumlah yang seharusnya
diterima.
Contoh: PT. A (pemegang saham 30% dari PT B) menjual sebuah peralatan kepada
PT B Rp 10 juta. Harga di pasar bebas Rp 12 juta maka untuk tujuan perpajakan harga
perolehan (dan penjualan) yang dicatat di buku kedua badan itu Rp 10 juta akan
dihitung kembali menjadi Rp 12 juta. Jika peralatan itu merupakan barang kena pajak,
tanpa memperhatika koreksi harga itu PT. A akan memungut PPN misalkan sebesar Rp
1 juta.
Jika PT. B pengusaha Kena pajak (PKP), PPN itu dapat dikreditkan dengan PPN
keluaran atas penyerahan barang badan tersebut. Oleh karena itu, PPN tersebut tidak
dikapitalisasi sebagai nilai perolehan peralatan. Sebaliknya, jika PT. B bukan PKP atau
aktiva diperoleh sebelum badan itu dikukuhkan menjadi PPK terdapat dua pilihan
perlakuan perpajakan yaitu dikapitalisasi sebagai nilai perolehan aktiva (sesuai dengan
SAK) sehingga sebagai biaya pada saat pembelian aktiva sehingga nilai aktiva hanya
Rp 10 juta, sedangkan Rp 1 juta merupakan penurunan penghasilan tahun itu.
Dari kedua alternative tersebut, pengusaha yang lebih memperhatikan cash flow maka
akan memilih perlakuan kedua yang akan memperoleh penghematan pajak dari
pengurangan penghasilan Rp 1juta. Sesuai dengan tariff pajak penghasilan yang
berlaku, pengurangan itu paling banyak 30% atau Rp 300.000,00 (berdasarkan Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008 sejak tahun 2009 tarif PPh badan turun menjadi 28%
dan nanti mulai tahun 2010 menjadi 25%).
B. Perolehan Asset Tetap Secara Gabungan
Apabila asset diperoleh secara gabungan, maka harga perolehan masing-masing asset
tetap ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan berdasarkan perbandingan
nilai wajar masing-masing asset yang bersangkutan.
Contoh harga bangunan termasuk tanah seharga Rp 300.000.000 (termasuk biaya
notaries, bhea balik nama, bea perolehan atas hak tanah dan atau bangunan, dan lain-
lain). Alokasi harga perolehannya dapat dihitung sebagai berikut:

Jenis Asset Harga Wajar Alokasi Harga Perolehan

Tanah 150.000.000 15/25 × 300.000.000 = 180.000.000


Bangunan 100.000.000 10/25 × 300.000.000 = 120.000.000
Jumlah 250.000.000 300.000.000

Ayat Jurnal yang disusun saat pembelian tunai adalah:

Tanah 180.000.000

Bangunan 120.000.000

Kas dan Bank 300.000.000

C. Perolehan Aset Tetap Secara Angsuran


Terhadap asset tetap yang diperoleh secara angsuran, perlu diperhatikan
mengenai kontrak pembeliannya.
Contoh, asset tetap dibeli secara angsuran dalam 10 kali amgsuran. Asset tetap yang
dibeli berupa mobil harga perolehan Rp 120.000.000 dibayar dalam 24 kali angsuran,
masing-masing Rp 5.000.000 per bulan dengan bunga 20% pertahun.
Perhitungan angsuran pertama:
Angsuran bulanan Rp 5.000.000
Bunga 1/12 × 20% Rp 120.000.000 Rp 2.000.000
Jumlah pembayaran Rp 7.000.000

Angsuran bulan kedua:


Angsuran bulanan Rp 5.000.000
Bunga 1/12 × 20% ×
(120.000.000 – 5.000.000.000) Rp 1.916.700
Jumlah Pembayaran Rp 6.916.700

Ayat Jurnal yang disusun


 Saat pembelian asset tetap
Mobil/kendaraan 120.000.000
Uang angsuran 120.000.000
 Saat Pembayaran
Utang angsuran 5.000.000
Beban bunga 2.000.000
Kas dan bank 7.000.000
 Saat pembayaran angsuran kedua
Utang angsuran 5.000.000
Beban bunga 1.916.700
Kas dan bank 6.916.700

Perhitungan pembayaran angsuran dibuat setiap bulan. Pada hitungan tersebut, bunga
semakin lama semakin menurun karena jumlah pinjaman juga menurun. Penetapan
bunga yang digunakan berdasarkan pada tingkat bunga efektif.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk pembelian dengan angsuran ini, bergantung
pada perjanjian. Terdapat pula harga dengan angsuran ditetapkan terlebih dahulu dan
angsuran yang harus dibayar setiap bulan tetap, maka angsuran terdiri atas 2 komponen,
yaitu angsuran dan bunga. Besarnya bunga dan setiap angsuran ditetapkan
menggunakan tingkat bunga tetap.

3. Perolehan Aset Tetap dengan Cara Membangun Sendiri


Sesuai akuntansi komersial, biaya perolehan suatu aset tetap terdiri atas harga beli nya
dan setiap biaya dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke
kondisi yang membuat asset dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.
Demikian pula dalam aset yang diperolehnya. Oleh karena itu membangun sendiri tentu
saja menggunakan prinsip yang sama seperti asset yang diperoleh, yaitu meliputi seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan asset asset sampai siap pakai.
Biaya tidak langsung, efisiensi atau inefesiensi, dan bunga selama masa konstruksi
juga termasuk dalam nilai asset tetap karena membangun sendiri. Perlu diperhatikan setiap
laba internal dieliminasi dalam menetapkan biaya.
Sebagai contoh, biaya pembangunan Rp 250.000.000 sedangkan harga pasar asset
tetap Rp 300.000.000 . Maka penghematan Rp 50.000.000 tidak diakui sebagai
penghasilan. Demikian hal nya biaya dan jumlah yang abnormal dari bahan baku yang
tidak terpakai, tenaga kerja, sumber daya lain yang terjadi dalam memproduksi suatu asset
yang dikonstruksi sendiri tidak dimasukkan dalam biaya perolehan, tetapi segera diakui
sebagai kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Dari aspek perpajakan perolehan aset tetap dengan cara membangun sendiri tersebut
sebagai objek yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Bunga yang dikeluarkan atas
pinjaman untuk pembangunan selama masa konstruksi akan dikapitalisasi. Hal ini sesuai
dengan ketentuan apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan
asset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu.
Perlakuan akuntansi komersial dapat diikuti oleh akuntansi pajak, sedangkan terhadap
bunga yang dikapitalisasi akan dibebankan ke penghasilan melalui penyusutan selama
masa manfaat.

Anda mungkin juga menyukai