Aset tetap merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan oleh manajemen dalam
setiap periode atau setiap periode atau setiap tahun. Aset ini digolongkan menjadi asset tetap
berwujud dan asset tetap tidak berwujud. Asset tetap adalah asset berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam
operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK No. 16 Tahun 2007).
Masa manfaat adalah periode asset tetap diharapkan digunakan oleh perusahaan, atau jumlah
produksi atau unit serupa yang diharapkan perusahaan diperoleh dari asset.
Suatu benda berwujud dapat diakui dan dikelompokkan sebagai asset tetap sesuai
ketentuan akuntansi komersial apabila:
1. Manfaat keekonomian masa yang akan datang yang berkaitan dengan asset tersebut
kemungkinan akan mengalir ke dalam perusahaan
2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal.
Biaya perolehan ini terdiri atas harga beli, termasuk bea impor, PPN Masukkan yang
tidak dapat dikreditkan, dan biaya lain yang dapat diatribusikan secara langsung sampai asset
tersebut siap dipakai atau berada di tempat. Biaya yang dapat diatribusikan contohnya adalah
biaya persiapan tempat, pengiriman awal, penyimpanan, bongkar muat, pemasangan, dan
biaya professional.
Sebagai contoh PT Mekar membeli sebuah angkutan orang yang kapasitasnya lebih dari 10
orang (mini bus), dengan harga perolehan yang dirinci sebagai berikut:
Tanah 180.000.000
Bangunan 120.000.000
Perhitungan pembayaran angsuran dibuat setiap bulan. Pada hitungan tersebut, bunga
semakin lama semakin menurun karena jumlah pinjaman juga menurun. Penetapan bunga
yang digunakan berdasarkan pada tingkat bunga efektif.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk pembelian dengan angsuran ini, bergantung
pada perjanjian. Terdapat pula harga dengan angsuran ditetapkan terlebih dahulu dan
angsuran yang harus dibayar setiap bulan tetap, maka angsuran terdiri atas 2 komponen, yaitu
angsuran dan bunga. Besarnya bunga dan setiap angsuran ditetapkan menggunakan tingkat
bunga tetap.
Asset tetap yang diperoleh dalam pertukaran atau pertukaran sebagian untuk suatu
asset yang tidak serupa asset lain, biaya tersebut diukur dengan nilai wajar asset yang dilepas
atau diperoleh yang dianggap lebih andal, ekuivalen dengan nilai wajar asset yang dilepas
setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer. Selisih nilai
adalah selisih antara nilai buku asset tetap yang lama dengan nilai perolehan yang baru.
Dalam hal ini apabila asset tetap dipertukarkan dengan asset tetap yang tidak sejenis harus
diakui sebagai laba atau rugi. Sebaiknya apabila dipertukarkan dengan asset tetap yang
sejenis, maka pengakuan laba rugi ditangguhkan sampai saat asset tetao yang baru
dilepaskan. Pada PSAK No. 16 (2007) juga menyebutkan bahwa keuntungan atau kerugian
yang timbul dari penghentian atau pelepasan suatu aset tetap diakui sebagai keuntungan atau
kerugian dalam laporan laba rugi.
Praktik akuntansi pajak tidak mengatur tentang perolehan aset dengan pertukaran,
baik kategori aset yang sejenis atau bukan sejenis, maupun dengan sekuritas yang tidak
diterbitkan perusahaan sendiri hanya pada pasal 10 ayat(2) UU PPh menyatakan bahwa nilai
1
perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar menukar harta adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
Dalam hal terjadi transaksi tukar menukar harta dengan harta lain, maka nilai
perolehan atau nilai penjualan harta tersebut adalah:
1. Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan
harga pasar;
2. Bagi pihak penjual, harga penjualan harta adalah harga yang seharusnya diterima
berdasarkan harga pasar pasar (pasal 10 ayat 2 Undang-Undang PPh).
