Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI PERPAJAKAN

14
15
16
17
18
19
20
PEMBAHASAN
Akuntansi Perpajakan

PILIHAN GANDA
No Jawaban dan Pembahasan
1 A
Metode penilaian persediaan yang diperbolehkan secara fiskal hanyalah FIFO dan Average,
sementara Moving Average tidak diperbolehkan, untuk B dan C merupakan metode yang
sama dan tidak diperbolehkan karena tidak berdasarkan historical cost. Sementara metode
pencatatan persediaan adalah perpetual atau periodik.
2 B
Karena pada dasarnya tidak dalam fiskal/perpajakan tidak diperbolehkan menyisihkan nilai
persediaan yang belum benar-benar terjadi. Sehingga apabila PT Indah melakukan hal
tersebut akan mengakibatkan penjurnalan COGS (Db) pada Inventory(Kr) atau Pencadangan
penurunan inventory (Db) pada Inventory (Kr) sebesar Rp100.000.000. sehingga karena
COGS naik maka menyebabkan profit perusahaan berkurang dan harus di lakukan koreksi
fiskal positif sebesar Rp100.000.000.
3 D
Material dalam gudang merupakan Inventory Finish Goods sehingga masuk dalam
perhitungan.
Kemudian barang dagang konsinyasi masih menjadi finish goods PT BST karena pada
dasarnya inventory tersebut masih menjadi kepemilikan PT BST atas akad dari konsinyasi by
default.
Barang setengah jadi dapat dibagi menjadi dua penjurnalan yaitu langsung masuk inventory
ataupun dipisahkan melalui jurnal baru yaitu Inventory-Work in Process, namun di kejadian
ini dapat dimasukan kepada inventory saja.
Untuk FOB Destination tidak boleh dicatat sebagai Inventory karena akad yang dibentuk
masih dalam perjalanan dan belum dapat do klaim sebagai inventory PT BST, namun untuk
FOB Shipping Point dapat dikategorikan sebagai inventory PT BST.
Sehingga Inventory total nya adalah Rp180.000.000
(100.000.000+20.000.000+50.000.000+10.000.000)
4 D
Karena di kedua aturan tersebut tidak ada yang mengatur perihal sanksi atas pengalihan
aset pasca revaluasi.
5 C
Pada dasarnya hasil revaluasi apabila mengalami kenaikan nilai maka akan dipotong PPh
Final dengan ketentuan PMK 79/PMK.03/2008 sebesar 10%
6 C
Dikarenakan memiliki hubungan antara PT Kangen dengan PT Kenangan yang mana
merupakan anak perusahaan maka harga yang diakui secara fiskal adalah nilai pasar yaitu
Rp1.300.000.000, sehingga besaran keuntungan adalah Rp300.000.000
7 A
Perhitungan atas pertukaran aset haruslah disesuaikan dengan harga pasar untuk laba rugi
fiskal sehingga jawaban paling tepat adalah A
9 A
Karena nilai Cash yang dibayarkan sepenuhnya akan menjadi nilai investment meskipun FV
dibawah nilai cash, maka akan di sesuaikan dengan Goodwill

21
10 C
Pemotong adalah PT Aneka karena dia adalah Badan DN sehingga memiliki kewajiban
pemotongan. PPh Pasal 26 yang di potong adalah = 20% x (25% x Rp3.000.000.000) =
Rp150.000.000
11 C
Utang PPh Pasal 26 = 10% x (25% x Rp200.000.000) = Rp5.000.000
12 B
PPh Final 4 ayat (2) atas penjualan saham di BEI = 0,1% x (1.000.000 lembar x Rp500/lembar)
= Rp500.000
13 A
Apabila masih 2019 maka masih berlakunya PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima Badan
DN, dikenakan tarif 15% non-final
14 C
Karena pada dasarnya pembayaran awal tahun hanyalah 20.000.000 maka tidak mungkin
lebih daripada itu, sementara yang lain telah benar dan sesuai dengan SGU – tanpa hak opsi.
15 C
Karena apabila ada pembelian saham oleh WP LN maka perusahaan yang sahamnya dibeli
wajib melakukan penyetoran sendiri, sementara apabila WPLN menjual saham milik WPDN
maka perusahaan yang diperjualbelikan tersebut wajib memotong PPh Pasal 26
16 D
PT Sarana wajib memotong PPh Pasal 26 atas jasa konstruksi dari Luar Negeri, untuk besaran
tarif sebenarnya harus sesuai dengan P3B yang ada apabila tidak diatur/tidak ada P3B maka
by default akan ditetapkan sebesar 20%.
17 C
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan (3) PP 51 Tahun 2008
18 D
Berdasarkan SE-05/PK.03/2008 hanya mengatur bahwa penghasilan yang diterima wajib
disetorkan sendiri dan dilaporkan. Namun untuk kredit pajak luar negeri tidak diatur.
19 D
Sudah jelas dan tertera pada PPT Pak Komang
20 C
Sudah jelas dan tertera pada PPT Pak Komang

