Anda di halaman 1dari 25

Akuntansi &Manajemen

Perpajakan
TAX PLANNING PPh BADAN

KELOMPOK 6
KARTIKA ALFAUZAWATI (1910313420008)
RABIATUL ADAWIYAH (1910313420009)
P E N DA H U LUA N
• Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan
dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Dalam menetapkan penghasilan
kena pajak perlu menetapkan penghasilan bruto yang menjadi objek pajak.

• Penghasilan Bruto – biaya Deductible = laba kena pajak

2
Menyusun perencanaan pajak
PPh Badan tidak bisa berjalan
TA X sendiri-sendiri tanpa
memfaktorkan jenis-jenis pajak
PLANNING lainnya, karena perhitungan PPh
Badan memeliki keterkaitan
PPh BADAN dengan PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh
Final dan juga PPN.

3
Laba fiskal vs laba komersial
 Laporan keuangan komersial yang berupa neraca dan
laba rugi disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang
berlaku di Indonesia yaitu Standar Akuntansi Keuangan
(SAK). Dari laporan keuangan komersial tersebut dapat
dihitung laba komersial atau penghasilan secara
akuntansi.
 Laporan keuangan komersial dapat diubah menjadi
laporan keuangan fiskal dengan melakukan koreksi
seperlunya atau rekonsiliasi.
 Laporan yang disusun khusus untuk kepentingan
perpajakan dengan mengindahkan semua peraturan
perpajakan disebut dengan laporan keuangan fiskal
Laba fiskal vs laba komersial
 Penyusunan laporan keuangan fiskal didasarkan pada
penerapan mekanisme atau prinsip taxable dan
deductible
 Prinsip perencanaan pajak : Prinsip taxable (dapat
dipajaki) dan deductible (dapat dikurangi)
 Taxable Non taxable
 Non deductible Deductible
 Implementasi dari taxability deductibility berarti bahwa
biaya-biaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto pihak pembayar apabila pihak penerima uang
tersebut melaporkannya sebagai penghasilan dan
penghasilan tersebut dikenai pajak
Laba kena pajak atau pengahasilan kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan
ketentuan pajak. Prinsip taxability deductibility yang dianut dalam melakukan penghitungan
penghasilan kena pajak dengan benar dan tepat, pada dasarnya adalah penjabaran dari
ketentuan perpajakan yang diterapkan pada pasal 4 ayat 1 dan 2 (biaya non deductible) undang-
undang No 7 Tahun 1983 yang diubah terakhir kali dengan undang-undang No.36 Tahun 2008
mengenai pajak penghasilan, beserta peraturan pelaksanaannya, yakni:

1. Pengahasilan yang menjadi objek (taxable income


2. Penghasilan Yang Pajaknya Dikenakan PPh Bersifat
Final
3. Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak (Non Taxabel
Income)
4. Biaya-biaya Yang Boleh Dikurangkan(deductible
Expense)
5. Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (Non Deductible
Expense)
Berikut ini upaya yang bisa dilakukan wajib
pajak dalam
mengefisiensikan pembayaran PPh Badan:
1. Memilih sistem pembukuan yang tepat
TAX PLANNING
2. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap
DALAM RANGKA dan amortisasi atas aktiva tidak berwujud
MENGEFISIENSIKAN 3. Memilih metode penilaian persediaan
4. Pemilihan pemberian kesejahteraan kepada
PPh BADAN karyawan dalam bentuk natura atau cash
1. Memilih sistem pembukuan yang tepat
a) Metode Perhitungan Penghasilan dan Biaya
(stelsel akrual vs stelsel kas)
Menurut stelsel akrual, penghasilan diakui pada waktu
diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang.
Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai
penghasilan apabila telah benar-benar diterima secara tunai
dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru bisa dianggap
sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai
dalam suatu periode tertentu.
b) Analisis Perbandingan Pembukuan dengan
Pencatatan
Pencatatan itu terdiri atas data yang dikumpulkan secara tertentu
tentang peredaran atau penerimaan bruto dan atau penghasilan
bruto yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek
pajak dan atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
2. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap
dan amortisasi atas aktiva tidak berwujud
Sesuai Pasal 11 Undang-undang No. 7 Tahun 1983
yang diubah terakhir kali dengan Undang-Undang
No 36 2008 mengenai Pajak Penghasilan, dimana
metode penyusutan yang diperbolehkan
berdasarkan ketentuan ini, dilakukan dengan:
1. Metode garis lurus atau straight-line method
menghasilkan pembebanan yang tetap selama
masa umur manfaat aset jika nilai residunya tidak
berubah
2. Metode saldo menurun ganda atau declining
balance method:
pembebanan yang menurun selama masa umur
manfaat dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku.
Seperti contoh untuk kepentingan pemegang saham (dividen),
lebih cenderung menggunakan metode penyusutan garis lurus karena
akan lebih menguntungkan bagi wajib pajak dari segi laba komersialnya.
Karena metode saldo menurun ganda akan menghasilkan beban
penyusutan yang lebih besar pada tahun awal pembelan atau perolehan
aktiva tetap dan kemudian akan semakin manurun pada tahun berikut-
berikutnya.
Berikut contoh soal:
PT Kontinental
Jenis Harta Mesin
Tgl. Pembelian Awal tahun 2008
Harga Perolehan Rp 250.000.000
Masa Manfaat Ekonomis 4 tahun
Masa manfaat fiskal 8 tahun
Nilai residu Nihil
Penyusutuan Fiskal VS Future Value
Tahun MGL MSM MGL MSM
2009 31.250.000 62.500.000 60.906.250 121.812.500
2010 31.250.000 46.875.000 55.375.000 83.062.500
2011 31.250.000 35.156.250 50.343.750 56.636.719
2012 31.250.000 26.367.188 45.750.000 38.601.563
2013 31.250.000 19.775.391 41.593.750 26.321.045
2014 31.250.000 14.831.543 37.812.500 17.946.167
2015 31.250.000 11.123.657 34.375.000 12.236.023
2016 31.250.000 33.370.972 31.250.000 31.250.000