Contoh:
PT A PT B
(Harta X) (Harta Y)
Dalam melakukan pertukaran dapat terjadi pertukaran antara yang sejenis dan pertukaran
dengan aset yang tidak sejenis. Sebagai contoh mesin pabrik ditukar dengan mesin pabrik yang baru
atau ditukar dengan kendaraan. Akuntansi pajak tidak embedakan jenis aset yang dipertukarkan
sejenis atau tidak, tetapi lebih ditekankan perhitungan laba atau rugi pertukaran tidak terdapat laba
atau rugi ditangguhkan. Secara konkret dapat dilihat contoh di atas keuntungan yang dikenakan:
Apabila dibuat perbandingan untuk mencari berapa besarnya laba pertukaran atas tukar
menukar asset antara akuntansi komersial dan akuntansi pajak diikhtisarkan:
1
PT Waras mempunyai mesin yang dipertukarkan dengan truk milik PT Wiris dengan
menggunakanan data yang ditetapkan, akan tampak pada perbandingan berikut ini:
PT Waras
Truk 180.000.000
Mesin 250.000.000
Penyusutan Pada:
70.000.000 0 70.000.000
Dari gambaran rekonsiliasi di atas terlihat bahwa aset tetap termasuk dalam kelompok
1 (satu) yang disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus yang telah berjalan selam
3(tiga) tahun. Secara komersial, aset tetap tersebut juga disusutkan dengan metode garis
lurus. Dengan dibandingkan dengan laba pertukaran akan menghasilkan angka yang sama
antara akuntansi komersial dan akuntransi pajak.
Ditinjau dari sisi PT Wiris ayat jurnal yang disusun:
Mesin 180.000.000
Akumulasi Penyusutan Truk 72.000.000
Truk 200.000.000
Laba Pertukaran 52.000.000
Penyusutan pada:
Tahap 1 24.000.000,00 26.000.000,00 50.000.000,00
Tahap 2 24.000.000,00 26.000.000,00 50.000.000,00
Tahap 3 24.000.000,00 26.000.000,00 50.000.000,00
20.000.000 0 20.000.000,00
Dasar asumsi yang digunakan sama, yaitu metode penyusutannya adalah metode garis
lurus dan kelompok 1 (satu). Seperti dalam akuntansi komersial, tukar-menukar asset tetap
diikuti dengan tambahan uang. Pertukaran aset yang sejenis dan memiliki manfdaat yang
sama dalam bidang usaha yang sama serta nilai wajarnya sama tanpa diikuti tambahan uang,
maka secara Akuntansi Komersial tidak ada laba rugi yang diakui. Dalam Akuntansi Pajak
tidak membedakan pertukaran sejenis atau tidak sejenis.
1
Perolehan Aset Tetap dengan Cara Membangun Sendiri
Sesuai akuntansi komersial, biaya perolehan suatu aset tetap terdiri atas harga beli nya
dan setiap biaya dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi
yang membuat asset dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Demikian pula
dalam aset yang diperolehnya. Oleh karena itu membangun sendiri tentu saja menggunakan
prinsip yang sama seperti asset yang diperoleh, yaitu meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk pembangunan asset asset sampai siap pakai.
Biaya tidak langsung, efisiensi atau inefesiensi, dan bunga selama masa konstruksi
juga termasuk dalam nilai asset tetap karena membangun sendiri. Perlu diperhatikan setiap
laba internal dieliminasi dalam menetapkan biaya.
Sebagai contoh, biaya pembangunan Rp 250.000.000 sedangkan harga pasar asset
tetap Rp 300.000.000 . Maka penghematan Rp 50.000.000 tidak diakui sebagai penghasilan.
Demikian hal nya biaya dan jumlah yang abnormal dari bahan baku yang tidak terpakai,
tenaga kerja, sumber daya lain yang terjadi dalam memproduksi suatu asset yang dikonstruksi
sendiri tidak dimasukkan dalam biaya perolehan, tetapi segera diakui sebagai kerugian pada
tahun yang bersangkutan.
Dari aspek perpajakan perolehan aset tetap dengan cara membangun sendiri tersebut
sebagai objek yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Bunga yang dikeluarkan atas pinjaman
untuk pembangunan selama masa konstruksi akan dikapitalisasi. Hal ini sesuai dengan
ketentuan apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan asset tertentu,
maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu. Perlakuan akuntansi
komersial dapat diikuti oleh akuntansi pajak, sedangkan terhadap bunga yang dikapitalisasi
akan dibebankan ke penghasilan melalui penyusutan selama masa manfaat.
Dalam perolehan secara hibah, bantuan dan sumbangan secara langsung dihubungkan
dengan perlakuan akuntansi pajak, karena akuntansi komersial sedikit mengatur asset yang
diperoleh dari sumbangan (donasi).
Terhadap asset tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat sebesar harga
taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun modal yang berasal dari
sumbangan atau modal donasi. Contoh, asset tetap berupa tanah dan bvangunan dengan harga
pasar Rp 250.000.000,00 telah diterima sebagai sumbangan.