22
ESSAY
1. Pada dasarnya Sewa Guna Usaha (SGU) pada akuntansi dan perpajakan terdapat kesamaan yaitu
terbagi menjadi dua:
• SGU dengan hak opsi, perusahaan menyatakan menyewa mesin (barang modal) untuk
jangka waktu tertentu tanpa bisa membatalkan persewaan nya.
• SGU tanpa hak opsi, perusahaan menyewakan aktiva untuk jangka pendek dan penyewa
dapat mengembalikan aktiva yang disewa segera setelah periode penyewaan berakhir, serta
tidak ada pilihan/opsi untuk membeli aktiva yang disewa jenis persewaan ini disebut.

Namun dalam aspek perpajakan memiliki ketentuan khusus sebagai gambar dibawah ini:

Untuk contoh penjurnalan pada SGU Akuntansi VS Perpajakan terdapat perbedaan yang
mencolok pada beban penyusutan yang dapat diakui, contohnya sebagai berikut ini:

Contoh SGU dengan hak opsi (Capital Leasing)

23
Jurnal Enteries-Lessee

Pada pencatatan leasing (1 Januari 2013)

Akuntansi

Aktiva-Capital Leasing 100.000.000

Utang –Capital Leasing 100.000.000

Fiskal

Aktiva-Capital Leasing 100.000.000

Utang-Capital Leasing 100.000.000

Jurnal pembayaran uang muka (1 Januari 2013)

Akuntansi

Utang –Capital Leasing 25.000.000

Kas 25.00.000

24
Fiskal

Utang –Capital Leasing 25.000.000

Kas 25.00.000

Jurnal saat pembayaran leasing (31 Desember 2013)

Akuntansi

Utang –Capital Leasing 17.500.000

Biaya Bunga 7.500.000

Kas 25.000.000

Biaya Penyusutan 25.000.000

Akumulasi Penyusutan 25.000.000

Asumsi aktiva disusutkan dalam jangka waktu 4 tahun (100.000.000/4 tahun)

Fiskal

Utang-capital leasing 17.500.000

Biaya Bunga 7.500.000

Kas 25.000.000

Biaya-Capital Leasing 25.000.000

Akumulasi Biaya-Capital Leasing 17.500.000

Biaya Bunga 7.500.000

Jurnal Rekonsiliasi

Income Summary 25.000.000\

Biaya-Capital Leasing 25.000.000

Jurnal Enteries-Lessor Akuntansi dan Perpajakaan sama saja

Jurnal saat pencatatan leasing dan pendapatan bunga (1 Januari 2013)

Piutang-Capital Leasing 125.000.000

Pendapatan Bunga yang belum diakui 25.000.000

Aktiva-Capital Leasing 100.000.000

25
Jurnal saat membayar uang muka (1 Januari 2013)

Kas 25.000.000

Piutang-Capital Leasing 25.000.000

Jurnal saat pembayran capital leasing (31 Desember 2013)

Kas 25.000.000

Pendapatan bunga yang belum diakui 7.500.000

Pendapatan Bunga 7.500.000

Piutang-Capital leasing 25.000.000

Jurnal saat pembayaran capital leasing (31 Desember 2014)

Kas 25.000.000

Pendapatan bunga yang belum diakui 5.750.000

Pendapatan Bunga 5.750.000

Piutang-Capital leasing 25.000.000

Contoh SGU tanpa hak opsi (Operating Leasing)

26
27
2. Atas perilaku revaluasi secara komersial tersebut memang diperbolehkan, namun untuk
pelaporan pajak harus dilakukan rekonsiliasi fiskal positif/negatif atas beban penyusutan yang
meningkat/menurun. Kemudian untuk penjualan yang dilakukan keuntungan ataupun kerugian
atas penjualan aset harus menggunakan dasar pengenaan dari historical cost untuk pelaporan
fiskal/pajak. Selain itu PT Aman Tentram juga haruslah memungut PPN atas penjualan aset (kode
090).
3. Aspek perpajakan bagi jasa konstruksi akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) final,
kemudian untuk mengenakan pajak final atas jas konstruksi tersebut badan wajib melampirkan
SIUJK (Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi) untuk pengenaan tarif berdasarkan kualifikasi usaha yang
dimiliki. Kemudian insentif terbaru yang ada adalah PPh Final DTP atas Jasa Konstruksi
berdasarkan PMK No 11/PMK.03/2020. PPh final yang mendapat fasilitas Ditanggung Pemerintah
ini atas penghasilan jasa konstruksi yang diterima dan diperoleh wajib pajak penerima P3-TGAI
akan ditanggung pemerintah.