250.000.000 250.000.000 357.406.250 387.866.516

MGM= metode garis lurus


MSM = metode saldo menurun
 Bahwa future value dari penyusutan fiskal dengan
metode garis lurus lebih kecil dibandingkan
dengan metode saldo menurun. Ini membuktikan
bahwa metode garis lurus menghasilan laba fiskal
lebih tinggi dibandingkan dengan metode saldo
menurun, yakni sebesar
Rp 387.866.516 – Rp 357.406.250 = Rp 30.460.266
 Dampaknya terhadap PPh badan yang terutang
adalah, beban PPh badan menggunakan metode
garis lurus lebih tinggi dibanding dengan metode
saldo menurun, yakni sebesar
25% x Rp 30.460.266 = Rp 7.615.066
Tahun Penyusutan Fiskal Pengurangan PPh Efisiensi Fiskal
MGL MSM MGL MSM

2009 31,250,000 62,500,000 7,812,500 15,625,000 7,812,500

2010 31,250,000 46,875,000 7,812,500 11,718,750 3,906,250

2011 31,250,000 35,156,250 7,812,500 8,789,063 976,563

2012 31,250,000 26,367,188 7,812,500 6,591,797 (1,220,703)

2013 31,250,000 19,775,391 7,812,500 4,943,848 (2,868,652)

2014 31,250,000 14,831,543 7,812,500 3,707,886 (4,104,614)

2015 31,250,000 11,123,657 7,812,500 2,780,914 (5,031,586)

2016 31,250,000 33,370,972 7,812,500 8,342,743 530,243

250,000,000 250,000,000 62,500,000 62,500,000 -


3. Memilih Metode Penilaian Persedian
Penilaian persediaan barang hanya boleh
menggunakan harga perolehan

Penilaian pemakaian persediaan untuk


perhitungan harga pokok hanya boleh dilakukan
dengan cara rata-rata atau dengan cara
mendahulukan persediaan yang didapat pertama
(FIFO).
4. Pemilihan Pemberian Kesejahteraan
Kepada Karyawan Dalam Bentuk
Natura Atau Cash

Berikut keadaan dimana perusahaan tidak cocok


memberikan natura atau kenikmatan:
1. Pada perusahaan yang sedang keadaan rugi.
2. Pada perusahaan yang dikenakan PPh badan
secara final.

