Anda di halaman 1dari 11

SAK ETAP DAN SAK EMKM

Disusun Oleh :

Ni Nyoman Ari Wedriyani

(1833121399)

UNIVERSITAS WARMADEWA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
TAHUN 2020
1.1. Pendahuluan
Entitas bisnis dalam membuat laporan keuangan untuk keperluan umum
menggunakan Standar Akuntansi Keuangan sebagai pedomannya. Pada saat ini terdapat
tiga pilar Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia yang telah dikeluarkan oleh IAI.
Ketiga pilar ini berdiri sendiri secara mandiri. Bab ini akan menjelaskan perbandingan-
perbandingan utama dari ketika pilar tersebut dan akan membahas lebih rinci untuk SAK
ETAP dan SAK EMKM. Untuk memudahkan pembaca penjelasan mengenai
perkembangan SAK EMKM terlampir pada akhir bab ini.

1.1.1. Tiga Pilar Standar Akuntansi Keuangan Indonesia


Standar Akuntansi Keuangan merupakan suatu kerangka dalam prosedur
penyusunan laporan keuangan agar terjadi keseragaman dalam penyajian laporan
keuangan. Pada saat buku ini ditulis, Indonesia memiliki tigat pilar standar
akuntansi keuangan untuk sektor privat yaitu:
• Standar Akuntansi Keuangan (SAK), biasa disebut SAK Umum;
• Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP);
• Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengan (SAK EMKM).
Sesuai namanya, SAK ETAP disusun untuk entitas tanpa akuntabilitas publik
sedangkan SAK EMKM diterapkan untuk entitas yang memenuhi syarat sebagai
entitas EMKM sesuai dengan undang-undang yang berlaku selama dua tahun
berturut-turut. Ketiga standar di atas menjadi pilar standar akuntansi keuangan di
Indonesia yang menjadi pedoman dalam penyusunan laporan keuangan. Untuk
transaksi-transaksi syariah, entitas mengacu kepada PSAK syariah, baik untuk
entitas yang menggunakan SAK Umum atau SAK ETAP. Apabila sebuah entitas
melakukan transaksi syariah maka entitas terkait akan mengakui, mengukur,
menyajikan dan mengungkapkan transaksi tersebut menggunakan SAK Syariah.
Sehingga ruang lingkup SAK Syariah bukanlah pada ‘entitas’ namun pada
‘transaksi’, dimana jika transaksi yang dilakukan oleh suatau entitas adalah
transaksi berdasarkan syariah, maka diharuskan penggunaan SAK Syariah. Apabila
entitas non-syariah melakukan transaksi syariah, maka atas transaksi tersebut,
berlaku SAK Syariah.
2.1. SAK ETAP

