Disusun Oleh :
(1833121399)
UNIVERSITAS WARMADEWA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
TAHUN 2020
1.1. Pendahuluan
Akuntansi ekuitas berakar dan berkaitan erat dengan bentuk hukum entitas yang
bersangkutan. Hukum dan peraturan perundangan tentang bentuk hukum suatu
entitas, khususnya peraturan tentang modal atau ekuitas dari entitas yang
bersangkutan haruslah menjadi acuan pokok dalam pengakuan, pengukuran, dan
pelaporan ekuitas suatu entitas. Untuk memahami dan melaksanakan akuntansi
ekuitas, haruslah memahami terlebih dahulu landasan hukum yang mengatur
entitas yang bersangkutan. Dengan kata lain, akuntansi ekuitas tidak terlepas dari
aspek hukum. Sedangkan hukum perusahaan (yang mengatur berbagai bentuk
hukum entitas) sangat beragam di setiap negara. Oleh karena itu sampai penerbitan
buku ini IASB belum mengeluarkan standar akuntansi ekuitas. Meskipun dalam
Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan terdapat bagian yang mengatur dan
menjelaskan konsep dasar tentang ekuitas (modal), dan PSAK 1 Penyajian
Laporan Keuangan, serta beberapa PSAK tertentu memang menyebutkan dan
mengatur tentang pengakuan, pengukuran, dan pelaporan tentang ekuitas, tapi
belum
ada suatu PSAK khusus yang mengatur tentang ekuitas.
1.3. Konsep Modal dan Pemeliharaan Modal (Concepts of Capital and Capital
Maintenance)
Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan yang membahas konsep modal
dan pemeliharaan modal, perlu dipelajari dengan baik agar dapat memahami
perkembangan standar akuntansi dari landasan biaya historis (historical cost) atau
nilai sejarah (historical value) dan semakin menuju ke landasan nilai wajar (fair
value) dalam pengukuran aset dan liabilitas yang akhirnya akan berdampak pada
pengukuran ekuitas.
1.3.1. Konsep Modal
Konsep Modal Keuangan (Financial Capital Concept)
Menurut konsep modal keuangan, ekuitas suatu
entitas adalah aset bersih (net aset) yang diukur
berdasarkan jumlah uang yang diinvestasikan (invested
money) atau jumlah daya beli yang diinvestasikan (invested
purchasing power).
Konsep Modal Fisik (Physical Capital Concept)
Menurut konsep modal fisik atau kemampuan usaha
(operating capability), modal diartikan sebagai kapasitas
produktif suatu entitas berdasarkan, misalnya jumlah unit
produk yang dihasilkan per hari. Konsep modal mana yang
dipilih tentunya akan mempengaruhi perhitungan laba rugi.
Subjek hukum adalah orang biasa dan badan hukum yang dapat melakukan
tindakan hukum, yaitu melakukan sesuatu perbuatan yang dapat menimbulkan hak
dan kewajiban hukum, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, pinjam
meminjam uang dan lain-lain (sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku)
Badan hukum adalah suatu organisasi atau entitas yang menurut hukum dianggap
sebagai suatu subjek hukum terlepas dari orang, pendiri, pengurus atau anggotanya
yang secara mandiri dapat melakukan tindakan hukum. Contoh Badan hukum
antara lain adalah Perseroan Terbatas (PT), BUMN (Badan Usaha Milik Negara),
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi, Yayasan, dan Lembaga Dana
Pensiun.
1.5.1. Entitas Bukan Badan Hukum
Usaha/Perusahaan Perorangan
Usaha/Perusahaan Perorangan adalah usaha atau perusahaan yang
dimiliki dan dijalankan oleh seorang dan atau bersama anggota
keluarganya. Aset, liabilitas, dan ekuitas atau modal kegiatan usaha
melekat dan menjadi satu dengan pribadi. Dengan perkataan lain
konsep entitas terpisah (separate entity) tidak berlaku untuk usaha/
perusahaan perorangan. Hak dan kewajiban usaha, termasuk
kewajiban pajak, melekat dengan pribadi pemilik. Akuntansi entitas
untuk usaha/perusahaan perorangan adalah yang paling sederhana.
Entitas ini jelas di luar lingkup SAK, dan termasuk dalam lingkup
SAK ETAP atau SAK EMKM.
Persekutuan Perdata
Persekutuan Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHP). Tertulis dalam KUHP:
Pasal 1618:
“Persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau
lebih meng ikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam
persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang
terjadi karenanya.”
Pasal 1619:
“Segala persekutuan harus mengenai suatu usaha yang halal, dan
harus dibuat untuk manfaat bersama para pihak. Masing-masing
sekutu diwajibkan memasukkan uang, barang-barang lain ataupun
kerajinannya ke dalam perseroan itu.”
Dari kedua pasal tersebut dapat ditarik pengertian bahwa
Persekutuan Perdata adalah:
Suatu perjanjian antar dua orang atau lebih;
Bertujuan membagi keuntungan yang diperoleh bersama;
Masing-masing sekutu diwajibkan memasukkan uang,
barang-barang lain, atau kerajinan (tenaga dan jasa).
Persekutuan Perdata jarang dijumpai dalam praktek, meskipun
kadang kadang sering dilakukan oleh sejumlah kolega dalam praktek
profesi: advokat, konsultan hukum, akuntan publik, arsitek, dokter,
dan lain-lain. Untuk Persekutuan Perdata, akuntansi ekuitas tidak
signifikan, lebih relevan pencatatan, perhitungan, dan pelaporan
perhitungan laba rugi sesuai dengan perjanjian.
Persekutuan Firma (Fa)
Persekutuan Firma (Fa) diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD). Persekutuan Firma atau Vennootschap
onder firma, adalah tiap-tiap perserikatan yang didirikan untuk
menjalankan sesuatu perusahaan di bawah satu nama bersama.
Berdasarkan KUHD Pasal 16, Firma didirikan oleh dua orang atau
lebih pesero untuk bersama-sama melakukan suatu usaha untuk
mencari laba.
Ekuitas atau permodalan firma tidak diatur secara khusus dalam
KUHD, tergantung persetujuan antar pesero. Setiap pesero atau
sekutu dalam firma masing-masing dapat melakukan tindakan hukum
atas nama firma, dan semuanya sama-sama bertanggung-jawab atas
seluruh kewajiban firma. Dalam akuntansi firma (partnership
accounting), ekuitas firma tercatat dan terlapor secara rinci atas modal
setiap sekutu (partner). Penyetoran dan penarikan aset (uang atau
barang) di luar permodalan, lazimnya di tampung dalam akun ”prive
(drawing)”, pada saat penyusunan laporan keuangan akhir periode
diperhitungkan dan ditutup ke akun modal masing-masing sekutu.
Contoh:
Struktur modal suatu firma Abangrul Fa yang didirikan oleh tiga
orang sekutu Ahmad, Bambang, dan Chaerul:
Pembagian Dividen
Perseroan hanya boleh membagi dividen bila mempunyai
saldo laba positif, dan diputuskan oleh RUPS. (Pasal 71).
Pembagian dividen interim sebelum tahun buku berakhir
dilakukan sesuai peraturan anggaran dasar Perseroan, dan
jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil
daripada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah
cadangan wajib, dan tidak boleh menyebabkan pembayaran
liabilitas kepada kreditur dan kegiatan operasi Perseroan
terganggu. Pembagian dividen interim ditetapkan
berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh
persetujuan Dewan Komisaris. Dalam hal setelah tahun
buku berakhir, ternyata perseroan menderita kerugian,
dividen interim harus dikembalikan, dan Direksi bersama
Dewan Komisaris bertanggungjawab secara tanggung
renteng untuk itu. (Pasal 72). Dividen yang tidak diambil
setelah 5 (lima) tahun sejak tanggal ditetapkan untuk
pembayaran dimasukkan dalam cadangan khusus, dan
setelah 10 tahun tidak diambil menjadi milik Perseroan.
(Pasal 73).
Liquidating Dividends
Dividen yang dilikuidasi dan dibayar bukan dari saldo laba
dilarang di Indonesia karena hal itu sebenarnya merupakan
penarikan modal.
Jenis Dividen
a) Dividen tunai/kas (cash dividend)
b) Dividen saham (stock dividend)
Pada umumnya dividen dibayar secara tunai dalam
bentuk uang kas. Tetapi dapat terjadi bila perseroan
membutuhkan dana untuk ekspansi atau operasi
perusahaan, pembagian laba kepada para persero dapat
dibayar dengan mengeluarkan saham berupa bonus saham.
Dengan mengeluarkan dividen saham, aset, dan ekuitas
perseroan tidak berkurang
Dividen Saham
Pembayaran dividen berupa saham tidak akan
menyebabkan berkurangnya aset atau ekuitas perseroan
tetapi hanya menimbulkan pergeseran dari bagian hasil
usaha yaitu saldo laba ke bagian modal saham. Dengan
demikian ketika RUPS memutuskan untuk membagikan
dividen saham, tidak akan timbul suatu liabilitas karena
tidak akan menimbulkan suatu kewajiban yang harus
dibayar dengan aset.
b) Penjelasan mengenai sifat dan tujuan setiap pos cadangan dalam ekuitas.
Pelaporan dan pengungkapan untuk entitas yang tidak terbagi atas
saham diatur dalam Paragraf 80:
Entitas yang modalnya tidak terbagi dalam saham, seperti persekutuan atau
unit perwakilan, mengungkapkan informasi yang setara sesuai dengan
paragraf 79(a), yang memperlihatkan perubahan selama suatu periode dari
setiap jenis kepentingan ekuitas, serta hak, keistimewaan dan pembatasan
yang melekat pada setiap jenis kepentingan ekuitas.
1.6.1. Pelaporan dan Pengungkapan Ekuitas untuk Emiten atau Perusahaan
Publik
Perusahaan yang terdaftar di bursa efek dengan tujuan
menarik dana dari bursa dengan melepas saham atau obligasi
perusahaannya sendiri dikenal sebagai emiten, dan merupakan
perusahaan publik. Demi melindungi kepentingan publik, kewajiban
pelaporan dan pengungkapan laporan keuangan dan kegiatan usaha,
khususnya tentang ekuitas, diatur secara khusus oleh Otoritas Jasa
Keuangan. Pada prinsipnya Otoritas Jasa Keuangan mengakui dan
merujuk Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh
Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia.
Namun, untuk beberapa hal tertentu bila dipandang perlu, Otoritas
Jasa Keuangan juga mengeluarkan peraturan atau keputusan
tersendiri.
1.6.2. Kewajiban Pelaporan dan Pengungkapan pada Saat Mulai
Mendaftarkan Perusahaan sebagai Emiten (Initial Public Offering
atau IPO)
Ketentuan mengenai Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi
Pernyataan Pendaftaran Perusahaan Publik diatur dalam Peraturan
Nomor IX.B.1 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No. 49/PM/1996 tertanggal 17
Januari 1996, antara lain mewajibkan melaporkan: