Anda di halaman 1dari 8

Akuntansi Pajak Penghasilan untuk Sewa

Guna Usaha (Leasing)


 4 November 2016 admin Dilihat 111.907 Kali  3 Komentar aset, leasing
Sewa (leasing) pada dasarnya merupakan praktik yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-
hari, termasuk dalam dunia bisnis/usaha. Pertimbangannya adalah efisiensi biaya. Jika
dengan sewa dapat tercapai tujuan dengan biaya yang lebih murah daripada membeli aset
maka suatu entitas (baik pribadi maupun perusahaan) akan memutuskan untuk menyewa.
Mengapa Leasing?
Hal ini dikarenakan dalam pembelian aset terdapat sejumlah biaya transaksi dan biaya
periodik yang harus dikeluarkan dan menyebabkan nilai perolehan aset tersebut lebih besar.
Diantaranya adalah biaya pembelian, biaya pemeliharaan, dan biaya suku cadang. Sementara
pada mekanisme leasing, biaya hanya meliputi biaya atas sewa atau biaya penyusutan
(depresiasi), tergantung jenis leasing yang dilakukan. Selain itu, menurut Weygandt,
Kimmel, dan Kieso (2015: 1.272) terdapat beberapa keuntungan bagi pihak yang menyewa
melalui leasing daripada memiliki atau membeli aset antara lain: tarif sewa yang tetap
sampai akhir periode, kemudahan dalam menukar aset sewa yang dinilai usang, fleksibilitas
dalam perjanjian sesuai dengan kebutuhan kedua pihak, merupakan bentuk pendanaan yang
lebih murah, menghemat biaya pajak (terkait biaya penyusutan), tidak diwajibkan untuk
tercantum di dalam neraca (off-balance-sheet) sehingga mendongkrak nilai rasio efisiensi
dan leverage. Sedangkan bagi pihak yang menyewakan, sebagaimana dijelaskan oleh
Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2015: 1.284) keuntungan menyewakan aset antara lain:
adanya pendapatan sewa (pokok), pendapatan bunga (tergantung jenis leasing), insentif
pajak (tergantung kebijakan perpajakan negara), dan adanya nilai sisa yang tinggi.
Ragam Leasing
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 (Revisi 2011) sewa adalah suatu
perjanjian dimana lessor (pihak yang menyewakan) memberikan hak kepada lessee (pihak
yang menyewa) untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati.
Sebagai bentuk kompensasi atas pemanfaatan aset/properti tersebut, maka lessee membayar
uang sewa (rental payments) kepada lessor sesuai dengan termin periode yang disepakati.
Terdapat dua jenis mekanisme dalam sewa yang sudah diakui dalam dunia bisnis, yaitu sewa
operasional tanpa hak opsi (operating lease) dan sewa pembiayaan dengan hak opsi
(capital lease).
Sewa operasional adalah bentuk sewa yang sangat sederhana dan biasanya digunakan untuk
kepentingan jangka pendek sehingga tidak terlalu memperhitungkan nilai aset pada masa
yang akan datang. Status kepemilikan dalam sewa operasional tidak mengalami perubahan
dari status legalnya, yaitu aset yang disewakan (leased asset) tetap menjadi
milik lessor meskipun hingga batas waktu tertentu dipakai oleh lessee. Konsekuensinya,
biaya yang dikeluarkan untuk memelihara aset tersebut ditanggung pihak lessor. Biasanya
untuk mencegah terjadinya kerugian, maka lessor memasang tarif sewa dengan telah
memperhitungkan nilai perolehan aset (historical cost), biaya pemeliharaan dan margin
keuntungan (gain). Sementara itu, sewa pembiayaan digunakan untuk menyewakan aset