1
Modal donasi dari sisi akuntansi pajak mengacu pada Pasal 10 ayat (4) Undang-
Undang Pajak Penghasilan yang mengatur:
1. Apabila terjadi penghalihan harta berupa bantuan, sumbangan, harta hibah, atau warisan,
syarat yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b adalah:
Tidak termasuk sebagai objek pajak adalah:
a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima
zakat berhak;
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan social, atau pengusaha
kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
b. Warisan.
2. Apabila tidak memenuhi syarat yang diperlukan sesuai pasal 4 ayat 3 huruf a Undang-
Undang Pajak Penghasilan dengan contoh konkret yaitu harta hibahan yang diberikan
tersebut ternyata mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan, maka dasar penilaian bagi yang menerima
penghibahan sama dengan nilai pasar dari harga tersebut.
Demikian pada akuntansi pajak atas penerimaan hibah juga akan dibukukan sebelah kredit
pada akun “modal donasi” sebagai alokasi sistematis rasional harga perolehan asset.
Mengacu pada Pasal 4 ayat (3) Undang- Undang Pajak Penghasilan, maka hibah pun
dapat dikelompokkan ke dalam:
Ayat jurnal yang disusun dari popok pemberi adalah sebagai berikut:
Biaya Tidak Dapat Dibebankan/Saldo Laba 40.000.000
Akumulasi Penyusutan Kendaraan 60.000.000
1
Kendaraan 100.000.000
Apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga
pasar. Pengalihan harta tersebut dapat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha berupa
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha.di samping itu,
pengalihan tersebut dapat pula dilakukan dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya. Berikut
ini akan dijelaskan beberapa istilah yang perlu diketahui:
Istilah Penjelasan
Merger Meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha.
Penggabungan Penggabungan dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya
usaha terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya
salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau
mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil.
Peleburan usaha Penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang
modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha
baru.
Pemekaran usaha Pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terdiri ats saham
menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan
badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban
kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan
likuidasi badan usaha yang lama.
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah:
PT A PT B
1
Nilai sisa buku Rp 200.000.000,00 Rp 300.000.000,00
Harga pasar Rp 300.000.000,00 Rp 450.000.000,00
Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka
peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian, PT A mendapat
keuntungan Rp 100.000.000,00 (Rp 300.000.000,00 – Rp 200.000.000,00) dan PT B
mendapat keuntungan Rp 150.000.000,00 (Rp 450.000.000 – Rp 300.000.000,00)
sedangkan PT C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah Rp 750.000.000,00
(Rp 300.000.000,00 + Rp 450.000.000,00).
Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan social, ekonomi, investasi,
moneter, dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan nilai
lain selain harga pasar, yaitu atas dasar milai sisa buku (dengan menggunakan metode
“pooling of interest”). Dalam hal in PT C membukukan penerimaan harta sebesar Rp
200.000.000,00 + Rp 300.000.000,00 = Rp 500.000.000,00.
2. Penggunaan Nilai Buku
Secara umum, penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha akan melibtakan
pihak yang mengalihkan harta dan pihak yang memperoleh harta. Sesuai Akuntansi
Komersial, metode yang digunakan dalam konsolidasi adalah:
Penyatuan kepentingan (pooling of interest)
Pembelian (purchase)
Harga Perolehan dalam Hal Terjadi Pengalihan Harta Termasuk Setoran Tunai yang
Diterima oleh Badan sebagai Pengganti Penyertaan Modal
Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan
setoran tunai atau pengalihan harta. Apabila terjadi pengalihan harta termasuk setoran tunai
yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal,
maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan adalah sama dengan nilai
pasar dari harta yang dialihkan tersebut.
Contoh:
Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya adalah Rp
25.000.000,00 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai nominal
Rp 20.000.000,00. Harga pasar mesin-mesin bubut tersebut sebesar Rp 40.000.000,00. Dalam
hal ini PT Y akan mencatat mesin bubut tersebut sebagai asset dengan nilai Rp 40.000.000,
1
00 dan sebesar nilai tersebut bukan merupakan penghasilan bagi PT Y. Selisih antara nilai
nominal saham dengan nilai pasar harta sebesar:
(Rp 40.000.000,00 – Rp 20.000.000,00) = Rp 20.000.000,00 dibukukan sebagai agio. Bagi
Wajib Pajak X, selisih sebesar Rp 15.000.000,00 (Rp 40.000.000,00 – Rp 25.000.000,00)
merupakan Objek Pajak.
1. Dasar waktu
a. Metode garis lurus (straight line method)
Dalam metode ini, biaya penyusutan dialokasikan berdasarkan berjalannya waktu, dalam
jumlah-jumlah yang sama selama masa manfaat asset tetap berwujud tersebut.
Dalam metode ini, besarnya biaya penyusutan semakin lama menjadi lebih kecil dari
tahun ke tahun, dengan dasar pemikiran bahwa kapasitas aset tetap dalam memberikan
jasanya dari tahun ke tahun semakin menurun. Penghitungan biaya penyusutan dapat
dirumuskan:
Pada umumnya, tariff penyusutran adalah dua kali tariff penyusutan apabila
menggunakan metode garis lurus tanpa memperhatikan nilai residu (residu value).
2. Dasar penggunaan
a. Metode jam jasa (service hour method)
Pada metode ini besarnya penyusutan dihitung dengan mendasarkan pada teori
bahwa pembelian asset tetap ditunjukkan dari jumlah jam jasa langsung dan dalam
metode ini mengakui estimassi masa manfaat asset nyang diukur dalam jam jasa.
Tarif penyusutan =
Tarif Penyusutan =
1. Metode garis lurus, atau metode saldo menurun untuk ast tetap berwujud bukan
bangunan
2. Metode garis lurus untuk asset tetap berwujud berupa bangunan
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50 %
Kelompok 2 8 Tahun 12.5 % 25 %
Kelompok 3 16 Tahun 6.25 % 12.5 %
Kelompok 4 20 Tahun 5% 10 %
II. Bangunan
Permanen 20 Tahun 5% -
Tidak Permanen 10 Tahun 10 % -
Kelompok 1
Nomor
Jenis Usaha Jenis Harta
urut
1. Semua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan
termasuk meja, bangku, kursi, almari dan
sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan.
b. Mesin kantor seperti mesin tik, mesin
hitung, duplikator, mesin fotokopi, mesin
akunting/pembukuan, komputer, printer,
scanner dan sejenisnya.
c. Perlengkapan lainnya seperti amplifier,
tape/cassette, video recorder, televisi dan
sejenisnya.
d. Sepeda motor, sepeda dan becak.
e. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi
industri/jasa yang bersangkutan.
f. Alat dapur untuk memasak, makanan dan
minuman.
g. Dies, jigs, dan mould.
2. Pertanian, perkebunan, Alat yang digerakkan bukan dengan mesin.
kehutanan, dan perikanan
3. Industri makanan dan Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan
1
minuman seperti, huller, pemecah kulit, penyosoh,
pengering, pallet, dan sejenisnya
4. Perhubungan pergudangan Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai
dan komunikasi angkutan umum
5. Industri semi konduktor Falsh memory tester, writer machine, biporar test
system, elimination (PE8-1), pose checker
Kelompok 2
Nomor
Jenis Usaha Jenis Harta
urut
1. Semua jenis usaha a. Mabel dan peralatan dari logam temasuk
meja, bangku, kursi, almari dan sejenisnya
yang bukan merupakan bagian dari bangunan.
Alat pengatur udara seperti AC, kipas angin
dan sejenisnya.
b. Mobil, bus, truk speed boat dan sejenisnya.
c. Container dan sejenisnya.
2. Pertanian, perkebunan, a. Mesin pertanian / perkebunan seperti
kehutanan, dan perikanan traktor dan mesin bajak, penggaruk,
penanaman, penebar benih dan sejenisnya.
b. Mesin yang mengolah atau menghasilkan
atau memproduksi bahan atau barang pertanian,
kehutanan, perkebunan, dan perikanan.
3. Industri makanan dan a. Mesin yang mengolah produk asal
minuman binatang, unggas dan perikanan, misalnya
pabrik susu, pengalengan ikan .
b. Mesin yang mengolah produk nabati,
misalnya mesin minyak kelapa, magarine,
penggilingan kopi, kembang gula, mesin
pengolah biji-bijian seperti penggilingan beras,
gandum, tapioka.
c. Mesin yang menghasilkan / memproduksi
minuman dan bahan-bahan minuman segala
jenis.