2.1.1 Belakang Pengembangan SAK ETAP


Penerapan PSAK yang mengadopsi IFRS terlalu kompleks untuk
diterapkan oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sehingga diperlukan suatu
standar yang dapat digunakan oleh UKM untuk membantu menyusun laporan
keuangan. Oleh karena itu, disusunlah suatu standar yang disebut SAK ETAP
(Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik). IASB
mengeluarkan IFRS for SMEs. Pada awalnya DSAK IAI mempertimbangkan untuk
mengadopsi IFRS for SMEs menjadi SAK UKM, namun IFRS for SMEs dirasakan
masih terlalu sulit untuk UKM di Indonesia, sehingga SAK ETAP yang berlaku
efektif pada 1 Januari 2011 ini, berbeda secara signifikan dengan IFRS for SMEs.
SAK yang berbasis IFRS (SAK Umum) ditujukan bagi entitas yang mempunyai
tanggung jawab publik signifikan dan entitas yang banyak melakukan kegiatan
lintas negara. SAK Umum tersebut rumit untuk dipahami serta diterapkan bagi
sebagian besar entitas usaha di Indonesia yang berskala kecil dan menengah. Dalam
beberapa hal SAK ETAP memberikan banyak kemudahan untuk suatu entitas
dibandingkan dengan SAK Umum yang mempunyai ketentuan pelaporan yang
lebih kompleks. Sesuai dengan ruang lingkup SAK ETAP, maka standar ini
dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa
akuntabilitas public yang dimaksud adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas
publik signifikan dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi
pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat
langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
Namun, entitas yang mempunyai tanggung jawab publik signifikan dapat juga
menggunakan SAK ETAP apabila diizinkan oleh regulator.
2.1.2. Ruang Lingkup dan Penerapan SAK ETAP
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(SAK ETAP) dimaksudkan untuk entitas tanpa akuntabilitas publik, yaitu entitas
dengan kriteria:
 Tidak memiliki Akuntabilitas Publik yang Signifikan Suatu entitas dikatakan
memiliki akuntabilitas yang signifikan jika: a. Entitas telah mengajukan pernyataan
pendaftaran atau entitas dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran pada
otoritas pasar modal (OJK) atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar
modal. Oleh sebab itu, Bapepam sendiri telah mengeluarkan surat edaran (SE)
Bapepam-LK No. SE-06/BL/2010 tentang larangan penggunaan SAK ETAP bagi
lembaga pasar modal, termasuk emiten, entitas publik, manajer investasi, sekuritas,
asuransi, reksa dana, dan kontrak investasi kolektif. b. Entitas menguasai aset dalam
kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas
asuransi, pialang dan/atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana, dan bank
investasi.
 Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose
financial statements) bagi pengguna eksternal Contoh pengguna eksternal
adalah: a. Pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha; b.
Kreditur; c. Lembaga pemeringkat kredit.
1.1.3. Penerapan SAK ETAP
Entitas dapat menggunakan SAK ETAP apabila memenuhi kriteria entitas
tanpa akuntabilitas publik signifikan. Apabila entitas tidak memenuhi kriteria
tersebut maka entitas tidak diperbolehkan menggunakan SAK ETAP kecuali
