Anda di halaman 1dari 6

NAMA : JULIANDI AKBAR PRATAMA

NPM : 51622120057

KELAS : REGULER B KELAS A

TUGAS : QUIZ MANAJEMEN PERPAJAKAN

1. ALTERNATIF 1
Tn. Syafrial (k/2) Pada Tahun 2022 menjalankan usaha perorangan dan memperoleh laba
bersih Rp. 360.000.000,-

Laba/ Penghasilan perorangan Rp 360.000.000.-


PTKP (K/2)
▪ WP Orang Pribadi Rp 54.000.000,-
▪ WP Kawin Rp 4.500.000,-
▪ Tanggungan 2 orang Rp 9.000.000.- (+)
Rp 67.500.000.- (-)
Penghasilan Kena Pajak/PKP Rp 292.500.000.-
PPh Terutang :
▪ 5% x Rp 60.000.000.- = Rp 3.000.000.-
▪ 15% x Rp 190.000.000,- = Rp 28.500.000,-
▪ 25% x Rp 42.500.000,- = Rp 10.625.000,-
Rp 42.125.000.- (-)
Laba Setelah Pajak (Tn. Syafrial) Rp 250.375.000.-

Kesimpulan :
Jika Laba usaha Tn. Syafrial sebesar Rp 360.000.000,- maka Beban Pajak yang harus
ditanggung adalah sebesar Rp 42.125.000.-

ALTERNATIF 2

Tn. Syafrial bersama temannya Tn. Daffa bekerjasama untuk membentuk usaha CV dan laba
usaha yang dihasilkan Rp. 720.000.000,-.

Laba Usaha Rp 720.000.000,-


PPh 29 Badan Terutang :
22% x 50% x 720.000.000,- = Rp 79.200.000.- (-)
Laba setelah pajak Rp 640.800.000,-

Kesimpulan :
Beban pajak yang harus ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp 79.200.000.- , atas
pembagian laba usaha kepada Tn. Syafrial dan Tn. Daffa sesuai UU PPh Tahun 2000 Pasal 4
ayat (3) tidak dikenakan pajak penghasila
ALTERNATIF 3

Tn Syafrial dan Tn. Daffa membentuk PT, laba yang dihasilkan Rp. 720.000.000,-.

Laba Usaha Rp 720.000.000,-


PPh 29 Badan Terutang :
22% x 50% x 720.000.000,- = Rp 79.200.000.- (-)
Laba setelah pajak Rp 640.800.000,-

PPh 29 Badan Terutang atas Laba usaha adalah sebesar Rp 79.200.000.-

Penghasilan Tn. Syafrial/ Tn. Daffa dari pembagian Laba Rp 320.400.000,-


PTKP (K/2) Rp 67.500.000,- (-)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 252.900.000.-
PPh Pasal 21 Terutang :
5% x Rp 60.000.000,- = Rp 3.000.000.-
15% x Rp 190.000.000,- = Rp 28.500.000,-
25% x Rp 2.900.000,- = Rp 725.000,-
Rp 32.225.000,- (-)
Penghasilan Neto setelah pajak Rp 220.675.000.-

PPh Pasal 21 Terutang atas Tn. Syafrial & Tn. Daffa = 2 x Rp 32.225.000,- = Rp
6 4 .4 50.000. -

Jika Laba Usaha dibagikan sebagai Deviden, maka pajak yang terutang adalah sbb :
PPh Pasal 23 Terutang = 10% x Rp 252.900.000,- = Rp 25.290.000,-

PPh Pasal 23 Terutang atas Tn. Syafrial & Tn. Daffa = 2 x Rp 25.290.000,- = Rp.
5 0 . 580.000. -

Kesimpulan :
Pada Bentuk Usaha PT, terjadi pengenaan pajak berganda atas penghasilan dari satu sumber
berupa laba/ penghasilan kena pajak sebesar Rp 720.000.000,- yaitu PPh 29 Badan dan PPh
para pemegang saham sebagai individu.
Perseroan Terbatas (PT) CV Usaha
Perorangan
PPh PPh Terutang Jumlah PPh
Terutang (Laba/Deviden) Terutang PPh Terutang PPh Terutang
(Badan)
Rp 79.200.000,- Rp 64.450.000,- Rp 143.650.000,-
Rp 79.200.000,- Rp 42.125.000,-
Pada saat deviden tersedia untuk dibagikan
Rp 79.200.000,- Rp 50.580.000,- Rp 129.780.000,-

Hasil Analisis :

Dari tiga alternatif diatas disimpulkan bahwa bentuk usaha perorangan merupakan pilihan yang
paling tepat karena alternatif tersebut yang paling dapat meminimalkan beban pajak
penghasilan wajib pajak.
2. A. Jika perusahaan memilih untuk mendanai dirinya melalui modal, maka perusahaan tidak memiliki
kewajiban untuk membayar bunga pada hutang dan karenanya tidak memerlukan pengeluaran pajak
atas bunga. Dalam hal ini, perusahaan dapat mengurangi pajak terutangnya dan meningkatkan laba
bersihnya. Namun, perusahaan akan membagi keuntungan dengan para pemegang saham dan
meningkatkan risiko terhadap fluktuasi pasar saham.
Distribusi laba juga dapat mempengaruhi pajak terutang perusahaan. Jika perusahaan memutuskan
untuk membayar dividen kepada para pemegang saham, maka perusahaan harus membayar pajak
atas pendapatan tersebut dan mengurangi laba bersihnya. Namun, kebijakan distribusi laba yang baik
dapat meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan terhadap perusahaan dan mendorong
pertumbuhan jangka panjang.
Secara keseluruhan, keputusan manajemen perusahaan dalam memilih struktur modal dan kebijakan
distribusi laba akan memiliki dampak yang signifikan pada kinerja perusahaan dan pajak terutangnya.
Oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan dengan hati-hati sebelum membuat keputusan
tentang struktur modal dan kebijakan distribusi laba yang akan diadopsinya.
B.Keputusan manajemen dalam memilih struktur modal akan berpengaruh pada kinerja perusahaan,
termasuk dampaknya terhadap pajak terutang perusahaan. Struktur modal adalah campuran antara
pendanaan dengan modal sendiri dan pendanaan dengan hutang, yang digunakan untuk membiayai
investasi dan operasional perusahaan. Jika perusahaan memilih untuk membiayai investasinya
melalui hutang atau debt financing, maka dampaknya adalah:
 Peningkatan leverage atau rasio hutang terhadap modal sendiri perusahaan. Hal ini akan
meningkatkan risiko finansial perusahaan karena perusahaan harus membayar bunga dan
pokok hutang pada waktu tertentu, meskipun pendapatan perusahaan menurun.
 Perusahaan dapat memanfaatkan bunga hutang sebagai beban fiskal yang dapat mengurangi
pajak perusahaan. Semakin besar beban bunga, semakin besar pengurangan pajak yang
dihasilkan.
 Perusahaan juga harus mempertimbangkan risiko kreditur dalam memilih hutang sebagai
sumber pendanaan. Jika perusahaan gagal membayar hutangnya, maka kreditur dapat
mengambil tindakan hukum untuk mengejar pembayaran hutang tersebut.
Oleh karena itu, keputusan manajemen untuk memilih hutang sebagai sumber pendanaan harus
dilakukan dengan hati-hati dan harus mempertimbangkan manfaat dan risiko yang terkait.
3. Offshore dan onshore financing adalah dua jenis pendanaan yang berbeda dalam konteks perpajakan.
Onshore financing merujuk pada pendanaan yang terjadi di dalam negeri, sementara offshore
financing merujuk pada pendanaan yang dilakukan di luar negeri, biasanya melalui entitas anak
perusahaan atau cabang di luar negeri.
Untuk memanage perpajakan atas kedua jenis pendanaan tersebut, perusahaan harus
memperhatikan peraturan perpajakan yang berlaku di negara-negara yang terlibat. Biasanya,
perusahaan perlu mendaftar dan membayar pajak di negara-negara tempat mereka
melakukan kegiatan bisnis. Perusahaan juga harus memperhatikan aturan transfer pricing,
yang membatasi jumlah uang yang bisa dipindahkan antara anak perusahaan atau cabang di
negara yang berbeda. Dampak dari manajemen perpajakan yang tepat dapat mempengaruhi
profitabilitas perusahaan. Pajak yang tidak terkelola dengan baik dapat mengakibatkan biaya
tambahan dan mengurangi laba bersih perusahaan. Namun, perusahaan juga perlu
memperhatikan reputasi mereka dan menjaga agar tidak terlihat melakukan tindakan yang
tidak etis dalam pengelolaan perpajakan mereka. Dalam kasus offshore financing, Offshore
financing dapat memberikan keuntungan pajak yang lebih besar, namun biaya operasional
yang terkait dengan pembiayaan tersebut biasanya lebih tinggi. Selain itu, perusahaan juga
perlu mempertimbangkan risiko mata uang dan risiko politik yang dapat mempengaruhi
keuangan perusahaan, selain itu beberapa negara juga memberikan insentif pajak untuk
menarik investasi asing. Jadi, perusahaan mungkin bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk
mengoptimalkan keuntungan mereka.
4. Dalam merger, ada beberapa jenis aktiva yang harus diperhatikan dalam hal perlakuan perpajakan,
seperti aktiva tetap, aktiva lancar, dan aktiva lainnya.
 Aktiva Tetap (fixed asset) merupakan aktiva yang digunakan dalam operasional perusahaan untuk
jangka waktu yang relatif panjang, seperti gedung, mesin, kendaraan, dan lain sebagainya. Dalam
merger, aktiva tetap dapat dialihkan dari perusahaan yang melebur kepada perusahaan hasil
penggabungan.
Perlakuan perpajakan atas aktiva tetap yang dialihkan dalam merger diatur dalam Pasal 22 Undang-
Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Menurut Pasal 22 ayat (3) huruf a UU PPh, pengalihan aktiva
tetap yang dilakukan dalam rangka penggabungan, pembubaran, atau peleburan perusahaan tidak
dikenakan pajak penghasilan. Namun, perlu diingat bahwa ada beberapa ketentuan yang harus
dipenuhi, seperti pengalihan aktiva tetap harus dilakukan dalam rangka penggabungan,
pembubaran, atau peleburan perusahaan.
 Aktiva Lancar (current asset) merupakan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dalam rangka
menjalankan operasionalnya, seperti kas, piutang, persediaan, dan lain sebagainya. Dalam merger,
aktiva lancar juga dapat dialihkan dari perusahaan yang melebur kepada perusahaan hasil
penggabungan.
Perlakuan perpajakan atas aktiva lancar yang dialihkan dalam merger diatur dalam Pasal 22E UU
PPh. Menurut Pasal 22E ayat (1) UU PPh, pengalihan aktiva lancar dalam rangka penggabungan,
pembubaran, atau peleburan perusahaan tidak dikenakan pajak penghasilan. Namun, perlu diingat
bahwa ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, seperti pengalihan aktiva lancar harus
dilakukan dalam rangka penggabungan, pembubaran, atau peleburan perusahaan.
 Aktiva Lainnya Selain aktiva tetap dan aktiva lancar, terdapat beberapa jenis aktiva lainnya yang
harus diperhatikan dalam hal perlakuan perpajakan dalam merger, seperti hak paten, merek dagang,
dan lisensi. Perlakuan perpajakan atas aktiva lainnya dalam merger diatur dalam ketentuan yang
berlaku untuk jenis aktiva tersebut. Dasar hukum untuk perlakuan perpajakan atas aktiva dalam
merger diatur dalam Pasal 22 dan Pasal 22E UU PPh. Pasal 22 dan Pasal 22E UU PPh mengatur
bahwa pengalihan aktiva dalam rangka penggabungan, pembubaran, atau peleburan perusahaan
tidak dikenakan pajak penghasilan, selama memenuhi beberapa ketentuan yang diatur dalam
undang-undang tersebut.
Namun, perusahaan harus berhati-hati dalam memanfaatkan insentif pajak tersebut dan
memastikan bahwa mereka memenuhi persyaratan yang berlaku, karena melanggar persyaratan
tersebut dapat menyebabkan masalah dengan otoritas pajak dan merusak reputasi perusahaan.
5. Selama triwulan II tahun 2022 realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mengalami
kenaikan sebesar 18,6% dan 9,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021. “Jika
dicermati angka realisasi triwulan II 2021. Ini mengindikasikan adanya peluang peningkatan
realisasi investasi setelah semester I.
Sementara pada Aspek perpajakan tahun 2021 dan 2022, proporsi penerimaan PPh badan (PPh
Pasal 25/29) terhadap total penerimaan pajak juga akan mengalami peningkatan penerimaan pajak
tahun 2022. Perkembangan sektor fiskal, digambarkan dengan penerimaan perpajakan, dimana
hingga akhirtriwulan II tahun 2022 akan mencapai target APBN 2021.
Pasar Modal Kinerja pasar modal pada triwulan II tahun 2022 mengalami penguatan jika
dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2021 yang cukup berfluktuasi.dan membaiknya
ekspektasi perekonomian Indonesia .Kondisi pasar saham menguat pada triwulan II tahun 2022,
setelah sempat melemah pada pertengahan tahun 2019. Nilai kapitalisasi pasar saham juga
mengalami pertumbuhan yang positif. Nilai kapitalisasi pasar saham pada triwulan II tahun 2022
yaitu 18,6% dan 9,6% .
Sedangkan Penentuan struktur modal yang optimal dalam meningkatkan nilai saham perusahaan
berdasarkan besarnya aktiva yang akan digunakan dalam perhitungan rasio, kenaikan aktiva sebesar
18,6% dan 9,6% yang diperoleh perusahaan melalui hutang dan modal sendiri ditambah dengan
total aktiva yang dimiliki perusahaan pada tahun 2021, sehingga besarnya aktiva untuk tahun yang
mengalami kenaikan.
Penentuan komposisi sumber dana yang tepat oleh perusahaan yaitu menentukan pencapaian
struktur modal yang optimal sehingga diharapkan dapat meningkatkan tingkat keuntungan
perusahaan melalui saham perusahaan. Perusahaan dalam menjalankan usahanya sebaiknya
memperhatikan proporsi atau komposisi struktur modalnya dengan melihat biaya modal dari
masing-masing komponennya sehingga akan tercapai struktur modal yang optimal, yaitu struktur
modal yang mempunyai biaya modal rata-rata yang rendah.

Anda mungkin juga menyukai