d. Mesin yang menghasilkan / memproduksi
bahan-bahan makanan dan makanan segala
4. Industri mesin jenis.
5. Perkayuan Mesin dan peralatan penebangan kayu.
6. Konstruksi Mesin dan peralatan penebangan kayu.
Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat,
7. Perhubungan, prgudangan, dump truck, crane buldozer dan sejenisnya.
dan komunikasi a. Truck kerja untuk pengangkutan dan
bongkar muat, truck peron, truck ngangkang,
1
dan sejenisnya;
b. Kapal penumpang, kapal barang, kapal
khusus dibuat untuk pengangkutan barang
tertentu (misalnya gandum, batu - batuan, biji
tambang dan sebagainya) termasuk kapal
pendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan
dan sejenisnya, yang mempunyai berat sampai
dengan 100 DWT;
c. Kapal yang dibuat khusus untuk menghela
atau mendorong kapal-kapal suar, kapal
pemadam kebakaran, kapal keruk, keran
terapung dan sejenisnya yang mempunyai berat
sampai dengan 100 DWT;
d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang
mempunyai berat sampai dengan 250 DWT;
8. Telekomunikasi e. Kapal balon.
a. Perangkat pesawat telepon;
b. Pesawat telegraf termasuk pesawat
pengiriman dan penerimaan radio telegraf dan
9. Industri semi konduktor radio telepon.
Auto frame loader, automatic logic handler,
baking oven, ball shear tester, bipolar test handler
(automatic), cleaning machine, coating machine,
curing oven, cutting press, dambar cut machine,
dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in
system oven, dynamic test handler, eliminator
(PGE-01), full automatic handler, full automatic
mark, hand maker, individual mark, inserter
remover machine, laser marker (FUM A-01), logic
test system, marker (mark), memory test system,
molding, mounter, MPS automatic, MPS manual,
O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-
form machine, SMD stocker, taping machine,
tiebar cut press, trimming/forming machine, wire
bonder, wire pull tester.
Kelompok 3
Nomor
Jenis Usaha Jenis Harta
urut
1. Pertambangan selain Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang
minyak dan gas pertambangan, termasuk mesin - mesin yang
mengolah produk pelikan.
2. Pemintalan, penenunan, a. Mesin yang mengolah / menghasilkan
1
dan pencelupan produk-produk tekstil (misalnya kain katun,
sutra, serat-serat buatan, wol dan bulu hewan
lainnya, lena rami, permadani, kain-kain bulu,
tule).
b. Mesin untuk yang preparation, bleaching,
dyeing, printing, finishing, texturing, packaging
3. Perkayuan dan sejenisnya.
a. Mesin yang mengolah / menghasilkan
produk - produk kayu, barang-barang dari
jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.
b. Mesin dan peralatan penggergajian kayu
4. Industri kimia a. Mesin peralatan yang mengolah /
menghasilkan produk industri kimia dan
industri yang ada hubungannya dengan industri
kimia (misalnya bahan kimia anorganis,
persenyawaan organis dan anorganis dan logam
mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan kimia
organis, produk farmasi, pupuk, obat celup,
obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan
resinoida-resinonida wangi-wangian, obat
kecantikan dan obat rias, sabun, detergent dan
bahan organis pembersih lainnya, zat albumina,
perekat, bahan peledak, produk pirotehnik,
korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan
sinematografi.
b. Mesin yang mengolah / menghasilkan
produk industri lainnya (misalnya damar tiruan,
bahan plastik, ester dan eter dari selulosa, karet
sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan
kulit mentah).
5. Industri mesin Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin
menengah dan berat (misalnya mesin mobil, mesin
kapal).
a. Kapal penumpang, kapal barang, kapal
6. Perhubungan dan khusus dibuat untuk pengangkutan barang-
komunikasi barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan,
biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal
pendingin dan kapal tangki, kapal penangkapan
ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di
atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.
b. Kapal dibuat khusus untuk mengela atau
mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam
kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan
sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100
1
DWT sampai dengan 1.000 DWT.
c. Dok terapung.
d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang
mempunyai berat di atas 250 DWT.
e. Pesawat terbang dan helikopter-helikopter
segala jenis.
Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak
jauh.
7. Telekomunikasi
Kelompok 4
Nomor
Jenis Usaha Jenis Harta
urut
1. Konstruksi Mesin berat untuk konstruksi
2. Perhubungan dan a. Lokomotif uap dan tender atas rel.
telekomunikasi b. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan
dengan batere atau dengan tenaga listrik dari
sumber luar.
c. Lokomotif atas rel lainnya.
d. Kereta, gerbong penumpang dan barang,
termasuk kontainer khusus dibuat dan
diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat
atau beberapa alat pengangkutan.
e. Kapal penumpang, kapal barang, kapal
khusus dibuat untuk pengangkutan barang-
barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan,
biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal
pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap
ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di
atas 1.000 DWT.
f. Kapal dibuat khusus untuk menghela atau
mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam
kebakaran, kapal keruk, keran-keran terapung
1
dan sebagainya, yang mempunyai berat di atas
1.000 DWT.
g. Dok-dok terapung
Sama seperti akuntansi komersial, penyusutan menurut akuntansi pajak dimulai pada
bulan dilakukannya pengeluaran. Kecuali untuk harta yang masih dalam prosespengerjaan,
penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut sehingga penyusutan
pada tahun pertama dihitung secara prorate. Dengan persetujuan Direktorat Jendral Pajak,
penyusutan dapat dilakukan pada saat bulan tersebut digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.
Perhitungan Aset Tetap Atas Aset Tetap Yang Diperoleh Sebelum Tahun 1995 (Aturan
Peralihan)
1
Pengaturan penyusutan terhadap asset yang diperoleh sebelum tahun 1995 masih tetap
dimuat untuk menunjukan kronologis aturan tata cara penyusutan pada saat dikeluarkan
ketentuan peralihan pada tahun 1995.
Contoh, PT Jaya memiliki lima buah Aset Tetap Berwujud yang diperoleh sebelum tahun
1995. Dengan dikeluarkannya SE-44/PJ.4/1995 perihal penyusutan atau amortisasi atas pengeluran
untuk memperoleh harta yang masih dimiliki dan digunakan pada awal tahun pajak 1995, maka
perhitungan penyusutan PT Jaya tahun 1995 dilakukan sebagi berikut :
Apabila awal tahun 1995 sisa manfaat sudah habis atau sama dengan satu tahun, maka
diusulkan untuk disusutkan sekaligus dalam tahun 1995. Nilai Sisa Buku Aset tetap awal
1995 sebagai dasar penyusutan tahun 1995 dab seterusnya. Atas harta yang tidak lagi
digunkan unutk mendapatkan, menagih, dan memlihara penghasilan atau atas harta yang
telah habis masa manfaatnya secara fiscal tidak dapat disusutkan sejak tahun pajak 1995,
maka nilai buku yang masih ada atas harata tersebut dibebankan selutuhnya sebagai biaya
tahun 1995.
Metode penyusutan yang dipilih mencakup semua harata bukan bangunan yang
kemunginan diperolehnya sebelum atau diperoleh sejak tahun 1995 tidak diperkenankan
menggunakna dua macam metode penyusutan.
Penyusutan asset tetap yang dimiliki sebelum awal tahun pajak 1995 dan masih
digunakan untuk dapat mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, secara fiscal
masih mempunyai sisa manfaat penyusutan dilakukan berdasat Nilai Sisa Buku. Aset tetap
1
yang tidak lagi digunakan untuk mendapatkan dan mengagih serta memelihara penghasilan
atau telah habis masa manfaatnya secar fiscal sejak tahun 1995 tidak dapat disusutkan. Maka
Nilai Sisa Buku yang masih ada dibebankan seluruhnya sebagai biaya pada tahun 1995.
Sesuai surat edaran Direktur Jendral Pajak No. SE-44/PJ.4/1995 Tanggal 2 Oktober 1995
(diperbarui dengan SE-49/PJ.4/1995 Tanggal 31 Oktober 1995) tentang penyusutan adan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh harata yang masih dimiliki dan digunakan pada awal tahun
1995 sebagi berikut :
2 - 5 Tahun 1
7 - 11 Tahun 2
> 13 Tahun 3
Catatan :
1
AKUNTANSI PERPAJAKAN
AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD
Asset tidak berwujud dapat diketegorikan sebagai asset tetap perusahaan, namun
secara fisik asset tetap tersebut tidak tampak. Oleh karena itu, disebut dengan istilah tidak
berwujud. Dalam PSAK No. 19 Tahun 2007 menyatakan asset tetap tidak berwujud
(intangible assets) adalah asset tidak lancar (noncurrent assets) dan tidak berbentuk yang
memberikan hak keekonomian dan hokum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan
tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain. Karakteristik asset tidak
berwujud yang paling menonjol adalah tingkat ketikpastian nilai dan manfaat dikemudian
hari. Nilai asset tidak berwujud ini dapat dalam jumlah yang besar. Sedangkan bentuk asset
tidak berwujud ini dapat berbentuk hak paten, hak cipta , waralaba (franchise), merk dagang
dan goodwill.