diizinkan oleh otoritas berwenang, contohnya adalah BPR. Apabila entitas tersebut
tidak memenuhi kriteria entitas tanpa akuntabilitas publik, maka entitas wajib
menerapkan PSAK secara konsisten dan tidak diperkenankan beralih pada SAK
ETAP, dan entitas yang telah memilih menggunakan SAK ETAP kemudian harus
menerapkan SAK ETAP secara konsisten. Persyaratan untuk pengakuan dan
pengukuran aset, kewajiban, penghasilan dan beban dalam SAK ETAP didasarkan
pada prinsip pervasif (berpengaruh luas) dari Kerangka Dasar Penyajian dan
Pengukuran Laporan Keuangan.
3.1 SAK EMKM
3.1.1. Latar Belakang Pengembangan SAK EMKM
Gagasan untuk membentuk suatu SAK yang lebih sederhana daripada SAK
ETAP dimulai sekitar tahun 2014. Pada saat itu dirasakan SAK ETAP masih
terlalu rumit untuk entitas mikro. Salah satu alasan lain adalah diterbitkannya UU
1/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang meminta LKM harus
membuat laporan keuangan sesuai dengan SAK. Sumber daya yang dimiliki oleh
entitas EMKM dalam mengembangkan laporan keuangan tentunya lebih terbatas
dibandingkan dengan perusahaan besar dan go public sehingga diperlukan suatu
pengukuran yang lebih sederhana dari SAK ETAP dan SAK Umum. Bersamaan
dengan keterbatasan itu pula para pengguna dari laporan keuangan entitas EMKM
tidak seluas dan tidak sekompleks pada perusahaan besar dan go public. SAK
ETAP tidak memiliki batas kuantitatif untuk memperjelas entitas mana yang bisa
menggunakan SAK ini, hal ini menimbulkan kerancuan apakah memang
perusahaan yang sangat kecil dapat menggunakan SAK ETAP. Atau sebaliknya
perusahaan yang sangat besar tapi bukan perusahaan publik apakah boleh
menggunakan SAK ETAP. Kekurangan ini diperjelas dalam SAK EMKM yang
menyatakan secara khusus bahwa SAK ini hanya berlaku untuk entitas EMKM
dan jika otoritas mengizinkan penggunaan SAK EMKM untuk entitas tersebut.
3.1.2. Ruang Lingkup dan Penerapan SAK EMKM
SAK EMKM dikhususkan penggunaannya hanya untuk entitas EMKM
saja. Definisi EMKM beragam di antara banyak institusi, namun DSAK
menyelaraskan pengertian EMKM yang boleh menggunakan SAK ini dengan
undang-undang yang berlaku di yurisdiksi Indonesia. Pada saat buku ini ditulis,
undang-undang UMKM yang berlaku adalah Undang-Undang No. 8 tahun 2008
tentang Usaha Mikro Kecil Menengah yang kriterianya adalah sebagai berikut: a.
Entitas Mikro adalah usaha dengan aset bersih tidak termasuk tanah dan bangunan
paling banyak sebesar 50 juta rupiah atau pendapatan selama setahun hingga 300
juta rupiah. b. Entitas Kecil adalah usaha aset bersih tidak termasuk tanah dan
bangunan lebih dari 50 juta rupiah hingga 500 juta rupiah atau pendapatan selama
setahun paling sedikit 500 juta rupiah hingga 2,5 miliar rupiah. c. Entitas
Menengah adalah usaha aset bersih tidak termasuk tanah dan bangunan lebih dari
500 juta rupiah hingga 10 miliar rupiah atau pendapatan selama setahun lebih dari
2,5 miliar rupiah hingga 50 miliar rupiah. Apabila dalam perkembangannya
kriteria-kriteria tersebut berubah, maka perubahan tersebut harus efektif selama
dua tahun terlebih dahulu baru bisa dilakukan perubahan entitas pengguna atas
SAK EMKM.

4.1. Perbedaan Utama SAK ETAP, SAK EMKM, dan SAK UMUM
4.1.1. Perbedaan Pengguna
Ketiga SAK menargetkan pengguna yang berbeda beda. Perusahaan yang
memiliki akuntabilitas signifikan seperti perusahaan publik menggunakan SAK
Umum, sedangkan entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan
menggunakan SAK ETAP. Sedangkan SAK EMKM yang jauh lebih sederhana
ditujukan untuk entitas mikro, kecil dan menengah yang memenuhi persyaratan.
4.1.2. Konsep dan Prinsip Pervasif
Dalam SAK ETAP, karakteristik kualititatif terdiri dari: dapat dipahami,
relevan, materialitas, keandalan, substansi mengungguli bentuk, kehati-hatian,
kelengkapan, keterbandingan, tepat waktu, keseimbangan antara manfaat dan
biaya, serta biaya dan usaha yang tidak berlebihan (undue cost or effort). Berbeda
dengan SAK Umum dimana karakteristik kualitatif dibedakan menjadi dua level
yaitu karakteristik kualitatif itu sendiri yang terdiri dari relevan dan penyajian
secara jujur, dan karakteristik penguat. Sementara karena dalam SAK EMKM,
kerangka konseptualnya mengacu kepada kerangka konseptual pelaporan
keuangan (KKPK) maka karakteristik kualitatifnya sama seperti SAK Umum.
Prinsip pervasif merupakan sebuah prinsip yang mengharuskan entitas untuk
menerapkan pertimbangan akuntansi yang menghasilkan laporan keuangan yang
relevan dan andal bilamana pengaturan tersebut tidak diatur di dalam SAK ETAP.
4.1.3. Konsep Pengukuran
Perbedaan mendasar yang membuat suatu standar akuntansi memiliki
tingkat relevansi dan tingkat keandalan yang bervariasi adalah dasar dalam
pengukurannya. Berbeda dengan SAK ETAP sebelumnya (efektif 1 Januari
2011), dimana pengukuran suatu aset dengan nilai wajar dibatasi hanya pada saat
penyelesaian atau pada saat transaksi, SAK ETAP yang mengadopsi IFRS for
SME menggunakan dasar pengukuran historis dan nilai wajar. Sehingga antara
SAK Umum dan SAK ETAP secara konsep tidak terdapat perbedaan, terdapat
perbedaan hanya pada usaha dan biaya untuk menyajikan nilai tersebut. SAK
EMKM, hanya mengakomodir pengukuran dengan biaya historis, tidak
diperkenankan menggunakan nilai wajar. SAK Umum sendiri memiliki 4 dasar
pengukuran yaitu biaya historis, biaya kini, nilai realisasi/penyelesaian, dan nilai
sekarang.
4.1.4. Penyajian Laporan Keuangan
Laporan posisi keuangan dalam SAK Umum memiliki penyajian aset,
liabilitas, dan ekuitas. Salah satu komponen ekuitas adalah other comprehensive
income (OCI). Pada SAK ETAP dan SAK EMKM, tidak dikenal adanya
komponen OCI dalam penyajian laporan keuangan. Penyajian di dalam laporan
laba rugi entitas pengguna SAK ETAP memperbolehkan penyajian secara
gabungan antara laporan laba rugi dan laporan perubahan ekuitas apabila
perubahan ekuitas hanya terjadi dikarenakan deviden saja. SAK EMKM tidak
mensyaratkan adanya laporan perubahan ekuitas. Laporan arus kas pada SAK
ETAP hanya disyaratkan menggunakan metode tidak langsung. Sementara dalam
SAK EMKM, sebuah laporan keuangan lengkap tidak termasuk laporan
perubahan ekuitas dan laporan arus kas. SAK EMKM menyatakan bahwa bagi
entitas EMKM laporan keuangan cukup terdiri dari laporan laba rugi dan laporan
posisi keuangan.
4.1.5. Perbedaan dalam Pengungkapan di Catatan Atas Laporan Keuangan
Secara umum, catatan atas laporan keuangan (CALK) merupakan ringkasan
dari dasar entitas untuk menyiapkan laporan keuangan, laporan akuntansi yang
signifikan, dan informasi lain yang tidak diungkapkan di laporan keuangan.
Pengaturan tentang item-item atau informasi yang harus diungkapkan di CALK
Pengungkapan dapat disyaratkan di dalam masing-masing pernyataan atau
seksi/bab dalam masing-masing SAK (SAK Umum, SAK ETAP, dan SAK
EMKM). Secara umum, persyaratan pengungkapan dalam SAK ETAP dan SAK
EMKM lebih sederhana dari SAK Umum.
