Anda di halaman 1dari 21

PERTEMUAN II

STRATEGI PERPAJAKAN

UNIVERSITASPASCA SARJANA UNSRI


PALEMBANG

1
 PERENCANAAN PAJAK DAN PROSES MANAJEMAN

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan, dan


pengendalian semua sumber daya untuk tercapai tujuan

 STRATEGI DASAR

1. Pemahaman peraturan perundang-undangan.


2. Persoalan pajak adalah masalah UU, hanya otoritas legal yang
berwenang memutuskan.
3. Pemahaman Bahasa peraturan
4. Perencanaan pajak bukan blue print, sehingga tidak mesti
dilaksanakan.
 LANGKAH-LANGKAH POKOK
1. Menetapkan sasaran atau tujuan manajemen pajak.
2. Identifikasi situasi sekarang, pendukung dan penghambat tujuan.
3. Pengembangan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai
tujuan.

2
PETUNJUK PELAKSANAAN PERENCANAAN PAJAK

Perhitungan pajak terutang, merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu :


1. Variabel ketentuan peraturan perundang2an.
2. Variabel fakta (facts)
3. Variabel proses administrasi dan kadang-kadang proses peradilan.

Fakta dapat dimodifikasi, dan apabila orang atau badan mengerti kapan dan bagaimana
memodifikasi fakta, berarti orang atau badan tersebut dapat mengefisienkan
pembayaran
pajak.

Prinsip Taxable (Dapat Dipajaki) dan Deductible (Dapat Dikurangi)

Prinsip Taxable dan Deductible merupakan prinsip yang lazim dipakai dalam
perencanaan
pajak, yaitu mengubah biaya yang tidak boleh dikurangkan menjadi biaya
yang dapat
dikurangkan atau sebaliknya mengubah penghasilan yang merupakan objek
pajak menjadi
penghasilan yang tidak objek pajak.
3
CONTOH PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PADA BY.
PENGOBATAN
Sebelum : BIAYA PENGOBATAN >> kenikmatan natura
sesudah : BIAYA PENGOBATAN >> tunjangan pengobatan
Uraian Sebelum Setelah Selisih
B. PENGOBATAN B. PENGOBATAN
NATURA TUNJANGAN
Penghasilan 10 Milyar 10 Milyar
Total Pengurang 7.5 Milyar 7.5 Milyar Termasuk Biaya
Penghasilan Pengobatan Rp 0,18
M
secara Komersil
Penghasilan sbl 2.5 Milyar 2.5 Milyar
Pajak
KOREKSI FISKAL
Biaya fiskal Tidak 0,18 Milyar 0,18 M
Boleh
Dikurangkan
Secara Pajak
Pengh kena Pajak 2,68 Milyar 2.5 Milyar 0,18 M
PPh terhutang 670 Juta 625 juta 45 juta

4
CONTOH :
NON TAXABLE – NON DEDUCTIBLE DAN TAXABLE – DEDUCTIBLE UNTUK BIAYA
PENGOBATAN KARYAWAN
Dalam rangka pemeliharaan kesehatan pegawai tetap dengan upah harian yang
berjumlah 100 orang , pada tahun 2010 perusahaan A menyediakan dokter dan
pemberian obat-obatan dengan Cuma-cuma sebesar Rp 180 juta. Biaya kesehatan
pegawai per bulan : 1/12 x (Rp 180 juta : 100) = Rp 150.000,- per bulan atau Rp
6.000 per hari (25 hari kerja).

Berdasarkan peraturan pajak, biaya tersebut merupakan biaya yang tidak boleh
dikurangkan secara fiskal (NON DEDUCTIBLE) dalam menghitung penghasilan kena
pajak , dan bukan merupakan Objek Penghasilan Kena Pajak bagi Karyawan (NON
TAXABLE). Dengan penerapan NON TAXABLE dan NON DEDUCTIBLE , jumlah penghasilan
kena pajak Rp 2,68 Milyar dan jumlah Pajak yang harus dibayar Rp 670 Juta.

Apabila perusahaan membuat perencanaan pajak dengan cara : biaya pengobatan


karyawan sebagai TUNJANGAN KESEHATAN yaitu Rp 150.000,- per bulan untuk setiap
karyawan , biaya itu merupakan Objek Penghasilan Kena Pajak bagi karyawan (TAXABLE)
dan biaya fiskal bagi perusahaan (DEDUCTIBLE), yang dapat dikurangkan dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak.
Dengan penerapan TAXABLE dan DEDUCTIBLE , jumlah penghasilan kena pajak Rp 2,5
Milyar dan jumlah Pajak yang harus dibayar Rp 625 Juta.
Dengan diterapkannnya Perencanaan Pajak, ada penghematan pajak sebesar Rp
670.000.000,- --- Rp 625.000.000,- = Rp 45.000.000,-

5
Contoh Perlakuan Tunjangan Kesehatan

Non Taxable Non Deductible

Pegawai Perusahaan
Biaya Tidak
Bukan
Dokter & Obat Boleh
Penghasilan
dikurangkan

Penghasilan Tunjangan Biaya


(Taxable) Kesehatan (Deductible)

6
Misalkan : Junaidi (K/0) pekerja yang menerima upah Rp 50.000,- sehari
dan dibayar bulanan. Tunjangan kesehatan Rp 6.000,- sehari atau Rp
150.000,- sebulan (25 hari kerja).
Perhitungan Pajak penghasilannya adalah :
a. Upah sehari Rp 50.000,-
b. Tunj. Pengobatan per hari Rp 6.000,-

c. Jumlah Upah & Tunjangan Pengobatan/hari > (a + b) Rp 56.000,-

d. Upah sebulan 25 hari > (c x 25 hari) Rp 1.400.000,-


e. Biaya Jabatan 5 % > (e x d) Rp 70.000,-
f. Pengh neto sebulan > (d – e) Rp 1.330.000,-
g. Pengh. Neto setahun > (f x 12 bulan) Rp 15.960.000,-
h. PTKP K/0
- Junaidi : Rp 24.300.000,-
- Istri : Rp 2.025.000,- Rp 26.325.000,-
i. Pengh. Kena Pajak > (g – h) NIHIL

j. PPh Psl 21 terhutang NIHIL

Dampak PPh bagi Junaidi adalah tunjangan kesehatan menjadi Objek


Penghasilan yang dikenakan pajak (TAXABLE) . Tetapi karena Penghasilan
Kena Pajak Netto dalam setahun masih dibawah PTKP, maka PPh 21 nya NIHIL.

7
Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan.

Ada beberapa alternatif pendekatan sistematis perencanaan pajak, tetapi semua


berdasarkan pada formula umum perhitungan pajak. Sasarannya adalah
mengefisienkan pajak, agar beban pajak ada pada lapisan terbawah.
Dengan demikian perencanaan pajak mencakup meminimalisasi tarif dan
memaksimalisasi biaya fiskal yang dapat dikurangkan serta
memaksimalkan penghasilan kena pajak yang ditangguhkan. Variabel -
variabel dalam formula umum (lihat table berikut), harus diolah sedemikian rupa
sehingga maksimal. Variabel – variabel tersebut dapat disebut juga variabel kritis.

Variabel Kritis

Petunjuk yang dapat digunakan untuk pengolahan variabel kritis :


a. Usahakan terdapat penghasilan yang stabil, untuk menghindari fluktuasi
pajak terhutang
b. Tunda atau percepat penghasilan dan biaya-biaya agar penghasilan kena
pajak rendah.
c. Sebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa Wajib Pajak.
d. Sebarkan penghasilan menjadi penghasilan beberapa tahun.
e. Dll.

8
Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan, yaitu :

N + DETAIL UU PPh N. 36/2008


O /-
1 Jumlah Seluruh Penghasilan Pasal 4 ayat (1)
2 (-) Penghasilan bukan merupakan objek Pasal 4 ayat (1)
Pajak
3 (= Penghasilan Bruto (1 - 2)
)
4 (-) Biaya Fiskal boleh dikurangkan Pasal 6 ayat (1), Pasal 11,
Pasal 11 a, pasal 9 ayat (1)
dan (2)
5 (= Penghasilan Netto (3-4)
)
6 (-) Kompensasi Kerugian Pasal 6 ayat (2)
7 (= Penghasilan Kena Pajak (5-6-7)
)
8 (x) Tarif Pasal 17
9 (= Pajak Penghasilan Terhutang (8 x 9)
)
10 (-) Kredit pajak Pasal 21 (WP OP), Pasal 22,
23 24 dan 25 9

11 (= Pajak Penghasilan KB/LB/Nihil (10 – 11)


Faktor Pajak

Faktor pajak yang diinginkan agar beban pajak menjadi efisien, maka harus :
1. Usahakan penghasilan tersebut tidak termasuk pengertian penghasilan yang
dapat dikenakan PPh atau Penghasilan diganti dengan penghasilan yang tidak
kena pajak atau pajaknya ditangguhkan.
2. Tingkatkan “biaya-biaya pajak yang dapat dibebankan” atau kurangi “biaya-
biaya yang tidak dapat dibebankan” dengan dialihkan ke “biaya-biaya yang dapat
dibebankan.
3. Perpanjang jangka waktu pengenaan pajak atas penghasilan atau perpendek
biaya yang dapat dikurangkan.
4. Pertimbangkan antara naiknya penghasilan dengan beban pajak yang
meningkat, atau naiknya biaya tertentu dengan berkurangnya beban pajak, dan
hasil akhir harus memperbesar laba setelah Pajak penghasilan.

Memaksimalkan Pengecualian-Pengecualian (maximizing Exclusions)


Adalah mengalihkan objek pajak yang menjadi objek Pajak Penghasilan
menjadi objek yang
bukan sebagai sebagai objek PPh.

Lihat Pasal 4 ayat (3) UU No. 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UU No. 7
tahun 1983 tentang PPh.
10
Memaksimalkan Pengurangan (Maximizing Deductions).

Adalah Pengalihan Pemberian dalam bentuk Natura (fringe benefit atau payment
in kind ) ke bentuk tunjangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya sesuai
dengan prinsip dapat dipajaki (Taxable) dan dapat dikurangkan (Deductible) ,
yang dianut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Biaya Fiskal

Pasal –pasal yang harus mendapat perhatian seorang perencana pajak dalam
mendesain
perencanaan pajaknya adalah yang menyangkut biaya-biaya yang boleh
dikurangkan dari
penghasilan perusahaan.

11
PEMILIHAN BENTUK USAHA YANG TEPAT
Beberapa faktor pajak yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pemilihan bentuk usaha,
adalah :
1. Bagaimana hub tarif pajaknya antara WP Badan dan WP OP
2. Pengenaan PPh secara berganda, baik atas laba bruto usaha dan pembagian keuntungan
3. Adanya ketentuan mengenai kerugian usaha neto.
4. dll.

Untuk tahun 2010, sebagai illustrasi pilihan antara Wajib Pajak Badan dan WP OP
(K/3), sebagai berikut :
Uraian WP Orang Pribadi WP Badan
Penghasilan Kena Pajak Rp 250.000.000,-
Penghasilan Netto Setahun Rp 250.000.000,-
PTKP Rp 32.400.000,- -
Pengh . Kena Pajak Rp 217.600.000,- Rp 250.000.000,-
PPh Terhutang (Rate UU 36/2008)
WP Orang Pribadi : - 5 % x Rp Rp
50.000.000,- 2.500.000,-
- 15 % x Rp Rp 25.140.000,-
167.600.000,-
WP Badan : 25 % x Rp 250 juta Rp 62.500.000,-
Jumlah PPh terhutang Rp Rp 62.500.000,-
27.640.000,-
Laba Bersih Setelah Pajak Rp 222.360.000,- Rp 187.500.000,- 12

Selisih Beban Pajak (WP Badan – WP OP) Rp 34.860.000,-


Selain pajak untuk bentuk usaha badan (PT) lebih tinggi, pada saat WP
Badan akan mendistribusikan laba setelah pajak kepada pemegang
sahamnya sebagai dividen, pembagian dividen merupakan objek pajak
penghasilan.
Dengan kata lain, pengenaan pajak menjadi dua kali. Pertama
dikenakan di WP Badan, dan kedua saat dividen dibagikan.
Contoh :
Uraian WP Badan
Pajak PPh Psl 23 :
Laba Bersih Setelah Pajak Rp 187.500.000,- 10 %
Sesuai PP 19/2009
TTg PPh Dividen

Dividen diibagikan kepada :


-Perorangan A : Pemegang Saham 30 %
Dividen 30 % x Rp Rp 56.250.000,- Rp
187.500.000,- 5.625.000,-
-Perorangan B : Pemegang Saham 30 %
Dividen 30 % x Rp Rp 56.250.000,- Rp
187.500.000,- 5.625.000,-

-Perorangan C : Pemegang Saham 40 %


Dividen 40 % x Rp Rp 75.000.000,- Rp
187.500.000,- 7.500.000
Total Pajak atas Dividen Rp
18.750.000,-
13
Pajak PPh Badan yang telah dikenakan Rp
62.500.000,-
Penyebaran Penghasilan dan Biaya

Selanjutnya contoh perpanjangan jangka


waktu pengenaan pajak atas penghasilan
dilakukan melalui penjualan cicilan atau
penjualan kredit sedang memperpendek
jangka waktu biaya-biaya yang dapat
dikurangkan dapat dilakukan melalui leasing
dan bukan pemilikan sepanjang biaya leasing
lebih besar daripada penyusutan fiskal.

14
Biaya Pendirian dan Perluasan Modal

Untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal dapat


digunakan Pasal 1 l A ayat (3) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2000, yang menyediakan dua pilihan
antara tingkat tarif penyusutan golongan I (50%) apabila
menggunakan metode saldo ganda menurun (double
declining balance) dan (25%) apabila rnenggunakan
rnetode garis lurus (straigill line) atau biaya scbagairnana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a sesuai dengan
pembukuannya (100%).

15
PEMILIHAN BENTUK USAHA YANG TEPAT
Pemilihan bentuk usaha yang tepat guna menjalankan bisnisnya
merupakan faktor yang penting dalam rangka meminimalkan beban
pajak. Hendaknya diperhatikan bahwa sebelum keputusan mengenai
bentuk usaha apa yang akan diambil, haruslah terlebih dahulu diadakan
studi perbandingan mengenai jumlah pajak yang harus dipikul pada
setiap bentuk usaha tersebut, termasuk pula pertimbangan berbagai
factor non tax.
Walaupun pertimbangan factor pajak sudah memenuhi, narnun
pertimbangan faktor non tax seperti terbatasnya kredit yang akan
diperoleh, kesinambungan usaha dan dapat ditransfernya bunga,
merupakan hal-hal yang penting untuk dibahas. Selanjutnya apabila
diperkirakan bahwa sejumlah besar penanam modal (investor) akan
menjadi pemegang saham/pemilik dari usaha tersebut, maka bentuk
perseroan terbatas merupakan bentuk usaha yang lebih baik daripada
bentuk firma, kongsi, dan persekutuan.

16
Beberapa faktor pajak yang secara prinsipil harus dipertimbangkan dalam
melakukan pemilihan bentuk usaha, adalah:
1) Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi
dan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan termasuk ketentuan khusus yang
mengatur hal ini.
2) Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha
maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang
sahamnya.
3) Kesempatan untuk dapat menunda pengenaan pajak pada tarif pajak
penghasilan lebih kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang
terdapat pada tariff pajak penghasilan dan akumulasi penghasilan perusahaan.
4) Adanya kelentuan-ketentuan rnengenai kerugian hasil usaha neto(kompensasi
kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertenlu.
5) Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi
laba, pajak atas penghasilan personal holding company dan seterusnya.
6) Liberalisasi ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit`dan/atau
payment in kind.

17
PENGGUNAAN METODE AKUNTING DAN PERIODE AKUNTING DALAM PERENCANAAN PAJAK
1. Umum
Metode akunting terbaik yang akan dipergunakan oleh Wajib Pajak, sangat bergantung kepada
bentuk usaha dan ukuran besarnya perusahaan yang bersangkutan serta sesuai dengan
kebutuhannya masing-rnasing.
2. Metode Akunting
Pada dasarnya ada dua metode akunting yang prinsipil, yang disebut :
1. Prinsip penerimaan dan pengeluaran kas (the cash receipt and disbursement method) atau
disebut metode "cash basis."
2. Prinsip atau metode akrual (the accrual method) atau disebut melode "akrual basis."
3. Periode Akunting/Tahun Pajak
Pemakaian tahun pajak, baik berdasarkan tahun takwim atau tahun buku harus taat asas
(konsisten). Hal ini terutama untuk mencegah kemungkinan adanya penggeseran laba atau rugi,
apabila Wajib Pajak diberi kebebasan untuk setiap saat berganti tahun pajaknya.
4. Natural Business Year
Basis yang dikenal dalam rangka periode akunting ini ialah apa yang disebut "natural" business
year," yaitu suatu periode yang terdiri dari dua belas bulan yang berakhir pada saat aktivitas-
aktivitas perusahaan berada pada titik rendahnya dalam suatu siklus tahunan. Pada
umumnya, pada saat itulah saldo persediaan berada dalam basis paling kecil, puncak kesibukan
penjualan telah berlalu dan piutang pun lebih berkurang, dan dengan demikian pinjaman atau
utang piutang berada dalam titik terendah pula.

18
 Ditinjau dari segi akuntansi dianjurkan untuk menggunakan natural business
year karena beberapa keunggulan-keunggulan sebagai berikut:
 
(1) Keunggulan penggunaan natural business year.
 
1.1. Inventarisasi fisik persediaan.
1.2. Laporan keuangan wajib pajak akan lebih akurat.
1.3. Penyiapan laporan yang lebih informatif untuk tujuan-
tujuan perencanaan pengendalian dan memperoleh kredit.

(2) Kerugian penggunaan natural business year


2.1. Di tahun-tahun pertarna setelah perubahan periode akunting, akan
terdapat kesulitan dalam angka-angka untuk keperluan studi
perbandingan.
2.2. Apabila anggota industri jenis lainnya rnenggunakan periode
akunting yang berbeda-beda, maka akan terdapat kesulitan
membandingkan hasilnya dengan industri sejenis tersebut.

19
KESIMPULAN
 
1. Beberapa cara dapat diternpuh dalam melakukan perencanaan pajak dalarn rangka memanajemeni
pajak, sebagai usaha untuk mengefisienkan beban pajak melalui perhindaran pajak (tax avoidance) dan
penghernatan pajak (tax saving), tetapi tidak melalui penyelundupan pajak (tax evasion) yang tidak dapat
ditolerir oleh fiskus.
2. Perencanaan pajak tidak akan dapat disusun tanpa didahului dengan penelitan yang mendalam
mengenai masalahnya untuk kemudian distruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, setelah mempertimbangkan faktor non-tax lainnya dan faktor keunggulan dan
kekurangannya untuk jangka waktu yang relatif panjang.
3.Faktor bentuk usaha, metode akunting, periode akunting, dan pernahaman yang dimaksud dengan
penghasilan dan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
rnerupakan faktor yang sangal berpcran dalarn rnendesain perencanaan pajak.
4.Pemantauan sikap dan tindakan aparat perpajakan dalam melaksanakan undang- undang (law-
enforcement) dan secara terus rnenerus mengikut perkernbangan perubahan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, merupakan hal yang mutlak dilaksanakan dan dipelajari dengan tujuan
agar dengan segera dapat dilakukan perubahan perencanaan pajak apabila desain yang lama sudah tidak
sesuai lagi dengan ketentuan baru tersebut serta kemungkinan munculnya keuntungan fiskal akibat
perubahan tersebut.
5.Suatu perencanaan pajak yang efektif tidak tergantung kepada seorang ahli pajak yang profesional,
akan tetapi sangat tergantung kepada kesadaran dan keterlibatan para pengambil keputusan terhadap
adanya dampak pajak yang rnelekat pada setiap aktivitas perusahaannya.

20
Perpajakan
Lanjutan

Terima Kasih

21

Anda mungkin juga menyukai