28
KASUS
1. PT Surya Indra (PKP) bidang usaha perdagangan. Sistem pencatatan persediaan adalah perpetual.
Penyusutan saldo menurun (double declining method) untuk aktiva selain bangunan. Transaksi
selama bulan Januari 2021. Perhitungan serta jurnal sebagai berikut:
Tanggal 17 Januari 2021
Pembayaran termin ke-2 (25% x Rp2.300.000.000) = Rp575.000.000
PPN yang akan dipungut oleh PT Kana = 10% x Rp575.000.000
= Rp57.500.000
PPh Pasal 4 Ayat (2) yang wajib dipotong oleh PT Surya Indra, (sertifikasi pelaksana jasa
konstruksi menegah dengan tarif 3% berdasarkan PP 51/2018.)
PPh Pasal 4 ayat (2) = 3% x Rp575.000.000
= Rp17.250.000
Dasar Hukum Pasal 19 PP Nomor 1 Tahun 2012

Jurnal Tanggal 17 Januari 2021

Tanggal Jurnal Debit Kredit


17 Akumulasi -Aset Jasa Konstruksi Rp 575.000.000
PPN Masukan Rp 57.500.000
Utang PPh Pasal 4 ayat (2) Rp 17.250.000
Kas Rp 615.250.000

Tanggal 24 Januari 2021

Tahun
Ke Bulan Harga Perolehan Penyusutan Akumulasi Penyusutan Nilai Buku Akhir Tahun
0 - - - - Rp 840.000.000
1 9 Rp 840.000.000 Rp 78.750.000 Rp 78.750.000 Rp 761.250.000
2 12 Rp 761.250.000 Rp 95.156.250 Rp 173.906.250 Rp 666.093.750
3 12 Rp 666.093.750 Rp 83.261.719 Rp 257.167.969 Rp 582.832.031
4 12 Rp 582.832.031 Rp 72.854.004 Rp 330.021.973 Rp 509.978.027
5 12 Rp 509.978.027 Rp 63.747.253 Rp 393.769.226 Rp 446.230.774
6 1 Rp 446.230.774 Rp 4.648.237 Rp 398.417.463 Rp 441.582.537

Nilai nominal saham sebesar = 100 lembar x Rp2.000.000/lembar

= Rp200.000.000

Jurnal Tanggal 24 Januari 2021

Tanggal Jurnal Debit Kredit


24 Saham Ordinary- PT Zahra Rp 200.000.000
Akumulasi Penyusutan Rp 398.417.463
Kerugian atas pertukaran aset Rp 241.582.537
Aktiva Tetap-Kelompok III Rp 840.000.000

29
Tanggal 25 Januari 2021
Penyusutan setelah revaluasi (1 Januari 2019)

Tahun Bula Harga Akumulasi Nilai Buku Akhir


Ke n Perolehan Penyusutan Penyusutan Tahun
Rp
0 - - - - 1.080.000.000
Rp Rp Rp Rp
1 12 1.080.000.000 54.000.000 54.000.000 1.026.000.000
Rp Rp Rp Rp
2 12 1.026.000.000 54.000.000 108.000.000 972.000.000
Rp Rp Rp Rp
3 1 972.000.000 4.500.000 112.500.000 967.500.000

Jumlah PPN yang wajib di pungut

PPN = 10% x Rp1.200.000.000 = Rp120.000.000

Jumlah PPh Pasal 4 Ayat (2) yang wajib di setor sendiri

PPh Pasal 4 ayat (2) = 2,5% x Rp1.200.000.000 = Rp30.000.000

Jurnal Tanggal 25 Januari 2021

Tanggal Jurnal Debit Kredit


25 Kas Rp 1.200.000.000
Akumulasi Penyusutan-Gudang Rp 112.500.000
Keuntungan atas pengalihan Rp 232.500.000
Bangunan-Gudang Rp 1.080.000.000

Kas Rp 120.000.000
PPN Keluaran Rp 120.000.000

PPh Pasal 4 ayat (2) Rp 30.000.000


Kas Rp 30.000.000

Tanggal 29 Januari 2021

Berdasarkan dasar hukum UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, dapat disimpulkan bahwa
penerima dividen selama dia SPDN maka akan di bebaskan dari pemotongan dengan syarat di
investasikan kembali di Indonesia, dan apabila tidak maka WPOP wajib menyetorkan nya
sendiri. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa kewajiban pemotongan PPh atas dividen
hanyalah atas transaksi huruf C.

Besaran dividen kepada Mr. Advent: 20% x (15% x Rp300.000.000): Rp9.000.000

30
Jurnal Tanggal 29 Januari 2021

Tanggal Jurnal Debit Kredit


29 Dividen Payable Rp 300.000.000
Kas Rp 300.000.000
Kas Rp 9.000.000
Utang PPh Pasal 26 Rp 9.000.000

Tanggal 31 Januari 2021

Untuk perhitungan stock opname secara akuntansi akan di lakukan LCNRV atas hasil opname
gudang yang dilakukan. Di keterangan diketahui bahwa persediaan fisik lebih kecil sebesar Rp.
2.000.000, sehingga akan ada jurnal secara akuntansi mengurangi Inventory. Namun secara
pajak hal tersebut tidak boleh dilakukan karena di pajak akan mengenakan historical cost
sehingga harus di koreksi fiskal positif atas hal tersebut.

Jurnal Tanggal 31 Januari 2021

Tanggal Jurnal Debit Kredit


31 Piutang Usaha Rp 28.800.000
Pendapatan-Penjualan Rp 28.800.000

Cost Of Goods Sold Rp 24.000.000


Inventory Rp 24.000.000

Cost of Goods Sold Rp 2.000.000


Inventory Rp 2.000.000

2. PT STAN dan DJP melakukan merger menjadi PT START UP,


a. PT Start Up akan memperoleh aset dengan nilai Rp11.550.000.000 yaitu dari perolehan PT
STAN dengan nilai pasar sebesar Rp5.000.000.000 dan dari PT DJP dengan nilai pasar sebesar
Rp6.550.000.000. Untuk keuntungan yang akan diterima melalui FV-BV oleh PT STAN
sebesar Rp1.000.000.000 (5.000.000.000-4.000.000.000) dan untuk PT DJP Rp1.550.000.000
(6.550.000.000-5.000.000.000)
b. Atas keuntungan tersebut akan dikenakan PPh dengan tarif sesuai pasal 17, untuk badan
sebesar 22%, berdasarkan UU Nomor 36 tahun 2008, pasal 4 ayat 1d kemudian di sisi lain
juga terdapat fasilitas yang dapat dimanfaatkan yaitu PPh Pasal 31e. Sehingga PT STAN akan
timbul kewajiban PPh Badan fasilitas sebesar = 4,8M/5M x (5.000.000.000-4.000.000.000) x
22% x 50% = Rp105.600.000, dan PPh badan non fasilitas sebesar = 0,2M/5M x
(5.000.000.000-4.000.000.000) x 22% = Rp8.800.000 sehingga besaran total nya adalah
Rp114.400.000 (Rp105.600.000+ Rp8.800.000). Kemudian untuk PT DJP akan timbul
kewajiban PPh Badan fasilitas sebesar = 4,8M/6,55M x (6.550.000.000-5.000.000.000) x 22%

31
x 50%= Rp124.946.654,9 kemudian untuk PPh Badan non fasilitas sebesar = 1,75M/6,55M x
(6.550.000.000-5.000.000.000) x 22% = Rp91.106.870,23 Sehingga total PPh yang harus
disetorkan adalah sebesar Rp216.053.525,1
c. Apabila aset adalah bangunan dan tanah maka akan dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) atas
pengalihan tanah dan bangunan dengan tarif 2,5% dengan DPP nilai pasar atau NJOP dengan
mengenakan nilai tertinggi. Mekanisme nya adalah setor sendiri setiap perusahaan yang ada
sehingga besaran setor sendiri adalah sebagai berikut:
PT STAN: 2,5% x Rp5.000.000.000 = Rp125.000.000
PT DJP: 2,5% x Rp6.550.000.000 = Rp163.750.000
d. Dasar hukum yang digunakan adalah UU No 36 Tahun 2008 STTD UU Nomor 11 tahun 2020
Tentang Cipta Kerja.

CP: 085813027476 (Hilman)

32

Anda mungkin juga menyukai