4.1.6. Laporan Keuangan Konsolidasi
SAK ETAP tidak memiliki pengaturan tentang adanya laporan keuangan
konsolidasi. Walaupun entitas memiliki dan mengendalikan entitas lain, laporan
keuangan entitas anak dilaporkan dengan metode ekuitas. Sehingga konsolidasi di
dalam SAK ETAP dikenal dengan istilah one-line consolidation. SAK EMKM
juga tidak memiliki pengaturan tentang laporan keuangan konsolidasian.
4.1.7. Investasi pada Entitas Asosiasi, Entitas Anak, dan Joint Venture
SAK ETAP sebelumnya mengatur tentang transaksi-transaksi ini dengan
penye-derhanaan pengukuran satu tingkatan dari SAK Umum. Apabila SAK
Umum mengatakan bahwa untuk entitas anak harus dikonsolidasi, maka untuk
SAK ETAP cukup dengan metode ekuitas. Bila untuk entitas asosiasi dan joint
venture SAK Umum mengatur tentang penggunaan metode ekuitas, maka SAK
ETAP mengatur cukup dengan metode biaya. SAK EMKM, hanya mengatur
tentang investasi pada joint venture saja, tidak ada pengaturan tentang entitas anak
dan entitas asosiasi. Dalam entitas joint venture pun, pengukurannya
menggunakan metode biaya, sama seperti SAK ETAP.
4.1.8. Persediaan
Dalam SAK ETAP dan SAK Umum, sudah mengakomodir adanya
pengakuan per-sediaan dengan metode LCNRV (lower of cost or net realizable
value) atau nilai terendah dari biaya atau nilai realisasi bersih. Sementara dalam
SAK EMKM, hanya meng izinkan penguakuan dengan metode biaya. Untuk
metode pengukuran SAK ETAP, SAK EMKM, dan SAK Umum semua hanya
mengakui metode masuk pertama keluar pertama (MPKP) dan rata-rata
tertimbang saja.
4.1.9. Aset Tetap
Aset tetap memiliki definisi yang sama antara SAK ETAP, SAK EMKM,
dan SAK Umum. SAK ETAP dan SAK Umum mengakui aset tetap apabila
terdapat pengendalian entitas atas aset yang bersangkutan, namun SAK EMKM
mengharuskan adanya dasar kepemilikan untuk mengakui sebuah aset. Sementara
dalam SAK ETAP dan SAK Umum mengedepankan prinsip substansi
mengungguli bentuk (substance over form) daripada sertifikat kepemilikan, yang
merepresentasikan bentuk. Di lain sisi, dasar pengukuran selanjutnya untuk aset
tetap, SAK Umum mengakomodir pengukuran dengan metode revaluasi dan
metode biaya. Namun SAK ETAP dan SAK EMKM, hanya mengakomodir
pengukuran dengan metode biaya saja. Begitupun dengan metode penyusutan,
dimana SAK ETAP dan SAK Umum membebaskan entitas untuk memilih metode
penyusutan yang dapat merepresentasikan konsumsi aset selama masa
manfaatnya. Namun SAK EMKM hanya mengakomodir penyusutan dengan
metode garis lurus dan metode saldo menurun ganda saja.
4.1.10. Properti Investasi
Dalam SAK ETAP properti investasi hanya dapat diukur dengan
model biaya. SAK Umum mengizinkan pengguna memilih model biaya atau
model nilai wajar. Sedangkan SAK EMKM tidak mengatur khusus mengenai
properti investasi melainkan termasuk dalam aset tetap. Aset
4.1.11. Tak berwujud
SAK ETAP tidak memperbolehkan adanya kapitalisasi biaya atas aset tidak
berwujud. Sementara dalam SAK Umum terdapat kriteria tertentu dimana biaya
atas aset tidak berwujud dapat dikapitalisasi. SAK ETAP, SAK EMKM, dan
SAK Umum memiliki kesamaan dalam mengukur dan mengakui aset tidak
berwujud yang diperoleh dari luar entitas yaitu dinilai dengan nilai perolehan
ditambah biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa
aset tersebut hingga siap digunakan. SAK Umum mengizinkan umur ekonomis
aset takberwujud menjadi tidak terbatas, sedangkan SAK ETAP memberikan
batasan maksimum 10 tahun. SAK EMKM tidak mensyaratkan batasan
maksimum hanya meminta aset takberwujud disusutkan sepanjang umur
ekonomisnya.
4.1.12. Sewa
Dalam SAK ETAP pengaturan tentang klasifikasi sewa lebih kepada
pengaturan secara rule based. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa
pembiayaan jika memenuhi salah hal berikut ini: (a) sewa mengalihkan
kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa; (b) lessee mempunyai
opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar
pada tanggal opsi dilaksanakan; (c) masa sewa adalah sama atau lebih dari 75%
umur ekonomis aset sewaan; (d) nilai kini dari jumlah pembayaran sewa
minimum sama atau lebih dari 90% nilai wajar aset sewaan; (e) aset sewaan
bersifat khusus dan dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa
perlu modifikasi secara material. SAK Umum mengedepankan pengalihan hak
dan kewajiban dalam kualifikasi sewa pembiayaan. Sedangkan dalam SAK
EMKM tidak mengatur tentang klasifikasi sewa pembiayaan dan sewa operasi.
Dalam SAK EMKM, seluruh sewa diklasifikasikan sebagai beban.
4.1.13. Biaya Pinjaman
Di antara 3 pilar SAK, hanya SAK Umum yang mengatur tentang kriteria
kapitalisasi biaya pinjaman. SAK ETAP dan SAK EMKM mensyaratkan biaya
pinjaman untuk dibebankan pada perioda berjalan.
4.1.14. Penurunan Nilai
SAK Umum memiliki pengaturan penurunan nilai untuk aset, investasi dan
goodwill. SAK ETAP tidak memiliki pengaturan penurunan nilai untuk
goodwill. Sementara pada SAK EMKM persediaan dinilai pada biaya historis
dan dasar pengukuran lainnya adalah biaya historis maka tidak ada penurunan
nilai dicatat pada tanggal neraca. Penurunan nilai yang terjadi baru dicatat secara
aktual yaitu ketika arus kas juga terjadi.
4.1.15. Imbalan Kerja
Untuk imbalan jangka pendek, SAK ETAP, SAK EMKM, dan SAK Umum
sama-sama mengakui dalam periode terjadinya. Kecuali untuk imbalan
pascakerja SAK ETAP dan SAK Umum mengakui adanya program imbalan
pasti dan iuran pasti yang mengharuskan adanya pengakuan pada sisi liabilitas
untuk merefleksikan tanggung jawab entitas di masa depan dan penyesuaian
yang diperlukan sesuai dengan asumsi aktuarial. Namun SAK EMKM tidak
mengakui adannya imbalan pasca kerja, imbalan pasca kerja cukup diakui pada
periode terjadinya.
4.1.16. Pajak Penghasilan
SAK Umum mengakui beban pajak penghasilan yang terdiri dari beban
pajak kini (current tax) dan beban pajak tangguhan (deferred tax). Sedangkan
SAK ETAP hanya mengenal beban pajak penghasilan kini (current tax), dengan
demikian hanya mengakui beban pajak sebesar jumlah yang harus dibayar
kepada negara dan mengakui hutang pajak (tax payable) sebesar jumlah yang
belum dibayarkan kepada negara, pada akhir periode. SAK EMKM, tidak
mengenal konsep pajak kini, pajak tangguhan, atau tax payable. SAK EMKM
hanya mensyaratkan entitas untuk memperlakukan pajak sebagai beban sebesar
nilai aktual yang terjadi pada periode berjalan.
5.1. Mata Uang Pelaporan dan Transaksi dalam Mata Uang Asing
SAK ETAP dan SAK EMKM mengatur bahwa mata uang pelaporan adalah mata
uang rupiah. Entitas ETAP dan EMKM dapat menggunakan mata uang selain rupiah sebagai
mata uang pelaporan hanya jika mata uang tersebut memenuhi kriteria mata uang fungsional.
Sedangkan SAK Umum membedakan antara mata uang pelaporan dan mata uang penyajian.
SAK Umum mengatur bahwa entitas harus menggunakan mata uang fungsionalnya sebagai
mata uang pelaporan, dan boleh menggunakan mata uang apa saja sebagai mata uang penyajian.
SAK Umum mengatur lebih lanjut mengenai kriteria dari mata uang fungsional suatu entitas.
Demikianlah perbandingan antara SAK Umum, SAK ETAP dan SAK EMKM. Pada semester
kedua 2017, DSAK-IAI menerbitkan sebuah kajian untuk mereviu SAK ETAP. Di dalam kajian
tersebut DSAK-IAI meminta masukan masyarakat apabila SAK ETAP akan direvisi sebaiknya
mengadopsi IFRS for SME keluaran IASB tahun 2015 atau mungkin menghidupkan kembali
SAK Umum versi tahun 2012 untuk dijadikan SAK menggantikan SAK ETAP. Sampai saat
buku ini diterbitkan, DSAK-IAI belum mengambil keputusan mengenai arah revisi SAK-
ETAP.

Anda mungkin juga menyukai