(contoh: memberikan makanan dan minuman


bagi seluruh pegawai dan penyediaan bus antar
jemput pegawai)
Terdapat banyak cara untuk megoptimalkan kesejahteraan karyawan, dengan
memanfaatkan peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan
pengeluaran biaya berikut ini:
1. PPh Pasal 21 Karyawan
Pilihan terhadap metode PPh Pasal 21 karyawan dapat berupa:
- Bila beban PPh Pasal 21 sepenuhnya menjadi tanggungan karyawan (dalam
hal ini perusahaan hanya menjadi perantara pemotong PPh Pasal 21. Dalam laporan
laba rugi perusahaan tidak akan terlihat biaya PPh Pasal 21)
- Bila karyawan diberi tunjangan PPh Pasal 21, tunjangan ini tercantum dalam
slip gaji pegawai dan SPT PPh Pasal 21 karyawan (form 1720)
- Bila PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan, bukan sebagai tunjangan PPh
Pasal 21, dan karena itu merupakan kenikmatan dan tidak boleh dibebankan
sebagai biaya.
2. Pengobatan/kesehatan karyawan

1. Reimbursement kwitansi biaya medical dari


dokter/ klinik/ rumah sakit.
2. Karyawan diberi tunjangan pengobatan atau
kesehatan (medical allowance) setiap bulan, sakit
maupun tidak sakit.
3. Karyawan berobat di rumah sakit/ klinik/ dokter
langganan dan pengambilan obat dari apotik
langganan.
4. Perusahaan mendirikan rumah sakit/klinik berikut
dokter.
3. Pembayaran premi asuransi untuk pegawai
Pembayaran asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan
pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan,
tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut
merupakan penghasilan.

4. Iuran Pensiun dan Iuran JHT/THT yang dibayar oleh


perusahaan
Disahkan Menteri Keuangan  boleh jadi biaya
Belum disahkan Menteri Keuangan  tidak boleh jadi biaya

18
5. Perumahan untuk karyawan
Penempatan rumah dinas yang:
-Dibeli/dibuat
-Disewa
-Memberikan penggantian sewa
-Memberikan tunjangan perumahan

Perlakuan Perpajakannya:
-Bentuk natura tidak dapat jadi biaya
-Diberikan dalam bentuk uang  dapat
dijadikan biaya
6. Transportasi untuk karyawan
Biaya eksploitasi kendaraan antar jemput karyawan dan
kendaraan yang dibawa pulang merupakan biaya
perusahaan dan bukan merupakan penghasilan
karyawan.
Tunjangan transport untuk keperluan pulang pergi kantor
merupakan penghasilan bagi karyawan dan biaya bagi
perusahaan.
Transportasi karyawan dari rumah ke tempat kerja dapat
diberikan dalam bentuk:
Antar jemput dengan mobil perusahaan.
Diberikan kendaraan sedan atau sejenisnya yang dimiliki
dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu
karena jabatan.
Tunjangan transport boleh dibebankan sebagai biaya dan
dikenakan PPh 21 bagi karyawan.
7. Pakaian seragam untuk karyawan
Kriteria yang disyaratkan mengenai pemberian
natura atau kenikmatan (termasuk pakaian
seragam) adalah :
a) Pemberian natura atau kenikmatan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi
kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi
pegawai yang menerimanya
b) Pemberian natura atau kenikmatan yang
merupakan keharusan dalam melaksanakan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja
atau sifatnya mengharuskan
8. Perjalanan dinas karyawan
Biaya dalam rangka menjalankan tugas perusahaan, dapat dijadikan
biaya perusahaan dan bukan penghasilan karyawan.
Pemberian uang saku  tunai  penghasilan karyawan.

9. Bonus dan Jasa Produksi


Beberapa hal yang diperhatikan dalam pemberian bonus dan
gratifikasi, tantieme dan jasa produksi kepada komisaris, direksi, atau
pegawai sebagai berikut:
Beban pada tahun berjalan  dapat biaya
Laba ditahan  tidak dapat dibiayakan
Tantiem  tidak dibiayakan tetapi dikenakan PPh 21
22
10. Pemberian natura di daerah
tertentu dan atau terpencil
a. Pengertian daerah tertentu atau terpencil, yaitu
mempunyai potensi yang layak dikembangkan
tetapi keadaan prasarana ekonomi pada
umumnya kurang memadai.
b. Pemberian natura atau kenikmatan yang boleh
dibebankan sebagai biaya, misalnya penyediaan
makanan dan/ minuman bagi seluruh karyawan.
c. Penetapan daerah tertentu diberikan untuk
jangka waktu 5 tahun berlaku sejak tahun pajak
terbit (dapat diperpanjang 1 kali= 5 tahun).
4. Formula Perhitungan Pajak Penghasilan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai