Anda di halaman 1dari 16

PERANAN AKUNTANSI DAN MASALAH DALAM PERPAJAKAN

ABSTRAK
Output dari proses akuntansi berupa laporan keuangan, diantaranya Laporan Perhitungan laba Rugi, dimana laba sebagai obyek pajak penghasilan berbeda antara laba menurut prinsip akuntansi dengan laba menurut pajak. Perbedaan laba ini disebabkan tidak seluruh biaya (beban) yang diakui menurut prinsip akuntansi diakui juga oleh pajak (Undang-undang perpajakan).

A. PENDAHULUAN
Akuntansi adalah proses kegiatan pencatatan, pengelompokkan peringkasan, dan penafsiran yang dilakukan secara sistematis mengenai transaksi yang bersifat keuangan pada suatu organisasi. Dari definisi akuntansi di atas, maka kegiatan akuntansi terjadi pada suatu organisasi, baik organisasi yang bertujuan mencari laba (profit oriented), maupun organisaaasi yang bertujuan tidak untuk mencari laba (nonprofit oriented).

Organisasi yang bertujuan tidak untuk mencari laba, seperti: pemerintah, lembagalembaga sosial, dan lain-lain. Organisaaasi yang bertujuan mencari laba adalah dalam bentuk perusahaan, baik perusahaan perorangan maupun perusahaan dalam bentuk badan (PT, CV, Firma, Koperasi, BUMN, dan lain-lain). Akuntansi yang berkaitan dengan pajak dalam tulisan ini adalah akuntansi pada organisasi yang bertujuan mencari laba, terkecuali perusahaan yang ditentukan oleh pemerintah. Seperti pada definisi akuntansi di atas, kegiatan akuntansi diantaranya melakukan peringkasan. Kegiatan peringkasan ini meliputi kegiatan penyusunan laporan keuangan, yang terdiri dari: neraca, perhitungan laba-rugi, dan laporan perubahan modal. Kegiatan akuntansi yang erat hubungannya dengan pajak adalah kegiatan dalam menyusun laporan laba-rugi, karena dalam Undang-undang pajak Penghaasilan 1984, laba bruto usaha merupakan obyek pajak penghasilan (Undang-undang Perpajakan, 1991). Menurut Prof. S.I. Djajaningrat pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secra langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Pajak penghsilan adalah pajak langsung yang dikenakan kepada badan atau orang pribadi pada tingkat penghasilan tertentu. (Drs. Slamet Munawir, Akt, dkk, 1990, halaman 2 dan 61).

Dalam tulisan ini berkaitan dengan pajak penghasilan yang dikenakan kepada badan atau organisasi profit oriented sebagai subjek pajak. B. PERANAN AKUNTANSI DALAM PERPAJAKAN Khusus dalam SK. Menteri Keuangan No. 108/1979 dimuat ketentuan yang memberikan fasilitas berupa keringanan tarif pajak perseroan (sekarang pajak penghasilan) bagi para pengusaha yang laporan keuangan mereka diaudit oleh akuntansi publik dengan pernyataan: wajar tanpa kualifikasi (unqualified ipiniun). Pada saat berlakunya ketentuan ini akuntansi mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perpajakan. Karena akuntan publik sebagai seorang ahli akuntansi dapat mempergunakan sepenuhnya konsep/ prinsip/ metode akuntansi yang umum dipergunakan. Dengan berlakunya Undang-undang Perpajakan tahun 1984, maka SK Menteri keuangan No. 108/1979 dinyatakan tidak berlaku lagi. Prinsip Akuntansi Indonesiasebagai organisasi profesi tidak sepenuhnya diakui oleh pajak. Sekalipun demikian akuntansi masih mempunyai peranan dalam perpajakan untuk menentukan objek pajak, karena Undang-undang Perpajakan tahun 1984 mewajibkan kepada orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha atau melakukan bebas di Indonesia untuk menyelenggarakan pembukuan. Pembukuan adalah pencatatan baik obyek pajak penghaasilan maupun elemenelemen yang boleh dikurangkan pada penghasilan dengan cara tertentu yang diakui oleh prinsip akuntansi atau cara akuntansi yang bisa diterima oleh perpajakan. Pada dasarnya semua subyek pajak yang memperoleh penghasilanbaik dari usaha bebas maupun perusahaan atau badan harus melakukan pembukuan dengan baik dan tertaur dengan dasar konsisten dengan tahun sebelumnya. (Drs. Slamet Munawir, akt, dkk, 1990, halaman 37 dan 73). Jasa akuntansi publik melakukan pemeriksaan akuntansi pada wajib pajak sangat membantu perpajakan dalam meyakinkan wajaran laba sebagai proyek pajak, maksudnya jika pihak pajak merasa perlu juga untuk mengadakan pemeriksaan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, mungkin pihak pajak dalam melakukan pemeriksaan hanya mengadakan penyesuaian dengan Undang-undang pajak saja. C. MASALAH AKUNTANSI DALAM PERPAJAKAN Undang-Undang Perpajakn No. 7 tahun 1983, pasal 13, ayat 2 terdapat istilah prinsip pembukuan yang taat azaz (konsisten) dengan tahun sebelumnya. Istilah prinsip pembukuan dalam akuntansi dikenal dengan istilah prinsip akuntansi. Istilah konsisten merupakan salah satu prinsip akuntansi. Dalam akuntansi istilah pembukuan merupakan bagian dari akuntansi. Penjelasan Undang-Undang Perpajakan No. 7 tahun 1983 Pasal 13 ayat 1 terdapat kalimat berbunyi: maka pembukuan harus berdasarkan suatu cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya Prinsip Akuntansi Indonesia yang disusun oleh Ikatan AkuntansiIndonesia. Kalimat ini menurut pengertian penulis manunjukkan kemingkinan adanya prinsip akuntansi yang bukan prinsip akuntansi Indonesia, sehingga akan diterima pula laporan keuangan yang berdasarkan prinsip akuntansi negara lain.

Dalam akuntansi istilah stelsel kas, dikenal dengan cash basis, sedangkan stelsel akrual dikenal dengan accrual basis. Cara perhitungan penghasilan dan biaya (beban) menurut pajak dengan menggunakan stelsel kas atau stelsel akrual sudah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984, hanya dalam PAI tidak secara tegas menyebutkan mengenai stelsel kas atau stelsel akrual, tapi pada prinsipnya perhitungannya tidak berbeda dengan pajak. D. MASALAH PENYUSUTAN AKTIVA TETAP Penyusutan aktiva tetap menurut Prinsip akuntansi Indonesia (PAI) 1984 menyebutkan metode-metode penyusutan aktiva tetap yang dipakai di Indonesia, terdiri aari metode: straight line, double declining balance, sum of the years digits, annuity, service hours, productive output, dan lain-lain. Menurut Undang-undang perpajakan No. 7 tahun 1983 Pasal 11 ayat 30 mengenai penyusutan aktiva tetap berbunyi: a. Golongan 1 Harta yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan, yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 4 tahun. b. Golongan 2 Harta yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 4 tahun dan tidak lebih dari 8 tahun. c. Golongan 3 Harta yang disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 8 tahun. d. Golongan bangunan
Bangunan dan harta tak gerka lainnya, termasuk perbaikan atau perubahan yang dilakukan.

Dasar penyusutan setiap golongan harta untuk suatu tahun pajak sama dengan jumlah awal pendapatan pajak untuk golongan harta itu ditambahkan dengan tambahan, perbaikan atau perubahan dan dikurangkan dengan pengurangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (7). Ayat (5): Jumlah aawal dari masing-masing golongan 1, 2, 3, untuk suatu tahun pajak adalah sama dengan dasar penyusutan pada tahun pajak sebelumnya, dikurangi dengan yang diperkenankan pada tahun pajak sebelumnya. Ayat (6): Jumlah awal dari golongan bangunan untuk suatu tahun pajak adalah sama denga n dasar penyusutan pada tahun pajak sebelumnya, yaitu sebesar harga atau nilai perolehan. Ayat (7): Apabila terjadi penarikan harta dari pemakaian: a. karena sebab luar biasa sebagai akibat bencana atau karena penghentian sebagian basar usaha, maka suatu jumlah sebesar harga sisa bukan dikurangi dari jumlah awal untuk memperoleh daasar penmyusutan dan jumlah sebesar harga sisa bulan itu merupakan kagiatan dalam tahun pajak yang bersangkutan, sedangkan hasil penjualan atau penggantian asuransinya merupakan penghasilan.

b. Karena sebab biasa, yaitu lain dari tersebut pada huruf a, maka penerimaan netto dari harta yang bersangkutan dikurangkan dari jumlah awal untuk memeproleh dasar penyusutan. Ayat (9): Tarif penyusutan tiap tahun untuk; a. Golongan 1 . 50% b. Golongan 2 ..24% c. Golongan 3 ..10% d. Golongan Bangunan 5% Penyusutan aktiva tetap menurut Undang-undang Perpajakan di atas. Walaupun tidak secara tegas disebutkan metodenya, namun menurut hemat penulis ada 2 metode yang dipergunakan: untuk golongan 1, 2 dan 3 menggunakan metode double declining balance, dan untuk golongan bangunan menggunakan metode straight line. Dengan adanya ketentuan penyusutan dari perpajakan ini, maka akan memungkinkan perbedaan penyusutan antara prinsip akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan dengan yang diterapkan oleh pajak. Hal ini disebabkan: a. Kemungkinan perusahaan menggunakan metode penyusutan selain yang diterapkan pajak. b. Metode penyusutan yang dipakai oleh perusahaan sama denga n yang dipakai oleh pajak, tapi presentase penyusutan tidak sama. Contoh: Laba sebuah perusahaan dalam setahun sebelum dikurangi dengan penyusutan adalah sebesar Rp 10.000.000,00. Laba sebesar Rp 10.000.000,00 ini misalnya tidak berbeda dengan perhitungan pajak. Aktiva tetap dengan nilai perolehan Rp 5.000.000,00 disusut berdasarkan metode straight line selama 10 tahun tanpa nilai residu, maka penyusutan setahun sebesar Rp. 500.000,00 dan aktiva tetap baru digunakan setahun. Menurut pajak aktiva tetap tersebut golongan bangunan yang disusut 55 setahun, sehingga penyusutan menurut pajak 5% x Rp. 5.000.000,00 = Rp. 250.000,00 setahun. Dengan demikian terjadi perbedaan laba antara perhitungan perusahaan dengan perhitunga n pajak.

Perhitungan Perusahaan
Laba sebelum penyusutan .. Rp.10.000.000,00 Penyusutan . Rp. 500.000,00 (-) Laba sebelum pajak Rp.9.500.000,00 Pajak penghasilan 15% ... Rp. 1.425.000,00 (-) Laba setelah pajak ... Rp.8.075.000,00

Perhitungan Pajak
Laba sebelum penyusutan .. Rp.10.000.000,00

Penyusutan . Rp. 250.000,00 (-) Laba sebelum pajak Rp.9.000.000,00 Pajak penghasilan 15% ... Rp. 1.462.500,00 (-) Laba setelah pajak ... Rp.8.287.500,00 Berdasarkan Prinsip akuntansi Indonesia 1984, Bab II, Pasal 9, untuk perbedaan ini diadakan ayat jurnal dalam buku perusahaan sebagai berikut:

Biaya (beban) pajak .. Rp.1.425.000,00


Pajak yang ditangguhkan ... Rp. 37.500,00 (-) Pajak Terhutang Rp.1.462.500,00 c. Masalah biaya karyawan dan sumbangan Menurut UU Perpajakan No. 7 Tahun 1983 Pasal 9 berbunyi: Ayat (1): Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak tidak diperbolehkan dikurangkan. d. Pemberian kenikmatan pejalanan cuti, kenikmatan rekreasi dan kenikmatan lainnya yang diperuntukkan bagi keprluan pegawai dari wajib pajak, termasuk kenikmatan pemakaian kendaraan bermotor perusahaan dan kinikmatan perumahan, kecuali perumahan daerah terpencil berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. e. Sumbangan Menurut prinsip akuntansi, sumbangan dapat dianggap sebagai biaya apabila sumbangan itu merupakan pengeluaran demi kontinuitas perusahaan perlu dilaksanakan. Begitu juga dengan penge luaran untuk fasilitas karyawan perusahaan seperti yang disebutkan Undang-undang Perpajakan di atas, menurut prinsip akuntansi dapat dianggap sebagai biaya untuk pengurangan penghasilan. Karena fasilitas untuk karyawan dapat meningkatkan produktivitas kerja dalam menghasilkan pendapatan. f. Masalah Penilaian Persediaan Menurut Undang-undang Perpajakn No.7 tahun 1983, pasal 10, ayat (3) berbunyi: Penilaian persediaan hanya diperbolehkan menggunakan harga perolehan, yang didasarkan atas pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok yang dilakukan secara rata-rata ataupun yang dialukan dengan mendahulukan persediaan yang didapat pertama. Jadi menurut Undang-undang Perpajakan dalam manilai persediaan dapat menggunakan 2 metode, yaitu: metode rata-rata dan metode first in first out (fifo) berdasarkan harga perolehan. Menurut PAI disamping kedua metode di atas, dapat juga dalam menilai persediaan menggunakan metode lifo (last in first out). E. PENUTUP

Akuntansi merupakan sistem informasi keuangan, dalam hal ini berupa laba rugi perusahaan sebagai obyek pajak. Laba menurut prinsip akuntansi pada umumnya tidak sama dengan laba menurut pajak, hal ini disebabkan karena perbedaan penerapan metode, serta pengakuan atas pendapatan dan biaya (beban). Perbedaan laba menurut prinsip akuntansi dengan laba menurut pajak, dapat diatasi dengan membuat jurnal koreksi (penyesuaian). Dalam jurnal koreksi ini dibentuk rekening Pajak Yang Ditangguhkan Bilamana Biaya Pajak menurut prinsip akuntansi lebih kecil dari pajak terutang menurut Pajak, maka rekening pajak yang Ditangguhkan di DEBIT. Sabaliknya bila Biaya Pajak menurut prinsip akuntansi lebih besar dari Pajak terutang menurut pajak, maka rekening pajak Yang Ditangguhkan di KREDIT.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Akuntansi Indonesia, Prinsip Akuntansi Indonesia1984, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991. 2. Slamet Munawir, dkk, Perpajakan untuk SLTA, BPFE,Yogyakarta, 1990. 3. Undang-undang Perpajakan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991.

PERANAN AKUNTANSI DAN MASALAH DALAM PERPAJAKAN

ABSTRAK
Output dari proses akuntansi berupa laporan keuangan, diantaranya Laporan Perhitungan laba Rugi, dimana laba sebagai obyek pajak penghasilan berbeda antara laba menurut prinsip akuntansi dengan laba menurut pajak. Perbedaan laba ini disebabkan tidak seluruh biaya (beban) yang diakui menurut prinsip akuntansi diakui juga oleh pajak (Undang-undang perpajakan).

A. PENDAHULUAN
Akuntansi adalah proses kegiatan pencatatan, pengelompokkan peringkasan, dan penafsiran yang dilakukan secara sistematis mengenai transaksi yang bersifat keuangan pada suatu organisasi. Dari definisi akuntansi di atas, maka kegiatan akuntansi terjadi pada suatu organisasi, baik organisasi yang bertujuan mencari laba (profit oriented), maupun organisaaasi yang bertujuan tidak untuk mencari laba (nonprofit oriented).

Organisasi yang bertujuan tidak untuk mencari laba, seperti: pemerintah, lembagalembaga sosial, dan lain-lain. Organisaaasi yang bertujuan mencari laba adalah dalam bentuk perusahaan, baik perusahaan perorangan maupun perusahaan dalam bentuk badan (PT, CV, Firma, Koperasi, BUMN, dan lain-lain).

Akuntansi yang berkaitan dengan pajak dalam tulisan ini adalah akuntansi pada organisasi yang bertujuan mencari laba, terkecuali perusahaan yang ditentukan oleh pemerintah. Seperti pada definisi akuntansi di atas, kegiatan akuntansi diantaranya melakukan peringkasan. Kegiatan peringkasan ini meliputi kegiatan penyusunan laporan keuangan, yang terdiri dari: neraca, perhitungan laba-rugi, dan laporan perubahan modal. Kegiatan akuntansi yang erat hubungannya dengan pajak adalah kegiatan dalam menyusun laporan laba-rugi, karena dalam Undang-undang pajak Penghaasilan 1984, laba bruto usaha merupakan obyek pajak penghasilan (Undang-undang Perpajakan, 1991). Menurut Prof. S.I. Djajaningrat pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secra langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Pajak penghsilan adalah pajak langsung yang dikenakan kepada badan atau orang pribadi pada tingkat penghasilan tertentu. (Drs. Slamet Munawir, Akt, dkk, 1990, halaman 2 dan 61). Dalam tulisan ini berkaitan dengan pajak penghasilan yang dikenakan kepada badan atau organisasi profit oriented sebagai subjek pajak. B. PERANAN AKUNTANSI DALAM PERPAJAKAN Khusus dalam SK. Menteri Keuangan No. 108/1979 dimuat ketentuan yang memberikan fasilitas berupa keringanan tarif pajak perseroan (sekarang pajak penghasilan) bagi para pengusaha yang laporan keuangan mereka diaudit oleh akuntansi publik dengan pernyataan: wajar tanpa kualifikasi (unqualified ipiniun). Pada saat berlakunya ketentuan ini akuntansi mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perpajakan. Karena akuntan publik sebagai seorang ahli akuntansi dapat mempergunakan sepenuhnya konsep/ prinsip/ metode akuntansi yang umum dipergunakan. Dengan berlakunya Undang-undang Perpajakan tahun 1984, maka SK Menteri keuangan No. 108/1979 dinyatakan tidak berlaku lagi. Prinsip Akuntansi Indonesiasebagai organisasi profesi tidak sepenuhnya diakui oleh pajak. Sekalipun demikian akuntansi masih mempunyai peranan dalam perpajakan untuk menentukan objek pajak, karena Undang-undang Perpajakan tahun 1984 mewajibkan kepada orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha atau melakukan bebas di Indonesia untuk menyelenggarakan pembukuan. Pembukuan adalah pencatatan baik obyek pajak penghaasilan maupun elemenelemen yang boleh dikurangkan pada penghasilan dengan cara tertentu yang diakui oleh prinsip akuntansi atau cara akuntansi yang bisa diterima oleh perpajakan. Pada dasarnya semua subyek pajak yang memperoleh penghasilanbaik dari usaha bebas maupun perusahaan atau badan harus melakukan pembukuan dengan baik dan tertaur dengan dasar konsisten dengan tahun sebelumnya. (Drs. Slamet Munawir, akt, dkk, 1990, halaman 37 dan 73). Jasa akuntansi publik melakukan pemeriksaan akuntansi pada wajib pajak sangat membantu perpajakan dalam meyakinkan wajaran laba sebagai proyek pajak, maksudnya jika pihak pajak merasa perlu juga untuk mengadakan pemeriksaan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan

publik, mungkin pihak pajak dalam melakukan pemeriksaan hanya mengadakan penyesuaian dengan Undang-undang pajak saja. C. MASALAH AKUNTANSI DALAM PERPAJAKAN Undang-Undang Perpajakn No. 7 tahun 1983, pasal 13, ayat 2 terdapat istilah prinsip pembukuan yang taat azaz (konsisten) dengan tahun sebelumnya. Istilah prinsip pembukuan dalam akuntansi dikenal dengan istilah prinsip akuntansi. Istilah konsisten merupakan salah satu prinsip akuntansi. Dalam akuntansi istilah pembukuan merupakan bagian dari akuntansi. Penjelasan Undang-Undang Perpajakan No. 7 tahun 1983 Pasal 13 ayat 1 terdapat kalimat berbunyi: maka pembukuan harus berdasarkan suatu cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya Prinsip Akuntansi Indonesia yang disusun oleh Ikatan AkuntansiIndonesia. Kalimat ini menurut pengertian penulis manunjukkan kemingkinan adanya prinsip akuntansi yang bukan prinsip akuntansi Indonesia, sehingga akan diterima pula laporan keuangan yang berdasarkan prinsip akuntansi negara lain. Dalam akuntansi istilah stelsel kas, dikenal dengan cash basis, sedangkan stelsel akrual dikenal dengan accrual basis. Cara perhitungan penghasilan dan biaya (beban) menurut pajak dengan menggunakan stelsel kas atau stelsel akrual sudah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984, hanya dalam PAI tidak secara tegas menyebutkan mengenai stelsel kas atau stelsel akrual, tapi pada prinsipnya perhitungannya tidak berbeda dengan pajak. D. MASALAH PENYUSUTAN AKTIVA TETAP Penyusutan aktiva tetap menurut Prinsip akuntansi Indonesia (PAI) 1984 menyebutkan metode-metode penyusutan aktiva tetap yang dipakai di Indonesia, terdiri aari metode: straight line, double declining balance, sum of the years digits, annuity, service hours, productive output, dan lain-lain. Menurut Undang-undang perpajakan No. 7 tahun 1983 Pasal 11 ayat 30 mengenai penyusutan aktiva tetap berbunyi: a. Golongan 1 Harta yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan, yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 4 tahun. b. Golongan 2 Harta yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 4 tahun dan tidak lebih dari 8 tahun. c. Golongan 3 Harta yang disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 8 tahun. d. Golongan bangunan
Bangunan dan harta tak gerka lainnya, termasuk perbaikan atau perubahan yang dilakukan.

Dasar penyusutan setiap golongan harta untuk suatu tahun pajak sama dengan jumlah awal pendapatan pajak untuk golongan harta itu ditambahkan dengan tambahan,

perbaikan atau perubahan dan dikurangkan dengan pengurangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (7). Ayat (5): Jumlah aawal dari masing-masing golongan 1, 2, 3, untuk suatu tahun pajak adalah sama dengan dasar penyusutan pada tahun pajak sebelumnya, dikurangi dengan yang diperkenankan pada tahun pajak sebelumnya. Ayat (6): Jumlah awal dari golongan bangunan untuk suatu tahun pajak adalah sama denga n dasar penyusutan pada tahun pajak sebelumnya, yaitu sebesar harga atau nilai perolehan. Ayat (7): Apabila terjadi penarikan harta dari pemakaian: a. karena sebab luar biasa sebagai akibat bencana atau karena penghentian sebagian basar usaha, maka suatu jumlah sebesar harga sisa bukan dikurangi dari jumlah awal untuk memperoleh daasar penmyusutan dan jumlah sebesar harga sisa bulan itu merupakan kagiatan dalam tahun pajak yang bersangkutan, sedangkan hasil penjualan atau penggantian asuransinya merupakan penghasilan. b. Karena sebab biasa, yaitu lain dari tersebut pada huruf a, maka penerimaan netto dari harta yang bersangkutan dikurangkan dari jumlah awal untuk memeproleh dasar penyusutan. Ayat (9): Tarif penyusutan tiap tahun untuk; a. Golongan 1 . 50% b. Golongan 2 ..24% c. Golongan 3 ..10% d. Golongan Bangunan 5% Penyusutan aktiva tetap menurut Undang-undang Perpajakan di atas. Walaupun tidak secara tegas disebutkan metodenya, namun menurut hemat penulis ada 2 metode yang dipergunakan: untuk golongan 1, 2 dan 3 menggunakan metode double declining balance, dan untuk golongan bangunan menggunakan metode straight line. Dengan adanya ketentuan penyusutan dari perpajakan ini, maka akan memungkinkan perbedaan penyusutan antara prinsip akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan dengan yang diterapkan oleh pajak. Hal ini disebabkan: a. Kemungkinan perusahaan menggunakan metode penyusutan selain yang diterapkan pajak. b. Metode penyusutan yang dipakai oleh perusahaan sama denga n yang dipakai oleh pajak, tapi presentase penyusutan tidak sama. Contoh: Laba sebuah perusahaan dalam setahun sebelum dikurangi dengan penyusutan adalah sebesar Rp 10.000.000,00. Laba sebesar Rp 10.000.000,00 ini misalnya tidak berbeda dengan perhitungan pajak. Aktiva tetap dengan nilai perolehan Rp 5.000.000,00 disusut berdasarkan metode straight line selama 10 tahun tanpa nilai residu, maka penyusutan setahun sebesar Rp. 500.000,00 dan aktiva tetap baru digunakan setahun. Menurut pajak aktiva tetap tersebut golongan bangunan yang disusut 55 setahun, sehingga penyusutan menurut pajak 5% x Rp. 5.000.000,00 = Rp. 250.000,00 setahun.

Dengan demikian terjadi perbedaan laba antara perhitungan perusahaan dengan perhitunga n pajak.

Perhitungan Perusahaan
Laba sebelum penyusutan .. Rp.10.000.000,00 Penyusutan . Rp. 500.000,00 (-) Laba sebelum pajak Rp.9.500.000,00 Pajak penghasilan 15% ... Rp. 1.425.000,00 (-) Laba setelah pajak ... Rp.8.075.000,00

Perhitungan Pajak
Laba sebelum penyusutan .. Rp.10.000.000,00 Penyusutan . Rp. 250.000,00 (-) Laba sebelum pajak Rp.9.000.000,00 Pajak penghasilan 15% ... Rp. 1.462.500,00 (-) Laba setelah pajak ... Rp.8.287.500,00 Berdasarkan Prinsip akuntansi Indonesia 1984, Bab II, Pasal 9, untuk perbedaan ini diadakan ayat jurnal dalam buku perusahaan sebagai berikut:

Biaya (beban) pajak .. Rp.1.425.000,00


Pajak yang ditangguhkan ... Rp. 37.500,00 (-) Pajak Terhutang Rp.1.462.500,00 c. Masalah biaya karyawan dan sumbangan Menurut UU Perpajakan No. 7 Tahun 1983 Pasal 9 berbunyi: Ayat (1): Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak tidak diperbolehkan dikurangkan. d. Pemberian kenikmatan pejalanan cuti, kenikmatan rekreasi dan kenikmatan lainnya yang diperuntukkan bagi keprluan pegawai dari wajib pajak, termasuk kenikmatan pemakaian kendaraan bermotor perusahaan dan kinikmatan perumahan, kecuali perumahan daerah terpencil berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. e. Sumbangan Menurut prinsip akuntansi, sumbangan dapat dianggap sebagai biaya apabila sumbangan itu merupakan pengeluaran demi kontinuitas perusahaan perlu dilaksanakan. Begitu juga dengan penge luaran untuk fasilitas karyawan perusahaan seperti yang disebutkan Undang-undang Perpajakan di atas, menurut prinsip akuntansi dapat dianggap sebagai biaya untuk pengurangan penghasilan. Karena

fasilitas untuk karyawan dapat meningkatkan produktivitas kerja dalam menghasilkan pendapatan. f. Masalah Penilaian Persediaan Menurut Undang-undang Perpajakn No.7 tahun 1983, pasal 10, ayat (3) berbunyi: Penilaian persediaan hanya diperbolehkan menggunakan harga perolehan, yang didasarkan atas pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok yang dilakukan secara rata-rata ataupun yang dialukan dengan mendahulukan persediaan yang didapat pertama. Jadi menurut Undang-undang Perpajakan dalam manilai persediaan dapat menggunakan 2 metode, yaitu: metode rata-rata dan metode first in first out (fifo) berdasarkan harga perolehan. Menurut PAI disamping kedua metode di atas, dapat juga dalam menilai persediaan menggunakan metode lifo (last in first out). E. PENUTUP Akuntansi merupakan sistem informasi keuangan, dalam hal ini berupa laba rugi perusahaan sebagai obyek pajak. Laba menurut prinsip akuntansi pada umumnya tidak sama dengan laba menurut pajak, hal ini disebabkan karena perbedaan penerapan metode, serta pengakuan atas pendapatan dan biaya (beban). Perbedaan laba menurut prinsip akuntansi dengan laba menurut pajak, dapat diatasi dengan membuat jurnal koreksi (penyesuaian). Dalam jurnal koreksi ini dibentuk rekening Pajak Yang Ditangguhkan Bilamana Biaya Pajak menurut prinsip akuntansi lebih kecil dari pajak terutang menurut Pajak, maka rekening pajak yang Ditangguhkan di DEBIT. Sabaliknya bila Biaya Pajak menurut prinsip akuntansi lebih besar dari Pajak terutang menurut pajak, maka rekening pajak Yang Ditangguhkan di KREDIT.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Akuntansi Indonesia, Prinsip Akuntansi Indonesia1984, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991. 2. Slamet Munawir, dkk, Perpajakan untuk SLTA, BPFE,Yogyakarta, 1990. 3. Undang-undang Perpajakan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991.

PRINSIP DASAR AKUNTANSI PAJAK


11.14 SIMOETJANKIST NO COMMENTS

Sebelum membicarakan konsep atau prinsip dasar akuntansi pajak perlu mengetahui terlebih dahulu elemen-elemen atau unsur yang ada pada struktur teori akuntansi. Struktur teori akuntansi merupakan elemen yang saling berkaitan dan menjadi pedoman untuk mengembangkan teori dan menyusun teknik-teknik akuntansi. Diagram berikut menunjukkan struktur teori akuntansi: Tujuan laporan keuangan ini adalah memberikan informasi keuangan kepada para pengguna laporan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Standar Akuntansi Keuangan Indonesia merumuskan tujuan laporan keuangan, yaitu menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuanga n suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Ketentuan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang KUP menyatakan bahwa pengisian SPT Tahunan Pajak-Penghasilan oleh Wajib Pajak yang diwajibkan melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan Iaporan keuangan berupa neraca dan Iaporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Dari gambaran tersebut Iaporan keuangan mempunyai peran yang penting. Tujuan utama pelaporan keuangan fiskal adaiah menyajikan informasi yang digunakan sebagai bahan menghitung dasar pengenaan pajak terutang. Pengaturan selanjutnya perhitungan dalam Pasal 3 ayat (7) Undang-Undang KUP lebih menekankan kepentingan Iaporan keuangan tersebut karena SPT dianggap tidak disampaikan apabila tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang diperlukan. Namun demikian, Iaporan keuangan komersial maupun Iaporan keuangan fiskal masih memiliki beberapa keterbatasan seperti: 1. 2. 3. Laporan keuangan yang disusun bersifat historis. Lebih banyak menekankan hal yang bersifat material. Penggunaan estimasi dan berbagai pertimbangan dalam menyusun laporan keuangan. Prinsip-prinsip dasar akuntansi komersial telah banyak dikemukakan para ahli, tetapi umumnya mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan, yaitu dasar akrual (accrual basis)dan kelangsungan usaha {going concern). APB Statement No. 4 menyatakan terdapat sembilan prinsip dasar akuntansi: 1. Cost Principle Prinsip biaya (cost principle) atau biaya historis (historical cost), yaitu dasar penilaian untuk mencatat perolehan barang, jasa harga pokok, biaya, maupun ekuitas, sehingga yang paling pokok adalah penilaian yang didasarkan harga pertukaran pada tanggal perolehan. 2. Revenue Principle Prinsip pendapatan (revenue principle) ini lebih menjelaskan tentang sifat dan komponen, pengukuran, maupun pengakuan pendapatan sebagai salah satu komponen penyusunan laporan laba rugi. 3. Matching Principle Prinsip dasar pemadanan atau penandingan (matching) menjelaskan masalah pengaturan pembebanan biaya pada periode yang sama dengan periode pengakuan hasil, sehingga hasil akan diakuipada periode menurut prinsip dasar pengakuan hasil, sedangkan biayanya dibebankan sesuai periode tersebut. 4. Objectivity Principle Masalah objektivitas (objectivity) mempunyai penafsiran yang berbeda. Sebagai contoh objektivitas sebagai realitas yang disampaikan pihak ketiga yang independen (misalnya laporan rekening koran dari bank), objektivitas dianggap sebagai hasil konsensus kelompok yang mengukur ataupun objektivitas diukur dengan penentuan batas atau limit tertentu.

dikenakan tarif upah kenaikan Istimewa yang paling diperhatikan yaitu substansi hubungan yang bukan hanya pada bentuk hukumnya seperti penyandang dana, serikat dagang, perusahaan pelayanan umum ( public utilities), satu-satunya pelanggan, pemasok distributor dan lain sebagainya. Gambaran hubungan istimewa seperti: 1. perusahaan melalui satu atau lebih perantara (intermediaries), mengendalikan atau dikendalikan oleh atau berada di bawah pengendalian bersama dengan perusahaan pelapor (termasuk holding companies, subsidiaries, dan fellow subdiaries), 2. 3. perusahaan asosiasi (associated company), Perorangan yang memiliki baik secara langsung, maupun tidak langsung, suatu kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara signifikan, dan anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut. Keluarga dekat dimaksud yaitu mereka yang dapat diharapkan memengaruhi atau dipengaruhi perorangan dalam transaksinya dengan perusahaan pelapor. 4. Karyawan kunci yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi: anggota dewan komisaris, direksi, dan manajer dari perusahaan serta anggota keluarga dekat orang-orang tersebut; dan 5. Perusahaan di mana suatu kepentingan substansial dalam hak suara yang dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang sebagaimana disebutkan pada angka 3 dan angka 4 atau setiap orang tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut. Hal ini dimaksudkan mencakup perusahaan-perusahaan yang dimiliki anggota dewan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama dari perusahaan pelapor dan perusahaan yang mempunyai anggota manajemen kunci yang sama dengan perusahaan pelapor. Berbagai macam metode yang digunakan untuk menentukan harga dalam suatu transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa (PSAK, 2009) yaitu: 1. Metode harga pasar bebas yang dapat diperbandingkan Metode ini sering digunakan yang dalam implementasinya yaitu bila barang atau jasa dipasok dalam suatu transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan keadaan yang bersangkutan adalah serupa dengan keadaan dalam transaksi perdagangan normal. 2. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price) Metode ini digunakan bila barang yang dialihkan antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebelum dijual kepada pihak yang independen dan metode ini mengurangi harga penjualan kembali dengan suatu margin yang wajar. 3. Metode Biaya Plus (Cost Plus Method) Metode biaya plus sebagai pendekatan lain yang menambahkan suatu kenaikan (mark up) tertentu pada biaya pemasok. Ukuran-ukuran yang dapat membantu harga transfer yaitu hasil ( return) yang dapat dibandingkan dalam industri sejenis atas volume penjualan atau modal yang digunakan. Suatu transaksi kadang kala dapat terjadi bahwa harga transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa tidak ditentukan menurut salah satu dari metode pada angka 2 dan angka 3 bahkan sama sekali tidak ada harga yang diperhitungkan. Sebagai contoh pemberian jasa manajemen tanpa memperhitungkan imbalan atau pemberian pinjaman tanpa bunga. Akan tetapi di sisi lain, kadang kala bahwa transaksi tersebut tidak dapat terjadi bila tidak terdapat hubungan istimewa. Sebagai contoh umumnya suatu perusahaan yang menjual sebagian besar produknya dengan harga pokok kepada induk perusahaan akan mengalami kesulitan mendapatkan pelanggan lain bila suatu saat induk perusahaan tidak membeli produk tersebut.

Permasalahan tetap pada hubungan istimewa bahwa adanya hubungan istimewa ini mengakibatkan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dapat terpengaruh atau dampak terhadap posisi keuangan dan hasil usaha pelapor (Penyusun Laporan Keuangan). Oleh karenanya dalam akuntansi komersial seperti tertuang dalam tujuan PSAK No. 7 menekankan pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Sedangkan di dalam undang-undang pajak penekanannya pada akibat yang terjadi terhadap transaksi yang ada hubungan istimewa. Bila terdapat hubungan istimewa kemungkinan yang dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari jumlah yang seharusnya. Oleh karenanya perlu.menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan bila para wajib pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya- plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method). Kemungkinan dapat terjadinya adanya pernyertaan modal secara terselubung dengan menyatakan modal tersebut sebagai utang, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan sebagai contoh, melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya. Pembahasan masalah debt to equity ratio akan disampaikan dalamtsubbab tersendiri. Khusus masalah hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh ini menjelaskan hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain yang disebabkan karena: 1. 2. kepemilikan atau penyertaan modal; Adanya penguasaan teknologi melalui manajemen atau penggunaan teknologi. Selain karena hal-hal tersebut di atas, hubungan istimewa di antara Wajib Pajak Orang Pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau perkawinan. Lebih lanjut hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada undang-undang PPh. 1. Pasal 18 ayat (3) Adanya hubungan istimewa, sehingga Direktur Jenderal Pajak perlu menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lain. 2. Pasal 18 ayat (3a) Melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak Otoritas Pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antarpihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. 3. Pasal 18 ayat (3b) Adanya Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aset perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian dapat ditetapkan sebagai pihak sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan' pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran dalam penetapan harga. 4. Pasal 18 ayat (3c) Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax heaven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di

Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia. 5. Pasal 18 ayat (3d) Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut. Dianggap ada hubungan istimewa apabila dipenuhinya syarat: Wajib Pajak mempunyai pernyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang 2. 3. disebut terakhir; atau Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa adanya hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung. Sebagai contoh PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan saham oieh PT A merupakan penyertaan langsung, Bila PT B mempunyai 50% saham PT C, maka PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25%. Kondisi demikian antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Tetapi bila PT A juga memiliki 25% saham PT D, maka antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa. Tentu saja hubungan kepemilikan sebagaimana diuraikan di atas dapat terjadi antara orang pribadi atau badan.

1.

Anda mungkin juga menyukai