dalam jangka panjang dengan masa sewa minimal 75% dari usia ekonomis aset yang
disewakan, sewa pembiayaan juga memiliki kerumitan tertentu karena melibatkan unsur
bunga dan alternatif pengalihan status kepemilikan pada akhir periode sehingga sewa
pembiayaan (capital lease/ finance lease) pada dasarnya adalah bentuk lain dari pembelian
aset secara cicilan dan juga karena nilai sewa saat ini (present value) tidak kurang dari 90%
nilai wajar (fair value) aset yang disewakan sehingga dapat dianggap sebagai bentuk lain
penjualan aset.
Akuntansi Perpajakan Leasing
Di dalam laporan keuangan, ketentuan mengenai aset leasing diperlakukan sesuai dengan
sudut pandang pelapornya yaitu sudut pandang lessor  dan lessee. Perlakuan akuntansi
pajak terhadap atas leasing disesuaikan dengan jenis sewa yang disepakati
(operating atau capital/finance).
Operating Lease- Lessee- (Tanpa Hak Opsi)
Di dalam laporan keuangan lessee, adanya transaksi operating lease berdampak pada
penyajian beban sewa di dalam Laporan Rugi/Laba. Lesse juga tidak berhak mencantumkan
aset yang disewanya ke dalam neraca karena secara legal tidak ada peralihan kepemilikan
(suatu keuntungan yang akan membuat rasio keuangan lessee menjadi bagus). Mengingat
konsep operating lease yang sederhana maka tidak ada penyajian informasi terkait
utang leasing dan beban penyusutan di dalam Laporan Keuangan lessee (Neraca dan
Laporan Rugi/Laba). Dari sisi perpajakan, terkait adanya transaksi operating lease ini
maka lessee bertindak sebagai pihak pemotong PPh Pasal 23 atas sewa. Sehingga nilai sewa
yang dibayarkan lessee kepada lessor adalah nilai bersih yang sudah dipotong PPh Pasal
23. Berikut disajikan ilustrasi operating lease sebagai penjelasan.
Pada tahun 2016 PT Bina Cita (lessee) menyewa sebuah mesin produksi dari PT Cipta
Karya (lessor) dengan kesepakatan bentuk sewa adalah operating lease. Masa manfaat
mesin adalah 5 tahun dan PT Bina Cita hanya menyewa selama satu tahun saja dengan nilai
sewa Rp24.000.000,- per tahun. Uang sewa untuk setahun penuh dibayarkan kepada PT Cipta
Karya pada setiap awal tahun (Januari 2016). Maka berikanlah penjelasan dan analisis yang
komprehensif mengenai aspek akuntansi dan perpajakan yang harus dilakukan oleh PT Bina
Cita jika kedua pihak tetap melakukan pengakuan pendapatan dan beban untuk setiap bulan
di pembukuan masing – masing.
Terhadap ilustrasi diatas, maka dari sisi akuntansi dan perpajakan PT Bina Cita harus
mencatat biaya yang dibayarkan kepada PT Cipta Karya sebagai beban sewa. Tetapi disaat
yang sama ketika melakukan pembayaran, maka PT Bina Cita harus memotong PPh Pasal 23
sebesar 2% dari nilai sewa. PPh Pasal 23 yang telah dipotong ini akan menjadi utang yang
wajib disetorkan ke Kas Negara sesuai batas waktu yang ditentukan. Aspek lain yang harus
diperhatikan PT Bina Cita adalah sehubungan dengan pembayaran yang dilakukan pada awal
tahun sehingga saat dilakukan pembayaran, PT Bina Cita memperoleh hak untuk
memanfaatkan sampai dengan akhir tahun (Sewa Dibayar Dimuka) sebesar Rp24.000.000,-
atau setara dengan Rp2.000.000,- per bulan. Sehingga ayat jurnal yang perlu dicatat oleh PT
Bina Cita untuk periode Januari 2016 adalah sebagai berikut:

Keterangan Debit Kredit


Beban Sewa Rp2.000.000 –
Sewa Dibayar Dimuka Rp22.000.000  
         Kas – Rp23.520.0
         Utang PPh Pasal 23 – Rp480.000
 

Ketika PPh Pasal 23 sudah disetor ke Kas Negara maka PT Bina Cipta melakukan pencatatan
sebagai berikut:

Keterangan Debit Kredit


Utang PPh Pasal 23 Rp480.000 –
          Kas – Rp480.000
 

Operating Lease- Lessor- (Tanpa Hak Opsi)


Di dalam Laporan keuangan lessor, transaksi operational lease terlihat dari adanya akun
Pendapatan Sewa di dalam Laporan Rugi/Laba. Lessor juga masih wajib
mencantumkan leased asset sesuai dengan nilai yang telah disusutkan secara proporsional
menurut besaran depresiasi. Hal ini dikarenakan lessor wajib setiap tahun
menyusutkan leased asset sesuai masa manfaat aset tersebut. Sehingga di dalam Laporan
Rugi/Laba terdapat proporsi yang wajar antara pendapatan yang diperoleh dengan beban
penyusutan yang ditimbulkan (matching concept). Disaat yang sama, lessor wajib
menanggung beban pemeliharaan leased asset sehingga beban tersebut wajib dibiayakan di
dalam Laporan Rugi/Laba yang meliputi: biaya penilai (appraisal fee), biaya
perantara (finders fee), dan biaya suku cadang. Lessor meneriman penghasilan melalui
penyewaan leased asset kepada lessee dengan tetap memperhatikan adanya kewajiban
untuk dipotong PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut. Contoh kasus yang dapat membantu
adalah sebagai contoh kasus sebelumnya namun analisis dan penjelasan diberikan dari sudut
pandang PT Cipta Karya sebagai lessor.
Dari contoh sebelumnya, jika ternyata PT Cipta Karya telah menghitung nilai mesin produksi
tersebut sebesar Rp120.000.000,-. Maka berikanlah penjelasan dan analisis yang
komprehensif mengenai aspek akuntansi dan perpajakan yang harus dilakukan oleh PT Cipta
Karya.

Secara akuntansi aspek terpenting yang harus dipahami bahwa ketika bulan Januari 2016 PT
Cipta Karya menerima pendapatan yang belum sepenuhnya menjadi haknya sehingga disebut
Pendapatan Diterima Dimuka, yaitu pendapatan dari pembayaran sewa untuk bulan Februari
s.d. Desember 2016. Adapun untuk periode Januari 2016 sudah dapat dicatat sebagai
Pendapatan Sewa. Kemudian, terhadap aliran kas masuk yang diterima PT Cipta Karya maka
PT Cipta Karya harus mencatatnya sebagai Kas sebesar nilai bersih setelah dipotong PPh
Pasal 23 dan mencatat pemotongan tersebut sebagai PPh Pasal 23 Dibayar Dimuka. Sehingga
ayat jurnal yang disiapkan oleh PT Cipta Karya pada Januari 2016 adalah sebagai berikut:

Keterangan Debit
Kas Rp23.520.000
PPh Pasal 23 Dibayar Dimuka Rp480.000
         Pendapatan Sewa –
         Pendapatan Sewa Diterima Dimuka –
 

Pada akhir tahun 2016, PT Cipta Karya wajib mencatat jurnal penyusutan atas mesin
produksi sebesar Rp120.000.000 dibagi secara proporsional untuk 5 tahun yaitu
Rp24.000.000,- dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Keterangan Debit
Beban Penyusutan- Leased Asset Rp24.000.000
         Akumulasi Beban Penyusutan –
 

Jadi dari ilustrasi diatas dapat diketahui bahwa Operating Lease baik dipandang dari
sisi lessee maupun lessor tidak sama sekali melibatkan konsep bunga dan diperuntukkan
untuk masa sewa yang singkat (masa sewa tidak lebih dari 75% usia manfaat aset yang
hendak disewa) dan nilai sewa tidak melebihi 90% nilai wajar aset tersebut. Ciri khas utama
yang mudah dikenali dari Operating Lease ini adalah tidak adanya opsi pengalihan
kepemilikan aset. Status kepemilikan tetap yakni menjadi milik lessor sampai dengan masa
sewa berakhir. Aspek akuntansi dan perpajakan atas jenis sewa ini terbilang sederhana karena
hanya melibatkan perhitungan yang proporsional.
Capital Lease- Lessee- (Dengan Hak Opsi)
Didalam laporan keuangan lessee transaksi capital lease menyebabkan kepemilikan aset
dari leasing harus dilaporkan di dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca). Diiringi dengan
penyajian nilai utang leasing di sisi kewajiban. Ketentuan ini membawa konsekuensi
penyajian Beban Penyusutan- Aset Leasing pada Laporan Rugi/Laba dan Akumulasi
Penyusutan- Aset Leasing didalam Neraca. Namun, poin penting yang perlu diperhatikan
adalah bahwa pembebanan Beban Penyusutan- Aset Leasing selama masa sewa hanya
diperkenankan untuk kepentingan komersial. Dalam rangka menghitung PPh Badan,
Beban Penyusutan- Aset Leasing selama masa sewa tidak diperkenankan
dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto, pembebanan diperkenankan
ketika masa sewa telah habis dan Aset Leasing telah menjadi
milik lessee dengan dasar penyusutan adalah nilai residu. Hal ini sebagaimana
telah diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-1169/KMK.01/1991 dan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-10/PJ.47/1994 termasuk pula dalam hal ini
Beban Bunga yang muncul sehubungan dengan transaksi capital lease. Selain itu, terkait
adanya transaksi capital lease ini maka lessee tidak boleh bertindak sebagai pihak
pemotong PPh Pasal 23 atas sewa. Sehingga nilai sewa yang
dibayarkan lessee kepada lessor adalah nilai bersih tanpa dipotong PPh Pasal 23. Berikut
disajikan ilustrasi capital lease sebagai penjelasan.
Pada 1 Januari 2012, PT Pelangi menyewakan peralatan kepada PT Bianglala. Peralatan
tersebut seharga 2.000.000 (Nilai wajar peralatan). Perjanjian sewa mengandung klausul –
klausul berikut ini:

 Masa Sewa 8 tahun


 Pembayaran tahunan setiap 1/1 sebesar 450.000
 Masa manfaat peralatan 10 tahun
 Estimasi nilai sisa pada akhir masa sewa adalah 300.000
Sewa dapat dibatalkan, dan PT Bianglala akan dikenakan penalti yang tidak signifikan. PT
Bianglala akan mengembalikan peralatan kepada PT Pelangi pada akhir masa sewa. Present
Value (Nilai Kini) dari pembayaran sewa minimum (dihitung dengan menggunakan tingkat
bunga implisit 11.65%) adalah Rp1.827.100
Dari kasus diatas, untuk memastikan jenis sewa yang tepat maka dapat dilakukan sejumlah
uji kriteria sebagai berikut:

Kriteria Umum
Ada Transfer Kepemilikan
Klausul: “PT Bianglala akan mengembalikan peralatan kepada PT Pelangi pada akhir masa sewa
dapat berarti lessee memilih untuk tidak memanfaatkan hak opsi.
Ada Penawaran untuk Membeli Hak Opsi (Bargain- Purchase Option)
Klausul: Tidak dinyatakan dalam soal tetapi dari informasi bahwa aset tersebut dinilai lebih rendah ketika o
maka terdapat kecenderungan transaksi tersebut mengandung Hak Opsi yang dapat dimanfaatkan lessee.
Masa sewa lebih dari atau sama dengan 75% dari usia ekonomis aset yang disewakan.
Analisis:  =  = 80%

Nilai Kini dari pembayaran sewa lebih dari atau sama dengan 90% nilai wajar aset
Analisis:  =  = 91.35%

Setelah melakukan uji kriteria diatas maka dapat disimpulkan bahwa transaksi sewa antara
PT Bianglala selaku lessee dengan PT Pelangi selaku lessor adalah capital lease. Hal ini
konsisten dengan bagan yang diuraikan oleh Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2015: 1.275)
sebagai berikut:
Analisis selanjutnya adalah mekanisme pencatatan komersial (penting dipahami bahwa dalam
ketentuan perpajakan atau fiskal, lessee tidak diperkenankan mengakui beban penyusutan
atas Aset Leasing dan Beban Bunga) yang harus dilakukan lessee pada laporan
keuangannya. Pencatatan yang dilakukan lessee harus mengikuti besaran angsuran setiap
tahun yang dihitung sebagai berikut:
Present Value of minimum lease payments : Rp1.827.100
PT Bianglala.                                                                                                                         
Lease Amortization Schedule. (Lessee)

Perhitungan Bunga dan Pokok


Annual Payment Less Interest (11.65%) on Reduction of Lease
Tanggal Executory Costs Liability Liability
01/01/12 Rp450.000 – –
01/01/12 Rp450.000 – Rp450.000
01/01/13 Rp450.000 Rp160.432 Rp289.568
01/01/14 Rp450.000 Rp126.697 Rp323.303
01/01/15 Rp450.000 Rp89.033 Rp360.967
 

Jurnal yang dicatat oleh PT Bianglala (lessee) untuk tahun 2012 s.d. tahun 2015 adalah
sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debit


Aset Leasing Rp1.827.100
01/01/12          Utang Leasing –
Utang Leasing Rp450.000
01/01/12          Kas –
31/12/12 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000
         Akumulasi Beban Penyusutan –
Analisis:  =
= Rp250.000

 
 
01/01/13 Utang Bunga Rp160.432
  Utang Leasing Rp289.568
             Kas –
31/12/13 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000
           Akumulasi Beban Penyusutan –
01/01/14 Utang Bunga Rp126.697
  Utang Leasing Rp323.303
             Kas –
31/12/14 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000
           Akumulasi Beban Penyusutan –
01/01/15 Utang Bunga Rp89.033
  Utang Leasing Rp360.967
             Kas –
31/12/15 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000
           Akumulasi Beban Penyusutan –
 

Capital Lease- Lessor- (Dengan Hak Opsi)


Di dalam laporan keuangan transaksi capital lease terlihat dengan adanya akun Pendapatan
Sewa dan Pendapatan Bunga. Sama halnya seperti pada sudut pandang lessee, pada Capital
Lease, Lessor juga masih wajib mencantumkan leased asset sesuai dengan nilai yang
telah disusutkan secara proporsional menurut besaran depresiasi. Hal ini
dikarenakan lessor wajib setiap tahun menyusutkan leased asset sesuai masa manfaat aset
tersebut. Sehingga di dalam Laporan Rugi/Laba terdapat proporsi yang wajar antara
pendapatan yang diperoleh dengan beban penyusutan yang ditimbulkan (matching
concept). Disaat yang sama, lessor wajib menanggung beban pemeliharaan leased
asset sehingga beban tersebut wajib dibiayakan di dalam Laporan Rugi/Laba yang meliputi:
biaya penilai (appraisal fee), biaya perantara (finders fee), dan biaya suku cadang. Bila
dianalisis, maka terdapat dua pembebanan biaya penyusutan aset pada Capital Lease yakni
oleh lessor dan lessee. Dari sisi perpajakan hal ini menyebabkan terkoreksinya (negatif)
potensi PPh akhir tahun (PPh Pasal 25/29) yang harus ditanggung keduanya. Sehingga
ketentuan perpajakan hanya memperkenankan pembebanan biaya penyusutan
oleh lessor dan adapun lessee hanya diperkenankan melakukan hal tersebut jika hak opsi
dimanfaatkan dan aset beralih kepemilikan dengan dasar penyusutan sebesar nilai sisanya.
Contoh kasus yang dapat mewakili sudut pandang ini adalah sebagaimana pada kasus PT
Pelangi sebagai lessor. Jurnal yang harus dibuat oleh PT Pelangi (2012-2015) adalah
sebagaimana ditampilkan berikut ini:

Tanggal Keterangan Debit


Piutang Leasing Rp1.827.100
01/01/12          Aset Leasing –
Kas Rp450.000
01/01/12          Pendapatan Sewa –
Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000
         Akumulasi Beban Penyusutan –
Analisis:  =
= Rp250.000

 
31/12/12  
01/01/13 Kas Rp450.000
           Pendapatan Bunga –
           Pendapatan Sewa –
31/12/13 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000
           Akumulasi Beban Penyusutan –
01/01/14 Kas Rp450.000
           Pendapatan Bunga –
           Pendapatan Sewa –
31/12/14 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000
           Akumulasi Beban Penyusutan –
01/01/15 Kas Rp450.000
           Pendapatan Bunga –
           Pendapatan Sewa –
31/12/15 Beban Penyusutan- Leased Asset Rp250.000
           Akumulasi Beban Penyusutan –
 

Dari jurnal diatas dapat terlihat bahwa aspek akuntansi yang perlu diperhatikan
pihak lessor adalah adanya pengakuan pendapatan atas penghasilan berupa pendapatan sewa
dan pendapatan bunga. Keduanya dicantumkan di dalam Laporan Rugi/ Laba sebagai
pendapatan operasional untuk pendapatan sewa sedangkan untuk pendapatan bunga
merupakan pendapatan lainnya. Selain itu, lessor diperkenankan membebankan biaya
penyusutan yang dihitung dengan metode garis lurus sebagai pengurang pendapatan. Dari
penjelasan diatas dapat terlihat pula bahwa tidak aspek transaksi PPh Pasal 23 atas sewa
dengan mekanisme capital lease

Anda mungkin juga menyukai