Anda di halaman 1dari 8

Tugas 1 CLS

Nama : Badar Farkhan

NRP : 1851148

1. Sebutkan peraturan yang mendasari pengelompokkan aset menurut pajak.


Jelaskan adakah perbedaan aturan dalam menghitung besarnya penyusutan
secara akuntansi dengan fiskal.

a. Peraturan yang mendasari pengelompokkan asset menurut pajak :


- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis
Harta yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan
untuk Keperluan Penyusutan.
- Pasal 11A UU PPh berisi ketentuan mengenai amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh harta tak berwujud termasuk HGB, HGU, Hak Pakai,
Goodwill, dan harta atau asset tak berwujud lainnya.
- PMK No. 248/PMK.03/2008, PMK No. 249/PMK.03/2008 dan PMK
No.126/PMK.011/2012. Penyusutan atas aktiva berwujud dan amortisasi atas
harta tak berwujud dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali
untuk bidang usaha tertentu. Meliputi : bidang usaha kehutanan, usaha
perkebunan tanaman keras, usaha peternakan.

b. Adakah perbedaan aturan dalam menghitung besarnya penyusutan


secara akuntansi dengan fiscal?

Ada. Perbedaannya adalah :

- Pada penyusutan akuntansi, kebijakan penyusutan didasarkan pada PSAK


yang disusun oleh IAI. Penentuan masa manfaat dan tarif didasarkan pada
estimasi dan kebijakan perusahaan yang mengacu pada PSAK. (PSAK no
17)
- Sedangkan pada penyusutan fiscal, kebijakan penyusutan didasarkan
kepada peraturan perpajakan. Peraturan perpajakan memberikan acuan atau
pedoman kepada semua Wajib Pajak berkenaan dengan tarif dan masa
manfaat suatu aktiva, untuk menghitung penyusutan sebagai dasar pelaporan
SPT nya. (Pasal 11a UU PPh & PMK No. 96/PMK.03/2009)
- Pada penyusutan akuntansi, memiliki beberapa metode penyusutan. Metode
tersebut yaitu: Metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode
jumlah unit. Sedangkan pada penyusutan fiscal, hanya menetapkan dua
metode penyusutan yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun.
- Pada penyusutan fiscal, aset tetap digolongkan menjadi dua jenis yakni harta
berwujud bukan bangunan dan harta berwujud berupa bangunan. Pada
penyusutan akuntansi asset tetap tidak perlu digolongkan.

c. Contoh sebuah aset dibeli tanggal 30 Juni 2020 senilai Rp 13.200.000


dengan memiliki nilai sisa Rp 1.200.000. Aset tersebut diestimasi
memiliki masa manfaat 5 tahun,namun secara fiskal dianggap termasuk
kelompok 4. Berikan penjelasan singkat dan hitunglah besarnya
penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus dan saldo
menurun.

- Metode garis lurus (karena termasuk kelompok 4, maka tarifnya sebesar 5%):
2020 -> 13.200.000 x 5% x 6/12 = 330.000
2021-2024 -> 13.200.000 x 5% = 660.000
- Saldo menurun (kelompok 4, tarifnya sebesar 10%) :
2020 -> (13.200.000 – 1.200.000) x 10% x 6/12 = 600.000
2021-> (13.200.000 – 1.200.000 – 600.000) x 10% = 1.140.000
2022 -> (13.200.000 – 1.200.000 – 600.000 – 1.140.000) x 10% = 1.026.000
2023 -> (13.200.000 – 1.200.000 – 600.000 – 1.140.000 – 1.026.000) x 10%
= 923.400
2024 -> (13.200.000 – 1.200.000 – 600.000 – 1.140.000 – 1.026.000 –
923.400) x 10% x 6/12 = 415.530
2. Bagaimana pajak mengatur perlakuan penyusutan atas harta/asset yang
mengalami kebakaran dengan asumsi:

a) Tidak mendapat penggantian asuransi kerugian

maka asset tersebut disusutkan sekaligus. Artinya, nilai buku yang ada
langsung dibiayakan. Sebaliknya, jika aktiva itu dijual maka harga jualnya
merupakan penghasilan bagi wajib pajak.

b) Mendapat penggantian asuransi kerugian

apabila wajib pajak mendapat penggantian asuransi kerugian maka


penggantian asuransi tersebut juga merupakan penghasilan.

3. Jelaskan secara lengkap tentang goodwill ditinjau dari standar akuntansi (PSAK)
dan dari ketentuan perpajakan. Berikan contoh perhitungan amortisasi untuk
goodwill.

Ditinjau dari PSAK :

Dalam IFRS 3 (2008) goodwill didefinisi sebagai, asset yang merepresentasikan


manfaat ekonomi masa depan yang berasal dari asset lainnya yang diakuisisi
dalam penggabungan usaha yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan
diakui secara terpisah.

Goodwill diatur dalam PSAK 19 : Aset tidak berwujud. Entitas dapat memperoleh
aset tidak berwujud melalui proses akuisisi sebagai bagian dari kombinasi bisnis
yang akan kita bahas pada bahasan mendatang. Contohnya, ketika mengakuisisi
entitas lain, apabila nilai wajar yang dibayarkan entitas lebih besar dari nilai buku
entitas yang diakuisisi, maka entitas akan mencatat goodwill sebesar selisih nilai
wajar dan nilai buku. Goodwill inilah yang dimaksud dengan perolehan aset
melalui akuisisi dalam rangka kombinasi bisnis.
Ditinjau dari ketentuan perpajakan :

Aturan pajak di Indonesia sebenarnya tidak ada ketentuan yang secara khusus
mengatur mengenai aset tidak berwujud. Aset tidak berwujud pada dasarnya
sama saja dengan aset tidak berwujud. Beberapa ketentuan yang mengatur
diantaranya: Pasal 11A UU PPh dimana menurut aturan ini, aset tidak berwujud
masa manfaatnya sama dengan masa manfaat aset berwujud, yakni terdiri dari 4
kelompok dengan masa manfaat 4, 8, 16 dan 20 tahun dengan metode
amortisasi yang diperbolehkan adalah metode garis lurus atau saldo menurun

Contoh perhitungan amortisasi goodwill :

PT Men I Trust pada tanggal 1 Januari 2015 mengeluarkan uang sebanyak


Rp500.000.000 untuk memperoleh hak lisensi dari Shelby Ltd selama 4 tahun
untuk memproduksi Cigar Pack Shelby Ltd. Penghitungan amortisasi atas hak
lisensi tersebut adalah sebagai berikut:

Metode garis lurus:

Tahun Harga perolehan Kelompok Tarif amortisasi


2015 Rp500.000.000 I 25% Rp125.000.000
2016 Rp500.000.000 I 25% Rp125.000.000
2017 Rp500.000.000 I 25% Rp125.000.000
2018 Rp500.000.000 I 25% Rp125.000.000

Metode Saldo menurun

Tahun Hrg perolehan Kelom Tarif Nilai sisa buku amortisasi


pok fiskal
2015 Rp500.000.000 I 50% - Rp250.000.000
2016 Rp500.000.000 I 50% Rp250.000.000 *Rp125.000.000
2017 Rp500.000.000 I 50% Rp125.000.000 **Rp62.500.000
2018 Rp500.000.000 I 50% Rp62.500.000 ***Rp62.500.000

*(500.000.000 – 250.000.000) x 50% = 125.000.000

**(250.000.000 – 125.000.000) x 50% = 62.500.000


***diamortisasikan sekaligus

4. Jelaskan bagaimana ketentuan pajak mengatur tentang penyusutan untuk harta


(aset) berwujud dimana dalam bagian tahun pajak dilakukan penilaian kembali
(revaluasi aktiva tetap).

Revaluasi (penilaian kembali) aktiva tetap dilakukan terhadap: (Pasal 3 ayat (1)
PMK-79/PMK.03/2008)

- Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus Hak Milik atau
Hak Guna Bangunan (HGB); atau

- Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau


berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

TARIF:

10% FINAL x selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan diatas nilai
sisa buku fiskal semula. (Pasal 5 PMK-79/PMK.03/2008)

PERLAKUAN PENYUSUTAN (Pasal 7 PMK Nomor 79/PMK.03/2008 )

Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya
Revaluasi aktiva tetap, berlaku ketentuan:

- Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal


pada awal tahun pajak;

- Sisa masa manfaat aktiva tetap adalah sisa masa manfaat fiskal pada
awal tahun pajak;

- Perhitungan penyusutan dilakukan secara prorata sesuai banyaknya


bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.
5. Buatlah tabel untuk menjelaskan perhitungan besarnya penyusutan untuk tahun
2020 atas asset di bawah ini baik menurut akuntansi maupun pajak.

Menurut Pajak (metode garis lurus)

Jenis Harga kelompok Masa Tarif Penyusutan


perolehan manfaat
Komputer 120 juta 1 5 thn 25% Rp 30 juta
Mobil 240 juta 2 10 thn 12,5% Rp 30 juta
AC 60 juta 2 5 thn 12,5% *Rp 2,5 juta
Gedung 2 Milyar Bangunan 25 thn 5% Rp 100 juta
permanen

*60.000.000 x 12.5 % x 4/12 = 2.500.000

Menurut Akuntansi (metode garis lurus)

Jenis Harga kelompok Masa Penyusutan


perolehan manfaat
Komputer 120 juta 1 5 thn Rp 24 juta
Mobil 240 juta 2 10 thn Rp 24 juta
AC 60 juta 2 5 thn *Rp 4 juta
Gedung 2 Milyar Bangunan 25 thn Rp 80 juta
permanen

*(60.000.000 : 5 tahun) x 4/12 = 4.000.000

6. Jelaskan ketentuan fiskal yang mengatur tentang harta yang tidak boleh
disusutkan.
- Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal. Misalnya; kendaraan
perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang oleh karyawan, rumah dinas
karyawan yang tidak terletak di daerah terpencil.

- Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal tersebut dijual
(dialihkan), keuntungannya merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih
antara harga jual (nilai pasar) dengan harga perolehan. Dalam hal selisihnya
negatif (rugi), kerugian tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.

7. Jelaskan pengertian dan perlakuan terhadap bangunan menurut ketentuan


perpajakan:

a) Bangunan Tidak Permanen

 Bangunan Tidak Permanen dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan


sepanjang Bangunan Tidak Permanen tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

 Bangunan Tidak Permanen dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan


cara disusutkan atau dibebankan sama rata selama 10 (sepuluh puluh) tahun
atau dengan kata lain dibebankan sebagai biaya penyusutan dengan tarif 10
% (sepuluh persen) per tahun.

 Penyusutan atas Bangunan Tidak Permanen dimulai pada bulan


diperoleh/digunakan/diakui sebagai aktiva Bangunan Tidak Permanen
tersebut. Satu hari dianggap satu bulan, yang berarti pada tanggal berapapun
diperoleh aktiva maka diakui sebagai satu bulan.
 Apabila atas perolehan Aktiva berupa Bangunan Tidak Permanen terdapat
PPN (Pajak Pertambahan Nilai), maka atas PPN tersebut dapat diperlakukan
dengan dua pilihan yaitu :

1. PPN atas perolehan Bangunan Tidak Permanen tersebut dapat dikreditkan


sebagai Pajak Masukan pada SPT Masa PPN Wajib Pajak.
2. PPN atas perolehan Bangunan Tidak Permanen tersebut dapat
dikapitalisasi sebagai harga perolehan Bangunan Permanen tersebut.

b) Bangunan Permanen

 Bangunan Permanen dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan


sepanjang Bangunan Permanen tersebut digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.

 Bangunan Permanen dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan cara


disusutkan atau dibebankan sama rata selama 20 (dua puluh) tahun atau
dengan kata lain dibebankan sebagai biaya penyusutan dengan tarif 5 %
(lima persen) per tahun.

 Penyusutan atas Bangunan Permanen dimulai pada bulan


diperoleh/digunakan/diakui sebagai aktiva Bangunan Permanen tersebut.
Satu hari dianggap satu bulan, yang berarti pada tanggal berapapun
diperoleh aktiva maka diakui sebagai satu bulan.

 Apabila atas perolehan Aktiva berupa Bangunan Permanen terdapat PPN


(Pajak Pertambahan Nilai), maka atas PPN tersebut dapat diperlakukan
dengan dua pilihan yaitu :

1. PPN atas perolehan Bangunan Permanen tersebut dapat dikreditkan


sebagai Pajak Masukan pada SPT Masa PPN Wajib Pajak.
2. PPN atas perolehan Bangunan Permanen tersebut dapat dikapitalisasi
sebagai harga perolehan Bangunan Permanen tersebut.

Anda mungkin juga menyukai