Cara untuk memperoleh asset tidak tetap ini dapat dilakukan dengan membeli dari
pihak luar. Termasuk dalam harga asset tidak berwujud tersebut, yaitu harga beli termasuk
biaya tambahan untuk mendapatkan asset, misalnya biaya yang dibayar kepada pemerintah,
notaries, dan biaya administrasi lainnya.
Contoh asset tidak berwujud adalah hak paten, hak cipta, dan hak merek. Contoh
lainnya adalah biaya riset dan pengembangan. Demikian pula halnya dengan biaya yang
dikeluarkan dalam jumlah besar selama perusahaan belum menghasilkan produk komersial,
dikenal sebagai biaya pra operasional, termasuk biaya komisi dan biaya pendirian. Biaya
yang dapat dikapitalisasi ini juga dibebankan perperiode melalui amortisasi.
Pada tanggal 1 Januari 2008 aset perusahaan (tidak termasuk goodwill) besarnya Rp
1.050.000.000,00 dan utang Rp 110.000.000,00. Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung
goodwill sebagai berikut:
1. Metode Kapitalisasi Penghasilan Bersih Rata-rata
Pada cara ini ditetapkan bahwa jumlah yang akan dibayarkan kepada perusahaan
yang dibeli, dihitung dengan cara mengkapitalisasi estimasi penghasilan yang akan
datang dengan menggunakan tariff. Tarif ini yang menunjukkan hasil yang diharapkan
dari investasi (ditetapkan 10%).
Jumlah yang dibayar (Rp 120.000.000 x 100/10) Rp 1.200.000.000,00
Nilai bersih aset (Rp 1.050.000.000 x Rp 110.000.000) (Rp 940.000.000,00)
Goodwill Rp 260.000.000,00
2. Kapitalisasi Kelebihan Penghasilan Rata-rata
Perhitungan goodwill didasarkan pada penghasilan bersih rata-rata dan nilai aset
yang akan dibeli selanjutnya apabila diketahui hasil yang diharapkan dari investasi 10%
dan kelebihan penghasilan penghasilan yang akan dikapitalisasi 25%, maka penghitungan
goodwill:
Estimasi penghasilan yang akan datang Rp 1.200.000.000,00
Nilai bersih aset (Rp 940.000.000,00)
Kelebihan penghasilan Rp 260.000.000,00
Proyeksi hasil investasi 10% x Rp 260.000.000,00 Rp 26.000.000,00
Goodwill = 100/25 x Rp 26.000.000,00 = Rp 104.000.000,00
1
Biaya Yang Ditangguhkan
Biaya yang ditangguhkan (deffered cost) diketegorikan sebagai aset tetap tidak
berwujud. Aset tetap tidak berwujud mempunyai hak, tetapi pada biaya yang ditahun
ditangguhkan ini memperoleh nilai karena adanya pembayaran di muka yang biasanya
menyangkut masa yang lama. Konsekuensinya setiap tahun dilakukan amortisasi sebagai
contoh amortisasi atas biaya pendirian. Apabila biaya pendirian ini memberikan manfaat
selama perusahaan berdiri, maka biaya pendirian setelah dikapitalisasi tidak diamortisasi
sehingga tampak terus menerus dineraca. Sebaliknya terhadap biaya pendirian tidak memberi
manfaat langsung akan diamortisasi tergantung kebijakan perusahaan.
DEPLESI
Pada akuntansi komersial aset tidak tidak berwujud dikelompokkan menjadi aset
dengan masa manfaat yang dibatasi oleh ketentuan hukum yaitu: atas dasar ketentuan,
persetujuan atau sifat dari aset itu sendiri. Terdapat pula aset tidak berwujud yang masa
manfaatnya tidak terbatas sebagai contoh goodwill dan merek dagang. Sedangkan perkakuan
akuntansi untk tujuan pajak dalan Undang-undang Pajak tidak diatur secara tersendiri.
Masalah pengelompokkan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan akan dibahas
pada bahasan amortisasi.
Perusahaan dapat juga memperoleh hak, berupa hak untuk pengelolaan sumber alam
(penggalian dan pemanfaatnya). Biaya-biaya yang berkaitan dengan penguasaan akan
semakin berkurang setiap periodenya. Pembebanan biaya per periode tersebut disebut deplesi.
AMORTISASI
Amortisasi dalam Akuntansi Komersial
Pada saat tertentu nilai aset tidak berwujud akan habis. Oleh karena itu, harga
perolehan aset tidak berwujud harus diamortisasi selama taksiran masa manfaat, dan tidak
boleh dibebankan seluruhnya pada periode perolehan. Periode amortisasi ini harus dievaluasi
secara teratur, jumlah harga perolehan yang belum diamortisasi harus menjadi beban sisa
masa manfaat yang baru, namun dipersyaratkan untuk tidak meleihi 20 tahun dari tanggal
perolehan.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menaksir masa manfaat aset tidak berwujud
(PSAK No. 19 Tahun 2007):
1. Ketentuan hukum, peraturan, dan perjanjian yang membatasi masa manfaat
maksimum.
1
2. Kemungkinan untuk memperbarui atau memperpanjang masa manfaat yang telah
ditentukan .
3. Pengaruh keuangan, permintaan, persaingan, dan faktor perubahan ekonomi dan
teknologi yang mempengaruhi masa manfaat.
4. Perkiraan tindakan yang akan dilakukan oleh pesaing, pelaksana hukum atau
peraturan yang membatasi keunggulan dalam daya saing (competitive advantage).
5. Adanya masa manfaat yang tidak terbatas dan masa manfaat yang diharapkan tidak
dapat ditaksir secara wajar.
6. Kemungkinan aset tidak berwujud terdiri atas beberapa jenis atau faktor yang
mempunyai masa manfaat berbeda.
Praktik akuntansi komersial metode amortisasi aset tidak berwujud pada umumnya
menggunakan metode garis lurusyang dirumuskan:
Biaya amortisasi = % tarif x harga perolehan aset tidak berwujud
Namun ada pengecualian apabila terdapat metode lain yang lebih sesuia dengan
kondisi perusahaan.
Contoh: PT Jaya mengeluarkan seluruh biaya Rp 300.000.000,00 untuk memperoleh
hak paten yang dibayarnya tunai untuk masa manfaat 5 tahun. Dengan menggunakan garis
lurus, besarnya amortisasi tiap tahun = 1/5 x Rp 300.000.000,00 = Rp 60.000.000,00
Jurnal yang disusun:
1. Pada saat pembayaran
Hak paten 300.000.000
Kas dan Bank 300.000.000
2. Pada saat pembebanan
Biaya amortisasi 60.000.000
Hak paten 60.000.000
Untuk tujuan pajak dalam menghitung amortisasi aset tetap tidak berwujud, terlebih dahulu
aset tersebut dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya, yang terlihat sebagai berikut:
Kelompok harta
Masa manfaat Tarif amortisasi
tidak berwujud
1 kendaraan 5 kendaraan
Tanggal perolehan (5 Oktober 07) (5 Oktober 07)
Harga perolehan 90.000.000 450.000.000
Taksiran nilai residu 0 0
Jumlah yang disustkan 90.000.000 450.000.000
Taksiran umur 6 tahun 6 tahun
Penyusutan per tahun 15.000.000 75.000.000
Penyusutan per bulan 1.250.000 6.250.000
Penyusutan 2007 = 3 bulan 3.750.000 18.750.000
Nilai
Tahun Penyusutan Fiskal Nilai Buku
Penyusutan
2007 25 % 90.000.000 22.500.000 67.500.000
2008 25 % 67.500.000 16.875.000 50.625.000
2009 25 % 50.625.000 12.656.250 37.968.750
2010 25 % 37.968.750 9.492.187 28.476.563
2011 25 % 28.476.563 7.119.141 21.357.422
2012 25 % 21.357.422 5.339.356 16.018.066
2013 25 % 16.018.066 4.004.516 12.013.550
2014 sekaligus 12.013.550 0
90.000.000
1 Maret 2003
Nilai buku 2 kendaraan x 16.018.006 32.036.132
Penyusutan 2 bulan
2(2/12 x 25% x 16.018.066) 1.334.837
Nilai buku 2 kendaraan 33.370.000
Harga jual 100.000.000
Keuntungan penjualan 69.298.705
Penyusutan 1 kendaraan
Sumber:
Gunadi. 2009. Akuntansi Pajak Sesuai dengan Undang-Undang Pajak Baru: Edisi Revisi
2009. Jakarta: Grasindo.
Pardiat. 2008. Akuntansi Pajak: Rekonsiliasi Rugi-Laba Fiskal sebagai Dasar Pengisian
SPT. PPh. WP. Badan dalam Valuta Rupiah dan US Dollar Edisi 2. Jakarta: Mitra
Wacana media.
Waluyo. 2009. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
1